Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Imam Tanpa Bayangan II - 146

$
0
0
Cerita Silat | Imam Tanpa Bayangan II | oleh Xiao Say | Imam Tanpa Bayangan II | Cersil Sakti | Imam Tanpa Bayangan II pdf

Pendekar Rajawali Sakti - 104. Perawan Lembah Maut Lord of the Rings 1 - Sembilan Pembawa Cincin Lord of the Rings 2 - Dua Menara Lord of the Rings 3 - Kembalinya Sang Raja 3 Kehidupan 3 Dunia 10 Mil Bunga Persik - Tangqi Gongzi

Dengan cepat Pek In Hoei menggeleng. "Pedang merupakan pemimpin di antara ratusan macam senjata, kita toh cuma beradu silat belaka, apa gunanya mesti gerakkan senjata main pedang? Lo sianseng aku harap engkau jangan marah..." Pertapa Nelayan dari Lam-beng tarik napas panjang- panjang. "Orang muda, engkau terlalu takabur dan jumawa..." katanya. Jago Pedang Berdarah Dingin tidak banyak bicara lagi, ia cibirkan bibirnya dan memperlihatkan satu senyuman yang amat rawan, sambil bongkokkan badan tiba-tiba telapak tangannya disodok ke depan mengirim satu pukulan ke tubuh Pertapa Nelayan dari Lam-beng. Air muka kakek tua kerempeng itu berubah hebat. "Tidak aneh kalau engkau begitu takabur dan jumawa sekali!" serunya keras, "ternyata ilmu silatmu lumayan juga, orang muda! Aku bisa berjumpa dengan engkau, hal ini merupakan suatu keberuntungan yang amat besar bagiku selama hidup..." Bagaikan sukma gentayangan tubuhnya berkelit ke samping menghindarkan diri dari ancaman maut Pek In Hoei, telapak tanganya direntangkan membentuk gerakan busur di udara dan langsung diayun pula ke depan. "Haaaah... haaaah... haaaah... engkau berani menerima pukulanku ini dengan keras lawan keras?" serunya sambil tertawa tergelak. "Baik," jawab Pek In Hoei sambil tarik napas panjang, "akan kusambut serangan dari Lo sianseng ini dengan keras lawan keras..." Dalam waktu singkat dia himpun segenap kekuatan yang dimilikinya ke dalam telapak lalu sambil memandang datangnya ancaman yang sedang menggulung tiba perlahan-lahan dia dorong telapak kanannya untuk menyambut. "Blaaam...!" ledakan dahsyat berkumandang memecahkan kesunyian, udara di sekeliling tempat itu mendadak jadi dingin dan berputar bagaikan pusaran angin puyuh, ke-dua belah pihak sama-sama terkesiap dan kaget oleh kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki lawannya. Pertapa Nelayan dari Lam-beng tarik napas panjang- panjang lalu serunya : "Waaah... hebat sekali! Engkau adalh orang ke-dua di antara generasi orang muda yang dapat membuat hatiku merasa kagum dan hanya engkau seorang yang mampu menyambut pukulanku ini..." Pek In Hoei tertawa lantang. "Haaaah... haaaah... haaaah... jadi kalau begitu lo- sianseng pernah bertemu dengan orang pertama yang jauh lebih tangguh daripada diriku..." "Sedikit pun tidak salah," jawab Pertapa Nelayan dari Lam-beng dengan wajah serius, "orang itu bukan lain adalah ketua dari Perkumpulan Bunga Merah kami..." "Apakah ketua kalian pernah datang kemari pada hari ini..." seru Pek In Hoei dengan jantung berdebar keras. Pertapa Nelayan dari Lam-beng mengangguk. "Aku adalah komandan rombongan pertama yang datang menguntit jejak Komplotan Tangan Hitam, setelah ketua menerima surat tanda minta bantuan dariku pasti akan segera berangkat kemari..." "Ooooh... kiranya begitu, lalu termasuk manusia- manusia macam apakah Komplotan Tangan Hitam itu?" "Komandan, keparat cilik ini terang-terangan merupakan satu komplotan dengan pihak Tangan Hitam, bahkan sengaja bertanya sana bertanya sini, tujuannya pasti sedang mengulur waktu agar para konco-konconya punya kesempatan yang banyak untuk melarikan diri dari pengejaran kita!" "Siapakah engkau??" seru Jago Pedang Berdarah Dingin dengan wajah berubah hebat, "kenapa kalau bicara sama sekali tidak dipikirkan dahulu??" Hmmm! Jangan asal keluar saja." Pria itu ayunkan pedang dalam genggamannya. "Aku adalah Pek In Hoei, kenapa aku mesti bicara secara baik-baik dengan manusia macam engkau?" sahutnya. "Hmmm! Berdasarkan perkataan yang kau ucapkan barusan sudah lebih dari cukup bagi diriku untuk memberi satu pelajaran yang setimpal kepada dirimu!" ujar Pek In Hoei dengan wajah berubah dingin dan ketus. Mendengar perkataan itu Hee Pek Li jadi naik pitam, karena