Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Kelelawar tanpa Sayap - 43

$
0
0

Cerita Silat | Kelelawar tanpa Sayap | by Huang Ying | Kelelawar tanpa Sayap | Cersil Sakti | Kelelawar tanpa Sayap pdf

Tembang yang tertunda - Mira W Sang Penyihir Beraksi - Vivian Vande Velde Animorphs 27 : Menyelamatkan Pesawat Pemalite Cinta di Awal Tiga Puluh - Mira W Come Away With Me - Kristen Proby


  “Mungkin saja dia masih berada diatas loteng” sela Siau Jit.
  “Dari sini kita bisa melihat keadaan diseputar sana dengan jelas, sama sekali tak ada
  bagian tempat yang bisa dipakai untuk sembunyi, bila diatas loteng pun tak ada, itu baru
  aneh namanya”
  Sesudah berhenti sejenak, lanjutnya:
  “sewaktu kita masuk tadi, dia masih duduk diatas loteng sambil mengambil makanan dan
  minumannya, mau apa dia turun ke bawah? Karena itu aku rasa kita tak perlu kuatir"
  “Kalau dia b erada diatas loteng, kenapa sama sekali tak bersuara?” tanya Siau Jit lagi
  sambil mendongak.
  Suma Tang-shia termenung tanpa menjawab, sementara Sim Ngo-nio segera berseru:
  “Benar juga perkataan dari Siau kongcu"
  “Kenapa tidak segera diperiksa hingga semuanya jadi jelas” usul Suma Tang-shia tertawa.
  Belum selesai bicara, tubuh Sim Ngo-nio sudah melambung tinggi ke tengah udara.
  Begitu mencapai ketinggian tiga tombak, mendadak terdengar ia menjerit keras:
  “Kelelawar tidak berada diatas loteng!"
  “Sungguh?” berubah paras muka Suma Tang-shia.
  Tapi begitu ucapan tersebut meluncur keluar, iapun tertawa getir, saat ini bukanlah saat
  untuk bergurau, tentu saja diapun tahu kalau Sim Ngo-nio bukan termasuk orang yang senang
  bergurau.
  Tapi kalau suruh dia percaya begitu saja, rasanya sulit.
  Kalau tidak berada diatas loteng, lantas si Kelelawar berada dimana?
  Biarpun rumput liar dibalik dinding pendek setinggi lutut, namun saat itu adalah ujung
  musim gugur, banyak yang sudah mengering, lagian tempat itu tidak mirip tempat yang
  dipakai untuk bersembunyi.
  Tapi kecuali semak, tiada temat lain disana yang bisa digunakan untuk bersembunyi.
  Suma Tang-shia celingukan memandang sekejap seputar sana, kemudian sambil menatap Siau Jit
  dan Sim Ngo-nio, katanya:
  “Coba kalian periksa diatas loteng, sementara aku mengawasi dari bawah!”
  Siau Jit mengiakan dan melompat naik setinggi tiga kaki, lalu melejit ke wuwungan rumah
  lapis pertama.
  Sim Ngo-nio mengikuti dibelakang Siau Jit, ternyata kecepatan gerakan tubuhnya tidak
  berada dibawah pemuda itu.
  Setelah berhenti sejenak di wuwungan rumah, serentak mereka bersama sama menyelinap masuk
  ke ruang dalam.
  Begitu melihat kedua orang itu sudah berada diruang dalam, Suma Tang-shia baru meluncur
  melewati semak dan masuk pula ke dalam ruang bangunan.
  Lui Sin, Han Seng dengan memayang Ciu Kiok segera mengikuti dari belakang, begitu juga
  dengan dua orang dayang lainnya.
  Ruang loteng kosong tak berpenghuni, disana hanya terlihat sebuah ranjang batu, sebuah
  meja batu dan sebuah bangku terbuat dari batu.
  Diatas lantai depan pembaringan terlihat setumpuk pakaian dan selimut, bau nya minta
  ampun, bahkan tampak lalat beterbangan disekelilingnya.
  Suma Tang-shia berdiri kaku didepan ranjang, alis matanya berkernyit, dia seperti sedang
  memikirkan sesuatu.
  Lui Sin serta Han Seng mencoba mengawasi seputar sana, mereka pun tidak menemukan apa apa.
  Angin berhembus kencang menggoyangkan rerumputan liar, bau busuk semakin menusuk hidung.
  Tak namak jejak manusia dibalik semak, tak kedengaran suara langkah manusia.
  Lalu ke mana perginya si Kelelawar?
  Dari atas tiris air diwuwungan loteng Siau Jit periksa seputar sana, tak nampak bayangan
  manusia, apa pun tak terlihat.
  Perabot diatas loteng jauh lebih sederhana lagi, disitu hanya terdapat sebuah meja pendek
  terbuat dari batu.
  Diatas meja terlihat sebuah tabung bambu, disisinya tergeletak sebuah tongkat bambu.
  Dengan kecepatan tinggi Siau Jit melompat ke saming meja dan mengambil tongkat itu.
  Tak disangkal itulah tongkat bambu yang mereka jumpai pagi tadi, tongkat yang berada dalam
  genggaman si Kelelawar, baik ukuran maupun warnanya sama sekali tak beda.
  Manusia saja banyak mirip, apalagi benda, sekalipun terdapat dua buah tongkat bambu, hal
  ini bukanlah sesuatu yang aneh.
  Masalahnya, kenapa kejadian tersebut bisa begitu kebetulan?
  Tanpa terasa Siau Jit mulai mengamati tongkat bambu itu sambil termenung.
