Cerita Silat | Ksatria Panji Sakti | oleh Gu Long | Ksatria Panji Sakti | Cersil Sakti | Ksatria Panji Sakti pdf
Andrea Hirata - Dwilogi 1 - Padang Bulan Andrea Hirata - Dwilogi 2 - Cinta Dalam Gelas Kisah Para Nabi Allah Ketika Cinta Bertasbih 1 - Habiburrahman El Shirazy Ketika Cinta Bertasbih 2 - Habiburrahman El Shirazy
Pemuda tampan yang ada dibelakang Kui-bo itu meski nampak tanpa cacad, namun dia bisu lagi tuli, orang itu tak lain adalah murid ke delapan dari Kiu—cu Kui-bo yang disebut orang persilatan sebagai Bu—im—to—hun, Lak—jiu Longkun (pemuda bertangan telengas mencabut nyawa tanpa suara). Ketika masuk ke dalam gedung, Kui—bo Yin Gi hanya menyapu sekejap wajah adiknya, Yin Ping, kemudian setelah manggut manggutkan kepala ia langsung berjalan menuju ke hadapan manusia aneh itu. Padahal dua bersaudara ini sudah banyak tahun tak pernah bersua muka, namun perjumpaan mereka hanya ditandai dengan saling mengangguk belaka, sikap yang begitu dingin boleh dibilang melampaui sikap orang asing saja. Sui Leng—kong ikut tertegun menyaksikan adegan tersebut. Terdengar Yin Gi telah berkata dengan nada dingin: “Walaupun kau bergelar Bu-lim Kui—cay (manusia berbakat setan dari dunia persilatan), namun kehadiranku kali ini pasti diluar dugaanmu bukan?” Paras muka manusia aneh itu sama sekali tak berubah, sahutnya sambil tertawa hambar: “Selama ini Cara kerja dua bersaudara Yin selalu penuh rahasia dan misterius, aku sudah banyak melihat dan mengetahuinya, kenapa mesti tercengang oleh kehadiranmu?” “Memang lebih bagus begitu!” Yin Gi tertawa dingin, ia segera mengambil tempat duduk dan tidak bicara lagi. “Kau jauh jauh datang kemari, apakah tujuannya hanya untuk duduk?” “Kalau tidak duduk memangnya mesti kenapa?” Manusia aneh itu tertawa terbahak—bahak. “Hahahaha..... kalau masih ada urusan lain harap segera disampaikan” “Tentu saja akan kusampaikan, hanya sekarang saatnya belum tiba” “Mau menunggu sampai kapan?” “Hingga tamu lain berdatangan” “Masih ada tamu lain?” berubah hebat paras muka manusia aneh itu. Yin Gi tertawa dingin tanpa menjawab, Gi Cing-kiok serta pemuda bisu tuli itu segera berdiri di belakang tubuhnya, sementara bocah pincang itupun berdiri disisinya, hanya saja dengan matanya yang besar dia celingukan ke Sana kemari. Manusia aneh itu berpaling melotot Yin Ping berapa kejap, cepat Yin Ping mendongakkan kepalanya Sambil membuang muka. Saat itulah suara keleningan kembali bergema, seorang gadis berjalan masuk dengan langkah tergesa gesa. Dia muncul sambil membawa selembar kartu nama berwarna putih, wajahny kelihatan kaget bercampur tercengang, sambil berjalan masuk gumamnya berulang kali: “Aneh, sungguh aneh, lagi lagi kedatangan tamu” Setelah menerima kartu nama itu dan menengoknya sekejap, dengan wajah berubah seru manusia aneh itu: “Persilakan tamu untuk masuk” Tak selang berapa Saat kemudian terdengar suara langkah manusia disusul munculnya seorang kakek berjubah panjang dan seorang pemuda tampan yang menggembol pedang. Thiat Tiong—tong maupun Sui Leng—kong merasa terkejut, pekik mereka hampir berbareng: “Kenapa mereka ayah beranak pun ikut datang?” Ternyata kakek dan pemuda yang barusan munculkan diri tak lain adalah Li Lok-yang dan Li Kiam—pek. Dengan langkah lebar Li Lok—yang melangkah masuk ke dalam ruangan, seraya menjura memberi hormat, katanya dengan suara dalam: “Banyak tahun tak bersua, hampir setiap detik setiap saat aku memikirkan anda, tak disangka justru anda