Cerita Cinta | Bedded by the Boss | by Lynda Chance | Bedded by the Boss | Cersil Sakti | Bedded by the Boss pdf
Fear Street - One Evil Summer - Musim Panas Berdarah Bintang Dini Hari - Maria A Sardjono Cinta di Dalam Gelas - Andrea Hirata Fear Street - Switched - Tukar Tubuh Burung Kertas - Billy Koesoemadinata
ini pun belum pernah.
Renee selalu berada dalam posisi memegang kendali. Selalu ada pria yang mengejarnya. Ia berganti dari satu hubungan romantis ke hubungan romantis lainnya, tidak pernah membiarkan seorang pria pun terlalu dekat dengannya.
Tidak pernah sejak pria yang dengan kejam menghamili dan meninggalkannya. Renee menegakkan tubuhnya.
Tangan Robert yang lain terangkat dan jemarinya menyisir rambut Renee dan memegang kepala Renee. Renee tidak bisa menekan getaran kecil ditubuhnya. ada tatapan menuduh di mata yang mengikatnya, dan Renee tak tahu mengapa. Renee ingin Robert pergi malam ini, jauh darinya, jadi Renee bisa berpikir. Jadi Renee bisa bernafas. Sikap dominan Robert membingungkan bagi kedamaian hati Renee. Stabilitas Renee terguncang.
Robert menjepit dagu Renee lebih keras lagi. "Sekali lagi, kau akan lolos. Tapi pahami aku ketika kubilang padamu hal itu tidak akan berlanjut terus. Kau akan menyerah dan hal itu tak akan lama
lagi."
Robert merasakan efek provokatif mata Renee terhadapnya. Kelembutan tubuh Renee sangat dekat dengannya. Kemaluannya membengkak dan mendesak celananya. Tangan Robert mengencang tidak dengan sukarela pada Renee. Mata Renee melebar menatap Robert. Robert melihat penderitaan dalam mata Renee yang bulat membesar saat ia menatap mata itu dipenuhi air mata, setengah detik sebelum Renee menurunkan bulu mata dan menutup matanya.
Rasa posesif dan kemarahan menghantam perutnya. Ini jadi tak bisa ditoleransi lagi. Renee mulai membuatnya terpesona dan hal itu tidak bisa dibiarkan. Tidak boleh dibiarkan. Robert perlu membersihkan Renee dari pikirannya, dan secepatnya.
Jalan terbaik untuk mengusir rangsangan itu adalah dengan menghilangkan dirinya sendiri keluar dari jangkauan Renee.
Robert melepaskan pegangannya pada Renee dan pergi.
Bab 7
Rabu pagi, Renee duduk di meja kerjanya dan mencoba berkonsentarasi pada pekerjaannya. Robert berada di luar kota bertemu dengan kontraktor baru yang disewanya, dan karena Mrs. Argenot mulai bekerja dengan waktu yang lebih pendek, ketenangan di kantor seharusnya membuatnya lebih mudah untuk berkonsentarasi. Itu adalah perjuangan yang ia coba untuk ia menangkan.
Ia tidak punya banyak pengalaman dengan plat maps (peta suatu kota, atau bagian/subdivisi yang menunjukkan lokasi dan batas-batas tanah milik pribadi), namun organisasi dan matematika dasar adalah nilai tambah baginya, dan angka-angka yang ia lihat tidaklah sesuai. Ia memperhatikan angka-angka itu untuk yang ketiga kalinya. Pasti ada suatu kesalahan.
Pada pukul sebelas, Robert masuk dan memberikan tatapan padanya sebelum mengunci dirinya sendiri di kantornya.
Renee berusaha menenangkan kegupannya sebelum ia menemui Robert. Renee mengumpulkan kertas-kertas dan berdiri. Ia menutup matanya dan menghitung hingga sepuluh, lalu berjalan ke pintu kantor Robert dan mengetuk pintunya.
Robert menggeram, Renee masuk.
Robet menatap Renee dan mata mereka bertabrakan dalam ketertarikan yang intens. Ya Tuhan, Robert benar. Renee tidak bisa terus bekerja di sini.
Renee buru-buru bicara. "Aku m-mau menunjukkan sesuatu padamu."
Ketika Robert tidak mengatakan apapun, atau memberi indikasi apapun terhadap apa yang dikatakannya, Renee meninggalkan ambang pintu dan menuju meja Robert. Dengan perlahan Renee berjalan memutar hingga ia berdiri di sebelah kursi tempat Robert duduk.
Robert menegang ketika Renee mendekat dan berharap trik penyihir apa yang Renee coba mainkan. Ia memperhatikan pakaian sederhana yang dipakai Renee dan mempertanyakan dari mana sumbernya.
Ketika Robert melihat apa yang diletakkan Renee dihadapannya, ia mencoba mengumpulkan kembali pikirannya. Robert mengalihkan lagi otaknya ke mode bisnis. Namun hal itu tidaklah mudah dengan adanya wangi Renee di hidungnya.
