Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423
↧

Dewi penyebar maut

$
0
0
Dewi penyebar maut d-dewi-penyebar-maut.jpg tergantung di depan pintu gerbang sebuah bangunan besar yang dikelilingi tembok tinggi. "Hup" Melati melompati tembok yang tingginya tidak kurang dari satu tombak itu. Tanpa suara, kakinya mendarat seperti seekor kucing. Tetapi belum juga gadis itu berbuat sesuatu, terdengar sebuah bentakan keras. "Berhenti" Melati menoleh ke arah asal suara itu. Nampak di depannya berdiri seorang pemuda gagah dengan kedua tangan bersedekap. Tatapan matanya penuh selidik. Tetapi, sepasang mata yang semula tajam itu mendadak lunak begitu melihat wajah Melati. "Eh Nggg..., siapa Nini? Mengapa masuk secara gelap-gelapan?" tanya pemuda itu gagap. "Siapa pun aku, tidak perlu kau tahu. Yang jelas, kedatanganku ke sini adalah karena mempunyai keperluan yang sangat penting dengan gurumu" sahut Melati sambil tersenyum sinis. "Ahhh.... Ada keperluan apakah, sehingga Nini ingin bertemu guruku?" "Aku ingin mengirimnya ke akherat" lantang dan tegas kata-kata Melati. "Apa?" Sepasang mata pemuda itu terbelalak. Kini sikapnya seketika berubah kembali. "Jangan harap mampu melakukannya sebelum melangkahi mayatku" "Hi hi hi... Berapa sih, susahnya melangkahi mayatmu?" ejek Melati tajam, setelah tawa mengikiknya selesai. "Boleh kau coba" tantang pemuda itu. "Manusia dungu yang suka mencari penyakit sendiri Jangan salahkan aku kalau kau mati di tanganku" Setelah berkata demikian, tubuh Melati berkelebat ke arah sasaran. Pemuda itu kaget sekali. Yang terlihat hanya sekelebat bayangan yang cepat meluruk ke arahnya. Dengan sebisanya, pemuda itu bergerak menangkis. Tapi usahanya sia-sia. Crokkk "Aaakh..." Pemuda malang itu langsung rubuh sambil berteriak keras menyayat. Darah segar seketika membasahi ubun-ubunnya yang pecah Tanpa mempedulikan keadaan pemuda itu lagi, Melati bergerak menghampiri pintu gerbang. Tepat di depan pintu gerbang itu langkahnya terhenti seraya bertolak pinggang. "Satria, Mega..., keluar Kalian harus menerima kematian" teriak Melati lantang. Teriakan Melati yang disertai pengerahan tenaga dalam, langsung menggema ke sekitar tempat itu. Akibatnya sudah bisa diduga. Belasan murid Perguruan Elang Sakti bermunculan, dan bersikap waspada. "Iblis dari mana yang tersesat ke sini?" tanya salah seorang murid kepala, bernada kasar. Kemudian dengan amarah meluap-luap, dihampirinya Melati. Untuk sesaat hatinya terperangah melihat kecantikan si pengacau yang luar biasa itu. Tapi, sekejap kemudian perasaannya sudah bisa dikuasai. Tetapi sebelum Melati menjawab, terdengar sebuah suara dari arah belakang para murid itu. "Mundur, Kusna" Si murid kepala yang ternyata bernama Kusna, segera mengenali suara gurunya. Maka buru-buru dia melangkah mundur. Seiring mundurnya Kusna, dari belakang kerumunan murid itu menyeruak dua orang pria berusia tiga puluhan. "Kaliankah yang bernama Satria dan Mega itu?" tanya Melati sinis. "Tidak salah Aku Satria, dan ini temanku, Mega," jawab Satria yang kini bersama Mega menjadi Ketua Perguruan Elang Sakti (Untuk mengetahui kisah tentang Satria dan Mega sebelumnya, silakan baca serial Dewa Arak dalam episode "Pedang Bintang"). "Ada urusan apakah, sehingga Nini datang mencari kami? Bahkan dengan cara yang sangat tidak sopan" Wajah Melati berubah beringas melihat orang yang dicarinya telah di depan mata. "Hutang nyawa" sahut gadis itu keras, bernada penuh kebencian. Berkerut kening Satria mendengar jawaban yang tidak disangka-sangka itu. "Hutang nyawa? Aku tidak mengerti maksudmu, Nini. Apakah kau tidak salah alamat?" "Tidak" bentak Melati lagi. "Bersiaplah kalian berdua untuk menerima kematian" "Tunggu dulu, Nini" cegah Satria cepat. "Kalau boleh