Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423
↧

Bayi Pinjaman - 7

$
0
0

Baby on Loan | Bayi Pinjaman | by Liz Fielding | Bayi Pinjaman | Cersil Sakti | Bayi Pinjaman pdf

Fear Street - One Evil Summer - Musim Panas Berdarah Bintang Dini Hari - Maria A Sardjono Cinta di Dalam Gelas - Andrea Hirata Fear Street - Switched - Tukar Tubuh Burung Kertas - Billy Koesoemadinata

ngan kencang. "Aku harus pergi ke kantor polisi dan membuat pernyataan, setelah itu kita bisa pergi ke taman..." Jessie mengusapkan wajahnya pada lengan jubah yang lembut. "Kau haus? Atau kau mau..." Ia berhenti mendadak di ambang pintu kamar mandi. Pencuri itu kembali dan dugaannya semalam benar. Berdiri seperti itu, pria itu benar-benar kelihatan sangat besar.
  63
  "Jangan berteriak," ujar Patrick cepat-cepat. "Tolong jangan berteriak." Jessie segera mengatupkan mulutnya dengan keras sampai giginya sakit. Tak ada teriakan. Tak akan. Pria itu tidak perlu mengulangi kata-katanya. Dia bahkan tidak perlu mengatakannya dengan begitu sopan. Dia sedang memegang Bertie dan Jessie akan melakukan apa pun yang dikatakannya. "Aku tidak akan menyakitimu." Jessie mencoba menanggapi kata-kata itu secara meyakinkan. Mulutnya terbuka tapi tenggorokannya tidak mau bekerja sama. "Dia tadi menangis. Aku mengangkatnya karena dia tadi menangis. Kau mau menggendongnya?"
  Jessie mengangguk. Jangan bersikap sok pahlawan kali ini. Jessie, pikirnya. Ia harus tetap tenang dan bersikap seolah-olah semuanya benar-benar dalam keadaan normal. Jangan melakukan sesuatu yang bisa mengejutkan Patrick Dalton. atau membuat pria itu menganggap Jessie sebagai ancaman.
  Tenang. Jessie mengusap telapak tangannya yang berkeringat di sisi jubah mandinya, tiba-tiba merasa terganggu oleh ukuran jubahnya itu. Kalau ia harus bergerak cepat, sudah pasti ia bakal tersandung... Kecuali, tentu saja, ia tidak akan bergerak ke mana-mana. Bertie jauh lebih penting daripada keselamatannya sendiri. Bagaimana pria itu bisa masuk lagi?
  Tenang. Bersikaplah yang wajar. Kenapa dia kembali lagi? Berniat menuntaskan pekerjaannya? Pasti ada sesuatu yang sangat berharga dalam
  64
  rumah ini sampai-sampai dia mau mengambil risiko. Jessie tahu ia harus tersenyum, tapi wajahnya juga tidak mau bekerja sama. Wajahnya membeku ketakutan.
  Tersenyum, ia harus tersenyum! Dalam keadaan apa pun, ia tidak boleh mengejutkan Patrick Dalton maupun membiarkan pria itu melihat ketakutannya, ia bisa melakukan itu demi Bertie. Entah bagaimana Jessie berhasil menggerakkan sudut mulutnya kembali dan melepaskan lidahnya dari langit-langit mulutnya, dengan hati-hati melangkah maju.
  "Y-ya." Sialan, saking gugupnya ia sampai ter-gagap-gagap.
  Patrick terpana. Apa yang telah dilakukannya? Wanita itu benar-benar ketakutan dan siapa yang bisa menyalahkannya? "Dia tadi menangis," ulang-nya lembut.
  "Tolong berikan dia padaku," pinta Jessie sambil mengulurkan kedua lengannya ke arah bayinya yang berharga.
  "Nah. Ikut Mummy, ya." Patrick meletakkan si bayi di lengan Jessie, tapi lengan yang terulur sangat gemetaran sampai-sampai Patrick takut wanita itu akan menjatuhkan bayinya. Ia terus memeluk Jessie dan bayinya. "Kau sudah memegangnya?" Wanita itu menengadah, menatapnya dengan mata terbelalak. "Mungkin popoknya perlu diganti," usul Patrick.