Renee mulai dengan minta maaf untuk kurangnya pengalaman di bidang itu. "Aku minta maaf. Aku masih baru soal hal ini. Aku t-tak tahu apa yang kutemukan. Tapi kupikir mungkin ini penting. Mungkin kau tidak paham ini. Mungkin kau tahu dan itu bukanlah apa-apa." Renee melantur. Ia berhenti, menghirup nafas dalam dan menempatkan sebuah jari yang dimanikur di sebuah kolom. "ke-enam belas nomor akun sepertinya berurut secara sequensial." Jari Renee bergerak sedikit. "Nomor-nomornya identitas properti kebanyakan dalam urutan numerik. Tapi li-lihat ini?" Renee menunjuk dan mata tajam Robert mengikuti.
"Ketika nomor halaman dibalik, urutannya berubah." Renee meringkas permasalahan. "Kupikir properti itu ti-tidak berada di La Fourche Parish."
Robert terpana. Dari semua bukti yang ada, mungkin Renee benar. Robert tidak bisa menerima kesalahan yang hampir mereka buat. Yang hampir dia buat. Robert tidak menyadarinya. Mrs. Argenot tidak menyadarinya.
Tapi, Ya Tuhan, komisi penetapan wilayah akan mengetahuinya. Hal ini mungkin menyelamatkan dirinya dari 3 minggu larangan pemerintah dan sakit kepala. Robert melihat pada tempat dimana Renee telah melangkah menjauh dari mejanya dan membuat dirinya seperti patung.
Segi baru karakter Renee terbentang di hadapannya dan membenturnya. Sebuah pemahaman baru terhadap Renee yang sebelumnya tidak pernah dia pedulikan.
Robert membersihkan tenggorokannya. "Kerja bagus, Renee. Aku terkesan. Bagaimana kau menemukannya?"
Renee sudah mulai bergerak ke pintu. "Aku tak tahu. Aku suka angka-angka. Mereka menyenangkan." Renee membuka pintu dan berhenti sebentar.
"Menyenangkan?" Robert tercengang.
"Angka-angka itu selalu melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan. Mereka selalu konsisten." Renee berhenti. "Engkau selalu bisa percaya pada angka."
Robert mengamati pintu yang tertutup di belakang Renee dan menurunkan dahi ke tangannya.
***
Dua hari yang menekan berlalu dengan lambat ketika dengan susah payanh Robert mencoba meninggalkan Renee seorang diri. Ia mulai memperhatikan hasil kerja dan konsistensi Renee.
Hasilnya bagus.
Robert belum pernah memikirkan mengenai hal itu sebelumnya. Ia sudah terlalu terobsesi dengan memecatnya dan tidur dengannya hingga etika kerja Renee tidak diketahuinya.
Namun standar kerja Renee tinggi. Detail kerjanya tak tercela. Mereka sudah berganti 5 orang berusaha mencari kandidat yang cocok untuk pekerjaan ini. Seseorang yang pintar. Seseorang yang mandiri.
Renee adalah jenis sekretaris yang akan dibutuhkannya ketika Mrs. Argenot benar-benar pensiun.
Brengsek.
Selangkah lagi untuk membawa dirinya bertambah gila.
***
Bab 8
Makanan mereka tiba dalam suasana tegang dari pernyataan yang meledak-ledak itu. Robert enggan bergerak melepaskan pegangannya supaya pelayan bisa menempatkan makanan di depan mereka. Gerakannya kasar sambil terus mengawasi Renee. Renee melihat lubang hidungnya melebar dan tatapan seksual yang mengancam di matanya dan tahu dia dalam kesulitan.
Renee harus berhati-hati tentang berapa banyak anggur yang akan ia minum. Dia mengangkat matanya dan meminta pelayan untuk segelas air. Dia melihat kembali ke Robert dan menarik napas dalam. Mereka saling mengamati dalam tatapan permusuhan dan diam sampai pelayan
pergi.
Robert melihat emosi di mata Renee yang tidak bisa dia sembunyikan. Dia panik, tubuhnya gemetar. Itu hanya menambah daya tariknya. Kecantikannya mengelilingi Robert, menggoda inderanya. Matanya lebar, wajahnya berwarna gading pucat, kecuali bibirnya, yang merah muda dalam dan gelap. Dia cantik.
Dan Robert menginginkannya.
Penantian sudah berakhir.
Kata-kata Robert singkat, memerintah. "M akanlah makananmu."
***
Setelah makan malam, Renee mendapati dirinya digiring dengan efisien ke dalam mobil, melengkung masuk dan berkendara menyusuri jalan tol dalam kecepatan sebelum dia bahkan menyadari ke arah mana mereka pergi. Kupu-kupu di perutnya bergejolak.
"Kita mau kemana?"
Stress dalam suaranya menghantui. Robert meraih dan menjalin tangannya dengan tangan Renee. Dia meremasnya sedikit dan terus mengemudi.
"R-Robert, aku ingin pulang sekarang, please." Suara Renee bergetar.
"Semuanya bersenang-senang. Kita hanya jalan-jalan. Ini malam yang indah. Lihatlah bulan di luar jendela." Suaranya halus, menenangkan, dan menggoda.
