Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Pendekar Sejati - 137

$
0
0

Cerita Silat | Pendekar Sejati | by Gan K.L | Pendekar Sejati | Cersil Sakti | Pendekar Sejati pdf

Solandra - Mira W Pendekar Sejati II - Gan KL Hunger Game 2 - Tersulut (Catching Fire) Topeng Sang Putri - Astrella Tarian Liar Naga Sakti III - Marshall

17.68. Tokoh Pejuang Kang-lam Tayhiap Tentu saja Siau-hong sangat gusar, tapi segera pula ia menyadari keadaan, ia pikir Bong Sian sekarang berada bersama Su Hong, tentunya dia juga kemaruk kedudukan dan rela menjadi budak menteri dorna, mana aku boleh anggap dia sebagai Bong Sian yang dulu dan anggap dia sebagai pahlawan Kang-ouw?” Dasar Kok Siau-hong juga seorang yang rada angkuh, seketika ia naik pitam dan menjawab, “Baik, boleh kalian maju saja sekaligus, kita tentukan saja dengan senjata.” Segera Bong Sian ayun senjatanya dan hendak menubruk maju, tapi Su Hong telah mencegahnya dan berkata, “Bong-heng, permusuhanmu dengan bocah ini adalah lama, tapi dendamku padanya adalah baru, bagaimana kalau aku maju lebih dulu? Silakan Bong-heng jadi juri untuk sementara. Betapa pun kita harus menang secara jujur.” “Huh, apakah kau akan main jujur atau main kotor boleh terserah, mau maju seorang dan dua orang sekaligus, semuanya aku tidak menolak, hayolah, maju saja!” jengek Kok Siau-hong.
  Su Hong gosok-gosok kedua tangannya. “Baik, lolos pedangmu!” katanya.
  “Kalau kau bertangan kosong, kenapa aku mesti memakai pedang untuk mengalahkan kau,” jawab Siau-hong. “Tidak perlu banyak cincong, lekas mulai, aku tidak ada tempo buat mengobrol dengan kau!” “Hm, jika kau sudah bosan hidup, masa bodohlah.
  Lihat pukulanku!” bentak Su Hong.
  Sebagai jago pengawal utama istana perdana menteri, dengan sendirinya kepandaian Su Hong sangat lihai, begitu kedua tangannya bergerak, tangan kiri memotong dan tangan kanan mencengkeram, seketika Kok Siau-hong terancam di bawah gerak serangannya yang beraneka ragam itu.
  Kok Siau-hong kenal ketujuhpuluh dua gerakan Kim- na-jiu-hoat musuh itu, ia tidak berani meremehkannya, cepat ia menggeser ke samping, tangan kiri menahan ke siku lawan, tangan kanan segera menyodok ke depan dari bawah untuk memukul muka musuh.
  “Bagus!” seru Su Hong. Mendadak ia pun miring ke samping, tangannya juga menyodok ke depan dengan dahsyat. Dalam sekejap Kim-na-jiu-hoat yang lihai telah berubah menjadi pukulan Toa-sui-pi-jiu yang keras.
  Maka terbenturlah tangan kedua orang, “blang”, Kok Siau-hong tergentak mundur dua tindak, sedang Su Hong juga terhuyung mundur tiga langkah, namun mukanya tidak kelihatan merah dan napas juga tidak tersengal. Padahal belum lama dia baru bebas dari totokan Kok Siau-hong tadi, dari hasil gebrakannya ini boleh dikata kekuatannya pasti mampu melawan Kok Siau-hong dengan sama kuat andaikata tidak dapat mengalahkannya.
  Hati Siau-hong terkesiap juga, pikirnya, “Pihak musuh masih ada seorang Bong Sian, aku harus simpan tenaga untuk menghadapi segala kemungkinan.” Dalam pada itu Su Hong telah menerjang maju lagi dengan cepat, kedua orang kembali bergebrak lagi.
  Kok Siau-hong juga lantas ganti cara bertempur agar tidak keras lawan keras, ia hanya main mengelak dan terkadang juga balas menyerang.
  Su Hong mengira Siau-hong sudah terdesak, ia tertawa gembira dan menyerang dengan lebih dahsyat dan membadai.
  Beberapa kali Kok Siau-hong mengalami serangan maut, sekonyong-konyong tubuhnya miring mundur ke belakang.
  “Apa mau lari?” bentak Su Hong sambil melompat maju terus memukul dengan kepalan.