yang mengirim undangan, meski undanganmu sedikit diluar dugaan, namun akupun tak berani untuk menolak datang” Setelah mendongakkan kepalanya tertawa keras, lanjutnya: “orang yang berdagang sangat mementingkan catatan nota, aku pikir jiwa dagang anda mungkin bangkit secara tiba tiba hingga ingin mengajak diriku untuk membuat perhitungan” Lalu setelah memberi hormat kepada Yin Gi, diapun mengambil tempat duduk. “Undangan apa?” tanya manusia aneh itu dengan wajah membeku. “Aneh, masa lupa dengan undangan yang ditulis sendiripun? Bukankah kau undang kami semua untuk datang ke bukit Lau-san pada hari ini? Jangan jangan kau sudah terjangkit penyakit pelupa?” “Bagaimana caramu menemukan jalan tembus ke lembah ini?” II “Ini pertanyaan yang lebih aneh lagi kata Li Lok—yang, “bukankah sepanjang jalan kau sudah memasang petunjuk yang sangat jelas, aku toh bukan orang buta, masa tak bisa membaca petunjuk tersebut!” Manusia aneh itu mendengus dingin, setelah termenung berapa saat katanya kemudian dengan nada nyaring: “Bila kedatangan tamu lagi, kalian tak usah membunyikan keleningan, juga tak usah memberi laporan, persilahkan saja mereka semua masuk ke mari” Dua orang gadis muda itu menyahut dan berlalu. Kembali manusia aneh itu berkata: “Bangunkan aku setelah mereka semua datang kemari!” Selesai bicara ia segera duduk bersila, memejamkan mata dan mengatur pernapasan, tampangnya seperti orang yang sudah tertidur. Diam diam Sui Leng—kong menarik ujung baju Thiat Tiong—tong, bisiknya: “Aneh, kenapa Li Lok—yang pun ikut kemari? Coba lihat wajahnya,dia seperti mempunyai dendam kesumat dengan manusia aneh itu” “Aaai, apa yang terjadi hari ini memang sangat aneh, aku sendiripun dibikin tak habis mengerti” sahut Thiat Tiong—tong sambil menghela napas. Mereka berdua hanya melongok dari luar jendela, oleh sebab itu orang lain tak dapat melihat kehadiran mereka. Kembali Sui Leng-kong berkata: “Kalau dilihat situasinya sekarang, besar kemungkinan kartu undangan yang diterima Li Lok—yang bukan berasal dari manusia aneh itu, tapi..... siapa pula yang menyebar undangan itu?” Thiat Tiong—tong melirik sekejap ke arah Yin Ping, setelah berpikir sejenak sahutnya: “Aku rasa . . . . . . . ..” Belum selesai ia bicara, lagi lagi terlihat empat, lima orang berjalan masuk ke dalam ruangan. Dandanan dari berapa orang ini sangat aneh, tingkah lakunya juga aneh, bila ditinjau dari cara mereka berjalan, jelas kungfu yang dimiliki sangat hebat, yang lebih aneh lagi, walaupun mereka datang sejalan namun masing masing tidak bertegur sapa. Beberapa orang itu memperhatikan sejenak situasi didalam ruangan lalu masing masing mengambil tempat duduk, mulutnya komat kamit seperti sedang bergumam, meski tak jelas apa yang mereka ucapkan namun dari nadanya bisa diduga kalau tidak berniat baik. Beberapa orang gadis muncul menghidangkan air teh, Kui-bo sekalian menerima empat cawan teh tanpa bicara. Seorang lelaki bermata gede segera berseru Sambil tertawa dingin: “Kami datang kemari untuk membuat perhitungan, buat apa mesti dihidangkan air teh!” Begitu diterima, ia segera membanting cawan itu ke atas lantai. “Perkataan sicu tepat sekali” seorang tojin bertubuh kurus kering menimpali sambil tertawa dingin, “siapa tahu dengan minum air teh ini, pinto justru akan lebih cepat kembali ke langit barat, tak boleh diminum . . . . . .. tak boleh diminum . . . . . . . ..” Ke empat orang itu Sambil menggerutu sembari membuang cawan air teh mereka ke