Cerita Silat | Imam Tanpa Bayangan II | oleh Xiao Say | Imam Tanpa Bayangan II | Cersil Sakti | Imam Tanpa Bayangan II pdf
Roro Centil - Dendam & Cinta Gila Seorang Pendekar Animorphs 18 Petualangan di planet Leera Pengemis Binal - 27. Bidadari Pulau Penyu Pendekar Hina Kelana - 36. Misteri Patung Kematian Pendekar Mata Keranjang - 26. Lembaran Kulit Naga Pertala
Toan Hong In tertegun, ia tak mengira kalau pengetahuan si kakek tua itu begitu luas, sambil menatap wajahnya tajam-tajam ia mengangguk. "Sedikit pun tidak salah, rupanya tidak sedikit yang berhasil kau ketahui." Ouw-yang Gong tarik napas panjang-panjang, setelah menghening sejenak ia berkata kembali : "Ilmu jari Hwie-Yan-Kim-Ci dari Loo Hian hanya diwariskan kepada anak laki-laki dan tidak diwariskan anak perempuan, dalam dunia persilatan hanya Loo Hong serta Loo Hian saja yang sanggup menggunakan ilmu ampuh tersebut, tidak mungkin Loo Hong mewariskan ilmu ampuhnya ini kepada orang lain. Hmm...! Kau manusia macam apa? Masa ia rela mewariskan ilmunya kepadamu..." "Tentang soal ini, lebih baik kau tak usah ikut campur..." tukas Toan Hong In dengan wajah berubah. "Kenapa aku tak boleh mengurusi persoalan ini?" seru Ouw-yang Gong lagi dengan wajah serius, "ketika aku angkat saudara dengan Loo Hian tempo dulu, ia pernah bercerita kepadaku katanya ada seorang kurcaci she Si yang telah mencuri belajar ilmu jari Hwie-Yan-Ci-nya, kemudian peristiwa itu ketahuan dan kurcaci she Si itu segera melarikan diri terbirit- birit, sejak itu ia tak pernah muncul kembali di dalam dunia persilatan. Sekarang terbukti kau dapat menggunakan ilmu jari tersebut.... Hmm! Ayoh jawab, apakah ilmu itu kau peroleh dari kurcaci she Si itu..." ******** Bagian 30 "KAU jangan ngaco belo tak karuan!" bentak Toan Hong In dengan hati terkejut. "Ilmu jari itu aku dapatkan langsung dari Loo Hian sendiri..." "Hmmm! Aku tidak percaya, selamanya Loo Hian tak pernah terima murid, dari mana ia bisa turunkan ilmu sakti itu kepadamu? Sudah mencuri, sekarang kau berani membantu kurcaci she Si itu untuk merahasiakan kejadian ini... Huuh! Selama hidup aku si ular asap tua paling benci terhadap orang yang tidak jujur, hari ini aku bersumpah akan bekuk batang lehermu untuk diserahkan kepada Loo Hian untuk dijatuhi hukuman..." Perjalanan Toan Hong In kali ini mengunjungi gunung Thiam cong, kecuali untuk membalas dendam atas kematian dari Toan Hong ya, dia pun ingin menaklukkan semua jago lihay yang sedang berkumpul di gunung Thiam cong itu agar takluk kepada keluarga Toan. Siapa tahu di tengah perjalanan Ouw-yang Gong telah bikin keonaran, hal ini sangat menggusarkan hatinya, dia ingin menghancurkan kakek konyol itu di tangannya. Sayang walaupun pihak lawan sudah tua ilmu silatnya sama sekali tidak lemah, suatu ingatan segera berkelebat dalam benaknya. "Untuk sementara lebih baik kita jangan membicarakan dulu persoalan mengenai Loo Hian serta ilmu jari Hwie-Yan-Ci," katanya kemudian, "menunggu urusan di sini sudah beres, silahkan kau berkunjung ke negeri Tayli, saat itu... hmmm..." Ia tertawa dingin tiada hentinya, sorot mata yang dingin dialihkan ke atas wajah Pek In Hoei lalu tegurnya : "Kaukah yang bernama si Jago Pedang Berdarah Dingin?" "Hmm, kau masih belum kenal dengan diriku?" Toan Hong In tertegun, lalu menjawab : "Kalau aku kenali dirimu kenapa mesti ajukan pertanyaan lagi kepadamu? Bukankah perbuatanku ini mirip copot celana untuk lepaskan kentut? Hey, orang she Pek, tahukah kau bahwa membunuh pembesar berarti ada maksud hendak memberontak? Dalam wilayah selatan kau berani bunuh kaisar dari negeri Tayli, setiap rakyat yang ada di wilayah sini tak akan melepaskan dirimu dalam keadaan hidup..." Dari sorot mata orang yang bengis dan berkilat tajam, Pek In Hoei menyadari bahwa tenaga