Cerita Silat | Pendekar Bunga Cinta | by BBT | Pendekar Bunga Cinta | Cersil Sakti | Pendekar Bunga Cinta pdf
Pendekar Gila - 40. Empat Bidadari Lembah Neraka Trio Detektif 26. Misteri Kuda Tanpa Kepala Naga Merah - Khu Lung Animorphs 21: Duel antar animorphs Percy Jackson 3. Kutukan Bangsa Titan
Terkejut Kwee Su Liang waktu mendengar perkataan itu. Mungkinkah dia melepaskan putera tunggalnya? bagaimana dengan isterinya yang begitu menyayangi anaknya. Yakin dia bahwa Lie Gwat Hwa pasti tidak akan menyetujui. Seperti takut Kwee Su Liang memegang sebelah tangan anaknya erat—erat; bagaikan dia merasa takut untuk terlepas. Dan kepada Lauw Tong Sun dia berkata : “Lauw 1o—cianpwee, bukan aku tak menyukai Bun—jie menuntut ilmu di bawah pengawasan Lauw 1o—cianpwee, tetapi terasa berat buatku berpisah dengan puteraku yang cuma satu-satunya. Terlebih dengan ibunya anak ini, yang begitu menyintai, begitu menyayangi putera kami ..." Hilang senyum Lauw Tong Sun, dan orang yang sakti ini bahkan memerlukan menarik napas panjang; dia seperti merasa menyesal dan kecewa. Sejenak dia berpikir, setelah itu baru ia berkata : “Tay-jin, kau harus menyadari kehendak sang dewata yang tak bisa dirobah oleh kita kaum manusia. Perbuatan anda hari ini, rasanya akan mendatangkan mala petaka bagi anda dan teruta ma anak anda ini. Merupakan syarat buat anak ini menghindarkan diri dari malapetaka itu, yakni dia akan ikut dengan aku, untuk selama waktu 5 tahun. Dia akan menjadi muridku dan akan menjadi sahabat si putih yang sudah kehilangan anaknya, wajib anak anda menghibur si putih, pasti dia akan hidup merana. Aku tidak memaksa dan sebaliknya aku hanya memberi jalan yang baik buat anda dan keluarga anda, apalagi pada saat mendatang, anda akan banyak melakukan perjalanan jauh meninggalkan rumah dan meninggalkan keluarga; alangkah baiknya bila putera anda dititipkan kepadaku “Maaf Lauw 1o—cianpwee. Tak mungkin puteraku kulepaskan sebelum mendapat persetujuan dari ibunya." Sekali lagi Lauw Tong Sun memerlukan menarik napas panjang. Kelihatan pedih hatinya waktu ia mengelus bagian kepala harimau berbulu putih yang berada disisinya, dan diajaknya harimau itu bicara : “Putih, kau harus terima kenyataan ini. Memang tak ada makhluk didunia ini yang begitu mementingkan dirinya sendiri, selain dari manusia," dan kepada Kwee Su Liang, maka Lauw Tong Sun menambahkan perkataannya: “Tay-jin bila memang sudah demikian keputusan anda, biarlah kita serahkan kepada takdir Illahi. Begitu pun juga, si putih sewaktu—waktu dapat mengantar puteramu ketempatku. Nah, selamat berpisah ...," Lauw Tong Sun lalu melangkah perlahan-lahan meninggalkan tempat Kwee Su Liang berdua puteranya; sedangkan si putih mengikuti dengan langkah lesu dibagian belakang si kakek itu ! "Lo—pek, tunggu..." tiba—tiba Kwee Bun San berteriak memanggil, dan bocah ini berlari—lari menyusul, lalu dia merangkul harimau putih itu yang menghentikan langkahnya bagaikan menunggu; dan harimau itu ikut—ikut menjilat tangan bahkan muka Kwee Bun San yang sedang membelai dia. “Macan yang baik, sebaiknya kau ikut dengan aku ...." kata Kwee Bun San, terdengar mengharukan suaranya, bahkan ada sedikit air mata yang berlinang keluar. Harimau putih itu perdengarkan suara gerengan tertahan, bagaikan dia ikut merasa terharu, akan tetapi waktu diketahuinya si kakek sudah meneruskan langkah