lantai. Li Lok-yang yang menyaksikan hal itu segera tersenyum, katanya: “Kalau dibilang ia sering berbuat tak senonoh, itu memang benar. Tapi kalau dibilang ia suka mencelakai orang dengan racun, itu mah belum pernah terjadi” Seraya berkata dia mengangkat cawannya dan meneguk habis isinya. “Jadi kau membantunya berbicara?” bentak lelaki bermata gede itu gusar. Tiba tiba terdengar seseorang berseru dari luar pintu gerbang sambil tertawa terbahak bahak: “Hahahaha . . . . .. kita datang untuk membuat perhitungan, masa orang sendiri malah gontok gontokan lebih dulu, sungguh menggelikan” Ditengah gelak tertawa yang amat nyaring, kembali terlihat dua sosok bayangan manusia melangkah masuk ke dalam ruangan. Kedua orang ini mempunyai perawakan tubuh yang tinggi besar, berjidat tinggi dan penuh bercambang, mereka tak lain adalah Bi Lek-hwee serta Hay Tay-sau. Diam diam Thiat Tiong—tong terperanjat, dia tak meny angka kalau ke dua orang itupun bisa muncul disitu. Setelah memandang sekejap sekeliling ruangan, sambil tergelak ujar Hay Tay—sau: “Bagus, bagus sekali, ternyata yang hadir adalah sobat sobat lama, kenapa tuan rumah bukannya menyambut kedatangan tamu malahan ditinggal tidur mendengkur” “Tuan rumah hanya akan mengadakan penyambutan bila semua tamunya telah hadir” seru Li Lok-yang. “Tepat, dengan begitu dia memang mengirit banyak tenaga” kata Hay Tay—sau tertawa. Kemudian setelah memandang lelaki bermata gede itu sekejap, lanjutnya: “Tak nyana lo-heng pun punya perselisihan dengan tuan rumah disini, bagus, bagus sekali” “Hahahaha . . . . .. kelihatannya hanya lohu seorang yang datang untuk menonton keramaian” kata Bi Lek-hwee sambil tertawa keras, “kenapa kau tidak perkenalkan beberapa orang jago itu kepadaku?” “Kau pasti sudah kenal dengan Kui-bo hujin serta saudara Li bukan” ucap Hay Tay—sau. Sambil menuding ke arah lelaki bermata gede itu, terusnya: “Jika loko inipun tidak kau kenal, berarti pengetahuanm u betul betul amat cetek, bikin malu aku saja” Lelaki bermata gede itu melotot sekejap ke arahnya, mimik mukanya kelihatan sedikit aneh. “Sebenarnya siapa sih orang itu?” desak Bi Lek-hwee lagi. Hay Tay-sau tertawa terbahak bahak. “Repot kalau aku mesti perkenalkan satu per satu” katanya, “pokoknya ke empat orang itu kalau bukan seorang pemimpin dunia persilatan, pasti lah piau pacu yang namanya telah menggetarkan delapan penjuru” Serentak ke empat orang manusia berdandan aneh itu melompat bangun dari tempat duduknya, perasaan kaget bercampur tercengang melintas diwajah mereka. Sudah banyak tahun ke empat orang itu tak pernah berkelana dalam dunia persilatan, tentu saja mereka dibuat terperanjat setelah identitas mereka dibongkar oleh Hay Tay-sau. “Aku tidak kenal kau, darimana kau bisa mengetahui tentang aku?” bentak lelaki itu keras. Hay Tay-sau tertawa terbahak bahak, belum sempat menjawab pertanyaan itu mendadak terdengar lagi suara langkah kaki yang gaduh, kembali muncul enam tujuh orang dalam ruangan itu. Sui Leng-kong yang bersembunyi dibalik jendela segera menggenggam tangan Thiat Tiong—tong erat erat, gumamnya: “Mereka . . . . .. mereka juga ikut datang” Thiat Tiong—tong manggut manggut, sepasang alis matanya berkerut makin kencang. Ternyata beberapa orang yang baru saja munculkan diri tak lain adalah Hek Seng-thian, Pek Seng-bu, Suto Siau, Seng Toa-nio, Seng Cun-hau serta siucay muda berilmu tnggi yang dibikin keok oleh Liu Ho-ie. Kembali terjadi kegaduhan ditengah ruangan, mereka