dalam yang dimiliki pihak lawan amat sempurna, ia tak berani memandang enteng musuhnya, mendengar tuduhan itu langsung ia membantah : "Apa sangkut pautnya antar kematian Toan Hong ya dengan aku orang she Pek?" "Apakah saudaraku bukan mati di tanganmu?" "Kurang ajar, kalau menuduh orang jangan seenaknya sendiri," maki Pek In Hoei sangat gusar, "kakakmu menemui ajalnya di tangan Liuw Koei hui, mau percaya atau tidak terserah pada dirimu sendiri, kalau kau tidak cepat-cepat enyah dari gunung Thiam cong, Hmmm! terpaksa aku si Jago Pedang Berdarah Dingin harus mengusir dirimu secara paksa..." "Apa? Kau hendak usir diriku..." saking gusarnya Toan Hong In melengak dan tertawa terbahak-bahak, "Haaah... haaah... baik, akan kupenggal batok kepalamu untuk membalaskan dendam atas kematian dari Toan Hong ya..." Penyerbuannya ke gunung Thiam cong saat ini adalah merupakan keputusan dari hasil rapat para kerabat istana negeri Tayli, Toan Hong In punya ambisi besar untuk menduduki tahta kerajaan negeri Tayli, dia ingin melenyapkan Pek In Hoei terlebih dahulu kemudian dengan menggunakan jalan ini sebagai perintis untuk mencapai cita-citanya. Maka setelah timbul niat jahatnya di dalam hati, dia segera ulapkan tangannya, dua orang pria kekar segera meloncat keluar dari barisan dan langsung menubruk ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin. "kedua orang pria berbaju hitam itu tersohor karena paling kuat dalam negeri Tayli, kekuatan mereka luar bias dan masing-masing memiliki ilmu silat yang sangat lihay, maka dari itu begitu munculkan diri senjata tajam mereka segera menyambar tiba dari arah kanan mau pun kiri. Pek In Hoei tertawa dingin ketika dilihatnya ada dua orang pria kekar mengayunkan pedangnya menyerang dia, telapak kanan tiba-tiba meluncur keluar, setelah membentuk satu lingkaran busur di tengah udara muncullah segulung angin pukulan yang maha dahsyat menghantam ke muka. Merasakan datangnya desiran angin pukulan yang menderu-deru, kedua orang pria itu merasakan hatinya tercekat, seketika itu juga mereka terpukul mundur sejauh tujuh delapan langkah ke belakang dengan sempoyongan. "Aaaah...!" sebelum kedua orang pria itu sanggup berdiri tegak, tiba-tiba mereka menjerit kesakitan dan darah segar mengucur keluar dari ujung bibir mereka, ditinjau dari keadaan tersebut jelas membuktikan bahwa mereka berdua telah menderita luka yang amat parah. Terkesiap hati Toan Hong In menyaksikan kejadian itu, mimpi pun ia tak pernah menyangka kalau Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei sanggup merobohkan dua orang jago lihaynya tidak sampai satu jurus serangan, ilmu silat yang demikian dahsyatnya itu seketika menggidikkan hati para jago lainnya, untuk sesaat tak seorang manusia pun berani maju ke depan untuk menyerang pemuda itu. Mendadak... dai antara gerombolan manusia terdengar seorang membentak keras : "Kembalikan jiwa guruku!" Bersamaan dengan suara teriakan itu muncullah seorang pemuda yang tinggi kekar, Pek In Hoei yang segera alihkan sinar matanya ke arah mana berasalnya suara itu seketika mengerutkan dahinya, dalam hati ia membatin : "Soen Put Jie adalah seorang pria polos yang jujur, aku tak ingin bertarung melawan orang seperti ini..." Belum habis ingatan tersebut berkelebat di dalam benaknya, Soen Put Jie sambil membentak keras bagaikan geledek telah meloncat ke muka sambil ayunkan kepalannya. Bagaimana pun juga Soen Put Jie adalah seorang bodoh yang sama sekali tak berotak, tatkala ia berjumpa dengan Pek In Hoei mendadak tubuhnya merandek dan berteriak : "Eeei... bocah muda berpipi licin, bukankah kau sudah mati dibunuh oleh ilmu angin berpusing dari guruku?" Orang ini benar-benar bodoh, ia anggap Pek In Hoei pasti mati setelah terkena badik Han Giok milik gurunya, melihat pemuda itu