,Cerita Misteri | Akademi Vampir | by Richelle Mead | Akademi Vampir | Cersil Sakti | Akademi Vampir pdf
Solandra - Mira W Pendekar Sejati II - Gan KL Hunger Game 2 - Tersulut (Catching Fire) Topeng Sang Putri - Astrella Tarian Liar Naga Sakti III - Marshall
dah kubilang, dia punya pacar.
Aku tahu, kata Adrian, masih menatap Lissa. Senyum simpul terbentuk di bibirnya. Kapan-kapan kita harus mengobrol, Sepupu.
Ya, Lissa sepakat.
Hei. Aku semakin bingung. Kau punya pacar. Dan ini dia orangnya datang.
Lissa mengerjapkan mata dan kembali ke kenyataan. Kami bertiga menoleh ke pintu. Christian dan yang lain-lain sedang berdiri di sana. Tiba-tiba aku teringat pada saat mereka menemukanku dengan tang an Adrian merangkul tubuhku. Keadaan saat ini tidak le bih baik. Aku dan Lissa sedang duduk di kedua sisi Adri an, dalam jarak yang sangat dekat.
Lissa melompat berdiri, wajahnya terlihat agak bersalah. Christian menatapnya dengan penasaran.
Kami mau pergi dari sini, kata Christian.
Oke, jawab Lissa. Dia menunduk menatapku. Kau sudah siap?
Aku mengangguk dan mulai bangkit. Adrian langsung menangkap lenganku lalu membantuku berdiri. Dia tersenyum pada Lissa. Menyenangkan sekali bisa bicara denganmu. Kemudian dia bergumam padaku dengan sangat pelan, Jangan takut. Sudah kubilang, aku tidak menyukainya dalam artian seperti itu. Dia tidak kelihatan sehebat dirimu dalam baju renang. Mungkin tanpa baju renang juga tidak sehebat itu.
Aku menarik lenganku. Kau takkan pernah mengetahuinya dengan pasti.
Tak masalah, katanya. Imajinasiku cukup hebat.
Aku bergabung dengan yang lain, dan kami kembali ke bagian utama penginapan. Mason menatapku dengan cara yang sama anehnya dengan cara Christian memandang Lissa. Dia menjauh dariku, berjalan di depan bersama Eddie. Aku terkejut dan tidak nyaman saat menyadari bahwa aku sedang berjalan di samping Mia. Dia tampak sedih.
Aku & aku benar-benar menyesal mendengar apa yang terjadi, kataku akhirnya.
Kau tak perlu pura-pura peduli, Rose.
Tidak, tidak. Aku sungguh-sungguh. Kejadiannya sangat mengerikan & Aku ikut berduka. Mia tidak mau menatapku. Apa & apa kau akan segera menemui ayahmu?
Saat mereka mengadakan upacara pemakaman, Mia berkata kaku.
Oh.
Aku tidak tahu harus berkata apa lagi dan mengalihkan perhatian pada anak tangga yang sedang kami naiki menuju lantai dasar penginapan. Tanpa diduga, Mia-lah yang melanjutkan pembicaraan kami.
Aku melihatmu menengahi perkelahian tadi & kata Mia pelan. Kau tadi menyebut-nyebut soal sihir menyerang. Seolah kau tahu banyak soal itu.
Oh. Hebat sekali. Mia akan berusaha untuk memerasku & atau tidak? Pada saat ini dia terlihat hampir bersahabat.
Aku hanya menebak-nebak, kataku. Aku tidak mungkin membocorkan soal Tasha dan Christian. Sebenarnya aku tidak tahu sebanyak itu. Hanya dari cerita-cerita yang kudengar.
Oh. Wajah Mia terlihat merengut. Cerita-cerita seperti apa?
Um, yah &. Aku berusaha memikirkan sebuah cerita yang tidak terlalu samar tetapi juga tidak terlalu spesifik. Sama seperti yang kukatakan pada mereka & konsentrasi itu sangat penting. Karena kalau kau sedang bertempur melawan Strigoi, segala macam hal bisa mengalihkan perhatianmu. Jadi, kau harus bisa mengendalikan diri.
