Cerita Silat | Ksatria Panji Sakti | oleh Gu Long | Ksatria Panji Sakti | Cersil Sakti | Ksatria Panji Sakti pdf
Pendekar Rajawali Sakti - 104. Perawan Lembah Maut Lord of the Rings 1 - Sembilan Pembawa Cincin Lord of the Rings 2 - Dua Menara Lord of the Rings 3 - Kembalinya Sang Raja 3 Kehidupan 3 Dunia 10 Mil Bunga Persik - Tangqi Gongzi
Lu Pin segera menyapa dengan lantang: “Apakah li—sicu ada petunjuk?” “Kalian berempat tak boleh turun tangan” jawab perempuan bercadar yang ada disisi kiri lembut. Suaranya enteng, datar, sama sekali tak emosi, namun nadanya tegas bagaikan sedang memberi suatu perintah, seolah olah perkataan yang telah dia ucapkan, orang lain tak dapat merubahnya kembali. Si rase kemala sekalian berdiri tertegun, tapi kemudian mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak. Hanya si kakek racun dari kutub selatan yang tak berubah paras mukanya, dengan suara mendalam tanyanya: “Kenapa kami berempat tak boleh turun tangan?” “Sebab ditempat luaran, kalian berempat pun banyak membunuh dan memperkosa wanita baik baik. Bil kau boleh menodai bini orang, kenapa orang lain tak boleh menodai binimu, apa hak kalian untuk turun tangan?” “Manusia macam apa kau ini, berani amat mencampuri urusan kami!” bentak Siang pa-ong gusar. “Thian punya kuasa tak punya kekuatan, tak bisa turun tangan sendiri mencampuri urusan dunia, oleh sebab itu Beliau tak segan meminjam tangan kami untuk menuntut keadilan bagi umat wanita di dunia ini” “Hahahaha..... kalau begitu kalian mengaku sebagai utusan Thian?” “Tepat sekali!” Setiap perkataan yang diucapkan perempuan bercadar ini selalu datar, lembut, penuh kedamaian, tak seorangpun dapat melihat bagaimana mimik muka mereka dibalik kain cadarnya. Tapi jawaban “tepat sekali” itu disampaikan dengan daya pengaruh yang sangat luar biasa, membuat orang tak berani menyangkal kalau mereka benar benar utusan yang datang dari langit, membuat setiap umat dunia tak berani membangkang perintah mereka. Sekalipun siang Pa—ong terhitung seseorang yang keras kepala pun tak urung bergidik juga sehabis mendengar perkataan itu, untuk sesaat semua orang hanya bisa saling berpandangan dengan mulut membungkam. Lewat berapa saat kemudian, Lu Pin baru mendeham perlahan dan berkata sambil menuding ke arah manusia aneh itu: “Kalau kalian ingin menuntut keadilan bagi kaum wanita, kenapa tidak kau urus bajingan itu, buat apa kalian malah mengurusi kami ? ” “Kedatangan kami memang ingin menyaksikan bagaimana pembalasan menimpa dirinya” sahut perempuan bercadar itu, “tapi sekarang waktunya belum tiba, tentu saja kami tak akan membiarkan kalian berempat turun tangan terlebih dulu” “Lalu siapa yang lebih berhak untuk turun tangan?” “orang yang khusus diutus Thian!” Tiba tiba Siang Pa—ong membentak gusar: “Apa itu utusan Thian, utusan Tee, berlagak sok tahyul, aku tidak percaya dengan permainan busuk macam begitu, enyah kau dari sini!” Sebuah pukulan langsung dilontarkan ke tubuh perempuan itu. “Mana mungkin tenaga manusia bisa melawan tenaga langit, kau berani turun tangan?” jengek perempuan bercadar itu. Sementara Siang Pa—ong masih melengak, ujung lengan baju perempuan bercadar itu telah balik menumbuk keluar. Cepat siang Pa—ong menarik kembali serangannya sambil membentak: “Kita maju bersama, biar dia berangkat duluan!” Ditengah bentakan nyaring secara beruntun lima pukulan dilontarkan, dengan tenaga gwakangnya yang sempurna, boleh dibilang serangan ini mengerikan sekali. Perempuan bercadar hitam itu hanya sedikit