Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Akademi Vampir II - 13

$
0
0

Cerita Misteri | Akademi Vampir | by Richelle Mead | Akademi Vampir | Cersil Sakti | Akademi Vampir pdf

Solandra - Mira W Pendekar Sejati II - Gan KL Hunger Game 2 - Tersulut (Catching Fire) Topeng Sang Putri - Astrella Tarian Liar Naga Sakti III - Marshall

uat orang-orang yakin mereka melihat monster, atau orang lain, atau semacamnya.
  Itu mungkin kompulsi.
  Kompulsi yang sangat kuat. Aku tidak bisa melakukannya, dan kompulsiku sekarang atau setidaknya dulu lebih kuat daripada siapa pun yang kita kenal. Dan kekuatan itu berasal dari penggunaan roh &.
  Jadi, aku menyimpulkan, menurutmu si lelaki yang menyebabkan ilusi ini menggunakan kekuatan roh juga. Lissa mengangguk. Kenapa kau tidak menghubunginya dan mencari tahu soal itu?
  Karena informasinya tidak ada! Informasinya dirahasiakan. Dan ada lagi yang aneh. Contohnya orang yang sanggup menguras energi fisik orang lain. Orang-orang di dekatnya akan menjadi lemah dan kehilangan seluruh kekuatan mereka. Mereka sampai pingsan. Lalu ada orang lain yang sanggup membuat barang-barang yang dilemparkan ke arahnya berhenti dan mengambang di udara. Perasaan bersemangat membuat wajahnya berbinar.
  Bisa saja dia pengguna sihir udara, aku memberi masukan.
  Mungkin, katanya. Aku bisa merasakan keingintahuan dan antusiasme yang berputar-putar dalam dirinya. Lissa sangat ingin meyakini bahwa di luar sana ada orang lain seperti dirinya.
  Aku tersenyum. Siapa sangka? Ternyata Moroi juga memiliki kasus-kasus seperti Roswell dan Area 51. Cukup mengherankan aku tidak diteliti di suatu tempat untuk mencari tahu soal ikatan batin ini.
  Suasana hati Lissa yang berubah-ubah menjadi jengkel. Kadang-kadang aku berharap bisa melihat ke dalam pikiranmu. Aku ingin tahu bagaimana perasaanmu pada Mason.
  Mason temanku, kataku tegas, terkejut dengan topik pembicaraan yang tiba-tiba berubah. Hanya itu.
  Lissa mendecakkan lidah. Dulu kau sering bergenit-genit dan melakukan hal lain dengan cowok mana pun yang bisa kaudapatkan.
  Hei! ucapku, tersinggung. Aku tidak seburuk itu.
  Oke & mungkin tidak. Tapi kelihatannya kau sudah tidak tertarik lagi dengan cowok.
  Aku masih tertarik dengan cowok setidaknya seorang cowok.
  Mason benar-benar baik, lanjut Lissa. Dan tergila-gila padamu.
  Memang, aku sependapat. Aku memikirkan perasaanku pada Mason saat tiba-tiba menganggapnya seksi ketika kami sedang berada di luar kelas Stan. Selain itu, Mason benar-benar lucu, dan hubungan kami sangat baik. Bisa dibilang dia tidak buruk untuk dijadikan kekasih.
  Kalian berdua punya banyak kesamaan. Kalian berdua sama-sama melakukan hal yang seharusnya tidak kalian lakukan.
  Aku tertawa. Itu juga benar. Aku teringat semangat Mason untuk menumpas semua Strigoi yang ada di dunia ini. Aku mungkin belum siap terlepas dari luapan amarahku saat berada di mobil tapi aku sama cerobohnya dengan Mason. Mungkin sudah saatnya aku memberinya kesempatan, pikirku. Saling meledek dengan Mason rasanya menyenangkan, dan rasanya sudah lama sekali aku tidak pernah mencium seseorang. Dimitri membuatku sakit hati &tetapi bukan berarti ada hal lain yang terjadi di antara kami.
