Cerita Silat | Kelelawar tanpa Sayap | by Huang Ying | Kelelawar tanpa Sayap | Cersil Sakti | Kelelawar tanpa Sayap pdf
Tembang yang tertunda - Mira W Sang Penyihir Beraksi - Vivian Vande Velde Animorphs 27 : Menyelamatkan Pesawat Pemalite Cinta di Awal Tiga Puluh - Mira W Come Away With Me - Kristen Proby
Bab 12. Lorong rahasia.
“Aku rasa ada baiknya menunggu sampai Ciu Kiok sadar kembali" kata Suma Tang-shia.
Sekali lagi Siau Jit mengangguk.
“Betul, dia adalah satu satunya korban yang berhasil lolos dari ujung golok Kelelawar,
jadi dia memang sepantasnya ikut ke sana"
“Dengan begitu semuanya akan jadi jelas, apa benar Kelelawar yang ia jumpai adalah
Kelelawar yang disekap dalam perkampungan Suma-sa n-ceng, atau Kelelawar yang kita jumpai”
L ui Sin menambahkan.
“Moga moga saja ketiganya berasal dari satu orang yang sama” kata Han Seng sambil tertawa
getir, “kalau tidak, seorang Kelelawar saja sudah bikin kita pusing, apa jadinya bila
muncul Kelelawar yang lain"
Lui Sin berpaling memandang kamar Ciu Kiok sekejap, kemudian katanya:
“Entah bagaimana kondisi Ciu Kiok, kira kira kuat tidak ia diajak melakukan perjalanan?"
“Dia lemah karena telah kehilangan banyak darah, asal istirahat sejenak lagi, tanggung
semangat dan kekuatan tubuhnya akan pulih kembali"
“Jite” pesan Lui Sin kemudian, “beritahu Sun toa-nio, begitu Ciu Kiok tersadar kembali,
minta dia segera memberi kabar”
“Toako, tampaknya watak temperamenmu yang seperti bahan peledak, kini sudah banyak
berubah” sahut Han Seng sambil manggut manggut.
Lui Sin tertawa ewa.
“Manusia toh gampang berubah" katanya.
Tanpa bicara lagi Han Seng membalikkan badan sambil beranjak pergi.
Kembali Lui Sin mendongak sambil menghembuskan napas panjang, tiba tiba bisiknya:
“Aaai, musim gugur sudah mendekati puncaknya!”
Dia meraupkan tangannya, menangkap selembar daun yang sedang melayang ditengah udara.
Ia memang banyak berubah, meskipun Siau Jit tidak kenal orang ini namun banyak tahu
tentang sifat serta perangainya dimasa silam, tapi kini, ia merasa semua tingkah laku dan
sepak terjang orang ini sudah jauh berbeda dibandingkan dulu.
Tiba tiba Suma Tang-shia meraih selembar daun yang gugur dan bergumam:
“Aku tidak menyukai musim gugur, khususnya di puncak musim gugur seperti ini"
Siau Jit tidak menjawab, dia hanya membungkam.
Kembali Suma Tang-shia menatap wajah Siau Jit sekejap, lalu tanyanya perlahan:
“Tahukah kau mengapa?”
“Ehmm”
“Apa maksudmu ehmm?"
“Itu tandanya dia tahu" sela Lui Sin, kemudian setelah tersenyum lanjutnya, “justru aku
yang tak habis mengerti, mengapa seorang gadis yang masih begitu muda macam dirimu
ternyata begitu sensitif perasaan hatinya”
Suma Tang-shia tertawa.
n
“Karena kau berkata begitu, hal ini menandakan bila kau benar benar tidak tahu
\\ oyatgll
katanya.
“Karena kau masih belum melihat kalau sesungguhnya aku sudah tidak muda lagi”
Kontan Lui Sin tertawa terbahak-bahak.
“Hahaha, jadi kau beranggapan dirimu sudah tua sekali?"
“Buat seorang wanita setua aku belum juga menikah, hal ini pertanda kalau dia sudah tua”
kata Suma Tang-shia sambil tertawa.
Lui Sin tertegun.