menggerakkan tubuhnya, tahu tahu dia sudah menghindari ke empat buah pukulan pertama, menanti Siang Pa—ong melepaskan pukulan yang terakhir, mendadak perempuan itu menghentikan tubuhnya dan sama sekali tidak menghindar lagi. Sewaktu menggempur batu tiang cadas tadi, semua orang telah menyaksikan betapa dahsyatnya tenaga pukulan yang dimiliki sin-lek-Pa-ong, maka betapa terkejutnya semua orang ketika menyaksikan gempuran dahsyat itu langsung menghantam ke tubuh perempuan itu, dalam perkiraan mereka, tulang belulang perempuan bercadar itu tentu akan hancur berantakan. Siang Ji—yu sendiripun merasa kegirangan setengah mati, dia sangka pukulannya bakal merobohkan lawan. Siapa tahu baru saja ujung kepalan itu menyentuh pakaian yang dikenakan perempuan bercadar itu, tiba tiba pakaian tersebut bergeser cekung ke dalam, tenaga pukulan yang amat dahsyat itu seolah kerbau lumpur yang tercebur ke dasar samudra, hilang lenyap dengan begitu saja. Tak terlukis rasa terkejut yang dialami si raja bengis Siang, tapi ia tak sempat berpikir lebih jauh karena perempuan bercadar itu sudah berbalik menggulung lengannya dengan ujung bajunya. Dalam waktu sekejap ia rasakan segulung tenaga murni yang tak dapat dilawan menyusup masuk melalui ujung baju itu, tak kuasa lagi badannya terangkat meninggalkan permukaan tanah dan tahu tahu badannya yang tinggi besar itu sudah melayang di udara, melewati diatas kepala si rase kemala dan ...”Blaaam!” menumbuk diatas dinding ruangan, terperosok ke lantai dan tak sanggup merangkak bangun lagi. Meskipun si rase kemala sekalian tahu kalau lawan telah menggunakan ilmu tenaga dalam sebangsa Can-ie-cap-pwee-tiap (menyentuh pakaian terperosok delapan belas kali), tak urung perasaan hati mereka tercekat juga. Biarpun tidak jelas berapa usia perempuan bercadar itu, namun mereka sadar bahwa dikolong langit dewasa ini hanya berapa gelintir manusia yang berhasil mencapai tingkatan ilmu sehebat itu. Sebagaimana diketahui, tadi perempuan bercadar itu hanya menghisap dengan bajunya, tahu tahu seluruh tenaga pukulan dari Siang pa-ong sudah lenyap tak berbekas, lalu ketika mengebaskan bajunya, tahu tahu tubuhnya sudah terpelanting, sampai matipun Siang pa-ong tidak menyangka kalau ia bakal dipecundangi dalam keadaan yang begitu mengenaskan. Begitu mencium lantai, ia jatuh pingsan berapa saat, kemudian ketika mencoba merangkak bangun, lagi lagi kepalanya terasa amat pening hingga untuk ke dua kalinya ia mencium tanah. Dalam pada itu perempuan bercadar tadi telah berpaling ke arah si rase kemala Yo Kun, ujarnya lembut: “Sekarang kau sudah percaya bukan kalau tenaga manusia tak akan menangkan tenaga langit?” “Soal ini . . . . . . . ..” berubah paras muka si rase kemala Yo Kun, tiba tiba ia menghela napas panjang, “percaya, aku percaya . . . . . . .!” Sambil berkata ia menjura dan menyembah. Pada saat itulah mendadak terlihat puluhan titik cahaya perak yang lembut bagaikan bulu melesat keluar dari punggungnya dan langsung menyergap dada serta lambung perempuan itu. Senjata rahasia itu dilepaskan tanpa memberi tanda, begitu meluncur, kecepatannya melebihi sambaran kilat, sungguh membuat orang diluar dugaan dan sulit untuk menghindar. Inilah ilmu yang paling diandalkan dan dibanggakan selama ini, “Cing—pai-hoa-cuang-toan—hun-ciam (jarum pemutus nyawa dalam kemasan punggung), selain sangat lihay dan beracun, banyak sudah jagoan tangguh dalam dunia persilatan yang kehilanga n nyawa diujung jarumnya. Perubahan ini terjadi diluar dugaan, saking