masih dapat berdiri di hadapannya dalam keadaan segar bugar, ia jadi tidak percaya dan keheranan. "Tidak salah," terdengar Ouw-yang Gong menanggapi dengan cepat, "keparat cilik berpipi licin ini memang benar-benar sudah mati terbunuh oleh suhumu si anak kura-kura yang telah modar, yang berdiri di hadapanmu sekarang adalah sukmanya, eei.... bocah muda." "Aaah! Masa sukma bisa berbicara?" teriak Soen Put Jie dengan hati tertegun. Ouw-yang Gong semakin girang setelah mengetahui bahwa pemuda itu gobloknya tak ketolongan, satu ingatan dengan cepat berkelebat di dalam benaknya : "Bocah goblok ini luar biasa bodohnya, kebetulan aku si ular asap tua sedang menganggur, biar kugoda dirinya lebih jauh..." Ia tertawa seram, dengan nada menakut-nakuti ancamnya : "Eeei... bocah, sukma dapat berbicara itu berarti kau si bocah cilik tak akan lama lagi hidup di kolong langit..." "Sungguh?" jerit Soen Put Jie semakin terperanjat. "Tentu saja sungguh, aku lihat lebih baik kau sedikitlah berhati-hati, mati dalam usia muda benar- benar amat disayangkan..." Ia sengaja geleng kepala sambil termenung seakan- akan sedang mencarikan akal baik baginya. Hal ini semakin mencemaskan hati Soen Put Jie, ia garuk kepalanya yang tidak gatal sambil menengok ke sana kemari, mulutnya bungkam dalam seribu bahasa karena takut bila ia mengganggu maka pikiran orang jadi buyar... Lama kelamaan Soen Put Jie tidak sabar untuk menunggu lebih lanjut, segera teriaknya : "Eeei... cepat pikirkan satu akal bagus bagiku, wah... kalau sampai mayat hidup itu menganiaya diriku... Hiiih... aku bisa merinding..." Toan Hong In jadi amat mendongkol ketika dilihatnya pria kekar itu dipermalukan pihak lawan habis- habisan, wajahnya kontan berubah hebat tapi disebabkan Soen Put Jie memang sudah tersohor akan kedunguannya di negeri Tayli maka ia jadi kehabisan akal, akhirnya ia menghardik : "Enyah kau dari sini!" Soen Put Jie kontan naik pitam, dengan mata melotot penuh kegusaran teriaknya : "Kuberitahukan kepada guruku..." Tapi belum habis ia berkata tiba-tiba orang tolol ini teringat bila Toan Hong ya sudah mati, saking gelisahnya ia sampai garuk-garuk kepala sambil tertawa jengah. "Ooooh... bodoh amat kau ini, suhuku toh sudah mati mana bisa beritahukan kepadanya lagi..." "Aduh celaka..." pada saat itulah mendadak Ouw-yang Gong berteriak keras, teriakan itu kontan membuat sekujur badan Soen Put Jie gemetar keras karena ketakutan. Sambil menatap wajah kakek konyol itu dengan sorot mata mohon belas kasihan, ia bertanya : "Ada urusan apa?" Sebenarnya aku telah mendapatkan satu cara yang bagus untuk menyelamatkan jiwamu, akhirnya gara- gara bentakan bentakan bajingan itu maka pikiranku jadi buyar dan akal bagus itu lenyap kembali," seru Ouw-yang Gong sambil menuding ke arah Toan Hong In. "Waaah... waaah... kalau begitu selembar jiwamu sudah tak bisa diselamatkan lagi!" Ucapan itu diutarakan dengan nada yang iba dan mengenaskan, ditambah pula helaan napas yang lebih membuat Soen Put Jie jadi ketakutan setengah mati. "Aduuuu mak... tolonglah aku... coba carikan lagi satu akal bagus untukku..." teriaknya. "Heeeeh... heeeeh... heeeeh... boleh, cuma kau mesti hantam dulu orang itu, nanti kupikirkan lagi satu akal bagus..." Pada dasarnya Soen Put Jie memang seorang pria yang bebal otaknya, mendengar Ouw-yang Gong suruh ia hajar Toan Hong In lebih dahulu tanpa mempedulikan apakah orang itu angkatan yang lebih tua darinya atau bukan ia langsung ayun kepalannya dan ditonjok kepada Toan Hong In. Pria kekar itu jadi amat gusar sekali, melihat datangnya ancaman ia mengigos ke samping, jari tangannya langsung berkelebat menotok tubuh Soen Put Jie. "Aduuuh celaka..." jerit pria goblok itu kesakitan, "ujung jarinya memancarkan cahaya api..." "Haaaah... haaaah... haaaah... kalau