yang mengenal saling menyapa, hanya siucay muda itu yang nampak sangat angkuh, tanpa perduli dengan siapa pun ia langsung mengambil tempat duduk. Sambil tertawa Hay Tay—sau pun berseru: “Sudah cukup lama aku kenal dengan kalian semua, tapi tak nyana kalau memiliki musuh yang sama, apalagi bakal berjalan di perahu yang sama, ini menunjukkan kalau dunia memang sempit, cukup dengan seutas tali sudah dapat mengikat orang yang tak ada sangkut pautnya dihari biasa menjadi satu!” “Buat kami mah terhitung permusuhan baru, memangnya dengan hengtay merupakan permusuhan lama?” tanya Hek Seng—thian tersenyum. “Benar!” sahut Hay Tay-sau Sambil menarik kembali senyumannya. Pada saat itulah tiba tiba manusia aneh itu membuka matanya, dengan sorot mata yang tajam dia menyapu sekejap sekeliling ruangan, meski hanya sekejap namun seolah olah telah menatap wajah setiap orang yang hadir. Seketika suasana jadi hening, puluhan pasang mata bersama dialihkan ke wajahnya, meski ketajaman mata setiap orang berbeda namun hampir semuanya menunjukkan rasa benci dan dendam yang mendalam. “Kalian semua datang kemari karena menerima undangan?” tegur manusia aneh itu perlahan. “Kalau bukan menerima undanganmu, darimana bisa menemukan tempat persembunyianmu?” sahut tojin kurus kering itu Sambil tertawa seram. Manusia aneh itu tertawa dingin, tiba tiba ia membalikkan badan, dengan sorot mata yag tajam ditatapnya wajah Yin Ping tanpa berkedip, tegurnya: “Aku yakin kaulah yang telah membantu aku menyebar surat undangan itu?” “Meskipun bukan aku, tapi rasanya tak beda jauh” sahut Yin Ping tanpa berubah muka. Kui-bo Yin Gi mendengus dingin, selanya: “Ji-moay mengirim kabar kepadaku, akulah yang menyebar undangan serta memberi petunjuk jalan, sekarang kau sudah mengerti bukan?” “Hahahaha..... mengerti, sejak awal sudah mengerti!” manusia aneh itu tertawa seram. Diam diam Thiat Tiong—tong merasa bergidik, pikirnya setelah menghela napas: “Padahal dihari biasa dia nampaknya sangat mencintai orang ini, tak disangka secara diam diam telah mengumpulkan semua musuh besarnya untuk datang menyatroni, seakan dia baru puas setelah melihat dia hancur dan tercerai berai. Permusuhan apa pula yang membuatnya sangat mendendam? Karena cinta yang tak kesampaian atau mungkin karena alasan lain . . . . . . . ..” Dalam pada itu Sui Leng-kong telah menghela napas pula: “Sungguh keji perempuan ini!” Saking kesemsemnya mereka berdua menyaksikan peristiwa itu hingga sama sekali tak tahu sejak kapan kawanan gadis cantik yang berada disekitarnya pergi meninggalkan tempat itu. Menanti mereka berdua mengalihkan kembali sorot matanya, ditengah ruangan telah bertambah dengan kehadiran tujuh, delapan orang wanita berjubah panjang warna hitam yang mengenakan kain cadar berwarna hitam pula. Beberapa orang itu berdiri berjajar dekat dinding ruangan, tak ada yang tahu mereka datang dari mana dan sudah berapa lama berada disitu, malahan para jagopun tak ada yang tahu semenjak kapan mereka sudah berdiri di belakang tubuh mereka. Diantara kawanan jago hanya manusia aneh dan Yin Ping yang berdiri menghadap ke arah mereka, tapi lantaran dibagian tengah terpisah oleh sekelompok jago silat yang sedang dicekam perasaan dendam, maka mereka pun tak sempat melihat dengan jelas kehadiran perempuan perempuan itu. Untuk sesaat suasana didalam ruangan teramat kalut dan tegang, tampaknya setiap jago yang hadir mempunyai dendam kesumat sedalam lautan dengan manusia aneh itu, siapa pun ingin segera turun tangan untuk membuat perhitungan.