kagetnya Sui Leng-kong yang bersembunyi diluar jendela sampai menjerit tertahan. Siapa sangka perempuan bercadar iu hanya mengembangkan ujung bajunya, tahu tahu seluruh hujan jarum perak itu sudah tergulung ke balik pakaiannya dan lenyap dengan begitu saja. Mendadak si rase kemala, Lu Pin serta kakek racun dari kutub selatan menjerit kaget, sambil menuding ke arah perempuan bercadar itu mereka bertiga berseru dengan nada gemetar: “Kau . . . . . .. kau . . . . . .. kau . . . . ..” “Jadi kalian sudah tahu siapakah kami?” tukas perempuan bercadar itu tenang. Tiba tiba manusia aneh mendongakkan kepalanya dan tertawa seram, slanya: “Hahahaha..... mungkin baru sekarang mereka tahu, padahal semenjak kalian masuk kemari, aku sudah tahu siapa gerangan kamu semua” “Memang paling baik kalau sudah tahu” “Tak nyana kalian bakal membantuku . . . . . . ..” “orang yang semestinya datang menuntut balas kepadamu hingga kini belum muncul, kami hanya kuatir kau mampus duluan ditangan orang lain!” potong perempuan itu dingin. Manusia aneh itu tertawa tergelak. “Hahahaha.... memangnya kau anggap dengan andalkan beberapa orang ini sudah mampu melukai aku!” Tiba tiba ia turun tangan secepat kilat, cakarnya langsung mencengkeram tengkuk si kakek racun dari kutub selatan dan mengangkat tubuhnya tinggi tinggi di udara. Selama ini kawanan jago itu belum pernah menyaksikan ia mendemonstrasikan kemampuan silatnya, tak terlukiskan rasa terperanjat mereka setelah menyaksikan kemampuannya mencengkeram si kakek racun hanya dalam satu gebrakan tanpa ada perlawanan sedikitpun. Si kakek racun dari kutub selatan sendiripun seakan merasakan sekujur badannya lemas tak bertenaga, nyaris dia tak mampu bergerak, bisa dibayangkan sampai dimana rasa ngeri dan takutnya saat itu. “Mau..... mau apa kau?” jeritnya ketakutan. “Serahkan dulu obat penawar racunmu” perintah manusia aneh itu sambil tertawa. “Ada..... ada disaku ku, yang merah dioleskan dihidung, yang putih ditelan” Belum selesai ia berkata, manusia aneh itu sudah mengeluarkan sebuah kotak emas dari sakunya dan berkata sambil tersenyum: “Aku yakin kau tak berani berbohong . . . . . .. ambillah!” Tiba tiba ia melemparkan kotak itu ke arah perempuan bercadar itu. “Buat apa benda ini?” tanpa terasa perempuan itu bertanya. Manusia aneh itu tertawa, katanya: “Kelihatannya kalian berdua adalah para dewi yang baru saja masuk ke dalam kalangan dewa dewi hingga pengalamannya sangat cetek, kalian terlalu pandang rendah kemampuan kakek racun” “Jangan jangan . . . . . . . ..” “Hahahaha . . . . . .. ketika kakek racun menuding dengan jari tangannya tadi, kau sudah terkena racun jahatnya!” Sekujur badan perempuan bercadar itu bergetar keras, secara beruntun ia mundur berapa langkah. “Obat pemunah racun telah kuserahkan, kenapa kau belum lepaskan aku?” terdengar kakek racun dari laut selatan berteriak. “Aku tahu, kau licik dan banyak akal busuknya, meski kami tidak takut menghadapimu tapi kehadiranmu ditempat ini sangat memuakkan, pergilah!” Dia segera melemparkan tubuh kakek racun itu keluar dari pintu gerbang, sementara tubuhnya menerjang ke sela tubuh si rase kemala dan Lu Pin sambil melepaskan satu pukulan. Dengan hati tercekat si rase kemala berkelit ke samping sementara Lu pin buru buru membalikkan badan sambil mencabut pedangnya, tapi sayang baru saja pedang itu dicabut setengah inci, pukulan si manusia aneh yang semula tertuju ke tubuh Yo Kun tahu tahu sudah berganti mencengkeram tubuhnya. Sepanjang hidup belum pernah Lu pin