Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Pendekar Bunga Cinta - 3

$
0
0
Cerita Silat | Pendekar Bunga Cinta | by BBT | Pendekar Bunga Cinta | Cersil Sakti | Pendekar Bunga Cinta pdf

Pendekar Gila - 40. Empat Bidadari Lembah Neraka Trio Detektif 26. Misteri Kuda Tanpa Kepala Naga Merah - Khu Lung Animorphs 21: Duel antar animorphs Percy Jackson 3. Kutukan Bangsa Titan

“Kita teruskan memasuki rimba belukar ini ...." akhirnya Kwee Su Liang mengajak putera dan rombongannya, sebab dia merasa penasaran belu.memperoleh harimau; dan para perajurit menurut meskipun dengan hati resah, sebab hari sudah mulai senja sehingga mengingatkan mereka akan kegelapan didalam hutan yang belukar. Kalau mereka tersesat, pasti kemalaman pulang, sedangkan Kwee Su Liang belum pernah melakukan pemburuan sampai malam apalagi kalau sampai menginap; sehingga sudah pasti akan merisa ukan orang-orang yang menunggu dirumah. Selama memasuki hutan yang makin belukar lebat dengan berbagai tanaman liar, para pengawal bergerak dibagian depan, dibagian kiri dan kanan, juga dibagian belakang. Mereka seringkali harus membabat berbagai rintangan yang merupakan pohon alang-alang yang liar dan berduri, bahkan juga menebang pohon-pohon yang tidak terlalu besar, untuk Kwee Su Liang berdua puteranya yang berjalan dibagian tengah para pengawal itu. Sementara itu secara tiba-tiba kuda Kwee Su Liang mer ingkik dan menghentikan langkahnya. Kwee Su Liang tersenyum karena dia sudah mengenal dengan watak kudanya, dan kuda itu pasti sudah mencium bau tajam dari seekor harimau. Sesaat kemudian, benar-benar terdengar adanya auman seekor harimau, suatu suara aum yang keras yang menggetarkan rimba tempat mereka berada. Tergetar hati Kwee Bun San yang ikut mendengarnya, lalu mendekati kudanya dengan tempat ayahnya, dan dia ikut turun dari kudanya selekas dilihatnya ayahnya turun, juga para pengawal. Sepasang mata Kwee Bun San yang jernih tajam.mengawasi sekitar tempat itu, mencari-cari asal suara au harimau itu terdengar, akan tetapi gema suara aum harimau itu seolah-olah terdengar disekeliling tempat mereka berada, sehingga sukar untuk menentukan dimana letak tempat harimau itu berada. Para pengawal sudah persiapkan berbagai macam senjata yang mereka bawa, dan mereka mulai menyebar, menyelinap diantara semak belukar, berusaha mengurung harimau yang mereka duga sedang umpatkan diri di tempat yang lebat dengan tumbuh-tumbuhan alang-alang. Mereka mengambil batu-batu dan menimpuk, juga membikin berbagi gerak suara dengan tombak dan berbagai senjata mereka. Kemudian terdengar lagi suara aum harimau itu, lalu tiba-tiba kelihatan kepala seekor harimau yang amat besar. Kwee Bun San ikut mengawasi dengan sepasang mata membelalak. Itulah saat pertama dia melihat harimau hidup di alam bebas, bukan dalam keadaan mati atau dalam keadaan terkurung dalam.kerangkeng. Terasa jantungnya berdebar bertambah keras, bukan s ebab merasa takut, akan tetapi karena merasa tegang. Dia sudah cukup digembleng oleh ayahnya untuk memiliki ketabahan, sehingga saat itu dia tidak merasa takut. Betapapun besarnya harimau itu dan betapapun galaknya; akan tetapi dia berada di tempat yang banyak pengawal-pengawal; bahkan ayahnya berada didekatnya. Ayah yang gagah-perkasa, pasti dengan mudah dapat memukul mati harimau itu. Suatu kesempatan bagi dia melihat dan membuktikan kegagahan ayahnya, dan mempelajari gerakan-gerakan ayahnya untuk menghadapi harimau galak itu. Akan tetapi, tiba-tiba dia terkejut sehingga dia bersuara tanpa terasa : “Dia membawa anak ....!!" demikian kata Kwee Bun San yang tidak dapat menahan kata-katanya, yang dia ucapkan keras-keras ketika dilihatnya kepala harimau itu menunduk waktu melenyapkan dirinya dalam semak-semak yang belukar; tapi sempat dilihatnya, mulut harimau itu menggigit bagian punggung seekor anak harimau, seperti seekor kucing yang membawa anaknya! Tidak ada kesempatan buat Kwee Su Liang mencegah puteranya bersuara karas-keras. Harimau itu kaget dan mempercepat larinya, bahkan melompat jauh ke sebelah depan. Seorang pengawal yang menjaga dibagian itu, berusaha mencegah dan berusaha mengusir supaya harimau itu kembali ke tempatnya semula, dengan menusukkan tombaknya. Akan tetapi harimau yang besar itu menggerakan kaki depannya, menyepak dan berhasil