  "Biasanya sih begitu," ujar Jessie. Lalu, menahan tawa histeris yang sudah hampir meledak, ia ber-tanya. "Kau melarikan diri?"
  65
  "Apa?" Jubah yang dipakai Jessie terasa lembut di dada Patrick. Rambut wanita itu, yang mulai keluar dari ikatan yang dipakainya untuk menahan rambutnya selagi mandi tadi, beraroma manis dan segar, membuat Patrick ingin tetap di sana sejenak. Lalu ia menyadari apa yang diucapkan Jessie, bahwa wanita itu pasti punya sudut pandang yang sangat berbeda tentang situasi ini. "Oh, tidak... Eh, apa kau sudah memegangnya dengan mantap?"
  "Ya," sahut Jessie. Tapi pencuri itu menutupi jalan menuju pintu. "Barang-barangnya ada di lantai bawah."
  "Benarkah? Kenapa?"
  "Karena aku belum punya waktu..." Jessie berhenti. Ia tidak akan minta maaf pada pencuri itu atas caranya yang serampangan dalam merawat bayi. "Itu bukan urusanmu." Kata-kata itu membuat Patrick tersenyum, sesuatu yang baru. "Boleh aku lewat?"
  "Oh, ya." Pna itu menepi Jessie baru sadar bahwa pria itu tidak memakai baju. Dia mungkin pencuri dan Jessie mungkin sudah bersumpah tidak akan berurusan dengan pria lagi. tapi itu tidak mencegahnya mengenali spesimen prima saat ia melihatnya. Meskipun tanpa kacamatanya. Jessie tidak perlu kacamata untuk mengagumi bulu hitam yang tersebar di dada pria itu, otot-otot yang menunjukkan kesukaannya berolahraga, serta bahu yang mampu menanggung semua masalah di dunia ini...
  Tidak pakai baju? Pikiran Jessie serta-merta
  66
  kembali ke alam nyata. Atau sepatu. Dia pasti kabur dari rumah sakit. Setidaknya, dilihat dan perban di dahinya, dia menunggu untuk diobati dulu. Lalu setelah itu dia kabur. Polisi mungkin sedang mencari pria itu. Polisi... ia harus menelepon polisi... Tapi sementara itu ia harus bersikap tenang ia tidak mau melakukan sesuatu yang bisa membuat pria itu kaget. "Mereka, eh, tidak menahanmu di rumah sakit?"
  "Mereka berencana begitu. Aku keluar sendiri." Wajah Jessie Hayes sangat ekspresif, pikir Patrick. Ia bisa melihat rentetan pikiran Jessie saat wanita itu mencoba mencerna apa yang telah terjadi. Ia juga bisa melihat saat wanita itu memutuskan memaksa diri untuk bersikap seolah-olah sudah terbiasa mendapati seorang pria asing, pria asing yang tidak memakai baju di kamarnya.
  Kamarku, ralat Patrick.
  Mungkin wanita itu memang sudah terbiasa. Bayi itu pasti punya ayah, walaupun Patrick tidak melihat kehadiran Mr Hayes di situ. Mungkin memang tidak ada Mr Hayes. Atau mungkin Mr Hayes sudah ditendang pergi. Atau dipukul sampai mati dengan tongkat cricket...
  "Apa itu bijaksana?"
  Dalam situasi ini, mungkin tidak. Tapi wanita ini cantik. Bayi itu melengkapi kecantikannya, persis seperti Belia yang dulu kelihatan lebih cantik ketika menggendong bayi mereka. "Aku tidak terlalu suka rumah sakit," tukas Patrick kasar, lalu melangkah mundur untuk memberi jalan pada Jessie Kemu-
  67
  dian, "Bisakah kau mengatasinya?" tanya Patrick, masih khawatir kalau-kalau wanita itu menjatuhkan bayinya.
  "Tentu saja aku bisa." bentak Jessie. "Aku tidak bisa mondar-mandir sambil menunggu pencuri-"
  "Sebenarnya, kalau siang hari istilahnya masuk tanpa izin-"