menghadapi serangan sedemikian cepatnya, sambil berjumpalitan di udara dan kabur keluar pintu, teriaknya keras: “Belum terlambat bagi seorang Kuncu untuk membalas dendam tiga tahun kemudian, tunggu saja pembalasanku!” Belum selesai ia berbicara, lagi lagi terlihat sesosok bayangan manusia meluncur keluar, dia sangka manusia aneh itu mengejarnya, saking kagetnya dia sampai bergulingan beberapa kali diatas tanah. Ternyata bayangan tubuh itu terbanting persis disamping badannya, orang itu tak lain adalah si rase kemala Yo Kun. “Kenapa kaupun terlempar keluar . . . . . . ..” tanya Lu Pin terkesap. Yo Kun menghela napas panjang, sahutnya: “Bangsat ini sangat lihay, kecepatan geraknya melebihi setan, II belum sempat aku melihat jelas tahu tahu . . . . . . .. Belum selesai ia bicara, kembali terlihat sesosok bayangan tubuh terlempar ke udara, kali ini yang dilempar keluar adalah si raja bengis bertenaga sakti Siang Ji—yu. Suto Siau sekalian mulai kuatir dengan keselamatan mereka, perasaan ngeri dan takut mulai mencekam perasaan masing masing, mereka tidak menyangka kalau manusia aneh itu mampu melempar keluar empat jago tangguh dari dunia persilatan dalam waktu singkat. Sementara itu dua orang wanita bercadar hitam tadi telah mundur ke sudut ruangan, tapi obat penawar racun itu belum ditelan, tampaknya ia sedang berunding masalah itu dengan beberapa orang wanita lainnya. Sambil tersenyum manusia aneh itu berseru: “Kenapa kalian berdua tidak segera menelan obat penawar racun itu? Jangan sampai gagal masuk ke lingkungan dewi akhirnya malah terjerumus ke liang iblis . . . . . . ..” Seorang wanita bercadar dengan perawakan tubuh paling kecil dan pendek, tiba tiba mengambil kotak itu sambil tampil ke depan, katanya: “Kau anggap para dewi dari perguruan Ong-bo (ibu suri) gampang mati karena keracunan!” Nada suara orang ini jauh lebih dingin, kaku dan keras ketimbang dua orang rekannya, bahkan sama sekali tak berperasaan. Agak berubah paras muka manusia aneh itu, serunya: II “Jadi kalian enggan . . . . . . .. “Betul, kami enggan menerima kebaikanmu!” tukas perempuan kecil pendek itu sambil membuang kotak tadi ke lantai kemudian berjalan balik ke rombongannya tanpa melirik sekejappun ke arah manusia aneh itu. Thiat Tiong-tong merasa hatinya tergerak setelah menyaksikan gerak gerik yang aneh dari kawanan perempuan itu, khususnya setelah mendengar sebutan “thian” dan “Dewi” yang mengandung unsur tahyul. Pikirnya dengan hati terkejut bercampur girang: “Jangan jangan mereka adalah para jago yang pernah disinggung dalam Bi—hay-hu . . . . . . . . ..” Mendadak terasa pandangan mata jadi kabur, kembali ada empat sosok bayangan manusia yang terlempar masuk satu demi satu dan bertumpukan menjadi satu. Tampak ke empat orang itu tergeletak tanpa bergerak maupun bersuara, mereka tak lain adalah si rase kemala sekalian. “Siapa?” bentak manusia aneh itu dengan wajah berubah. “Sebelum kami tiba, siapa pun dilarang keluar dari sini!” seseorang menyahut dengan suara yang aneh, suara itu seakan wujud seakan pula tak berwujud. “Kalau memang sudah datang, kenapatidak segera masuk?” hardik manusia aneh itu. Siucay muda yang selama ini hanya duduk diatas bangku batu itu tiba tiba tertawa dingin, katanya sepatah demi sepatah kata: “Kalau saatnya telah tiba, tentu saja mereka akan masuk” “Siapa pula kau?” tegur manusia aneh itu. Pemuda siucay itu hanya membalikkan biji matanya tanpa menjawab, kelihatannya manusia aneh itu ingin bertanya lebih lanjut, tapi pada saat yang bersamaan dari luar pintu kembali muncul serombongan manusia.