Andrea Hirata - Dwilogi 1 - Padang Bulan Andrea Hirata - Dwilogi 2 - Cinta Dalam Gelas Kisah Para Nabi Allah Ketika Cinta Bertasbih 1 - Habiburrahman El Shirazy Ketika Cinta Bertasbih 2 - Habiburrahman El Shirazy
Pemuda tampan yang ada dibelakang Kui-bo itu meski nampak tanpa cacad, namun dia bisu lagi tuli, orang itu tak lain adalah murid ke delapan dari Kiu—cu Kui-bo yang disebut orang persilatan sebagai Bu—im—to—hun, Lak—jiu Longkun (pemuda bertangan telengas mencabut nyawa tanpa suara). Ketika masuk ke dalam gedung, Kui—bo Yin Gi hanya menyapu sekejap wajah adiknya, Yin Ping, kemudian setelah manggut manggutkan kepala ia langsung berjalan menuju ke hadapan manusia aneh itu. Padahal dua bersaudara ini sudah banyak tahun tak pernah bersua muka, namun perjumpaan mereka hanya ditandai dengan saling mengangguk belaka, sikap yang begitu dingin boleh dibilang melampaui sikap orang asing saja. Sui Leng—kong ikut tertegun menyaksikan adegan tersebut. Terdengar Yin Gi telah berkata dengan nada dingin: “Walaupun kau bergelar Bu-lim Kui—cay (manusia berbakat setan dari dunia persilatan), namun kehadiranku kali ini pasti diluar dugaanmu bukan?” Paras muka manusia aneh itu sama sekali tak berubah, sahutnya sambil tertawa hambar: “Selama ini Cara kerja dua bersaudara Yin selalu penuh rahasia dan misterius, aku sudah banyak melihat dan mengetahuinya, kenapa mesti tercengang oleh kehadiranmu?” “Memang lebih bagus begitu!” Yin Gi tertawa dingin, ia segera mengambil tempat duduk dan tidak bicara lagi. “Kau jauh jauh datang kemari, apakah tujuannya hanya untuk duduk?” “Kalau tidak duduk memangnya mesti kenapa?” Manusia aneh itu tertawa terbahak—bahak. “Hahahaha..... kalau masih ada urusan lain harap segera disampaikan” “Tentu saja akan kusampaikan, hanya sekarang saatnya belum tiba” “Mau menunggu sampai kapan?” “Hingga tamu lain berdatangan” “Masih ada tamu lain?” berubah hebat paras muka manusia aneh itu. Yin Gi tertawa dingin tanpa menjawab, Gi Cing-kiok serta pemuda bisu tuli itu segera berdiri di belakang tubuhnya, sementara bocah pincang itupun berdiri disisinya, hanya saja dengan matanya yang besar dia celingukan ke Sana kemari. Manusia aneh itu berpaling melotot Yin Ping berapa kejap, cepat Yin Ping mendongakkan kepalanya Sambil membuang muka. Saat itulah suara keleningan kembali bergema, seorang gadis berjalan masuk dengan langkah tergesa gesa. Dia muncul sambil membawa selembar kartu nama berwarna putih, wajahny kelihatan kaget bercampur tercengang, sambil berjalan masuk gumamnya berulang kali: “Aneh, sungguh aneh, lagi lagi kedatangan tamu” Setelah menerima kartu nama itu dan menengoknya sekejap, dengan wajah berubah seru manusia aneh itu: “Persilakan tamu untuk masuk” Tak selang berapa Saat kemudian terdengar suara langkah manusia disusul munculnya seorang kakek berjubah panjang dan seorang pemuda tampan yang menggembol pedang. Thiat Tiong—tong maupun Sui Leng—kong merasa terkejut, pekik mereka hampir berbareng: “Kenapa mereka ayah beranak pun ikut datang?” Ternyata kakek dan pemuda yang barusan munculkan diri tak lain adalah Li Lok-yang dan Li Kiam—pek. Dengan langkah lebar Li Lok—yang melangkah masuk ke dalam ruangan, seraya menjura memberi hormat, katanya dengan suara dalam: “Banyak tahun tak bersua, hampir setiap detik setiap saat aku memikirkan anda, tak disangka justru anda yang mengirim undangan, meski undanganmu sedikit diluar