  "Atau pengacara kelas teri, kalau begitu. Bagaimana jika kauteruskan apa pun... apa pun yang menjadi maksud kedatanganmu ke sini?" Jessie menghela napas dengan gemetar. Hilanglah sudah sikap tenangnya. "Aku akan berpura-pura tidak melihatmu. Sungguh."
  Jessie baru sadar bahwa kata-kata itu sepertinya tidak tepat.
  Patrick berpikir Jessie sedang menunjukkan kesediaannya untuk tunduk dengan membiarkannya meneruskan apa pun niat jahat yang ada dalam pikirannya selama ia tidak menyakiti si bayi. Masuk akal, dan juga berani. Kalau Patrick benar-benar pencuri, maka itu hal paling bijaksana untuk dilakukan. Sementara memuji kecerdasan Jessie, situasi ini memang seperti lelucon buruk. "Jadi kau bersedia pura-pura tidak tahu sementara aku mengambil peralatan perak bergaya Georgia itu?" tanya Patrick, berusaha tidak tertawa.
  "Perak?" Jessie tidak melihat satu pun peralatan makan perak bergaya Georgia. Tapi kalau dipikir-pikir, ia memang belum sempat melihat-lihat. "Ambil saja. Aku yakin benda itu pasti sudah diasuransikan,"
  68
  ujar Jessie dengan nada suaranya yang paling meyakinkan sambil maju selangkah lagi menuju pintu.
  "Terima kasih," ujarnya. "Kau sangat baik, tapi satu-satunya yang ingin kulakukan hanyalah mandi."
  "Mandi?" Wanita itu memandangi dada Patrick dan tiba-tiba saja Patrick merasa sangat telanjang. Patrick harus memaksa dirinya untuk tidak memikirkan bagaimana rupa wanita itu, saat terbaring di bath tub. Tato kecil yang seksi itu. "Oh! Mandi!"
  "Kau menyisakan air panas, kan?" tanya Patrick, berusaha mengalihkan perhatian Jessie.
  "Aku... eh... ya... setidaknya... mungkin..." Sekarang Jessie kelihatan bingung, sudah sepantasnya dia bingung. Tapi tidak ada gunanya mencoba menjelaskan sekarang. Wanita itu jelas tidak akan percaya pada apa pun yang dikatakan Patrick. "Banyak handuk di dalam dan kurasa tadi aku melihat pisau cukur di lemari, kalau kau perlu..." Jessie terus mengoceh, lalu terdiam, tampak jelas menyesal telah menyebut-nyebut pisau cukur cadangan milik Patrick itu.
  "Setelah itu," Patrick melanjutkan, "aku akan mencoba untuk tidur."
  "Tidur?" Jessie menelan ludah. Sesaat Patrick mengira wanita itu mungkin akan menawarkan untuk mengganti seprai.
  "Aku mengalami hari yang sangat buruk, berikut malam yang sangat buruk."
  "Silakan," ujar Jessie, tapi menunjuk ke arah tempat tidur. "Tidak usah pedulikan aku. Lakukan saja."
  69
  Sementara itu Jessie akan turun dan menelepon polisi seperti layaknya semua warga negara yang baik. Yah, Patrick sama sekali tidak keberatan. Para polisi akan memberitahukan yang sebenarnya pada wanita itu lalu mereka akan mengurus masalah surat perjanjian sewa itu. Yang sudah pasti bakal meng uras isi dompet Patrick. Privasi memang mahal.
  Ketika mencapai ambang pintu yang aman, Jessie berbalik sambil menggigit bibirnya. Lalu ia berkata, "Dengar, aku harus tahu. Bagaimana kau bisa masuk lagi?"
  "Cara yang sama dengan semalam. Pakai kunci."
  "Kunci?" Sesaat Jessie kehilangan kata-kata. Hanya sesaat. "Tapi aku sudah mengaktifkan alarmnya setelah polisi pergi semalam. Aku yakin aku sudah mengaktifkannya."
  "Ya, dan kau berbaik hati meninggalkan nomor kodenya di notes di samping telepon. Kalau aku benar-benar pencuri, aku pasti akan sangat ber-terima kasih. Ada pertanyaan lain?"