membikin tombak pengawal itu patah menjadi dua; sedangkan pengawal itu robon terpelanting, dan harimau itu meneruskan lari. Kwee Su Liang siapkan sebatang anak panah, diincarnya leher harimau itu; akan tetapi pada saat itu harimau menunda larinya, mengawasi kepada Kwee Su Liang: sehingga oleh geraknya panah Kwee Su Liang berobah sasaran sehingga yang kena dipanah adalah bagian perut dari anak-harimau yang sedang digigit oleh induk-harimau, Anak-harimau itu kelihatan berkelejat seperti meronta, sehingga lepas gigitan induk-harimau dan harimau yang besar itu melompat lari menghilang dengan meninggalkan anaknya yang kena di panah, tetapi sempat harimau itu meninggalkan bunyi suara aum bagaikan menyimpan dendam.! Kwee Bun San lari mendekati anak harimau yang kena dipanah oleh ayahnya. Dilihatnya anak-harimau itu rebah tewas berlumuran darah, dengan sepasang mata masih membelalak membentang. “Ayah, mengapa ayah membunuh anaknya . . . . ..?" tanya Kwee Bun San selagi ayahnya datang mendekati; nada suaranya terdengar mengharukan dan menyesal merasa kecewa. Kwee Su Liang memegang sebelah pundak anaknya, dan berkata perlahan : “Bukan maksud ayah hendak membunuh anaknya. Tadi ayah mengincar bagian leher induk-harimau, tetapi secara mendadak induk harimau itu membalikkan kepala, mengawasi ayah sehingga sasarannya menjadi berobah, dan yang kena adalah anak harimau ini....." Kwee Bun San terdiam tak bersuara, akan tetapi sepasang matanya merah menyimpan haru dan rasa kecewa; hilang seleranya untuk pemburuan, juga ayahnya. Karena cuaca pun sudah berobah mulai gelap, maka Kwee Su Liang mengajak rombongannya pulang, membawa hasil buruan yang berupa 4 ekor kijang, ditambah anak harimau yang bernasib malang itu. Ditengah perjalanan itu, mendadak mereka mendengar bunyi suara harimau lain, bunyi suara aum yang lebih keras dari aum induk harimau yang anaknya tewas kena dipanah, bunyi suara aum yang benar-benar sangat menggetarkan tempat disekeliling mereka berada, sehingga mengakibatkan semua kuda, juga kuda Kwee Su Liang terdiam berdiri gemetar, ikut menjadi ketakutan, bahkan ada beberapa ekor kuda yang meronta-ronta dan berdiri dengan kaki bagian belakang, merubuhkan penunggangnya. Juga kuda tunggangan Kwee Bun San ikut berdiri dengan dua kaki belakang, meringkik ketakutan dan melompat jauh berlari-lari, membikin Kwee Bun San harus erat-erat memegang tali kendali dan ikut dibawa kabur oleh kuda itu, tanpa dia mampu mengendalikan atau menguasai kudanya yang mendadak menjadi liar. “Bun-jie ! Bun-jie !!" Kwee Su Liang berteriak memanggil anaknya; namun untuk sejenak dia gugup, tak tahu apa yang harus dia perintahkan terhadap anaknya. “Ayah ! Ayah !" Kwee Bun San ikut berteriak. Semua pengawal menjadi bingung bahkan ada yang ikut menjadi ketakutan. Kudanya jadi liar berusaha kabur simpang siur tak bisa dikuasai, lalu dengan mengerahkan ilmu lari cepat ia berusaha mengejar anaknya yang baru dibawa lari oleh kuda tunggangnya. Akan tetapi waktu itu Kwee Bun San dan kudanya sama sekali sudah tidak kelihatan, sehingga Kwee Su Liang lari mengejar pada arah yang dilihatnya kuda itu kabur. Terus dia mengejar memasuki hutan belantara yang lebat dan liar. Sementara itu Kwee Bun San tetap berpegangan erat diatas punggung kuda tunggangannya, sehingga dia tidak sampai terjatuh; namun tetap dibawa lari tanpa arah tujuan menentu, sampai mendadak dari dalam semak-semak belukar muncul seekor harimau yang menghadang. Seekor harimau yang jauh lebih besar kalau dibandingkan dengan induk harimau yang anaknya kena dipanah tadi, dan harimau besar itu berdiri menghadang dengan memperdengarkan bunyi suara aum yang menggetarkan, sehingga kuda Kwee Bun San berhenti dengan kaki gemetar ketakutan, bahkan terjatuh lemas tak bertenaga, sehingga Kwee Bun San buru buru lompat berdiri. Menghadapi harimau yang begitu besar dan menyeramkan, untuk pertama kalinya Kwee Bun San merasa ketakutan, sehingga sepasang lututnya ikut tergetar. Bulu bulu harimau itu putih panjang, dan Kwee Bun San merasa takut sebab saat itu dia berada sendirian; tanpa pengawal bahkan tanpa ayahnya disisi-nya. Akan tetapi darah pendekar yang mengalir ditubuhnya, membikin dia bagaikan tanpa sadar telah menghunus pedang pendek bekalnya, yang dipegangnya erat-erat pada tangan kanannya, siap buat