begitu cepat lari ke arah selatan sejauh tiga li, di situ carilah sebuah liang kotoran manusia dan rendamkan seluruh tubuhmu di situ, jangan biarkan api setan itu menyerang hatimu, kalau tidak kau bisa modar... cepat..." seru Ouw-yang Gong sambil tertawa tergelak. Setelah termakan oleh totokan jari itu, Soen Put Jie merasakan sekujur tulangnya jadi sakit seperti remuk, ia tidak berpikir panjang lagi setelah mendengar ucapan itu. "Aduuuh mak..." teriaknya, tanpa banyak bicara orang itu putar badan dan langsung kabur dari situ. Toan Hong In tak pernah menyangka di tengah jalan bisa terjadi peristiwa semacam ini, ia merasa dirinya kehilangan muka. Seluruh hawa amarahnya segera dilampiaskan ke tubuh Pek In Hoei, teriaknya dengan nada benci. "Bajingan she Pek, pahlawan macam apakah dirimu itu??" "Hmmm, orang itu toh kau yang bawa datang, ia jual kejelekan atau tidak apa sangkut pautnya dengan diriku? Bila kau merasa tidak terima silahkan cabut senjatamu dan mari kita bergebrak, setiap saat aku pasti melayani keinginanmu..." "Aku hendak melepaskan api membakar gunung, akan ku musnahkan gunung Thiam cong rata dengan tanah..." teriak Toan Hong In setengah kalap. Pek In Hoei segera tertawa dingin. "Hmmm... ! aku rasa kau belum memiliki kemampuan untuk berbuat begitu!" Ucapan itu segera mengingatkan kembali peristiwa yang terjadi beberapa waktu berselang, di kala perguruan Boo Liang Tiong membasmi partai Thiam cong hingga ludes sama sekali, rasa benci dan dendamnya segera berkecamuk dalam dadanya dengan sorot mata tajam dan napsu membunuh pemuda itu menatap lawannya tajam-tajam. Bergidik hati Toan Hong In ketika saling bentrok pandangan dengan pemuda itu, ia merasa ketajaman mata lawannya bagaikan pisau belati yang menusuk dadanya. "Ayoh kita segera mulai bertempur," serunya kemudian. Tangannya segera diulapkan, lelaki kekar yang berada di belakang tubuhnya sama-sama membentak keras dan cabut keluar senjata mereka, kemudian siap menerjang ke arah kuil Sang-cing-koan. Para anak murid partai Thiam cong yang bertugas menjaga gunung jadi amat terperanjat menyaksikan kejadian itu, mereka sama-sama mengundurkan diri ke kuil Sang cing koan dan melaporkan kejadian ini kepada ketua mereka Sang Kwan In. Taaaang....! bunyi lonceng bergema memecahkan kesunyian yang mencekam seluruh jagad, diiringi seruan memuji keagungan sang Budha tampaklah empat kakek tua Thiam cong Su loo dengan memimpin dua puluh orang murid partai munculkan diri dari balik pintu kuil kemudian menyebarkan diri ke dua belah sisi jalan. Sang Kwan In diiringi para wakil pelbagai partai besar serta seluruh anak murid partai Thiam cong perlahan- lahan berjalan menuruni bukit, air mukanya dingin tiada senyuman, dengan sorot mata tajam ia menyapu sekejap wajah Toan Hong In kemudian mendengus. "Sang Kwan Heng," Toan Hong In segera menyapa sambil menjura, "Ketika Jago Pedang Berdarah Dingin mengadakan pertemuan dengan para jago dari wilayah selatan berhubung siaute ada sedikit urusan hingga tak sempat ikut hadir di selat Seng See Kok, entah bagaimana dengan hasil pertemuan itu?" Dalam hati Sang Kwan In dapat menangkap maksud yang sebenarnya dari ucapan itu, segera tertawa dingin dan berpikir : "Adik dari Toan Hong ya ini benar-benar bukan seorang manusia yang gampang, cukup mengandalkan sepatah katanya barusan ia dapat memancing perpecahan di antara tubuh para jago dari wilayah selatan... Hmmm lebih baik aku tidak menanggapi ucapannya itu..." Berpikir sampai di situ ia lantas menegur dengan suara dingin : "Ada urusan apa kau datang ke gunung Thiam cong ini?" Toan Hong In tertawa seram, pikirnya : "Seng See Kokcu ini sungguh amat lihay, ia hindari pertanyaan yang kuajukan sebaliknya malah menanyai diriku, bukankah itu namanya sudah tahu pura-pura bertanya??" Air mukanya berubah jadi dingin, dengan gusar jawabnya :