dugaan, namun akupun tak berani untuk menolak datang” Setelah mendongakkan kepalanya tertawa keras, lanjutnya: “orang yang berdagang sangat mementingkan catatan nota, aku pikir jiwa dagang anda mungkin bangkit secara tiba tiba hingga ingin mengajak diriku untuk membuat perhitungan” Lalu setelah memberi hormat kepada Yin Gi, diapun mengambil tempat duduk. “Undangan apa?” tanya manusia aneh itu dengan wajah membeku. “Aneh, masa lupa dengan undangan yang ditulis sendiripun? Bukankah kau undang kami semua untuk datang ke bukit Lau-san pada hari ini? Jangan jangan kau sudah terjangkit penyakit pelupa?” “Bagaimana caramu menemukan jalan tembus ke lembah ini?” II “Ini pertanyaan yang lebih aneh lagi kata Li Lok—yang, “bukankah sepanjang jalan kau sudah memasang petunjuk yang sangat jelas, aku toh bukan orang buta, masa tak bisa membaca petunjuk tersebut!” Manusia aneh itu mendengus dingin, setelah termenung berapa saat katanya kemudian dengan nada nyaring: “Bila kedatangan tamu lagi, kalian tak usah membunyikan keleningan, juga tak usah memberi laporan, persilahkan saja mereka semua masuk ke mari” Dua orang gadis muda itu menyahut dan berlalu. Kembali manusia aneh itu berkata: “Bangunkan aku setelah mereka semua datang kemari!” Selesai bicara ia segera duduk bersila, memejamkan mata dan mengatur pernapasan, tampangnya seperti orang yang sudah tertidur. Diam diam Sui Leng—kong menarik ujung baju Thiat Tiong—tong, bisiknya: “Aneh, kenapa Li Lok—yang pun ikut kemari? Coba lihat wajahnya,dia seperti mempunyai dendam kesumat dengan manusia aneh itu” “Aaai, apa yang terjadi hari ini memang sangat aneh, aku sendiripun dibikin tak habis mengerti” sahut Thiat Tiong—tong sambil menghela napas. Mereka berdua hanya melongok dari luar jendela, oleh sebab itu orang lain tak dapat melihat kehadiran mereka. Kembali Sui Leng-kong berkata: “Kalau dilihat situasinya sekarang, besar kemungkinan kartu undangan yang diterima Li Lok—yang bukan berasal dari manusia aneh itu, tapi..... siapa pula yang menyebar undangan itu?” Thiat Tiong—tong melirik sekejap ke arah Yin Ping, setelah berpikir sejenak sahutnya: “Aku rasa . . . . . . . ..” Belum selesai ia bicara, lagi lagi terlihat empat, lima orang berjalan masuk ke dalam ruangan. Dandanan dari berapa orang ini sangat aneh, tingkah lakunya juga aneh, bila ditinjau dari cara mereka berjalan, jelas kungfu yang dimiliki sangat hebat, yang lebih aneh lagi, walaupun mereka datang sejalan namun masing masing tidak bertegur sapa. Beberapa orang itu memperhatikan sejenak situasi didalam ruangan lalu masing masing mengambil tempat duduk, mulutnya komat kamit seperti sedang bergumam, meski tak jelas apa yang mereka ucapkan namun dari nadanya bisa diduga kalau tidak berniat baik. Beberapa orang gadis muncul menghidangkan air teh, Kui-bo sekalian menerima empat cawan teh tanpa bicara. Seorang lelaki bermata gede segera berseru Sambil tertawa dingin: “Kami datang kemari untuk membuat perhitungan, buat apa mesti dihidangkan air teh!” Begitu diterima, ia segera membanting cawan itu ke atas lantai. “Perkataan sicu tepat sekali” seorang tojin bertubuh kurus kering menimpali sambil tertawa dingin, “siapa tahu dengan minum air teh ini, pinto justru akan lebih cepat kembali ke langit barat, tak boleh diminum . . . . . .. tak boleh diminum . . . . . . . ..” Ke empat orang itu Sambil menggerutu sembari membuang cawan air teh mereka ke lantai. Li Lok-yang yang menyaksikan hal itu segera