  Tak terduga Kok Siau-hong mendadak membalik tubuh, dia tidak mempedulikan serangan lawan, sebaliknya membarengi suatu serangan, tangan kiri setengah mengepal, dengan ruas tulang jari yang menonjol itu ia ketok “Thay-yang-hiat” di pelipis lawan, sedang dua jari tangan kanan tiba-tiba bergerak sebagai pedang untuk menotok “Ih-gi-hiat” di bagian iga musuh.
  Bong Sian sudah merasakan lihainya ilmu totokan Jit- siu-kiam-hoat kebanggaan Kok Siau-hong itu, cepat ia berseru memperingatkan kawannya, “Awas totokan musuh, Su-heng!” Akan tetapi gerak serangan Kok Siau-hong terlebih cepat dari seruannya, dengan tepat ujung jarinya kena sasarannya, Su Hong menjerit dan melompat pergi dua-tiga meter jauhnya, kebetulan ia dapat bersandar pada sebatang pohon sehingga tidak sampai jatuh terguling.
  Untung Su Hong memiliki lwekang yang luar biasa, ketika mendengar seruan Bong Sian, selekasnya dia berusaha mengerahkan tenaga murni untuk menutup Hiat-to yang diincar musuh, maka dia tidak sampai roboh pingsan, hanya kecundang sedikit saja. Hasil ini juga rada di luar dugaan Kok Siau-hong.
  Nampak kawannya sudah keok, segera Bong Sian angkat senjatanya dan menerjang maju sambil membentak, “Jangan temberang, bocah bagus! Ini dia, masih ada diriku!” “Hm, sejak tadi sudah kusuruh kalian maju saja berdua, tapi kau berlagak pahlawan dan mau jadi juri segala?” jengek Siau-hong. “He, he, he, ha, ha, ha, lebih baik terang-terangan maju saja sekaligus, hayolah lekas!” Muka Bong Sian menjadi merah-padam, senjata trisula, tombak yang ujungnya bercabang tiga dan diberi gelang baja beberapa buah itu bergemerincing riuh, kontan dia menusuk dari depan sambil membentak, “Bocah bagus, tidak perlu kau putar lidah!” “Bagus! Kau ingin lekas dibereskan, ini cocok benar dengan seleraku!” kata Siau-hong sambil tangan kiri bergerak pancingan, sedang tangan kanan cepat melolos pedang, bergerak belakangan, tapi serangannya tiba lebih dulu daripada pihak musuh, dengan jurus “Pek-hong-koan-jit” (pelangi menembus cahaya mentari) disertai jurus pukulan tangan kiri “Kim-liong-hok-hou” (menangkap naga dan menaklukkan harimau), sekaligus tangannya menghantam dan pedangnya menusuk, lihainya tidak kepalang.
  Jelek-jelek Bong Sian juga tokoh Lok-lim terkenal, ilmu silatnya sesungguhnya juga tidak lemah, tapi apa pun juga masih kalah setingkat dibanding Kok Siau- hong, ketika tombaknya menusuk tempat kosong, hatinya sudah gugup lebih dulu, cepat ia berteriak, “Su-toako, kau tidak apa-apa bukan?” ~ Sudah tentu, maksudnya ingin bantuan Su Hong bilamana sang kawan tidak terluka.
  Tapi segera terdengar suara “trang” yang keras disertai meletiknya lelatu api, sebuah di antara ujung cabang tiga tombaknya itu telah tertabas kutung oleh pedang Kok Siau-hong.
  Tampaknya pukulan Kok Siau-hong yang terseling di tengah tusukan pedangnya itu segera akan mengenai tubuh Bong Sian, untung pada saat itu secepat kilat Su Hong keburu melompat maju dan berseru, “Jangan kuatir Bong-toako, aku cuma lengah sedikit saja, masakah aku dapat dilukai oleh bocah ingusan ini?” Berbareng ia pun melancarkan serangan beberapa kali untuk menahan serangan Kok Siau-hong.
  Terkesiap juga hati Kok Siau-hong, padahal Su Hong sudah tertotok olehnya, tapi tidak roboh, bahkan segera dapat bertempur pula, hal ini benar-benar di luar perhitungannya. Diam-diam ia menyadari gelagat kurang menguntungkan, cepat ia putar pedangnya sedemikian kencangnya.
  Jit-siu-kiam-hoat sungguh hebat luar biasa, jurus serangan aneh susul menyusul, cuma sayang, betapa pun satu sukar melawan dua, beberapa serangan maut tidak berhasil merobohkan lawan, lambat-laun tenaga Kok Siau-hong menjadi susut. Untung Bong Sian sudah merasakan lihainya Siau-hong tadi, ia menjadi jeri dan tidak berani mendesak terlalu dekat, dengan demikian Kok Siau-hong masih sanggup melayani kedua lawannya.