kakinya maka harimau itu mengejar meninggalkan Kwee Bun San yang masih berdiri terdiam, dan bertambah banyak air-mata yang dikeluarkannya. Kwee Su Liang mendekati puteranya, membelai bagian kepalanya dan perdengarkan suara tarikan napas panjang; menyadari betapa rasa kecewa dan rasa terharu dari puteranya. “Hari sudah hampir malam, mari kita pulang sebab ibu cemas memikirkan...” akhirnya Kwee Su Liang berkata kepada putranya; dan Kwee Bun San bagaikan tersentak waktu didengarnya kata—kata ‘ibu’. Ya, ibu yang menyayangi dan ibu yang dia sayangi. Ibu pasti akan ikut girang dan ikut merasa heran kalau dia menceritakan tentang pengalaman pertemuannya dengan harimau berbu1u—putih itu; pikir Kwee Bun San didalam hati, dan dia membiarkan ayahnya menuntun dia, hendak diajak pulang. Ketika tiba ditempat kediamannya, Kwee Su Liang disambut rasa cemas oleh keluarganya, terlebih oleh isterinya. Kemudian Kwee Su Liang dan puteranya menceritakan tentang pertemuan dengan si kakek Lauw Tong Sun, dihadapan Lie Gwat Hwa, juga dihadapan kedua bibinya yang ikut mendengarkan. Mendengar cerita suaminya bahwa si kakek Lauw Tong Sun hendak mengambil puteranya untuk dijadikan murid, kelihatan pucat muka Lie Gwat Hwa. Tidak ada kerelaan hatinya untuk melepas puteranya, akan tetapi dihadapan kedua bibiknya, Lie Gwat Hwa tidak mengucap apa apa. Sementara itu, Sie hujin yang ibunya Sie Kim Lian, kelihatan berpikir lalu dia berkata: “Lauw Tong Sun. Serasa pernah aku mendengar nama Lauw Tong Sun ini. Ya aku ingat, dahulu ketika aku masih berkumpul dengan ayah; pernah ayahku menyebut nama ini sebagai salah seorang tokoh sakti yang tidak pernah mau mencampuri urusan dunia, hidup sebagai petani biasa diatas gunung Leng—san di Ciauw—1eng, ditapal batas propinsi Hok—kian. Ada orang—orang yang menganggap Lauw Tong Sun memiliki ilmu kesaktian yang berasal dari golongan Siao—lim, akan tetapi yang dia robah dan bercampur baur dengan ilmu yang diciptakannya. Siapa kira hari ini kalian bertemu dengan dia dan bahkan hendak mengambil Bun—jie sebagai murid. Hemm.....” Sie hujin tidak melengkapi perkataannya: akan tetapi Kwee Su Liang yakin dari pandang mata bibiknya, bahwa bibiknya menganggap hal itu amat baik buat Kwee Bun San. “orang yang dapat memelihara seekor harimau putih yang besar, tentu merupakan seorang yang memiliki kesaktian luar-biasa. Tetapi aku sendiri belum pernah mendengar nama Lauw Tong Sunm" Kwee hujin ikut bicara; dan ibunya Kwee Giok Cu ini juga terkenal sakti ilmunya. Malam harinya dan setelah berada berdua dengan suaminya didalam kamar, maka Lie Gwat Hwa menangis, mengeluarkan segala kekhawatirannya; membikin sejenak Kwee Su Liang menjadi bingung dan menghibur ; “E—eh, moay—moay mengapa menangism." tanyanya lembut—mesra; dan dirangkulnya isteri kesayangannya itu. Lie Gwat Hwa makin terisak. Sejenak dia lupa dengan jiwa pendekar yang dimilikinya, akan sebaliknya dia bersikap sebagai seorang yang lemah—1embut manja; sehingga dia menerima perlakuan yang mesra dari suaminya, maka dia jadi semakin terisak, menempatkan kepalanya dibagian dada suaminya yang bidang, sebuah tempat yang dia anggap paling aman didalam dunia ini dan diantara suara isak tangisnya dia berkata: “Siangkongm.akum.aku khawatir sekalim." Tambah erat Kwee Su Liang merangkul dan membelai rambut ikal isterinya; dan selembut itu juga dia berkata: “Apa yang moay—moay khawatirkan ? Tentang anak kita, Bun—jiem. ?" Lie Gwat Hwa mengangguk dan berkata dalam rangkulan suaminya: “Tentang kata kata Lauw Tong Sun 1o—cianpwee itu, dan tentang akan ada hukuman kalau anak kita tidak dibawanya. Entah apa maksud perkataannya: akan tetapi aku benar-benar ngeri, siangkongm" Kwee Su Liang yang amat mencintai isterinya itu memerlukan mengecup sebelah pipi isterinya, menghibur dan berkata untuk menghilangkan rasa khawatir isterinya : “Apa yang harus ditakutkan bila aku di sini, moay—moay. Kalau aku berada disini, siapakah yang akan berani mengganggu Bun—jie atau kita ? Disamping itu, moay—moay juga bukan merupakan seorang ibu yang boleh dipandang ringan, belum lagi kedua bibik yang dulu di kalangan rimba persilatan terkenal galak. Siapa berani main—main hendak mengganggu anak kitam?" Terasa Lie Gwat Hwa terhibur mendengar perkataan suaminya, berbareng bangkit juga jiwa pendekar yang dimilikinya. Adakah seorang—orang yang hendak coba-coba bermain gila dihadapannya ? Sejenak berkurang rasa khawatirnya, tetapi mendadak dia pun teringat dengan perkataan Lauw Tong Sun tentang suaminya yang katanya akan banyak melakukan perjalanan meningga lkan rumah: “Tetapi siang—kong, tentang kepergian siangkong seperti yang dikatakan olehm" Dan Kwee Su Liang buru-buru memutus perkataan isterinya: “Sudahlah moay—moay, tidak akan aku pergi meninggalkan rumah dan meninggalkan kalian, itu cuma gertak belaka dari Lauw lo cianpwee yang menghendaki mengambil anak kita buat dijadikan muridnya. Dianggapnya kita akan ketakutan kalau mendengar gertakannya itu... . " Akan tetapi, didalam hati Kwee Su Liang ikut merasa cemas dan ikut memikirkan perkataan Lauw Tong Sun. Mungkinkah Lauw Tong Sun pandai meramalkan sesuatu yang bakal terjadi ? Sejenak jiwanya terasa bergetar, sehingga tanpa terasa dia mempererat rangkulannya bagaikan dia mencari tempat perlindungan kepada isterinya; isteri yang sangat dicintainya. Percakapan mereka pun menjadi terhenti, sebab keduanya bagai sedang tenggelam dan membiarkan diri terbawa hanyut oleh kasih—mesra yang telah lama mereka cinta akan merupakan suatu kehancuran bila .... pikir Kwee Su Liang selagi saling—rangku1 dengan isterinya. Dan, rahasia yang selama ini mereka simpan didalam hati sanubarinya, apakah merupakan rahasia hati yang untuk kesekian kalinnya menghantui hatinya. Ia buru-buru mengusir rasa hati yang menjadi risau kalau dia teringat dengan rahasia hati. Rahasia hati yang menjadi rahasia hidup isterinya, dan rahasia hatinya sendiri. Alangkah lemah hatinya kalau dia menghadapi seorang perempuan, padahal dia merupakan seorang pendekar yang terkenal gagah perkasa, biasa menghadapi kekerasan dan biasa menentang maut. Akan tetapi kalau berhadapan dengan seorang perempuan ?? Berulang lagi Kwee Su Liang teringat dengan kejadian lama, kejadian tempo dulu. Akh mengapa justeru Lie Gwat Hwa yang berhasil dia persunting menjadi isterinya; isteri kesayangannya ? Mengapa bukan.... Akh, entah dimana dia sekarang. Mungkin dia juga sudah menikah; mungkin dia juga sudah mempunyai anak. Dan, satu demi satu bintang-bintang menghilang dari angkasa, bagaikan takut dan umpatkan diri di balik awan hitam. Apalagi yang harus ditakuti ? Sunyi, yang begitu pedih. Ada sedikit air mata yang berlinang di sepasang mata Kwee Su Liang, waktu dia teringat dengan kejadian tempo dulu; untung isterinya tidak terlihat.