jengkelnya dia getarkan pedangnya lalu berputar membentuk gerakan satu lingkar busur di tengah udara, tubuhnya maju selangkah ke depan dan teriaknya dengan nada ketus : "Ayoh turun tangan! Aku sedang menantikan dirimu..." Pek In Hoei tidak menggubris tantangan orang, kepada Pertapa Nelayan dari Lam-beng ujarnya sambil tertawa : "Lo sianseng, anak buahmu ini terlalu jumawa dan takabur, seandainya engkau merasa tidak keberatan, aku bersiap sedia untuk minta pelajaran beberapa jurus ilmu pedang dari saudara itu..." "Anak buahku ini memang terlalu kurang ajar, apabila bisa memperoleh pelajaran dari saudara, tentu saja aku merasa amat berterima kasih sekali, cuma saj... aku harap engkau jangan turun tangan jahat terhadap dirinya..." "Maaf!" seru Pek In Hoei ketus. Perlahan-lahan dia cabut keluar pedangnya yang tersoren di atas punggung, serentetan cahaya tajam yang menyilaukan mata memancar ke empat penjuru, di tengah getaran tangannya terpancarlah beberapa buah gelombang bunga di udara. Tercekat hati Hee Pek-li menyaksikan hal itu, pujinya : "Pedang bagus, sepantasnya kalau pedang mestika seperti seperti itu dihadiahkan kepada ketua kami..." Jago Pedang Berdarah Dingin tidak menyangka kalau Hee Pek li bisa begitu pandang rendah dirinya, diam- diam ia tertawa dingin, air mukanya menunjukkan rasa tidak senang hati sementara satu ingatan berkelebat dalam benaknya : "Engkau jangan keburu bangga lebih dulu, setelah bergebrak nanti aku pasti akan suruh berteriak tiada hentinya." Berpikir sampai di situ, dia pun berkata sambil tertawa ewa : "Asal engkau merasa punya kepandaian, silahkan untuk merampas senjata ini dari tanganku, bila engkau memang maka pedang ini kau hadiahkan buat ketua kalian..." "Hehhmmm... aku rasa cara itu memang paling bagus..." Tubuhnya menerjang maju ke depan, tangan kanannya bergetar keras dan pedang dalam genggamannya dengan menggunakan suatu gerakan yang aneh membacok ke arah samping. Gerakan pedang semacam itu aneh sekali bentuknya dan baru pertama kali terlihat di daratan Tionggoan, hal ini membuat hati Pek In Hoei tercekat, pikirnya : "Tidak aneh kalau dia jumawa sekali, rupanya ilmu pedang yang dia miliki lumayan juga..." Ilmu kepandaiannya dalam hal permainan pedang sudah mencapai pada taraf yang paling tinggi, meskipun dalam keadaan tidak siap dibikin terperanjat oleh gerakan pedang lawannya yang aneh, akan tetapi permainan pedangnya sama sekali tidak kacau, pedangnya segera diputar ke depan dan menangkis datangnya serangan tersebut. Hee Pek-li sendiri pun tertegun melihat kelihayan musuhnya, serangan yang dilancarkan olehnya boleh dibilang cepat dan ganas sekali, gerakan pun berlawanan sekali dengan gerakan pedang yang umum dijumpai, dalam anggapannya semula serangan tersebut paling sedikit pasti akan membingungkan atau membuat pihak lawan jadi gelagapan, siapa tahu pemuda yang berada di hadapannya ini bukan saja tidak menunjukkan tand- tand gelagapan, bahkan dengan gampang sekali berhasil memunahkan datangnya ancaman tersebut, dari kejadian itu bisalah ditarik kesimpulan bahwa kepandaian silat yang dimiliki pihak lawan jauh lebih lihay daripada dirinya sendiri. Ia meraung gusar, bentaknya kembali : "Jangan keburu senang, terimalah lagi sebuah tusukan pedangku..." "Hmmm! Aku tak punya kegembiraan untuk melayani dirimu terlalu lama..." jawab Pek In Hoei ketus. Jago Pedang Berdarah Dingin sama sekali tidak memberi kesempatan kepada musuhnya untuk melancarkan serangan balasan, bagaikan sukma gentayangan tubuhnya menerjang maju ke depan, setelah merebut kedudukan Yiong Kiong pedangnya segera digetarkan dan langsung mencukil keluar. "Aduuuuh...!" Hee Pek-li menjerit kesakitan, tiba-tiba pedangnya terbabat hingga kutung jadi dua bagian, ia pegang pergelangan tangan kanannya dan mengundurkan diri ke belakang, bentaknya dengan suara gemetar : "Ilmu pedang apakah yang engkau gunakan..." Mendadak dari tempat kejauah berkumandang datang suara gelak tertawa yang amat nyaring... "Haaaah... haaaah... haaaah... kalian benar-benar manusia yang punya mata tak berbiji, masa ilmu pedang penghancur sang surya dari partai Thiam cong pun tidak dikenali... andaikata orang lain tidak turun