tahu, siapakah yang telah kami bunuh?" Semakin beringas wajah Melati. Kini sepasang matanya mencorong tajam bersinar kehijauan. "Ayahku," jawab Melati, agak ditekan suaranya. "Ayahmu? Siapa nama ayahmu?" tanya Mega cepat. "Ayahku berjuluk Raja Racun Pencabut Nyawa Jelas? Atau masih mau mungkir?" Geraham Melati bergemeletuk, karena menahan amarah (Bila ingin jelas tentang Raja Racun Pencabut Nyawa, silakan baca serial Dewa Arak, dalam episode "Pedang Bintang"). "Tidak mungkin" potong Satria cepat. "Raja Racun itu tidak mempunyai anak, lagipula..." "Terimalah kematianmu, manusia pengecut" potong gadis itu cepat sambil menyerang Satria dengan mendorongkan tangannya ke depan. Wuuuttt... Angin kuat berhembus menyambar ke arah Satria. Ketua Perguruan Elang Sakti ini buru-buru melempar tubuh ke samping dan bergulingan beberapa kali di tanah. Akibatnya serangan itu lewat terus ke belakang dan kontan menghantam murid-murid Satria yang tidak sempat mengelak lagi. Suara jerit kesakitan terdengar saling susul, ketika pukulan jarak jauh Melati menghantam mereka. Tidak kurang dari lima orang terjengkang rubuh ke belakang dengan dada pecah Satria dan Mega terkejut bukan main. Dalam segebrakan saja dapat diketahui kalau gadis berpakaian serba putih ini memiliki tenaga dalam tinggi. Tanpa ragu-ragu lagi, keduanya segera mencabut senjatanya dan menyerang secara berbareng. "Hi hi hi...," Melati tertawa mengikik. "Keroyoklah aku, manusia-manusia pengecut Tapi, kali ini jangan harap akan semujur dulu" berbareng dengan selesainya Melati mengucapkan ancamannya, serangan dua batang pedang itu telah menyambar kembali. Tetapi, gadis itu hanya tersenyum sinis. Kemudian, tangannya yang telanjang segera memapak bacokan kedua pedang itu. Satria dan Mega kaget sekali. Apa yang diperbuat gadis berpakaian serba putih ini benar-benar membuat mereka terkejut. Menangkis serangan pedang dengan tangan telanjang, membutuhkan tenaga dalam yang amat tinggi. Dan selama ini hanya Bargolalah yang berani menangkis seperti itu (Baca; Serial Dewa Arak dalam episode "Pedang Bintang"). Mungkinkah gadis yang mengaku putri Raja Racun Pencabut Nyawa itu mempunyai tenaga dalam setingkat Bargola? Tapi.... Trakkk Trakkk Satria dan Mega menyeringai. Tangan dua orang Ketua Perguruan Elang Sakti yang menggenggam pedang, terasa lumpuh ketika tangan telanjang gadis itu menangkis pedang mereka. Hampir saja pedang mereka terlepas dari genggaman. Kini, terbukti bahwa tenaga dalam yang dimiliki gadis itu benar-benar setingkat dengan Bargola. "Hi hi hi...," kembali Melati tertawa mengikik. Hati gadis itu kelihatan gembira melihat kedua lawannya kaget. Sengaja dia tidak terburu-buru membinasakan, karena ingin melihat mereka ketakutan sebelum maut menjemput. "Kini, terimalah kematian kalian" Setelah berkata demikian, tubuh Melati melesat cepat menerjang kedua pemimpin Perguruan Elang Sakti itu. Jari-jari kedua tangannya berkelebat cepat, membentuk cakar naga. Angin tajam berciutan mengiringi tibanya serangan itu. Satria dan Mega kebingungan. Gerakan lawan yang terlalu cepat membuat mereka tidak dapat menduga, ke arah mana dan dengan cara bagaimana gadis itu menyerang. Dengan cara untung-untungan mereka memutar pedang bagai baling-baling untuk membuat pertahanan. Tapi, mendadak putaran pedang itu lenyap. Sedangkan pedang-pedang itu sendiri sudah berpentalan jatuh ke lantai, sehingga menimbulkan suara berkerontangan. Satria dan Mega tidak tahu bagaimana hal itu terjadi. Yang jelas, tiba-tiba sekujur tangan mereka terasa lumpuh. Tetapi diyakini, pasti tangan gadis berpakaian serba putih itu telah menotok pergelangan tangan mereka. Dan belum lagi dapat berbuat sesuatu, tangan Melati telah menyambar pelipis dan ubun-ubun mereka, yang