Kembali Suma Tang-shia melanjutkan:
“Selewat puncak musim gugur akan tiba musim dingin, itu berarti setahun kembali berlalu,
coba bayangkan sendiri, bagaimana mungkin perempuan macam diriku menyukai suasana puncak
musim gugur?”
Walaupun masih tertawa, terlihat jelas kalau tawanya begitu sedih dan sendu.
“Sungguh tak disangka ada begitu banyak masalah yang gamang membuat kalian kaum wanita
risau dan kuatir” gumam Lui Sin sambil tertawa getir.
Saat inilah Siau Jit baru buka suara:
“Padahal banyak sekali pendekar kenamaan dalam dunia persilatan yang jatuh cinta kepada
toaci, hanya selama ini toaci tak pernah pandang sebelah matapun terhadap mereka"
“Banyak diantara mereka, bahkan kau pun tak pandang sebelah mata, bagaimana mungkin toaci
mu bisa menaruh perhatian?” sahut Suma Tang-shia tertawa.
“Selesai kasus disini, siaute pasti akan secara khusus mencarikan pasangan yang serasi
untuk diri toaci”
Mendengar itu, Suma Tang-shia tertawa cekikikan, suara tertawanya begitu sendu, begitu tak
berdaya, apa boleh buat.
Angin musim gugur berhembus memenuhi halaman, semakin banyak dedaun yang berguguran, tapi
suara tertawa Suma Tang-shia membuat suasana yang sudah sendu terasa makin pilu.
OoOoo
Tengah hari, awan putih memenuhi jagad raya.
Awan dimusim gugur bagai selembar kain sutera yang tipis, cahaya sang surya menembusi
lapisan awan, memancar lembut ke permukaan bumi, begitu lembut bagai kerlingan genit
seorang kekasih.
Siau Jit dan Suma Tang-shia berjalan menelusuri sebuah jalan setapak ditengah kebun bunga,
dibelakang mereka mengikuti Lui Sin, Han Seng serta Ciu Kiok.
Kondisi tubuh Ciu Kiok sudah jauh lebih sehat, dibimbing dua orang dayang, ia dapat
berjalan lebih santai.
Kebun bunga itu terletak disebelah timur perkampungan Suma-san-ceng.
Biarpun Siau Jit adalah tamu yang sering berkunjung ke perkampungan itu, namun baru
pertama kali ini dia melewati jalan setapak ditengah kebun bunga.
Sekilas pandang, jalan setapak itu tak jauh berbeda dengan kebun kebun bunga lain, namun
sewaktu lewat disana, entah mengapa timbul suatu perasaan aneh dihati Siau Jit.
Dia bahkan sangat yakin kalau perasaan aneh itu bukan timbul lantaran dia berada disuatu
tempat yang asing.
Entah karena melihat perubahan mimik wajah Siau Jit atau karena alasan lain, tiba tiba
Suma Tang-shia bertanya:
“Siau kecil, apakah kau merasakan sesuatu yang aneh dengan jalan setapak ini?”
“Anehnya memang aneh, hanya tidak kutemukan dimana letak keanehan itu”
Suma Tang-shia segera tertawa, sambil belok ke sebuah persimpangan jalan katanya:
“Kau seharusnya dapat melihat letak keanehan itu”
Tergerak pikiran Siau Jit.
“Maksudmu kelewat banyak persimpangan jalan disini?"
“Sebetulnya bisa saja kita jalan lurus ke depan sana, tapi dalam kenyataan aku berbelok ke
kiri menikung ke kanan dan tiada hentinya memasuki persimpangan jalan yang ada"
“Mula mula kusangka setelah berbelok satu persimangan jalan, seharusnya toaci akan
berjalan lurus, tapi setelah mendengar ucapan toaci, aku jadi sedikit mengerti”
“Kalau begitu coba kau terangkan”
“Persimangan jalan yang ada disini tampaknya memang kacau tak beraturan, padahal dalam
kenyataan memiliki kepanjangan yang sama, hanya saja arahnya . . . . . . ..”
“Kenapa dengan arahnya?" tanya Suma Tang-shia tertawa.