Pendekar Gila - 40. Empat Bidadari Lembah Neraka Trio Detektif 26. Misteri Kuda Tanpa Kepala Naga Merah - Khu Lung Animorphs 21: Duel antar animorphs Percy Jackson 3. Kutukan Bangsa Titan
Terkejut Kwee Su Liang waktu mendengar perkataan itu. Mungkinkah dia melepaskan putera tunggalnya? bagaimana dengan isterinya yang begitu menyayangi anaknya. Yakin dia bahwa Lie Gwat Hwa pasti tidak akan menyetujui. Seperti takut Kwee Su Liang memegang sebelah tangan anaknya erat—erat; bagaikan dia merasa takut untuk terlepas. Dan kepada Lauw Tong Sun dia berkata : “Lauw 1o—cianpwee, bukan aku tak menyukai Bun—jie menuntut ilmu di bawah pengawasan Lauw 1o—cianpwee, tetapi terasa berat buatku berpisah dengan puteraku yang cuma satu-satunya. Terlebih dengan ibunya anak ini, yang begitu menyintai, begitu menyayangi putera kami ..." Hilang senyum Lauw Tong Sun, dan orang yang sakti ini bahkan memerlukan menarik napas panjang; dia seperti merasa menyesal dan kecewa. Sejenak dia berpikir, setelah itu baru ia berkata : “Tay-jin, kau harus menyadari kehendak sang dewata yang tak bisa dirobah oleh kita kaum manusia. Perbuatan anda hari ini, rasanya akan mendatangkan mala petaka bagi anda dan teruta ma anak anda ini. Merupakan syarat buat anak ini menghindarkan diri dari malapetaka itu, yakni dia akan ikut dengan aku, untuk selama waktu 5 tahun. Dia akan menjadi muridku dan akan menjadi sahabat si putih yang sudah kehilangan anaknya, wajib anak anda menghibur si putih, pasti dia akan hidup merana. Aku tidak memaksa dan sebaliknya aku hanya memberi jalan yang baik buat anda dan keluarga anda, apalagi pada saat mendatang, anda akan banyak melakukan perjalanan jauh meninggalkan rumah dan meninggalkan keluarga; alangkah baiknya bila putera anda dititipkan kepadaku “Maaf Lauw 1o—cianpwee. Tak mungkin puteraku kulepaskan sebelum mendapat persetujuan dari ibunya." Sekali lagi Lauw Tong Sun memerlukan menarik napas panjang. Kelihatan pedih hatinya waktu ia mengelus bagian kepala harimau berbulu putih yang berada disisinya, dan diajaknya harimau itu bicara : “Putih, kau harus terima kenyataan ini. Memang tak ada makhluk didunia ini yang begitu mementingkan dirinya sendiri, selain dari manusia," dan kepada Kwee Su Liang, maka Lauw Tong Sun menambahkan perkataannya: “Tay-jin bila memang sudah demikian keputusan anda, biarlah kita serahkan kepada takdir Illahi. Begitu pun juga, si putih sewaktu—waktu dapat mengantar puteramu ketempatku. Nah, selamat berpisah ...," Lauw Tong Sun lalu melangkah perlahan-lahan meninggalkan tempat Kwee Su Liang berdua puteranya; sedangkan si putih mengikuti dengan langkah lesu dibagian belakang si kakek itu ! "Lo—pek, tunggu..." tiba—tiba Kwee Bun San berteriak memanggil, dan bocah ini berlari—lari menyusul, lalu dia merangkul harimau putih itu yang menghentikan langkahnya bagaikan menunggu; dan harimau itu ikut—ikut menjilat tangan bahkan muka Kwee Bun San yang sedang membelai dia. “Macan yang baik, sebaiknya kau ikut dengan aku ...." kata Kwee Bun San, terdengar mengharukan suaranya, bahkan ada sedikit air mata yang berlinang keluar. Harimau putih itu perdengarkan suara gerengan tertahan, bagaikan dia ikut merasa terharu, akan tetapi waktu diketahuinya si kakek sudah meneruskan langkah kakinya maka harimau itu mengejar meninggalkan Kwee