merupakan dua bagian tubuh yang mematikan. Crokkk Plakkk Terdengar suara berderak dua kali berturut-turut Dan seiring lenyapnya suara itu, tubuh Satria dan Mega rubuh ke tanah, tanpa bersuara lagi. Mati. Tentu saja kematian kedua pemimpin Perguruan Elang Sakti itu membuat para muridnya menjadi terkejut bercampur marah. Dengan serentak mereka yang kini berjumlah tiga belas orang, mencabut senjata masing-masing. Srattt Srattt Srattt Melati hanya tersenyum sinis. "Aku tidak mempunyai urusan dengan kalian. Kuperingatkan, jangan ikut campur dalam masalah ini, kalau tidak ingin bernasib seperti guru kalian," ancam gadis itu. "Perempuan keparat lblis berwajah manusia Kau kira kami takut mati? Serbuuu..." teriak salah seorang dari mereka. Tiga belas orang murid itu pun serentak menerjang Melati. Belasan senjata tajam yang terdiri dari pedang dan golok berkelebat menyambar sekujur tubuh gadis itu. Tapi Melati melayani hanya dengan senyum sinis. Dan seketika kedua tangannya yang lembut dan halus itu memapak semua serangan lawannya, sekaligus memberikan serangan-serangan balasan. Akibatnya sudah bisa diduga. Ke mana tangan atau kaki Melati bergerak, berarti di situ ada korban. Dan dalam waktu yang singkat, tidak ada seorang pun murid Perguruan Elang Sakti yang masih berdiri. Semua telah terkapar tanpa nyawa. Melati memandangi hamparan mayat-mayat di sekelilingnya beberapa saat. Pandang matanya berhenti agak lama pada tubuh Satria dan Mega. Kepalanya pun kemudian menengadah. "Ayah...," desis gadis itu pelan tapi tajam. "Lihat-lah Telah kubalaskan dendammu. Telah kubunuh dua dari empat orang yang telah secara pengecut mengeroyokmu Kini tinggal dua orang lagi, Ayah. Dan setelah itu tenanglah kau di alam sana" Belum habis gema suaranya, Melati sudah melesat dari situ. Tujuannya jelas, mencari pembunuh Raja Racun Pencabut Nyawa. Masih tinggal dua orang lagi yang dicarinya. Ningrum, dan Ular Hitam. Tanpa sepengetahuan Melati, ada sepasang mata yang mengintai semua perbuatannya. Dan begitu dilihatnya gadis itu telah pergi, baru si pemilik sepasang mata itu berani keluar. Ditatapnya belasan sosok tubuh yang terkapar bergelimpangan disertai perasaan ngeri. "Sungguh ganas dan kejam sekali, Dewi Penyebar Maut itu...," desahnya bergidik. Memang, dia juga sudah melihat peristiwa di kedai beberapa hari yang lalu, sewaktu Melati menewaskan Sepasang Setan Hitam. Oleh karena itu, begitu melihat, langsung dikenalinya. "Tolooong... Tolooong... Ada pembunuhan" teriaknya sambil berlari ke luar. Dalam waktu sebentar saja, halaman depan Perguruan Elang Sakti dipenuhi penduduk yang berkumpul karena mendengar teriakan itu Dan julukan Dewi Penyebar Maut pun, kembali digumamkan orang dengan perasaan ngeri. 2 Suara irama napas teratur, tetap, dan berulang- ulang terdengar memecah keheningan pagi dalam sebuah hutan di luar Desa Kemukus. Suara itu ternyata berasal dari hidung dan mulut seorang gadis yang tengah bersemadi. Gadis itu berwajah cantik manis, dan berpakaian serba hijau. Di pipi kirinya bertengger sebuah tahi lalat, yang membuat wajahnya yang memang cantik itu kian bertambah menarik. Gadis itu adalah Ningrum, putri Raja Pisau Terbang. Sudah beberapa hari ini, gadis itu berada di hutan. Dia memang dalam perjalanan mengikuti jejak Arya Buana, si Dewa Arak yang telah membuat hatinya terguncang pada pandangan pertama. Selama beberapa hari di dalam hutan ini, Ningrum berlatih keras. Gadis ini merasa kecewa menyadari betapa kepandaiannya masih terlalu rendah. Sehingga sewaktu menghadapi Raja Racun Pencabut Nyawa, ia terdesak. Padahal, waktu itu ia dibantu dua
↧

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Latest Images

Trending Articles

<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>