Pendekar Rajawali Sakti - 104. Perawan Lembah Maut Lord of the Rings 1 - Sembilan Pembawa Cincin Lord of the Rings 2 - Dua Menara Lord of the Rings 3 - Kembalinya Sang Raja 3 Kehidupan 3 Dunia 10 Mil Bunga Persik - Tangqi Gongzi
Lu Pin segera menyapa dengan lantang: “Apakah li—sicu ada petunjuk?” “Kalian berempat tak boleh turun tangan” jawab perempuan bercadar yang ada disisi kiri lembut. Suaranya enteng, datar, sama sekali tak emosi, namun nadanya tegas bagaikan sedang memberi suatu perintah, seolah olah perkataan yang telah dia ucapkan, orang lain tak dapat merubahnya kembali. Si rase kemala sekalian berdiri tertegun, tapi kemudian mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak. Hanya si kakek racun dari kutub selatan yang tak berubah paras mukanya, dengan suara mendalam tanyanya: “Kenapa kami berempat tak boleh turun tangan?” “Sebab ditempat luaran, kalian berempat pun banyak membunuh dan memperkosa wanita baik baik. Bil kau boleh menodai bini orang, kenapa orang lain tak boleh menodai binimu, apa hak kalian untuk turun tangan?” “Manusia macam apa kau ini, berani amat mencampuri urusan kami!” bentak Siang pa-ong gusar. “Thian punya kuasa tak punya kekuatan, tak bisa turun tangan sendiri mencampuri urusan dunia, oleh sebab itu Beliau tak segan meminjam tangan kami untuk menuntut keadilan bagi umat wanita di dunia ini” “Hahahaha..... kalau begitu kalian mengaku sebagai utusan Thian?” “Tepat sekali!” Setiap perkataan yang diucapkan perempuan bercadar ini selalu datar, lembut, penuh kedamaian, tak seorangpun dapat melihat bagaimana mimik muka mereka dibalik kain cadarnya. Tapi jawaban “tepat sekali” itu disampaikan dengan daya pengaruh yang sangat luar biasa, membuat orang tak berani menyangkal kalau mereka benar benar utusan yang datang dari langit, membuat setiap umat dunia tak berani membangkang perintah mereka. Sekalipun siang Pa—ong terhitung seseorang yang keras kepala pun tak urung bergidik juga sehabis mendengar perkataan itu, untuk sesaat semua orang hanya bisa saling berpandangan dengan mulut membungkam. Lewat berapa saat kemudian, Lu Pin baru mendeham perlahan dan berkata sambil menuding ke arah manusia aneh itu: “Kalau kalian ingin menuntut keadilan bagi kaum wanita, kenapa tidak kau urus bajingan itu, buat apa kalian malah mengurusi kami ? ” “Kedatangan kami memang ingin menyaksikan bagaimana pembalasan menimpa dirinya” sahut perempuan bercadar itu, “tapi sekarang waktunya belum tiba, tentu saja kami tak akan membiarkan kalian berempat turun tangan terlebih dulu” “Lalu siapa yang lebih berhak untuk turun tangan?” “orang yang khusus diutus Thian!” Tiba tiba Siang Pa—ong membentak gusar: “Apa itu utusan Thian, utusan Tee, berlagak sok tahyul, aku tidak percaya dengan permainan busuk macam begitu, enyah kau dari sini!” Sebuah pukulan langsung dilontarkan ke tubuh perempuan itu. “Mana mungkin tenaga manusia bisa melawan tenaga langit, kau berani turun tangan?” jengek perempuan bercadar itu. Sementara Siang Pa—ong masih melengak, ujung lengan baju perempuan bercadar itu telah balik menumbuk keluar. Cepat siang Pa—ong menarik kembali serangannya sambil membentak: “Kita maju bersama, biar dia berangkat duluan!” Ditengah bentakan nyaring secara beruntun lima pukulan dilontarkan, dengan tenaga gwakangnya yang sempurna, boleh dibilang serangan ini mengerikan sekali. Perempuan bercadar hitam itu hanya sedikit menggerakkan tubuhnya, tahu tahu dia sudah menghindari ke