“Arah timur, selatan, barat, utara hampir semuanya terdapat hal yang sama, berapa kali aku
merasa hakekatnya sedang berputar ditempat yang sama, mana ada jalan setapak macam
begini?”
Suma Tang-shia tidak menjawab, lagi lagi dia belok memasuki sebuah persimpangan jalan.
Tiba tiba Siau Jit berkata:
“Bila dugaan siaute tak salah, seharusnya disini telah dipasang sebuah barisan bunga”
Suma Tang-shia manggut-manggut.
“Apakah sudah kau lihat ilmu barisan apa?”
“Bukankah Lak-hap-tin?" ujar Siau Jit setelah termenung sejenak.
Mula mula Suma Tang-shia agak tertegun, kemudian sahutnya sambil tertawa:
“Tak kusangka kau benar benar dapat menebaknya, selama ini aku hanya tahu kalau ilmu
pedangmu sangat lihay dan tangguh, tak nyana dibidang ilmu barisan pun kau memiliki
pengetahuan yang luar biasa"
“Dimasa tua, guruku tertarik untuk mempelajari ilmu dibidang tersebut . . . . . ..”
“Dan kau kebagian ilmunya”
“Tentu saja, kalau tidak bagaimana mungkin bisa menemukan ilmu barisan tersebut sekarang”
“Tapi sejujurnya, mempelajari ilmu semacam itu betul betul bikin otak seperti mau meledak"
kata Suma Tang-shia tertawa.
n
“Belum pernah tahu kalau ternyata toaci menguasahi juga . . . . ..
“Dari seluruh wilayah perkampungan Suma-san-ceng, hanya daerah seputar sini yang sama
sekali tak dilengkapi dengan alat perangkap" tukas Suma Tang-shia cepat.
“Andaikata kami tidak membuntuti toaci dan berjalan semaunya sendiri, apa yang bakal
terjadi?”
“Maka kalian hanya akan berputar terus diseputar tempat ini”
“Bukankah kita dapat menebang pepohonan disitu dan membuka sebuah jalan lewat?”
“Itu mah tergantung bagaimana nasibmu”
“Kalau kebetulan bernasib jelek?”
“Begitu menyentuh tombol rahasia dibalik pepohonan, besar kemungkinan kau akan tewas
dibawah hujan panah!”
“Bagaimana dengan para dayang . . . . . . ..”
Suma Tang-shia tertawa, potongnya:
“Tempat ini sudah ditetapkan sebagai daerah terlarang, tanpa perintah dilarang masuk, jadi
seandainya ada yang tersesat, yaa jangan salahkan orang lain"
“Berarti si Kelelawar dikurung dalam barisan ini?” tanya Siau Jit kemudian.
“Boleh dibilang begitu..... andaikata selama hidup si Kelelawar berada dalam kondisi
idiot, cukup barisan ini sudah mampu mengurungnya sepanjang masa, tapi jika tiba tiba
kesadarannya pulih kembali, susahlah untuk diprediksi mulai sekarang”
“Atau dengan perkataan lain, kecuali barisan ini masih ada perlengkapan lainnya?”
“Masa kau lupa? Aku kan sudah mengatakan kalau disini seluruhnya terdapat tiga belas lapis
alat perangkap yang sangat hebat?”
“Tidak” Siau Jit menggeleng.
“Ooh, mungkin kau merasa sangsi dengan perkataanku itu?" tanya Suma Tang-shia sambil
tertawa.
“Aku baru teringat setelah menyaksikan ilmu barisan yang diterapkan disini”
“Oya?”
“Hanya untuk membangun ilmu barisan inipun, aku yakin sudah banyak tenaga, pikiran dan
beaya yang dihamburkan, apakah kau tidak merasa agak kelewatan untuk membuang begitu
banyak harta dan waktu hanya untuk melindungi seorang idiot?”
Suma Tang-shia mengangguk sedih.
“Akupun berpendapat begitu, menurut anggapanku, lebih baik kita hadiahkan sebuah bacokan
saja ke tubuh si Kelelawar daripada mencari kesulitan dan masalah, tapi ayahku sekalian
tidak sependapat”
↧
Kelelawar tanpa Sayap - 39
↧