Bun San yang masih berdiri terdiam, dan bertambah banyak air-mata yang dikeluarkannya. Kwee Su Liang mendekati puteranya, membelai bagian kepalanya dan perdengarkan suara tarikan napas panjang; menyadari betapa rasa kecewa dan rasa terharu dari puteranya. “Hari sudah hampir malam, mari kita pulang sebab ibu cemas memikirkan...” akhirnya Kwee Su Liang berkata kepada putranya; dan Kwee Bun San bagaikan tersentak waktu didengarnya kata—kata ‘ibu’. Ya, ibu yang menyayangi dan ibu yang dia sayangi. Ibu pasti akan ikut girang dan ikut merasa heran kalau dia menceritakan tentang pengalaman pertemuannya dengan harimau berbu1u—putih itu; pikir Kwee Bun San didalam hati, dan dia membiarkan ayahnya menuntun dia, hendak diajak pulang. Ketika tiba ditempat kediamannya, Kwee Su Liang disambut rasa cemas oleh keluarganya, terlebih oleh isterinya. Kemudian Kwee Su Liang dan puteranya menceritakan tentang pertemuan dengan si kakek Lauw Tong Sun, dihadapan Lie Gwat Hwa, juga dihadapan kedua bibinya yang ikut mendengarkan. Mendengar cerita suaminya bahwa si kakek Lauw Tong Sun hendak mengambil puteranya untuk dijadikan murid, kelihatan pucat muka Lie Gwat Hwa. Tidak ada kerelaan hatinya untuk melepas puteranya, akan tetapi dihadapan kedua bibiknya, Lie Gwat Hwa tidak mengucap apa apa. Sementara itu, Sie hujin yang ibunya Sie Kim Lian, kelihatan berpikir lalu dia berkata: “Lauw Tong Sun. Serasa pernah aku mendengar nama Lauw Tong Sun ini. Ya aku ingat, dahulu ketika aku masih berkumpul dengan ayah; pernah ayahku menyebut nama ini sebagai salah seorang tokoh sakti yang tidak pernah mau mencampuri urusan dunia, hidup sebagai petani biasa diatas gunung Leng—san di Ciauw—1eng, ditapal batas propinsi Hok—kian. Ada orang—orang yang menganggap Lauw Tong Sun memiliki ilmu kesaktian yang berasal dari golongan Siao—lim, akan tetapi yang dia robah dan bercampur baur dengan ilmu yang diciptakannya. Siapa kira hari ini kalian bertemu dengan dia dan bahkan hendak mengambil Bun—jie sebagai murid. Hemm.....” Sie hujin tidak melengkapi perkataannya: akan tetapi Kwee Su Liang yakin dari pandang mata bibiknya, bahwa bibiknya menganggap hal itu amat baik buat Kwee Bun San. “orang yang dapat memelihara seekor harimau putih yang besar, tentu merupakan seorang yang memiliki kesaktian luar-biasa. Tetapi aku sendiri belum pernah mendengar nama Lauw Tong Sunm" Kwee hujin ikut bicara; dan ibunya Kwee Giok Cu ini juga terkenal sakti ilmunya. Malam harinya dan setelah berada berdua dengan suaminya didalam kamar, maka Lie Gwat Hwa menangis, mengeluarkan segala kekhawatirannya; membikin sejenak Kwee Su Liang menjadi bingung dan menghibur ; “E—eh, moay—moay mengapa menangism." tanyanya lembut—mesra; dan dirangkulnya isteri kesayangannya itu. Lie Gwat Hwa makin terisak. Sejenak dia lupa dengan jiwa pendekar yang dimilikinya, akan sebaliknya dia bersikap sebagai seorang yang lemah—1embut manja; sehingga dia menerima perlakuan yang mesra dari suaminya, maka dia jadi semakin terisak, menempatkan kepalanya dibagian dada suaminya yang bidang, sebuah tempat yang dia anggap paling aman didalam dunia ini dan diantara suara isak tangisnya dia berkata: “Siangkongm.akum.aku khawatir sekalim." Tambah erat Kwee Su Liang merangkul dan membelai rambut ikal isterinya; dan selembut itu juga dia berkata: “Apa yang moay—moay khawatirkan ? Tentang anak