empat buah pukulan pertama, menanti Siang Pa—ong melepaskan pukulan yang terakhir, mendadak perempuan itu menghentikan tubuhnya dan sama sekali tidak menghindar lagi. Sewaktu menggempur batu tiang cadas tadi, semua orang telah menyaksikan betapa dahsyatnya tenaga pukulan yang dimiliki sin-lek-Pa-ong, maka betapa terkejutnya semua orang ketika menyaksikan gempuran dahsyat itu langsung menghantam ke tubuh perempuan itu, dalam perkiraan mereka, tulang belulang perempuan bercadar itu tentu akan hancur berantakan. Siang Ji—yu sendiripun merasa kegirangan setengah mati, dia sangka pukulannya bakal merobohkan lawan. Siapa tahu baru saja ujung kepalan itu menyentuh pakaian yang dikenakan perempuan bercadar itu, tiba tiba pakaian tersebut bergeser cekung ke dalam, tenaga pukulan yang amat dahsyat itu seolah kerbau lumpur yang tercebur ke dasar samudra, hilang lenyap dengan begitu saja. Tak terlukis rasa terkejut yang dialami si raja bengis Siang, tapi ia tak sempat berpikir lebih jauh karena perempuan bercadar itu sudah berbalik menggulung lengannya dengan ujung bajunya. Dalam waktu sekejap ia rasakan segulung tenaga murni yang tak dapat dilawan menyusup masuk melalui ujung baju itu, tak kuasa lagi badannya terangkat meninggalkan permukaan tanah dan tahu tahu badannya yang tinggi besar itu sudah melayang di udara, melewati diatas kepala si rase kemala dan ...”Blaaam!” menumbuk diatas dinding ruangan, terperosok ke lantai dan tak sanggup merangkak bangun lagi. Meskipun si rase kemala sekalian tahu kalau lawan telah menggunakan ilmu tenaga dalam sebangsa Can-ie-cap-pwee-tiap (menyentuh pakaian terperosok delapan belas kali), tak urung perasaan hati mereka tercekat juga. Biarpun tidak jelas berapa usia perempuan bercadar itu, namun mereka sadar bahwa dikolong langit dewasa ini hanya berapa gelintir manusia yang berhasil mencapai tingkatan ilmu sehebat itu. Sebagaimana diketahui, tadi perempuan bercadar itu hanya menghisap dengan bajunya, tahu tahu seluruh tenaga pukulan dari Siang pa-ong sudah lenyap tak berbekas, lalu ketika mengebaskan bajunya, tahu tahu tubuhnya sudah terpelanting, sampai matipun Siang pa-ong tidak menyangka kalau ia bakal dipecundangi dalam keadaan yang begitu mengenaskan. Begitu mencium lantai, ia jatuh pingsan berapa saat, kemudian ketika mencoba merangkak bangun, lagi lagi kepalanya terasa amat pening hingga untuk ke dua kalinya ia mencium tanah. Dalam pada itu perempuan bercadar tadi telah berpaling ke arah si rase kemala Yo Kun, ujarnya lembut: “Sekarang kau sudah percaya bukan kalau tenaga manusia tak akan menangkan tenaga langit?” “Soal ini . . . . . . . ..” berubah paras muka si rase kemala Yo Kun, tiba tiba ia menghela napas panjang, “percaya, aku percaya . . . . . . .!” Sambil berkata ia menjura dan menyembah. Pada saat itulah mendadak terlihat puluhan titik cahaya perak yang lembut bagaikan bulu melesat keluar dari punggungnya dan langsung menyergap dada serta lambung perempuan itu. Senjata rahasia itu dilepaskan tanpa memberi tanda, begitu meluncur, kecepatannya melebihi sambaran kilat, sungguh membuat orang diluar dugaan dan sulit untuk menghindar. Inilah ilmu yang paling diandalkan dan dibanggakan selama ini, “Cing—pai-hoa-cuang-toan—hun-ciam (jarum pemutus nyawa dalam kemasan punggung), selain sangat lihay dan beracun, banyak sudah jagoan tangguh dalam dunia persilatan yang kehilanga n nyawa diujung jarumnya. Perubahan ini terjadi diluar dugaan, saking kagetnya Sui Leng-kong yang bersembunyi diluar jendela