tersenyum, katanya: “Kalau dibilang ia sering berbuat tak senonoh, itu memang benar. Tapi kalau dibilang ia suka mencelakai orang dengan racun, itu mah belum pernah terjadi” Seraya berkata dia mengangkat cawannya dan meneguk habis isinya. “Jadi kau membantunya berbicara?” bentak lelaki bermata gede itu gusar. Tiba tiba terdengar seseorang berseru dari luar pintu gerbang sambil tertawa terbahak bahak: “Hahahaha . . . . .. kita datang untuk membuat perhitungan, masa orang sendiri malah gontok gontokan lebih dulu, sungguh menggelikan” Ditengah gelak tertawa yang amat nyaring, kembali terlihat dua sosok bayangan manusia melangkah masuk ke dalam ruangan. Kedua orang ini mempunyai perawakan tubuh yang tinggi besar, berjidat tinggi dan penuh bercambang, mereka tak lain adalah Bi Lek-hwee serta Hay Tay-sau. Diam diam Thiat Tiong—tong terperanjat, dia tak meny angka kalau ke dua orang itupun bisa muncul disitu. Setelah memandang sekejap sekeliling ruangan, sambil tergelak ujar Hay Tay—sau: “Bagus, bagus sekali, ternyata yang hadir adalah sobat sobat lama, kenapa tuan rumah bukannya menyambut kedatangan tamu malahan ditinggal tidur mendengkur” “Tuan rumah hanya akan mengadakan penyambutan bila semua tamunya telah hadir” seru Li Lok-yang. “Tepat, dengan begitu dia memang mengirit banyak tenaga” kata Hay Tay—sau tertawa. Kemudian setelah memandang lelaki bermata gede itu sekejap, lanjutnya: “Tak nyana lo-heng pun punya perselisihan dengan tuan rumah disini, bagus, bagus sekali” “Hahahaha . . . . .. kelihatannya hanya lohu seorang yang datang untuk menonton keramaian” kata Bi Lek-hwee sambil tertawa keras, “kenapa kau tidak perkenalkan beberapa orang jago itu kepadaku?” “Kau pasti sudah kenal dengan Kui-bo hujin serta saudara Li bukan” ucap Hay Tay—sau. Sambil menuding ke arah lelaki bermata gede itu, terusnya: “Jika loko inipun tidak kau kenal, berarti pengetahuanm u betul betul amat cetek, bikin malu aku saja” Lelaki bermata gede itu melotot sekejap ke arahnya, mimik mukanya kelihatan sedikit aneh. “Sebenarnya siapa sih orang itu?” desak Bi Lek-hwee lagi. Hay Tay-sau tertawa terbahak bahak. “Repot kalau aku mesti perkenalkan satu per satu” katanya, “pokoknya ke empat orang itu kalau bukan seorang pemimpin dunia persilatan, pasti lah piau pacu yang namanya telah menggetarkan delapan penjuru” Serentak ke empat orang manusia berdandan aneh itu melompat bangun dari tempat duduknya, perasaan kaget bercampur tercengang melintas diwajah mereka. Sudah banyak tahun ke empat orang itu tak pernah berkelana dalam dunia persilatan, tentu saja mereka dibuat terperanjat setelah identitas mereka dibongkar oleh Hay Tay-sau. “Aku tidak kenal kau, darimana kau bisa mengetahui tentang aku?” bentak lelaki itu keras. Hay Tay-sau tertawa terbahak bahak, belum sempat menjawab pertanyaan itu mendadak terdengar lagi suara langkah kaki yang gaduh, kembali muncul enam tujuh orang dalam ruangan itu. Sui Leng-kong yang bersembunyi dibalik jendela segera menggenggam tangan Thiat Tiong—tong erat erat, gumamnya: “Mereka . . . . .. mereka juga ikut datang” Thiat Tiong—tong manggut manggut, sepasang alis matanya berkerut makin kencang. Ternyata beberapa orang yang baru saja munculkan diri tak lain adalah Hek Seng-thian, Pek Seng-bu, Suto Siau, Seng Toa-nio, Seng Cun-hau serta siucay muda berilmu tnggi yang dibikin keok oleh Liu Ho-ie. Kembali terjadi kegaduhan ditengah ruangan, mereka yang mengenal saling menyapa, hanya siucay muda itu yang