dia pakai membela diri kalau harimau itu menerkam dia ! Harimau berbulu putih itu berdiam mengawasi Kwee Bun San, sepasang matanya liar, sementara kaki bagian depan bergerak tak hentinya menggaruk-garuk tanah yang diinjaknya; sambil dia perdengarkan suara aum yang menyeramkan. Sejenak hilang rasa takut Kwee Bun San, siap dia buat melakukan perlawanan, buat membela diri dari ancaman maut. Sepasang kakinya bergerak memasang kuda-kuda, sesuai seperti yang telah diajarkan ayahnya; sampai kemudian teringat pada busur dan anak-panah yang dibawanya, sehingga terpikir olehnya bahwa sebaiknya dia menggunakan anak panah selagi ada kesempatan buat dia untuk mengatur persiapan. Sebelah tangan kirinya bergerak perlahan-lahan, meraba busur dan anak panah yang berada dibagian punggungnya, sementara tangan kanannya tetap siap memegang pedang pendek, siap dia gunakan kalau secara mendadak harimau itu mendahulukan menyerang. Sepasang mata Kwee Bun San tak pernah lepas memperhatikan setiap gerak harimau besar itu, selagi sebelah tangan kirinya meraba dan mengambil busur berikut anak panah, sampai kemudian berhasil dia melakukannya, lalu pedangnya dia gigit dibagian mulutnya, selagi tangan kanannya dia perlukan buat mempersiapkan busur berikut anak panah. Siap sudah Kwee Bun San menarik tali busur, siap untuk melepaskan anak panah yang sasarannya dia incar pada sepasang mata harimau itu. Harimau berbulu putih tidak kelihatan takut menghadapi seorang bocah, masih sebelah kaki depannya menggaruk-garuk tanah, lalu dia melangkah tambah mendekati, tenang langkah kakinya bagaikan dia bukan bermaksud menyerang atau menerkam Kwee Bun San. Akan tetapi Kwee Bun San langsung melepaskan anak panahnya, menuju sasaran yang diincarnya. Memang kecil ukuran anak panah itu, anak panah itu untuk digunakan oleh seorang bocah, bukan untuk seorang dewasa, akan tetapi mata anak panah itu tetap tajam dan terbungkus bahan timah, kalau tepat mencapai sasaran pada bagian antara sepasang mata harimau dan menembus kebagian kepala, memungkinkan harimau itu akan tewas. Akan tetapi, harimau putih itu ternyata sangat gesit dan tangkas, kelihatan tenang tetapi cepat gerak sebelah kaki depan harimau itu. Bergerak bukan untuk menghalau anak panah yang menyambar, sebaliknya bergerak mencengkeram anak panah itu. Hebat, bagaikan seorang-orang yang menangkap anak panah yang sedang meluncur ! Sejenak Kwee Bun San berdiri terpukau mengawasi dengan sepasang mata membelalak kemudian sempat dilihatnya harimau itu membuang anak panahnya, lalu bergerak lagi tambah mendekati, membikin Kwee Bun San tersadar dan buru-buru membuang busur yang sudah tak ada gunanya buat dipakai, sebaliknya tangan kanannya kembali siap dengan sebatang pedang pendek. “Pergi ! Hush, pergi !" Kwee Bun San berusaha mengusir atau menghalau harimau putih yang sedang melangkah mendekati dia. Akan tetapi harimau putih itu membandel dan terus mendekati, membikin Kwee Bun San tambah erat memegang peda ngnya, bertekad hendak melawan harimau yang besar itu; sampai tiba-tiba dia yang mendahulukan menyerang, sebelum dia diserang oleh harimau itu. Menyerang dengan sebuah tikaman pedang, memakai gerak tipu burung belibis menangkap ikan, seperti yang diajarkan ayahnya; menyerang mengarah bagian mata harimau. Akan tetapi sekali lagi harimau putih itu mengangkat sebelah kaki depannya, menangkis dan menyampok sehingga pedang pendek itu menyeleweng, bahkan terlempar lepas dari pegangan Kwee Bun San; bahkan tubuhnya ikut terhuyung miring, dan sekali lagi sebelah kaki depan harimau itu bergerak dengan cepat bagaikan memukul, kena bagian leher Kwee Bun San, membikin bocah itu rebah terkulai tak sadar diri, pingsan kena tamparan harimau itu. Harimau putih itu tidak menerkam juga tidak mencakar tubuh Kwee Bun San yang sudah rebah tidak sadar, sebaliknya dengan hidungnya harimau putih itu menciu, mengendus-endus muka Kwee Bun San, lalu dia membuka mulutnya lebar-lebar, mengigit lembut baju Kwee Bun San di bagian punggung, dan dibawanya bocah yang sedang pingsan itu. Lambat perlahan gerak kaki harimau putih itu yang sedang membawa tubuh Kwee Bun San, sampai kemudian dia percepat langkah kakinya, dan berlari memasuki hutan belantara, lalu mendaki gunung Touw-bok san.

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>