sampai menjerit tertahan. Siapa sangka perempuan bercadar iu hanya mengembangkan ujung bajunya, tahu tahu seluruh hujan jarum perak itu sudah tergulung ke balik pakaiannya dan lenyap dengan begitu saja. Mendadak si rase kemala, Lu Pin serta kakek racun dari kutub selatan menjerit kaget, sambil menuding ke arah perempuan bercadar itu mereka bertiga berseru dengan nada gemetar: “Kau . . . . . .. kau . . . . . .. kau . . . . ..” “Jadi kalian sudah tahu siapakah kami?” tukas perempuan bercadar itu tenang. Tiba tiba manusia aneh mendongakkan kepalanya dan tertawa seram, slanya: “Hahahaha..... mungkin baru sekarang mereka tahu, padahal semenjak kalian masuk kemari, aku sudah tahu siapa gerangan kamu semua” “Memang paling baik kalau sudah tahu” “Tak nyana kalian bakal membantuku . . . . . . ..” “orang yang semestinya datang menuntut balas kepadamu hingga kini belum muncul, kami hanya kuatir kau mampus duluan ditangan orang lain!” potong perempuan itu dingin. Manusia aneh itu tertawa tergelak. “Hahahaha.... memangnya kau anggap dengan andalkan beberapa orang ini sudah mampu melukai aku!” Tiba tiba ia turun tangan secepat kilat, cakarnya langsung mencengkeram tengkuk si kakek racun dari kutub selatan dan mengangkat tubuhnya tinggi tinggi di udara. Selama ini kawanan jago itu belum pernah menyaksikan ia mendemonstrasikan kemampuan silatnya, tak terlukiskan rasa terperanjat mereka setelah menyaksikan kemampuannya mencengkeram si kakek racun hanya dalam satu gebrakan tanpa ada perlawanan sedikitpun. Si kakek racun dari kutub selatan sendiripun seakan merasakan sekujur badannya lemas tak bertenaga, nyaris dia tak mampu bergerak, bisa dibayangkan sampai dimana rasa ngeri dan takutnya saat itu. “Mau..... mau apa kau?” jeritnya ketakutan. “Serahkan dulu obat penawar racunmu” perintah manusia aneh itu sambil tertawa. “Ada..... ada disaku ku, yang merah dioleskan dihidung, yang putih ditelan” Belum selesai ia berkata, manusia aneh itu sudah mengeluarkan sebuah kotak emas dari sakunya dan berkata sambil tersenyum: “Aku yakin kau tak berani berbohong . . . . . .. ambillah!” Tiba tiba ia melemparkan kotak itu ke arah perempuan bercadar itu. “Buat apa benda ini?” tanpa terasa perempuan itu bertanya. Manusia aneh itu tertawa, katanya: “Kelihatannya kalian berdua adalah para dewi yang baru saja masuk ke dalam kalangan dewa dewi hingga pengalamannya sangat cetek, kalian terlalu pandang rendah kemampuan kakek racun” “Jangan jangan . . . . . . . ..” “Hahahaha . . . . . .. ketika kakek racun menuding dengan jari tangannya tadi, kau sudah terkena racun jahatnya!” Sekujur badan perempuan bercadar itu bergetar keras, secara beruntun ia mundur berapa langkah. “Obat pemunah racun telah kuserahkan, kenapa kau belum lepaskan aku?” terdengar kakek racun dari laut selatan berteriak. “Aku tahu, kau licik dan banyak akal busuknya, meski kami tidak takut menghadapimu tapi kehadiranmu ditempat ini sangat memuakkan, pergilah!” Dia segera melemparkan tubuh kakek racun itu keluar dari pintu gerbang, sementara tubuhnya menerjang ke sela tubuh si rase kemala dan Lu Pin sambil melepaskan satu pukulan. Dengan hati tercekat si rase kemala berkelit ke samping sementara Lu pin buru buru membalikkan badan sambil mencabut pedangnya, tapi sayang baru saja pedang itu dicabut setengah inci, pukulan si manusia aneh yang semula tertuju ke tubuh Yo Kun tahu tahu sudah berganti mencengkeram tubuhnya. Sepanjang hidup belum pernah Lu pin menghadapi serangan sedemikian cepatnya, sambil berjumpalitan