Sebenarnya itu aturan dasar pengawal, tetapi Mia pasti baru mendengarnya. Matanya melebar penuh semangat. Apa lagi? Mantra apa saja yang dipakai?
Aku menggelengkan kepala. Entahlah. Aku tak mengerti cara kerja mantra, dan seperti yang kubilang, semua ini hanya & cerita yang kudengar. Sepertinya kau harus mencari cara agar elemen yang kaukuasai bisa digunakan sebagai senjata. Contohnya & para pengguna sihir api benar-benar memiliki keuntungan karena api bisa membunuh Strigoi, jadi hal itu cukup mudah bagi mereka. Dan pengguna sihir udara bisa mencekik orang. Aku pernah sungguh-sungguh merasakan hal itu melalui Lissa. Rasanya sangat mengerikan.
Mata Mia semakin lebar. Bagaimana dengan pengguna sihir air? tanyanya. Bagaimana cara air bisa menyakiti Strigoi?
Aku terdiam sejenak. Aku, eh, tidak pernah mendengar cerita mengenai pengguna sihir air. Maaf.
Tapi bisakah kau memikirkan sebuah cara? Cara yang bisa dipelajari orang-orang sepertiku?
Ah. Jadi, ternyata itu inti permasalahannya. Sebenarnya tidak terlalu mengejutkan. Aku ingat bagaimana wajah Mia kelihatan bersemangat saat Tasha membicarakan rencana menyerang Strigoi pada pertemuan tadi. Mia ingin membalas dendam pada Strigoi atas kematian ibunya. Tidak heran sejak tadi dia dan Mason sangat akur.
Mia, kataku lembut, memegangi pintu untuk membiarkannya masuk. Sekarang kami hampir tiba di lobi. Aku tahu kau pasti ingin & melakukan sesuatu. Tapi kurasa sebaiknya kau harus membiarkan dirimu untuk, em, berduka dulu.
Wajah Mia memerah, dan tiba-tiba aku melihat Mia yang pemarah seperti biasanya. Jangan remehkan aku, katanya.
Hei, aku tidak meremehkanmu. Aku serius. Aku hanya tidak ingin kau bertindak gegabah selama masih sedih. Lagi pula &. Aku menelan kembali kata-kata yang hendak kuucapkan.
Mia menyipitkan mata. Apa?
Persetan. Mia tetap harus mengetahuinya. Yah, sebenarnya aku tak tahu apa gunanya sihir air dalam melawan Strigoi. Bisa dibilang air elemen paling tidak berguna dalam melawan Strigoi.
Wajahnya tampak sangat marah. Kau benar-benar menyebalkan, tahu?
Aku hanya mengatakan yang sebenarnya.
Nah, kuberitahu kau yang sebenarnya. Kau benar-benar idiot untuk urusan cowok.
Aku memikirkan Dimitri. Pendapat Mia tidak sepenuhnya melenceng.
Mason hebat, lanjut Mia. Salah satu cowok terbaik yang pernah kukenal dan kau bahkan tidak menyadarinya! Dia bersedia melakukan apa saja untukmu, tapi kau malah menjatuhkan diri ke pelukan Adrian Ivashkov.
Ucapan Mia membuatku terkejut. Mungkinkah Mia naksir Mason? Dan meskipun aku sama sekali tidak menjatuhkan diri ke pelukan Adrian, aku mengerti bahwa orang-orang mungkin akan beranggapan seperti itu. Dan kalaupun itu tidak benar, mungkin Mason akan tetap merasa sakit hati dan terkhianati.
Kau benar, ucapku.
Mia terbelalak, dia benar-benar tercengang karena aku menyetujui pendapatnya, sehingga tidak mengatakan apa-apa lagi sepanjang sisa perjalanan kami.