  Lissa mengamatiku dengan penuh perhatian, seakan dia tahu apa yang sedang kupikirkan yah, selain hal yang berkaitan dengan Dimitri. Kudengar Meredith menganggapmu tolol karena tidak berkencan dengan Mason. Menurutnya, kau tidak mau berkencan dengan Mason karena kaupikir kau terlalu hebat untuknya.
  Apa? Itu tidak benar.
  Hei, bukan aku yang mengatakannya. Omong-omong, dia bilang dia sedang berpikir-pikir untuk mengejar Mason.
  Mason dan Meredith? aku mendengus. Itu sama saja menunggu bencana. Mereka tidak punya kesamaan apa pun.
  Memang agak picik, tetapi aku sudah terbiasa dengan Mason yang selalu mengintil ke mana pun aku pergi. Tiba-tiba saja memikirkannya direbut orang lain membuatku kesal.
  Kau posesif, kata Lissa, lagi-lagi menebak jalan pikiranku. Tidak heran dia sangat kesal jika aku membaca pikirannya.
  Hanya sedikit.
  Lissa tertawa. Rose, kalaupun bukan dengan Mason, sebaiknya kau mulai berkencan lagi. Ada banyak cowok yang rela mati agar bisa berkencan denganmu cowok yang memang baik hati.
  Pilihanku dalam urusan cowok memang tidak selalu tepat. Lagi-lagi, aku merasakan dorongan untuk mencurahkan semua kekhawatiranku padanya. Selama ini aku selalu ragu untuk menceritakan soal Dimitri pada Lissa, meski rahasia ini membara dalam diriku. Duduk bersama Lissa seperti sekarang mengingatkanku dia memangsahabatku. Aku bisa mengatakan apa pun padanya dan dia takkan menghakimiku. Namun, sama seperti tadi, aku sudah kehilangan kesempatan untuk menceritakan apa yang ada di dalam benakku.
  Lissa melirik jam alarmnya, dan langsung terlonjak bangun dari tempat tidur.
  Aku terlambat! Aku harus menemui Christian!
  Kebahagiaan melingkupinya, dibayangi sedikit kegugupan. Cinta. Apa yang bisa kaulakukan? Aku menelan kembali rasa cemburu yang mulai memunculkan sosoknya yang buruk rupa. Lagi-lagi Christian merenggut Lissa dariku. Aku tak akan bisa menceritakan kegelisahanku kepada Lissa malam ini.
  Aku dan Lissa meninggalkan asrama, dan bisa dibilang dia berlari, berjanji untuk mengobrol lagi besok. Aku kembali ke asramaku sendiri. Saat tiba di kamar, aku melewati cermin dan langsung mengerang saat melihat wajahku. Lebam hitam keunguan terlihat di sekeliling mataku. Saat mengobrol dengan Lissa, aku nyaris melupakan semua yang terjadi dengan ibuku. Aku menghampiri cermin agar bisa mengamati wajahku dengan lebih jelas. Mungkin kedengarannya sombong, tetapi aku tahu penampilanku keren. Aku memakai bra ukuran C dan memiliki tubuh yang paling didambakan di seluruh sekolah, karena cewek-cewek lain umumnya sekurus supermodel. Dan seperti yang kukatakan tadi, wajahku juga cantik. Untuk sehari-hari, nilaiku sembilan dan sepuluh pada hari-hari istimewa.
  Tetapi hari ini? Yeah. Bisa dibilang nilaiku minus. Aku berniat terlihat mengagumkan dalam perjalanan ski nanti.
  Ibuku memukuliku, aku memberitahu pantulanku. Pantulanku membalas tatapanku dengan simpatik.
  Seraya mendesah, kuputuskan lebih baik bersiap-siap tidur. Malam ini aku tak ingin melakukan apa-apa lagi, dan mungkin tidur lebih lama bisa mempercepat proses penyembuhan. Aku pergi ke kamar mandi di ujung selasar untuk mencuci muka dan menyisir rambut. Saat kembali ke kamar, aku memakai piama kesayanganku dan sentuhan kain flanel yang lembut membuatku agak lebih ceria.
  Aku sedang mempersiapkan ranselku untuk keperluan besok saat sebuah ledakan emosi tiba-tiba terpancar melalui ikatan batinku dengan Lissa. Emosi tersebut menyerangku saat sedang lengah sehingga aku tidak punya kesempatan untuk melawannya. Rasanya seperti dihantam angin berkekuatan badai, lalu tiba-tiba saja aku sudah tidak menatap ranselku. Aku berada di dalam tubuh Lissa, hidup dalam dunianya secara langsung.
  Dan pada saat itulah semuanya terasa canggung.
  Karena Lissa sedang bersama Christian.
  Dan keadaan di antara mereka mulai & memanas.
  BAB DELAPAN
  CHRISTIAN SEDANG MENCIUM Lissa, dan wow, ciumannya benar-benar hebat. Christian tidak main-main. Ini jenis ciuman yang tidak boleh dilihat oleh anak-anak. Dan hei, ini bahkan ciuman yang tidak boleh dilihat oleh siapa pun apalagi dirasakan melalui hubungan batin.
  Seperti yang sudah kusebutkan, emosi kuat yang dirasakan Lissa bisa memicu fenomena ini fenomena yang menyebabkan aku terseret ke dalam kepala Lissa. Tetapi hal itu selalu, selalu, terjadi akibat emosi negatif. Emosi tersebut akan meraihku saat Lissa merasa marah atau putus asa. Namun kali ini? Lissa tidak sedang marah.
  Lissa bahagia. Sangat, sangat bahagia.
  Ya ampun. Aku harus keluar dari sini.
  Mereka sedang berada di loteng kapel sekolah, yang biasa kusebut sebagai sarang cinta mereka. Loteng itu dulu mereka gunakan untuk melarikan diri saat keduanya sedang tidak ingin bersosialisasi dan ingin menghindar. Akhirnya mereka memutuskan untuk tidak bersosialisasi bersama-sama, kemudian satu hal mulai mengarah pada hal lainnya. Sejak mereka terang-terangan berkencan, aku tidak tahu bahwa mereka masih sering menghabiskan waktu di tempat ini. Mungkin mereka ke sini untuk mengenang masa lalu.
  Dan memang, sepertinya sedang ada perayaan di tempat ini. Lilin-lilin kecil beraroma diletakkan di sekitar tempat usang yang berdebu itu. Lilin-lilin ini memenuhi udara dengan aroma bunga lilac. Aku mungkin akan agak khawatir menyalakan lilin sebanyak itu di dekat kardus dan buku yang mudah terbakar, tetapi sepertinya Christian menganggap dirinya sanggup mengendalikan api seandainya terjadi kecelakaan.
  Mereka akhirnya mengakhiri ciuman yang sangat lama itu dan sama-sama mundur untuk saling menatap. Mereka berbaring miring di atas lantai. Ada beberapa helai selimut yang terhampar di bawah mereka.
  Wajah Christian terlihat jujur dan lembut saat menatap Lissa, matanya yang biru pucat berbinar akibat emosi yang dirasakannya. Tatapannya berbeda dari cara Mason menatapku. Mason memang jelas-jelas terlihat memuja, tetapi tatapannya lebih mirip perasaan saat kau berada di dalam gereja dan jatuh berlutut karena kekaguman dan ketakutan akan sesuatu yang kaupuja namun tidak sepenuhnya kaupahami. Christian jelas-jelas memuja Lissa dengan caranya sendiri, tetapi di dalam matanya terlihat kilau pemahaman. Sesuatu yang mengatakan bahwa keduanya saling memahami dengan begitu sempurna dan kuat sehingga mereka tidak membutuhkan kata-kata untuk menyampaikannya.