Roro Centil - Dendam & Cinta Gila Seorang Pendekar Animorphs 18 Petualangan di planet Leera Pengemis Binal - 27. Bidadari Pulau Penyu Pendekar Hina Kelana - 36. Misteri Patung Kematian Pendekar Mata Keranjang - 26. Lembaran Kulit Naga Pertala
Toan Hong In tertegun, ia tak mengira kalau pengetahuan si kakek tua itu begitu luas, sambil menatap wajahnya tajam-tajam ia mengangguk. "Sedikit pun tidak salah, rupanya tidak sedikit yang berhasil kau ketahui." Ouw-yang Gong tarik napas panjang-panjang, setelah menghening sejenak ia berkata kembali : "Ilmu jari Hwie-Yan-Kim-Ci dari Loo Hian hanya diwariskan kepada anak laki-laki dan tidak diwariskan anak perempuan, dalam dunia persilatan hanya Loo Hong serta Loo Hian saja yang sanggup menggunakan ilmu ampuh tersebut, tidak mungkin Loo Hong mewariskan ilmu ampuhnya ini kepada orang lain. Hmm...! Kau manusia macam apa? Masa ia rela mewariskan ilmunya kepadamu..." "Tentang soal ini, lebih baik kau tak usah ikut campur..." tukas Toan Hong In dengan wajah berubah. "Kenapa aku tak boleh mengurusi persoalan ini?" seru Ouw-yang Gong lagi dengan wajah serius, "ketika aku angkat saudara dengan Loo Hian tempo dulu, ia pernah bercerita kepadaku katanya ada seorang kurcaci she Si yang telah mencuri belajar ilmu jari Hwie-Yan-Ci-nya, kemudian peristiwa itu ketahuan dan kurcaci she Si itu segera melarikan diri terbirit- birit, sejak itu ia tak pernah muncul kembali di dalam dunia persilatan. Sekarang terbukti kau dapat menggunakan ilmu jari tersebut.... Hmm! Ayoh jawab, apakah ilmu itu kau peroleh dari kurcaci she Si itu..." ******** Bagian 30 "KAU jangan ngaco belo tak karuan!" bentak Toan Hong In dengan hati terkejut. "Ilmu jari itu aku dapatkan langsung dari Loo Hian sendiri..." "Hmmm! Aku tidak percaya, selamanya Loo Hian tak pernah terima murid, dari mana ia bisa turunkan ilmu sakti itu kepadamu? Sudah mencuri, sekarang kau berani membantu kurcaci she Si itu untuk merahasiakan kejadian ini... Huuh! Selama hidup aku si ular asap tua paling benci terhadap orang yang tidak jujur, hari ini aku bersumpah akan bekuk batang lehermu untuk diserahkan kepada Loo Hian untuk dijatuhi hukuman..." Perjalanan Toan Hong In kali ini mengunjungi gunung Thiam cong, kecuali untuk membalas dendam atas kematian dari Toan Hong ya, dia pun ingin menaklukkan semua jago lihay yang sedang berkumpul di gunung Thiam cong itu agar takluk kepada keluarga Toan. Siapa tahu di tengah perjalanan Ouw-yang Gong telah bikin keonaran, hal ini sangat menggusarkan hatinya, dia ingin menghancurkan kakek konyol itu di tangannya. Sayang walaupun pihak lawan sudah tua ilmu silatnya sama sekali tidak lemah, suatu ingatan segera berkelebat dalam benaknya. "Untuk sementara lebih baik kita jangan membicarakan dulu persoalan mengenai Loo Hian serta ilmu jari Hwie-Yan-Ci," katanya kemudian, "menunggu urusan di sini sudah beres, silahkan kau berkunjung ke negeri Tayli, saat itu... hmmm..." Ia tertawa dingin tiada hentinya, sorot mata yang dingin dialihkan ke atas wajah Pek In Hoei lalu tegurnya : "Kaukah yang bernama si Jago Pedang Berdarah Dingin?" "Hmm, kau masih belum kenal dengan diriku?" Toan Hong In tertegun, lalu menjawab : "Kalau aku kenali dirimu kenapa mesti ajukan pertanyaan lagi kepadamu? Bukankah perbuatanku ini mirip copot celana untuk lepaskan kentut? Hey, orang she Pek, tahukah kau bahwa membunuh pembesar berarti ada maksud hendak memberontak? Dalam wilayah selatan kau berani bunuh kaisar dari negeri Tayli, setiap rakyat yang ada di wilayah sini tak akan melepaskan dirimu dalam keadaan hidup..." Dari sorot mata orang yang bengis dan berkilat tajam, Pek In Hoei menyadari bahwa tenaga dalam yang dimiliki pihak lawan amat sempurna, ia tak berani