Kami tiba di bagian penginapan yang bercabang menuju dua sayap berbeda, satu untuk lelaki dan satu untuk perempuan. Aku meraih lengan Mason. Yang lain terus berjalan.
Tunggu, kataku. Aku sangat ingin meyakinkannya soal Adrian, tetapi ada sebagian kecil diriku yang penasaran apakah aku melakukannya karena benar-benar menginginkan Mason, atau karena menyukai kenyataan bahwa dia menginginkan aku dan tidak mau kehilangan semua itu. Mason berhenti dan menatapku. Wajahnya terlihat waspada. Aku ingin minta maaf. Seharusnya aku tidak berteriak padamu setelah perkelahian itu aku tahu kau hanya berusaha membantu. Sedangkan soal Adrian & tidak ada yang terjadi. Aku serius.
Kelihatannya tidak begitu, kata Mason. Tetapi amarah di wajahnya sudah memudar.
Aku tahu, tapi percayalah, dia saja yang agak tergila-gila padaku.
Nada suaraku sepertinya terdengar meyakinkan karena Mason tersenyum. Yah. Memang sulit untuk tidak tergila-gila padamu.
Aku tidak tertarik padanya, lanjutku. Atau pada siapa pun juga. Ini kebohongan kecil, tetapi kurasa itu tidak penting. Tak lama lagi aku akan melupakan Dimitri, dan pendapat Mia soal Mason benar. Mason memang hebat, baik hati, dan tampan. Aku pasti bodoh jika tidak menerimanya & ya kan?
Tanganku masih memegang lengan Mason, dan aku menarik tubuhnya mendekat. Dia tidak memerlukan sinyal lain. Mason membungkuk dan menciumku, dan selama kami melakukannya, aku terdorong hingga merapat ke dinding sama seperti ya ng terjadi bersama Dimitri di ruang latihan. Tentu saja, r asanya tidak sebanding dengan yang kurasakan bersa ma Dimitri, tetapi tetap menyenangkan dalam cara ters endiri. Aku melingkarkan lengan pada tubuh Mason dan menariknya mendekat.
Kita bisa pergi & ke suatu tempat, kataku.
Mason mundur dan tertawa. Tidak di saat kau sedang mabuk.
Aku tidak & semabuk itu lagi, aku berkata, berusaha menariknya mendekat.
Mason mencium bibirku sekilas lalu mel angkah mundur. Cukup mabuk. Dengar, ini tidak mud ah untuk dilakukan. Percayalah padaku. Tapi kalau bes ok kau masih menginginkan aku saat kau sudah tidak mabuk kita bisa membicarakannya.
Mason membungkuk dan menciumku lagi. Aku berusaha melingkarkan lengan ke tubuhnya, tetapi dia menjauh.
Kendalikan dirimu, Nona, godanya, mundur menuju selasar.
Aku melotot, tetapi dia hanya tertawa dan berbalik pergi. Saat dia berjalan menjauh, tatapan tajamku memudar dan aku kembali ke kamarku dengan wajah tersenyum.
BAB LIMA BELAS
BESOK PAGINYA AKU sedang berusaha mengecat kuku kakiku tidak mudah melakukannya dengan hangover separah ini saat tiba-tiba terdengar ketukan di pintu. Lissa sudah tidak ada di kamar saat aku bangun, jadi aku terhuyung-huyung menyeberangi kamar, berusaha tidak merusak cat kuku yang masih basah. Di pintu, aku melihat seorang karyawan hotel sedang berdiri sambil memegangi sebuah kardus besar. Pria itu menggeser kardusnya sedikit agar bisa menatapaku.
Saya mencari Rose Hathaway.
Itu aku.
Aku mengambil kardus itu darinya. Kardusnya besar, tetapi tidak berat. Aku mengucapkan terima kasih dengan singkat, lalu menutup pintu. Aku bertanya-tanya apakah harus memberinya tip. Ah, sudahlah.