nampak sangat angkuh, tanpa perduli dengan siapa pun ia langsung mengambil tempat duduk. Sambil tertawa Hay Tay—sau pun berseru: “Sudah cukup lama aku kenal dengan kalian semua, tapi tak nyana kalau memiliki musuh yang sama, apalagi bakal berjalan di perahu yang sama, ini menunjukkan kalau dunia memang sempit, cukup dengan seutas tali sudah dapat mengikat orang yang tak ada sangkut pautnya dihari biasa menjadi satu!” “Buat kami mah terhitung permusuhan baru, memangnya dengan hengtay merupakan permusuhan lama?” tanya Hek Seng—thian tersenyum. “Benar!” sahut Hay Tay-sau Sambil menarik kembali senyumannya. Pada saat itulah tiba tiba manusia aneh itu membuka matanya, dengan sorot mata yang tajam dia menyapu sekejap sekeliling ruangan, meski hanya sekejap namun seolah olah telah menatap wajah setiap orang yang hadir. Seketika suasana jadi hening, puluhan pasang mata bersama dialihkan ke wajahnya, meski ketajaman mata setiap orang berbeda namun hampir semuanya menunjukkan rasa benci dan dendam yang mendalam. “Kalian semua datang kemari karena menerima undangan?” tegur manusia aneh itu perlahan. “Kalau bukan menerima undanganmu, darimana bisa menemukan tempat persembunyianmu?” sahut tojin kurus kering itu Sambil tertawa seram. Manusia aneh itu tertawa dingin, tiba tiba ia membalikkan badan, dengan sorot mata yag tajam ditatapnya wajah Yin Ping tanpa berkedip, tegurnya: “Aku yakin kaulah yang telah membantu aku menyebar surat undangan itu?” “Meskipun bukan aku, tapi rasanya tak beda jauh” sahut Yin Ping tanpa berubah muka. Kui-bo Yin Gi mendengus dingin, selanya: “Ji-moay mengirim kabar kepadaku, akulah yang menyebar undangan serta memberi petunjuk jalan, sekarang kau sudah mengerti bukan?” “Hahahaha..... mengerti, sejak awal sudah mengerti!” manusia aneh itu tertawa seram. Diam diam Thiat Tiong—tong merasa bergidik, pikirnya setelah menghela napas: “Padahal dihari biasa dia nampaknya sangat mencintai orang ini, tak disangka secara diam diam telah mengumpulkan semua musuh besarnya untuk datang menyatroni, seakan dia baru puas setelah melihat dia hancur dan tercerai berai. Permusuhan apa pula yang membuatnya sangat mendendam? Karena cinta yang tak kesampaian atau mungkin karena alasan lain . . . . . . . ..” Dalam pada itu Sui Leng-kong telah menghela napas pula: “Sungguh keji perempuan ini!” Saking kesemsemnya mereka berdua menyaksikan peristiwa itu hingga sama sekali tak tahu sejak kapan kawanan gadis cantik yang berada disekitarnya pergi meninggalkan tempat itu. Menanti mereka berdua mengalihkan kembali sorot matanya, ditengah ruangan telah bertambah dengan kehadiran tujuh, delapan orang wanita berjubah panjang warna hitam yang mengenakan kain cadar berwarna hitam pula. Beberapa orang itu berdiri berjajar dekat dinding ruangan, tak ada yang tahu mereka datang dari mana dan sudah berapa lama berada disitu, malahan para jagopun tak ada yang tahu semenjak kapan mereka sudah berdiri di belakang tubuh mereka. Diantara kawanan jago hanya manusia aneh dan Yin Ping yang berdiri menghadap ke arah mereka, tapi lantaran dibagian tengah terpisah oleh sekelompok jago silat yang sedang dicekam perasaan dendam, maka mereka pun tak sempat melihat dengan jelas kehadiran perempuan perempuan itu. Untuk sesaat suasana didalam ruangan teramat kalut dan tegang, tampaknya setiap jago yang hadir mempunyai dendam kesumat sedalam lautan dengan manusia aneh itu, siapa pun ingin segera turun tangan untuk membuat perhitungan.