memandang enteng musuhnya, mendengar tuduhan itu langsung ia membantah : "Apa sangkut pautnya antar kematian Toan Hong ya dengan aku orang she Pek?" "Apakah saudaraku bukan mati di tanganmu?" "Kurang ajar, kalau menuduh orang jangan seenaknya sendiri," maki Pek In Hoei sangat gusar, "kakakmu menemui ajalnya di tangan Liuw Koei hui, mau percaya atau tidak terserah pada dirimu sendiri, kalau kau tidak cepat-cepat enyah dari gunung Thiam cong, Hmmm! terpaksa aku si Jago Pedang Berdarah Dingin harus mengusir dirimu secara paksa..." "Apa? Kau hendak usir diriku..." saking gusarnya Toan Hong In melengak dan tertawa terbahak-bahak, "Haaah... haaah... baik, akan kupenggal batok kepalamu untuk membalaskan dendam atas kematian dari Toan Hong ya..." Penyerbuannya ke gunung Thiam cong saat ini adalah merupakan keputusan dari hasil rapat para kerabat istana negeri Tayli, Toan Hong In punya ambisi besar untuk menduduki tahta kerajaan negeri Tayli, dia ingin melenyapkan Pek In Hoei terlebih dahulu kemudian dengan menggunakan jalan ini sebagai perintis untuk mencapai cita-citanya. Maka setelah timbul niat jahatnya di dalam hati, dia segera ulapkan tangannya, dua orang pria kekar segera meloncat keluar dari barisan dan langsung menubruk ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin. "kedua orang pria berbaju hitam itu tersohor karena paling kuat dalam negeri Tayli, kekuatan mereka luar bias dan masing-masing memiliki ilmu silat yang sangat lihay, maka dari itu begitu munculkan diri senjata tajam mereka segera menyambar tiba dari arah kanan mau pun kiri. Pek In Hoei tertawa dingin ketika dilihatnya ada dua orang pria kekar mengayunkan pedangnya menyerang dia, telapak kanan tiba-tiba meluncur keluar, setelah membentuk satu lingkaran busur di tengah udara muncullah segulung angin pukulan yang maha dahsyat menghantam ke muka. Merasakan datangnya desiran angin pukulan yang menderu-deru, kedua orang pria itu merasakan hatinya tercekat, seketika itu juga mereka terpukul mundur sejauh tujuh delapan langkah ke belakang dengan sempoyongan. "Aaaah...!" sebelum kedua orang pria itu sanggup berdiri tegak, tiba-tiba mereka menjerit kesakitan dan darah segar mengucur keluar dari ujung bibir mereka, ditinjau dari keadaan tersebut jelas membuktikan bahwa mereka berdua telah menderita luka yang amat parah. Terkesiap hati Toan Hong In menyaksikan kejadian itu, mimpi pun ia tak pernah menyangka kalau Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei sanggup merobohkan dua orang jago lihaynya tidak sampai satu jurus serangan, ilmu silat yang demikian dahsyatnya itu seketika menggidikkan hati para jago lainnya, untuk sesaat tak seorang manusia pun berani maju ke depan untuk menyerang pemuda itu. Mendadak... dai antara gerombolan manusia terdengar seorang membentak keras : "Kembalikan jiwa guruku!" Bersamaan dengan suara teriakan itu muncullah seorang pemuda yang tinggi kekar, Pek In Hoei yang segera alihkan sinar matanya ke arah mana berasalnya suara itu seketika mengerutkan dahinya, dalam hati ia membatin : "Soen Put Jie adalah seorang pria polos yang jujur, aku tak ingin bertarung melawan orang seperti ini..." Belum habis ingatan tersebut berkelebat di dalam benaknya, Soen Put Jie sambil membentak keras bagaikan geledek telah meloncat ke muka sambil ayunkan kepalannya. Bagaimana pun juga Soen Put Jie adalah seorang bodoh yang sama sekali tak berotak, tatkala ia berjumpa dengan Pek In Hoei mendadak tubuhnya merandek dan berteriak : "Eeei... bocah muda berpipi licin, bukankah kau sudah mati dibunuh oleh ilmu angin berpusing dari guruku?" Orang ini benar-benar bodoh, ia anggap Pek In Hoei pasti mati setelah terkena badik Han Giok milik gurunya, melihat pemuda itu masih dapat berdiri di hadapannya dalam keadaan segar bugar, ia