Aku duduk di lantai dengan kardus itu. Tidak ada tanda apa pun di sana dan kardusnya disegel dengan pita perekat. Aku menemukan pulpen dan menggunakannya untuk membuka pita perekat. Setelah menyobeknya cukup lebar, aku membuka kardus lalu mengintip isinya.
Kardus itu dipenuhi parfum.
Di dalam kardus itu setidaknya ada tiga puluh botol parfum. Aku pernah mendengar beberapa di antaranya, dan sebagian lagi belum pernah kudengar sama sekali. Harga parfum-parfum ini berkisar dari sangat mahal, kaliber bintang film, sampai jenis murahan yang biasa kulihat di toko obat. Eternity. Angel. Vanilla Fields. Jade Blossom. Michael Kors. Poison. Hypnotic Poison. Pure Poison. Happy. Light Blue. J,van Musk. Pink Sugar. Vera Wang. Aku mengambil kotak pembungkusnya satu demi satu, membaca deskripsi yang tertulis, lalu mengeluarkan botol parfum untuk mengendus baunya.
Aku sudah setengah jalan saat tiba-tiba menyadari sesuatu. Semua parfum ini berasal dari Adrian.
Aku tidak tahu bagaimana dia bisa meminta semua parfum ini dikirim ke hotel dalam waktu sesingkat ini, tetapi uang sanggup mewujudkan hampir semua hal. Meski begitu, aku tidak membutuhkan perhatian seorang Moroi kaya yang manja. Sepertinya Adrian tidak menangkap sinyal yang kuberikan. Dengan menyesal aku mengembalikan semua parfum itu ke dalam kardus lalu berhenti. Tentu saja aku akan mengembalikan parfumnya & tetapi tak ada salahnya kan kalau aku mengendus sisanya sebelum melakukannya.
Aku kembali mengeluarkan botol demi botol parfum yang ada di dalam kardus. Sebagian hanya kuendus setelah membuka tutupnya, sedangkan yang lain kusemprotkan ke udara. Serendipity. Dolce & Gabbana. Shalimar. Daisy. Aroma demi aroma menyentuh hidungku; mawar, bunga violet, sandalwood, jeruk, vanila, anggrek &.
Setelah selesai, hidungku bisa dibilang tidak berfungsi lagi. Semua parfum ini dirancang untuk manusia. Indra penciuman mereka lebih lemah daripada vampir dan dhampir, jadi wewangian ini terlalu kuat untukku. Aku jadi sedikit menghargai pendapat Adrian yang mengatakan bahwa kami hanya membutuhkan setetes parfum saja. Jika semua botol parfum ini sanggup membuatku pusing seperti sekarang, aku tak bisa membayangkan apa yang dirasakan oleh Moroi. Indra penciuman yang kewalahan seperti ini sama tidak mengurangi sakit kepala yang kurasakan sejak bangun tidur.
Kali ini aku benar-benar memasukkan kembali semua botol parfum, dan hanya berhenti saat memegang satu parfum yang benar-benar kusukai. Aku ragu-ragu, memegangi kotak kecil itu. Kemudian, aku mengeluarkan botolnya yang berwarna merah dan me ngendusnya lagi. Wanginya segar dan manis. Ada wan gi buah tapi bukan buah yang manis. Aku menguras o tak mengingat-ingat sebuah wewangian yang pernah k ucium pada seorang cewek yang tinggal di asrama yan g sama denganku. Dia pernah bilang namanya. Wangin ya seperti buah ceri & tapi lebih tajam. Currant, itu dia. Dan baunya tercium dalam parfum ini, tercampur deng an aroma beberapa jenis bunga: lily of the valley, dan beberapa bunga lain yang tidak kukenali. Entah campur an apa yang ada di dalamnya, ada sesuatu pada wanginya yang memesonaku. Manis tapi tidak terlalu manis. Aku membaca kotak pembungkusnya, berusaha mencari namanya. Amor amor.
Cocok sekali, gumamku, mengingat betapa banyak mas