  Sementara itu Sim Ngo-nio yang ikut masuk segera mengambil tabung bambu itu dan membuka
  penutupnya.
  Bau harum nasi dan sayur segera muncul dari balik tabung itu, ternyata isi tabung bambu
  adalah nasi serta lauk.
  II
  “Locianpwee” tanya Siau Jit kemudian, “apakah . . . . ..
  “Betul, isinya adalah nasi dan lauk yang kubawakan untuk Kelelawar hari ini” lalu sambil
  berpaling tanyanya, “apakah tongkat bambu itu . . . . ..”
  “Aku yakin inilah tongkat yang kita lihat pagi tadi"
  “Urusan jadi makin kalut” ujar Sim Ngo-nio dengan kening berkerut, “masa Kelelawar tanpa
  sayap benar benar bisa terbang keluar dari hutan bambu ini?”
  “Tapi Kelelawar yang kami jumpai pagi tadi memang memiliki ilmu meringankan tubuh yang
  sangat bagus”
  “Dengan ilmu meringankan tubuh sebagus apa pun, jangan harap bisa tinggalkan hutan bambu
  ini dengan mudah” kata Sim Ngo-nio dengan suara berat.
  Bukannya tidak percaya dengan perkataan Sim Ngo-nio, namun tak tahan Siau Jit bertanya
  juga:
  “Lantas kemana perginya si Kelelawar?”
  Sim Ngo-nio tak mampu menjawab.
  Pada saat itulah mereka menangkap suara gaduh yang aneh, suara itu meski tidak terlalu
  nyaring, namun mana mungkin bisa lolos dari pendengaran mereka?
  Serentak para jago menengadah, tapi apa yang kemudian terlihat seketika membuat mereka
  bergidik, merinding ngeri.
  “Kelelawar?" seru Sim Ngo-nio tak tahan.
  Ternyata mereka telah melihat Kelelawar, bukan Kelelawar tanpa sayap tapi Kelelawar
  sesungguhnya.
  Ternyata diatas tiang belandar ruangan, khususnya disudut gelap dan remang, penuh
  bergelantungan Kelelawar hitam.
  Satu diantara Kelelawar yang tak bersayap, saat itu sedang bergetar dan menggelepar.
  “Dari mana datangnya begitu banyak Kelelawar?” seru Sim Ngo-nio lagi dengan nada
  tercengang.
  “Kelelawar!" mendadak terdengar seseorang menjerit keras, suara dari Ciu Kiok!
  Siau Jit dan Sim Ngo-nio saling bertukar pandangan sekejap kemudian bergerak cepat, Sim
  Ngo-nio menuju ke arah loteng sedang Siau Jit melesat keluar dari ruangan, menutul
  wuwungan rumah kemudian secepat gangsingan dia menyelinap ke bawah loteng.
  Hampir pada saat bersamaan Sim Ngo-nio telah menerjang turun pula dari tangga loteng.
  Mereka tidak menjumpai Kelelawar tanpa sayap, hanya melihat ada dua ekor Kelelawar mamus,
  Kelelawar sungguhan.
  Seekor terbelah jadi dua bagian, tergeletak dibawah kaki Lui Sin, sementara yang lain mati
  tertembus tusukan pedang Han Seng, bangkainya masih tertusuk ditangkai pedang peraknya.
  Biarpun sudah mati, Kelelawar hitam yang luar biasa besarnya itu tampak sangat menakutkan.
  Dengan wajah terkejut bercampur keheranan semua orang kembali mendongak ke atas ruangan.
  Dibalik kegelapan dan remang remangnya cuaca, tampak ada berapa ekor Kelelawar masih
  bergelantungan disana.
  Saat itulah Sim Ngo-nio baru menghembuskan napas lega, ujarnya sambil tertawa getir:
  “Tadi aku masih mengira si Kelelawar tanpa sayap membokong kalian semua"
  “Si Kelelawar tak ada diatas loteng?" Suma Tang-shia balik bertanya.
  “Tidak ada" Sim Ngo-nio menggeleng, “tapi disini justru bergelantungan Kelelawar
  sungguhan”
  “Darimana datangnya begitu banyak Kelelawar?"
  Sim Ngo-nio tak bisa menjawab, dia hanya menggeleng.
  Sementara itu Han Seng telah mengalihkan pandangan matanya mengawasi tongkat bambu itu,
  serunya:
  II
  “Saudara Siau, tongkat ditanganmu . . . . . . ..
  “Tongkat bambu ini diletakkan diatas sebuah meja batu diatas loteng, bila aku tak salah
  melihat, tongkat inilah yang pernah kita jumpai pagi tadi”
  Han Seng menggetarkan pedangnya, bangkai Kelelawar yang tertembus segera mencelat keluar
  dari bangunan loteng.
  Dia maju ke depan, menerima tongkat bambu itu lalu serunya cepat:
  “Saudara Siau, dugaanmu tidak salah”
  II
  “Benar kata Lui Sin pula, “aku pun dapat mengenali”
  “Tapi kita semua tak ada yang mengenali orang didalam kurungan loteng ini”
  tiba tiba.
  “Mungkin saja lantaran jaraknya terlalu jauh hingga tidak terlihat jelas” ujar Lui Sin,
  kata Han Seng
  “atau mungkin juga dia tak ingin orang lain tahu kalau dia sudah pulih kembali jadi
  normal, atau mungkin masih ada rencana busuk lainnya, maka untuk sementara waktu tak ingin
  tampil dulu dengan wajah aslinya”
  “Maksud toako, dia pandai ilmu merubah wajah?” tanya Han Seng.
 


Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Latest Images

Trending Articles

<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>