tangan ringan sekarang kau anggap jiwamu masih selamat..." Suara tertawa yang nyaring itu berkumandang datang mengikuti hembusan angin, dari ucapan yang begitu tegas dan penuh bertenaga bisa diketahui bahwa tenaga dalam yang dimiliki orang itu amat sempurna. Pek In Hoei tercengang,ia tak mengira kalau dalam tubuh Perkumpulan Bunga Merah terdapat seorang manusia yang begitu lihaynya, diam-diam ia pasang mata dan menengok ke arah seorang sastrawan berusia pertengahan yang sedang meluncur datang dengan kecepatan bagaikan kilat itu. Raut wajah sastrawan menunjukkan sikap keren dan penuh kewibawaan, di belakangnya mengikuti beberapa orang pria yang menyoren pedang, dari dandanan beberapa orang itu Pek In Hoei segera mengetahui bahwa mereka adalah bala bantuan dari Perkumpulan Bunga Merah. Ia lantas melirik sekejap ke arah Pertapa Nelayan dari Lam-beng, kemudian tegurnya : "Apakah dia adalah ketua kalian?" Pertapa nelayan dari Lam-beng menggeleng. "Bukan, dia adalah ketua ke-dua dari Perkumpulan Bunga Merah, ketua kami belum tiba..." Dengan wajah tersungging senyuman ramah perlahan-lahan sastrawan berusia pertengahan itu maju mendekati, setelah memberi hormat kepada Pek In Hoei, ujarnya sambil tertawa : "Sahabat aku adalah Gan In... tolong tanya apakah engkau berasal dari partai Thiam cong..." "Sedikit pun tidak salah, aku adalah murid partai Thiam cong..." jawab Pek In Hoei sambil balas memberi hormat. Gan In menengadah dan segera tertawa terbahak- bahak. "Haaaah... haaaah... haaaah... engkau memang seorang jago pedang yang sangat lihay, bilamana saudaraku itu tak tahu diri dan telah membuat kesalahan terhadap diri saudara, aku harap engkau suka memaafkannnya..." Dia berpaling sekejap ke arah Hee Pek li, kemudian menambahkan : "Saudara li, harap engkau suka suka minta maaf kepadanya..." Hee Pek li melengak, pikirnya : "Sejak Perkumpulan Bunga Merah didirikan hingga kini yang kujumpai adalah pria sejati yang membicarakan soal setia kawan serta keadilan, meskipun aku secara otomatis menantang orang itu sendiri, akan tetapi aku sama sekali tidak melakukan kesalahan apa pun juga, dan kini ternyata Gan Ji Tong-kee merusak sendiri nama Perkumpulan Bunga Merah, dan suruh aku tunduk kepala mengaku salah, keadaan ini jauh lebih baik dibunuh daripada suruh aku tunduk kepala... aku ingin lihat apa jawaban Gan Ji Tong-kee bila perintahnya kubangkang..." Berpikir sampai di situ, dia segera menggeleng dan jawabnya : "Gan Ji Tong-kee, aku tak sudi minta maaf kepadanya..." Jawaban ini seketika membuat Gan In jadi tertegun, serunya : "Engkau berani membangkang perintahku??" Dalam bati ia berpikir : "Bagaimana pun juga kedudukanku adalah wakil ketua dari Perkumpulan Bunga Merah, di hari-hari biasa perintahku selalu dijalankan tanpa membantah, siapa tahu hari ini Hee Pek-li berani membangkang perintahku di hadapan orang banyak, kalau ia tidak ditindak niscaya pamorku akan merosot..." Berpikir sampai di sini, air mukanya kontan berubah hebat dan hawa napsu membunuh terlintas di atas wajahnya. Rupanya Pertapa Nelayan dari Lam-beng pun merasa bahwa Hee Pek-li sama sekali tidak memberi muka kepada wakil ketuanya, dengan suara tajam ia membentak : "Hee-tua apa yang sedang kau lakukan??" Dengan sedih Hee Pek-li menggeleng ujarnya : "Wakil ketua she Gan, aku Hee Pek-li menghormati dirimu melebihi rasa hormatku terhadap orang tuaku, harap engkau jangan marah, sejak Perkumpulan Bunga Merah didirikan hingga kini belum pernah satu kali pun tunduk kepada orang ini, siapa nyana pada hari ini engkau suruh aku... lebih baik bunuh saja diriku..." "Haaaah... haaaah... haaaah... " Pek In Hoei yang mendengar sampai di situ segera tertawa terbahak- bahak, "urusan yang sudah lewat tak usah kita bicarakan lagi, kita semua tetap adalah sahabat..." Air muka Gan In pun perlahan-lahan berubah jadi lunak kembali, ujarnya : "Apakah engkau tidak puas karena pihak lawan jauh lebih muda daripada dirimu? Hee-tua, perhatikanlah orang lain lebih teliti dan lebih seksama lagi, demonstrasi kepandaian yang dia perlihatkan sudah cukup untuk memaksa engkau harus berlatih diri tiga tahun lagi..."

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>