  Selagi Siau-hong merasa kewalahan dan mulai payah, tiba-tiba dari jalan pegunungan itu muncul seorang perwira.
  Usia perwira itu kira-kira tigapuluh tahun lebih, alisnya tebal dan mata besar, wajahnya kereng. Su Hong lebih dulu melihat kedatangan perwira itu, tiba-tiba mukanya menunjukkan rasa kikuk, agaknya dia bermaksud menyapa perwira itu, tapi terasa berat untuk buka suara, terpaksa ia berlagak sedang bertempur dengan segenap perhatiannya dan pura- pura tidak tahu kedatangannya.
  Maklumlah, Su Hong adalah pengawal utama istana perdana menteri, kalau sekarang dia harus melawan Kok Siau-hong dengan bergabung bersama Bong Sian, dengan sendirinya ia malu dilihat perwira kenalannya itu.
  Begitu melihat, segera pula Kok Siau-hong tahu perwira itu memiliki ilmu silat tinggi. Namun ia tidak menjadi gentar, ia pikir melawan dua orang saja kewalahan, biarpun tambah lagi satu musuh juga sama saja.
  Setelah mengikuti pertempuran itu sejenak, tiba-tiba perwira itu berkata dengan tertawa, “Su-heng, kepandaian bocah ini lumayan juga. Lekas kalian berhenti dulu!” Terpaksa Su Hong menjawab, “Eh, kiranya Kheng- tayjin! Engkau tidak tahu bahwa bocah ini harus ditangkap atas perintah Siang-ya kita!” Karena tidak tahu apa sebabnya perwira she Kheng itu menyuruhnya berhenti bertempur, terpaksa ia berdusta dan menonjolkan “Siang-ya” atau paduka tuan perdana menteri sebagai tameng.
  “Su-toako, agaknya kau salah tangkap maksudku,” ujar perwira she Kheng itu dengan tertawa. “Sama sekali aku tidak ingin berebut jasa dengan kau. Aku hanya minta kau serahkan bocah itu padaku, biar kucoba kepandaiannya. Untuk menangkapnya sedikitnya mesti membuat dia tertangkap dengan ikhlas lahir batin, jangan sampai bocah ini menganggap perwira kerajaan kita semuanya orang goblok.” Dengan muka merah terpaksa Su Hong dan Bong Sian mengundurkan diri. Tapi perwira she Kheng itu pun tidak segera bergerak, ia menatap Kok Siau-hong dengan tajam dan berkata, “Kau tentu sudah lelah, boleh kau mengaso saja dulu!” Tentu saja Siau-hong sangat murka, “sret”, kontan ia menusuk. Secara tak acuh perwira itu mengelak dengan enteng sekali, maka tusukan Siau-hong itupun mengenai tempat kosong.
  “Huh, kenapa kau terburu-buru, aku masih harus bicara dulu dengan mereka,” jengek perwira itu.
  Karena lawan tidak bersenjata dan tidak balas menyerang, Siau-hong menjadi tidak enak merendahkan harga diri dan menyerang lagi. Segera ia berdiri tegak dan siap siaga untuk menantikan apa yang hendak dilakukan lawan.
  Maka berkatalah perwira itu kepada Su Hong berdua, “Kalian boleh kembali saja ke tempatmu, aku tidak perlu ditunggui orang di sini agar bocah ini tidak kebat-kebit kuatir dikerubut.” “Kheng-tayjin,” kata Su Hong, “jika bocah itu sudah kau tangkap, harap kami di.....” “Jangan kuatir,” kata perwira itu dengan tertawa, “sesudah bocah ini tertangkap tentu akan kuserahkan padamu, lekas kalian kembali saja!” Su Hong tidak berani membangkang terhadap perintah “Kheng-tayjin” yang dikenalnya berwatak keras dan jujur itu, terpaksa ia mengiakan dan mengundurkan diri bersama Bong Sian.
  Begitu Su Hong berdua membalik tubuh, tiba-tiba perwira itu mengedipi Kok Siau-hong, lalu berkata, “Sekarang kita mulai bertanding dulu Ginkang masing- masing.” Siau-hong melengak, “Cara bagaimana bertandingnya?” tanyanya.
  “Kau baru saja bertempur, sekarang kuberi kesempatan padamu untuk berlari seratus langkah lebih dulu, habis itu barulah aku mulai menyusul,” kata perwira itu.
 


Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>