Renee terdiam dan perjalanan berlanjut. Dia ingin Robert membawanya pulang, tapi ia tahu bahwa itu tidak akan terjadi kecuali dia melepaskan teriakan dan ledakan amarah. Dia tidak ingin melakukan itu. Itu terlalu memalukan untuk dipikirkan. Dan ada alasan lain dia tidak melakukannya. Renee benar-benar ingin bersamanya. Dia benar-benar tidak memiliki kemauan atau keinginan untuk melawannya lagi. Dia berjuang melawan dirinya sendiri lebih dari melawan Robert.
Beberapa menit kemudian, ia masuk ke sebuah gerbang, sebuah pemukiman yang terjaga keamanannya di pinggiran kota dan merayap menurunkan kecepatan mobilnya. Dia menekan tombol di dasbor dan pintu garasi rumah batu bata yang besar mulai terbuka.
Syaraf Renee langsung menegang. "Robert-"
Robert memotongnya.
"Tidak ada yang akan terjadi jika kau tidak menginginkannya." katanya sambil melirik ke arah Renee. "Atau itukah yang kau takutkan? Takut kau menginginkan hal itu terjadi?" Dia berbalik berfokus memasukkan mobil ke garasi.
Renee tidak menjawab. Mesin dimatikan dan dia menunggu Robert untuk membukakan pintu. Dia mengantar Renee masuk ke rumahnya melalui pintu belakang dan Renee menemukan dirinya berada di dapur besar yang bersih. Dekorasinya bergaya Tuscan, dengan banyak besi tempa hitam dan lantai berbatu dan backsplash (fungsinya melindungi dapur dari cipratan dan noda serta memperindah tampilan dapur). Warna bersahaja dan cerah dalam biru gelap dan hijau mendominasi skema warnanya. Indah, dan setiap wanita yang suka memasak akan senang dengan ruangan itu. Tidak terkecuali Renee, tapi tidak punya waktu untuk mengamatinya saat tangan Robert mendarat di punggungnya dan membimbingnya menuju ruang tamu. Robert menyalakan saklar lampu, yang menciptakan cahaya yang lembut, tenang. Tangannya turun dari punggung Renee dan melilitkan jemari Renee saat Robert menghadap ke wajahnya dan mulai berjalan mundur, menarik Renee ke arah sofa sementara matanya menatap mata Renee.
Renee merasakan semuanya sampai ke jari-jari kakinya. Dia tidak punya kekuatan untuk mencoba menghentikan Robert, dan membuat keputusan sadar untuk mengikuti langkahnya.
"Apa kau tahu berapa hari, Renee?" Suaranya rendah dan serak saat ia duduk di sofa dan menarik Renee duduk di sampingnya.
"B-berapa hari, a-apanya?" Renee mencoba untuk mengontrol gemetarnya, tapi benar-benar sadar akan fakta bahwa dia tidak pernah menginginkan pria lain dalam hidupnya sebanyak dia menginginkan yang satu ini.
"Berapa hari aku menginginkanmu. Berapa hari kau telah membuatku gila." Tangannya menyusupi rambut Renee dan mengangkat wajahnya. "Sudah lima puluh tiga hari. Aku menyerah, Sayang. Aku menyerah." Mulutnya turun ke bibirnya, bibirnya kuat dan membelai.
Perasaan nikmat dari keinginan yang tak tertahankan menguasainya, dan Renee secara paksa menutup pikirannya atas apa pun yang akan mengambil perasaan itu pergi. Ini adalah semua yang akan dia pikirkan sekarang. Renee tahu benar sudah lima puluh tiga hari sejak mereka bertemu, dan kesadaran bahwa Robert juga tahu, untuk alasan apa pun, hanya memperparah emosi yang meluncur dalam dirinya. Renee telah berada di tebing curam selama itu, dan akan membiarkannya pergi. Robert ingin kontrol, Renee ingin dia untuk mengambilnya.
Mulutnya terbuka lebih penuh di bawah mulut Robert. Robert mengangkat dagu dan meneguknya, mengambil ciuman mendalam yang menyiksa mereka berdua. Sikap menciumnya itu memabukkan, meninggalkan Renee bagai di ujung sebuah pisau. Robert akan menciumnya lembut, berbisik lirih menyentuh daging, kemudian menenggelamkan lidahnya masuk dan melahapnya seperti dia membutuhkan mulut Renee untuk bertahan hidup. Dan kemudian mulai lagi. Jari-jarinya menyebar di seluruh rambut Renee, ia memeluknya menawannya dalam pelukan sementara bibirnya menyentuh bibir Renee ringan, lembut, napas mereka yang keras dan sulit.
Menatap melalui kabut gairahnya, Renee memahami bahwa Robert berusaha untuk perlahan, berusaha untuk mempertahankan kontrol. Gambaran provokatif Robert Thibodeaux yang di luar kendali menari di benaknya. Gambaran itu dengan tegas membuatnya kecanduan.
↧
Bedded by the Boss - 6
↧