  Apa menurutmu kita akan masuk neraka karena melakukan semua ini? tanya Lissa.
  Christian menyentuh wajah Lissa, menyusurkan jemari pada pipi dan lehernya, lalu turun hingga ke bagian atas kemeja sutranya. Napas Lissa menjadi berat karena sentuhan itu, yang sangat lembut dan ringan, tetapi membangkitkan gairah kuat di dalam dirinya.
  Karena semua ini? Christian memainkan tepi kemeja Lissa, dan membiarkan jemarinya hampir menyentuh apa yang ada di baliknya.
  Bukan, Lissa tertawa. Karena ini. Lissa memberi isyarat ke sekeliling loteng. Ini gereja. Seharusnya kita tidak boleh melakukan, em, hal semacam ini di sini.
  Tidak juga, Christian membantah. Dengan lembut Christian mendorong Lissa hingga berbaring telentang, lalu membungkuk di atasnya. Gerejanya ada di bawah. Loteng ini hanya gudang. Tuhan tidak akan keberatan.
  Kau tidak percaya pada Tuhan, tuduh Lissa. Tangan Lissa menelusuri dada Christian. Gerakannya seringan dan sepelan gerakan Christian tadi, tetapi jelas memicu respons yang sama kuatnya pada diri Christian.
  Christian mendesah senang. Aku hanya menggodamu.
  Kau boleh mengatakan apa pun saat ini, tuduh Lissa. Dia meraup tepi baju Christian dan menariknya hingga terlepas.
  Kau benar, katanya. Perlahan-lahan Christian membuka kancing blus Lissa. Hanya satu. Kemudian dia membungkuk lagi dan memberi Lissa ciuman yang dalam dan kuat. Saat melepaskan diri untuk menarik napas, Christian melanjutkan ucapannya seolah tidak terjadi apa-apa. Katakan apa yang ingin kaudengar dan aku akan mengatakannya. Dia membuka kancing lainnya.
  Aku tak ingin mendengar apa pun, kata Lissa sambil tertawa. Kancing yang lain pun terlepas. Kau boleh mengatakan apa saja tapi lebih baik yang sebenarnya.
  Kebenaran, huh? Tak ada yang mau mendengar tentang kebenaran. Kebenaran itu tidak pernah seksi. Tapi kau & Kancing terakhir pun lepas, dan Christian menyingkap kemeja Lissa. Kau terlalu seksi untuk menjadi kenyataan.
  Kata-kata itu diucapkan Christian dengan nada tajamnya yang khas, tetapi matanya menampakkan pesan yang sepenuhnya berbeda. Aku menyaksikan semua ini melalui mata Lissa, tetapi aku bisa membayangkan apa yang dilihat Christian. Kulit Lissa yang putih dan mulus. Pinggang dan pinggul yang ramping. Bra putih berenda. Melalui ikatan batin kami, aku bisa merasakan bahan renda itu terasa gatal, tetapi Lissa tidak memedulikannya.
  Perasaan senang dan bergairah tergambar pada wajah Christian. Dari dalam diri Lissa aku bisa merasakan jantungnya berdebar dan napasnya semakin cepat. Perasaan yang sama seperti perasaan Christian mengaburkan pikiran lainnya. Christian bergeser, lalu berbaring di atas tubuh Lissa dan merapatkan tubuh. Mulutnya mencari mulut Lissa lagi, dan saat itu pula, aku tahu aku harus keluar dari sana.
  Karena sekarang aku mengerti. Aku mengerti mengapa Lissa berdandan cantik, dan mengapa sarang cinta mereka dihias hingga terlihat mirip ruang pajang Yankee Candle. Inilah saatnya. Momen penting. Setelah berkencan selama satu bulan, mereka akan berhubungan seks. Aku tahu Lissa pernah melakukannya dengan kekasihnya yang dulu. Aku tidak tahu masa lalu Christian, tetapi aku ragu banyak gadis yang men


Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>