jadi tidak percaya dan keheranan. "Tidak salah," terdengar Ouw-yang Gong menanggapi dengan cepat, "keparat cilik berpipi licin ini memang benar-benar sudah mati terbunuh oleh suhumu si anak kura-kura yang telah modar, yang berdiri di hadapanmu sekarang adalah sukmanya, eei.... bocah muda." "Aaah! Masa sukma bisa berbicara?" teriak Soen Put Jie dengan hati tertegun. Ouw-yang Gong semakin girang setelah mengetahui bahwa pemuda itu gobloknya tak ketolongan, satu ingatan dengan cepat berkelebat di dalam benaknya : "Bocah goblok ini luar biasa bodohnya, kebetulan aku si ular asap tua sedang menganggur, biar kugoda dirinya lebih jauh..." Ia tertawa seram, dengan nada menakut-nakuti ancamnya : "Eeei... bocah, sukma dapat berbicara itu berarti kau si bocah cilik tak akan lama lagi hidup di kolong langit..." "Sungguh?" jerit Soen Put Jie semakin terperanjat. "Tentu saja sungguh, aku lihat lebih baik kau sedikitlah berhati-hati, mati dalam usia muda benar- benar amat disayangkan..." Ia sengaja geleng kepala sambil termenung seakan- akan sedang mencarikan akal baik baginya. Hal ini semakin mencemaskan hati Soen Put Jie, ia garuk kepalanya yang tidak gatal sambil menengok ke sana kemari, mulutnya bungkam dalam seribu bahasa karena takut bila ia mengganggu maka pikiran orang jadi buyar... Lama kelamaan Soen Put Jie tidak sabar untuk menunggu lebih lanjut, segera teriaknya : "Eeei... cepat pikirkan satu akal bagus bagiku, wah... kalau sampai mayat hidup itu menganiaya diriku... Hiiih... aku bisa merinding..." Toan Hong In jadi amat mendongkol ketika dilihatnya pria kekar itu dipermalukan pihak lawan habis- habisan, wajahnya kontan berubah hebat tapi disebabkan Soen Put Jie memang sudah tersohor akan kedunguannya di negeri Tayli maka ia jadi kehabisan akal, akhirnya ia menghardik : "Enyah kau dari sini!" Soen Put Jie kontan naik pitam, dengan mata melotot penuh kegusaran teriaknya : "Kuberitahukan kepada guruku..." Tapi belum habis ia berkata tiba-tiba orang tolol ini teringat bila Toan Hong ya sudah mati, saking gelisahnya ia sampai garuk-garuk kepala sambil tertawa jengah. "Ooooh... bodoh amat kau ini, suhuku toh sudah mati mana bisa beritahukan kepadanya lagi..." "Aduh celaka..." pada saat itulah mendadak Ouw-yang Gong berteriak keras, teriakan itu kontan membuat sekujur badan Soen Put Jie gemetar keras karena ketakutan. Sambil menatap wajah kakek konyol itu dengan sorot mata mohon belas kasihan, ia bertanya : "Ada urusan apa?" Sebenarnya aku telah mendapatkan satu cara yang bagus untuk menyelamatkan jiwamu, akhirnya gara- gara bentakan bentakan bajingan itu maka pikiranku jadi buyar dan akal bagus itu lenyap kembali," seru Ouw-yang Gong sambil menuding ke arah Toan Hong In. "Waaah... waaah... kalau begitu selembar jiwamu sudah tak bisa diselamatkan lagi!" Ucapan itu diutarakan dengan nada yang iba dan mengenaskan, ditambah pula helaan napas yang lebih membuat Soen Put Jie jadi ketakutan setengah mati. "Aduuuu mak... tolonglah aku... coba carikan lagi satu akal bagus untukku..." teriaknya. "Heeeeh... heeeeh... heeeeh... boleh, cuma kau mesti hantam dulu orang itu, nanti kupikirkan lagi satu akal bagus..." Pada dasarnya Soen Put Jie memang seorang pria yang bebal otaknya, mendengar Ouw-yang Gong suruh ia hajar Toan Hong In lebih dahulu tanpa mempedulikan apakah orang itu angkatan yang lebih tua darinya atau bukan ia langsung ayun kepalannya dan ditonjok kepada Toan Hong In. Pria kekar itu jadi amat gusar sekali, melihat datangnya ancaman ia mengigos ke samping, jari tangannya langsung berkelebat menotok tubuh Soen Put Jie. "Aduuuh celaka..." jerit pria goblok itu kesakitan, "ujung jarinya memancarkan cahaya api..." "Haaaah... haaaah... haaaah... kalau begitu cepat lari ke arah selatan sejauh tiga li, di situ carilah sebuah liang kotoran manusia dan rendamkan seluruh tubuhmu di situ, jangan biarkan api setan itu menyerang hatimu, kalau tidak kau bisa modar... cepat..." seru Ouw-yang Gong sambil tertawa tergelak. Setelah termakan oleh totokan jari itu, Soen Put Jie merasakan sekujur tulangnya jadi sakit seperti remuk, ia tidak berpikir panjang lagi setelah mendengar ucapan itu. "Aduuuh mak..." teriaknya, tanpa banyak bicara orang itu putar badan dan langsung kabur dari situ. Toan Hong In tak pernah menyangka di tengah jalan bisa terjadi peristiwa semacam ini, ia merasa dirinya kehilangan muka. Seluruh hawa amarahnya segera dilampiaskan ke tubuh Pek In Hoei, teriaknya dengan nada benci. "Bajingan she Pek, pahlawan macam apakah dirimu itu??" "Hmmm, orang itu toh kau yang bawa datang, ia jual kejelekan atau tidak apa sangkut pautnya dengan diriku? Bila kau merasa tidak terima silahkan cabut senjatamu dan mari kita bergebrak, setiap saat aku pasti melayani keinginanmu..." "Aku hendak melepaskan api membakar gunung, akan ku musnahkan gunung Thiam cong rata dengan tanah..." teriak Toan Hong In setengah kalap. Pek In Hoei segera tertawa dingin. "Hmmm... ! aku rasa kau belum memiliki kemampuan untuk berbuat begitu!" Ucapan itu segera mengingatkan kembali peristiwa yang terjadi beberapa waktu berselang, di kala perguruan Boo Liang Tiong membasmi partai Thiam cong hingga ludes sama sekali, rasa benci dan dendamnya segera berkecamuk dalam dadanya dengan sorot mata tajam dan napsu membunuh pemuda itu menatap lawannya tajam-tajam. Bergidik hati Toan Hong In ketika saling bentrok pandangan dengan pemuda itu, ia merasa ketajaman mata lawannya bagaikan pisau belati yang menusuk dadanya. "Ayoh kita segera mulai bertempur," serunya kemudian. Tangannya segera diulapkan, lelaki kekar yang berada di belakang tubuhnya sama-sama membentak keras dan cabut keluar senjata mereka, kemudian siap menerjang ke arah kuil Sang-cing-koan. Para anak murid partai Thiam cong yang bertugas menjaga gunung jadi amat terperanjat menyaksikan kejadian itu, mereka sama-sama mengundurkan diri ke kuil Sang cing koan dan melaporkan kejadian ini kepada ketua mereka Sang Kwan In. Taaaang....! bunyi lonceng bergema memecahkan kesunyian yang mencekam seluruh jagad, diiringi seruan memuji keagungan sang Budha tampaklah empat kakek tua Thiam cong Su loo dengan memimpin dua puluh orang murid partai munculkan diri dari balik pintu kuil kemudian menyebarkan diri ke dua belah sisi jalan. Sang Kwan In diiringi para wakil pelbagai partai besar serta seluruh anak murid partai Thiam cong perlahan- lahan berjalan menuruni bukit, air mukanya dingin tiada senyuman, dengan sorot mata tajam ia menyapu sekejap wajah Toan Hong In kemudian mendengus. "Sang Kwan Heng," Toan Hong In segera menyapa sambil menjura, "Ketika Jago Pedang Berdarah Dingin mengadakan pertemuan dengan para jago dari wilayah selatan berhubung siaute ada sedikit urusan hingga tak sempat ikut hadir di selat Seng See Kok, entah bagaimana dengan hasil pertemuan itu?" Dalam hati Sang Kwan In dapat menangkap maksud yang sebenarnya dari ucapan itu, segera tertawa dingin dan berpikir : "Adik dari Toan Hong ya ini benar-benar bukan seorang manusia yang gampang, cukup mengandalkan sepatah katanya barusan ia dapat memancing perpecahan di antara tubuh para jago dari wilayah selatan... Hmmm lebih baik aku tidak menanggapi ucapannya itu..." Berpikir sampai di situ ia lantas menegur dengan suara dingin : "Ada urusan apa kau datang ke gunung Thiam cong ini?" Toan Hong In tertawa seram, pikirnya : "Seng See Kokcu ini sungguh amat lihay, ia hindari pertanyaan yang kuajukan sebaliknya malah menanyai diriku, bukankah itu namanya sudah tahu pura-pura bertanya??" Air mukanya berubah jadi dingin, dengan gusar jawabnya :