  Jessie punya selusin pertanyaan, Patrick bisa melihat itu di wajahnya, tapi wanita itu jelas-jelas merasa lebih baik tidak menanyakannya. "Sebaiknya aku mengganti popok Bertie."
  "Lakukan itu. Dan. karena suasana hatimu sedang bagus, bagaimana kalau kau menjerang air dan membuat kopi?"
  "Apa kau tidak takut kopi akan membuatmu terus terjaga?"
  70
  "Bukan untukku. Untuk polisi. Kurasa kau berencana menelepon mereka, dan yang pasti mereka bakal senang mendapat secangkir kopi yang enak setibanya di sini. Kau tidak bakal percaya kopi yang disediakan di kantor polisi..."
  Jessie langsung pergi. Begitu juga Patrick. Ia serius saat mengatakan butuh mandi. Tapi ia akan menunda tidur sampai ia berhasil menyelesaikan masalah dengan penyewa rumahnya itu. Jessica Hayes sudah sangat mengganggunya, dan waktu bangun nanti, Patrick ingin memastikan ia sudah menempati rumah ini sendirian.
  Jessie mendengar pria itu menyalakan shower. Pria itu hanya menggertak; ia tahu pria itu hanya menggertak. Dia pasti sudah berencana mengambil apa pun yang menjadi tujuannya di sini dan sudah akan lama pergi sebelum polisi tiba. Well, Jessie akan memastikan hal itu. Pencuri sungguhan! Pria itu memang sungguhan! Yang sungguh-sungguh bisa membuat Jessie berhenti bernapas.
  Jessie menurunkan Bertie dan meraih telepon, tanpa sengaja menjatuhkan koran. Bertie berusaha meraih koran itu, dan Jessie buru-buru menendang koran itu menjauh dan jangkauan si bayi. Saat itulah ia menyadari bahwa wajah yang sedang menatapnya dan halaman depan koran itu sangat familier. Pria itu tidak memakai kacamatanya, tapi judul yang dicetak besar-besar itu menyebutkan berita kasus penipuan di suatu tempat di Timur Jauh sana. Sambil menyipitkan matanya, Jessie
  71
  berusaha membaca keterangan di bawah foto yang pasti bukan berasal dan berkas polisi mana pun-dan membaca tulisan "PATRICK DALTON QC".
  Nama yang tercantum di tas yang disandungnya semalam. Nama yang diberikan si pencuri pada polisi.
  Perlahan-lahan Jessie meletakkan gagang teleponnya kembali, mengamati Bertie sejenak, lalu ingat bahwa popok keponakannya itu harus diganti. Ia kembali menaruh koran itu kembali di tempat ia tadi menemukannya di samping telepon, lalu membungkuk dan mengangkat Bertie.
  Jessie mengganti popok dengan cekatan. Men-dudukkan Bertie di kursi tinggi bayi. Membersihkan
  bekasnya, mencuci tangan, kemudian membuat sepoci kopi. Jessie menduga dirinya berada dalam masalah. Masalah besar. Si penyelundup memang udah bilang bahwa ini rumahnya. Ia tidak terlalu
  memperhatikan karena pria itu baru mengalami benturan di kepalanya. Sekarang Jessie sangat takut kalau pria itu mengatakan yang sebenarnya. Bahwa Carenza Finch bukanlah pemilik rumah yang asli, dan sama sekali tidak berhak menyewakan rumah ini padanya.
  Seolah-olah itu belum cukup buruk, pemilik sah rumah ini adalah Patrick Dalton QC. Pengacara yang sama sekali bukan kelas teri. Bahkan bisa dibilang menduduki tingkat tertinggi dalam profesi pengacara. Selangkah lagi menuju kursi hakim.
  Jessie sempat berpikir bahwa membuat

↧

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Latest Images

Trending Articles

<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>