kita, Bun—jiem. ?" Lie Gwat Hwa mengangguk dan berkata dalam rangkulan suaminya: “Tentang kata kata Lauw Tong Sun 1o—cianpwee itu, dan tentang akan ada hukuman kalau anak kita tidak dibawanya. Entah apa maksud perkataannya: akan tetapi aku benar-benar ngeri, siangkongm" Kwee Su Liang yang amat mencintai isterinya itu memerlukan mengecup sebelah pipi isterinya, menghibur dan berkata untuk menghilangkan rasa khawatir isterinya : “Apa yang harus ditakutkan bila aku di sini, moay—moay. Kalau aku berada disini, siapakah yang akan berani mengganggu Bun—jie atau kita ? Disamping itu, moay—moay juga bukan merupakan seorang ibu yang boleh dipandang ringan, belum lagi kedua bibik yang dulu di kalangan rimba persilatan terkenal galak. Siapa berani main—main hendak mengganggu anak kitam?" Terasa Lie Gwat Hwa terhibur mendengar perkataan suaminya, berbareng bangkit juga jiwa pendekar yang dimilikinya. Adakah seorang—orang yang hendak coba-coba bermain gila dihadapannya ? Sejenak berkurang rasa khawatirnya, tetapi mendadak dia pun teringat dengan perkataan Lauw Tong Sun tentang suaminya yang katanya akan banyak melakukan perjalanan meningga lkan rumah: “Tetapi siang—kong, tentang kepergian siangkong seperti yang dikatakan olehm" Dan Kwee Su Liang buru-buru memutus perkataan isterinya: “Sudahlah moay—moay, tidak akan aku pergi meninggalkan rumah dan meninggalkan kalian, itu cuma gertak belaka dari Lauw lo cianpwee yang menghendaki mengambil anak kita buat dijadikan muridnya. Dianggapnya kita akan ketakutan kalau mendengar gertakannya itu... . " Akan tetapi, didalam hati Kwee Su Liang ikut merasa cemas dan ikut memikirkan perkataan Lauw Tong Sun. Mungkinkah Lauw Tong Sun pandai meramalkan sesuatu yang bakal terjadi ? Sejenak jiwanya terasa bergetar, sehingga tanpa terasa dia mempererat rangkulannya bagaikan dia mencari tempat perlindungan kepada isterinya; isteri yang sangat dicintainya. Percakapan mereka pun menjadi terhenti, sebab keduanya bagai sedang tenggelam dan membiarkan diri terbawa hanyut oleh kasih—mesra yang telah lama mereka cinta akan merupakan suatu kehancuran bila .... pikir Kwee Su Liang selagi saling—rangku1 dengan isterinya. Dan, rahasia yang selama ini mereka simpan didalam hati sanubarinya, apakah merupakan rahasia hati yang untuk kesekian kalinnya menghantui hatinya. Ia buru-buru mengusir rasa hati yang menjadi risau kalau dia teringat dengan rahasia hati. Rahasia hati yang menjadi rahasia hidup isterinya, dan rahasia hatinya sendiri. Alangkah lemah hatinya kalau dia menghadapi seorang perempuan, padahal dia merupakan seorang pendekar yang terkenal gagah perkasa, biasa menghadapi kekerasan dan biasa menentang maut. Akan tetapi kalau berhadapan dengan seorang perempuan ?? Berulang lagi Kwee Su Liang teringat dengan kejadian lama, kejadian tempo dulu. Akh mengapa justeru Lie Gwat Hwa yang berhasil dia persunting menjadi isterinya; isteri kesayangannya ? Mengapa bukan.... Akh, entah dimana dia sekarang. Mungkin dia juga sudah menikah; mungkin dia juga sudah mempunyai anak. Dan, satu demi satu bintang-bintang menghilang dari angkasa, bagaikan takut dan umpatkan diri di balik awan hitam. Apalagi yang harus ditakuti ? Sunyi, yang begitu pedih. Ada sedikit air mata yang berlinang di sepasang mata Kwee Su Liang, waktu dia teringat dengan kejadian tempo dulu; untung isterinya tidak terlihat.