di udara dan kabur keluar pintu, teriaknya keras: “Belum terlambat bagi seorang Kuncu untuk membalas dendam tiga tahun kemudian, tunggu saja pembalasanku!” Belum selesai ia berbicara, lagi lagi terlihat sesosok bayangan manusia meluncur keluar, dia sangka manusia aneh itu mengejarnya, saking kagetnya dia sampai bergulingan beberapa kali diatas tanah. Ternyata bayangan tubuh itu terbanting persis disamping badannya, orang itu tak lain adalah si rase kemala Yo Kun. “Kenapa kaupun terlempar keluar . . . . . . ..” tanya Lu Pin terkesap. Yo Kun menghela napas panjang, sahutnya: “Bangsat ini sangat lihay, kecepatan geraknya melebihi setan, II belum sempat aku melihat jelas tahu tahu . . . . . . .. Belum selesai ia bicara, kembali terlihat sesosok bayangan tubuh terlempar ke udara, kali ini yang dilempar keluar adalah si raja bengis bertenaga sakti Siang Ji—yu. Suto Siau sekalian mulai kuatir dengan keselamatan mereka, perasaan ngeri dan takut mulai mencekam perasaan masing masing, mereka tidak menyangka kalau manusia aneh itu mampu melempar keluar empat jago tangguh dari dunia persilatan dalam waktu singkat. Sementara itu dua orang wanita bercadar hitam tadi telah mundur ke sudut ruangan, tapi obat penawar racun itu belum ditelan, tampaknya ia sedang berunding masalah itu dengan beberapa orang wanita lainnya. Sambil tersenyum manusia aneh itu berseru: “Kenapa kalian berdua tidak segera menelan obat penawar racun itu? Jangan sampai gagal masuk ke lingkungan dewi akhirnya malah terjerumus ke liang iblis . . . . . . ..” Seorang wanita bercadar dengan perawakan tubuh paling kecil dan pendek, tiba tiba mengambil kotak itu sambil tampil ke depan, katanya: “Kau anggap para dewi dari perguruan Ong-bo (ibu suri) gampang mati karena keracunan!” Nada suara orang ini jauh lebih dingin, kaku dan keras ketimbang dua orang rekannya, bahkan sama sekali tak berperasaan. Agak berubah paras muka manusia aneh itu, serunya: II “Jadi kalian enggan . . . . . . .. “Betul, kami enggan menerima kebaikanmu!” tukas perempuan kecil pendek itu sambil membuang kotak tadi ke lantai kemudian berjalan balik ke rombongannya tanpa melirik sekejappun ke arah manusia aneh itu. Thiat Tiong-tong merasa hatinya tergerak setelah menyaksikan gerak gerik yang aneh dari kawanan perempuan itu, khususnya setelah mendengar sebutan “thian” dan “Dewi” yang mengandung unsur tahyul. Pikirnya dengan hati terkejut bercampur girang: “Jangan jangan mereka adalah para jago yang pernah disinggung dalam Bi—hay-hu . . . . . . . . ..” Mendadak terasa pandangan mata jadi kabur, kembali ada empat sosok bayangan manusia yang terlempar masuk satu demi satu dan bertumpukan menjadi satu. Tampak ke empat orang itu tergeletak tanpa bergerak maupun bersuara, mereka tak lain adalah si rase kemala sekalian. “Siapa?” bentak manusia aneh itu dengan wajah berubah. “Sebelum kami tiba, siapa pun dilarang keluar dari sini!” seseorang menyahut dengan suara yang aneh, suara itu seakan wujud seakan pula tak berwujud. “Kalau memang sudah datang, kenapatidak segera masuk?” hardik manusia aneh itu. Siucay muda yang selama ini hanya duduk diatas bangku batu itu tiba tiba tertawa dingin, katanya sepatah demi sepatah kata: “Kalau saatnya telah tiba, tentu saja mereka akan masuk” “Siapa pula kau?” tegur manusia aneh itu. Pemuda siucay itu hanya membalikkan biji matanya tanpa menjawab, kelihatannya manusia aneh itu ingin bertanya lebih lanjut, tapi pada saat yang bersamaan dari luar pintu kembali muncul serombongan manusia.