Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Cintaku Selalu Padamu - 20

$
0
0

Cerita Remaja | Cintaku Selalu Padamu | by Motinggo Busye | Cintaku Selalu Padamu | Cersil Sakti | Cintaku Selalu Padamu pdf

Love From My Heart - Endik Koeswoyo 1001 Hari di Hongkong - Lan Fang Alice in Wonderland - Lewis Carroll Baby on Loan - Bayi Pinjaman - Liz Fielding Badai-Badai Puber - Motinggo Busye

tahu
  " Saya menduga bang Daud ini sempit waktu. Atau sakit ? ", kata Meiske. Dugaan Meiske tepat. Sebuah surat dengan cap rumah sakit diterima pada sore itu juga.
  Tetapi Meiske yang berteriak -teriak menerima surat itu kegirangan, berbeda dengan sikap Laila yang merenung sedih membaca cap rumah sakit itu. Kemurungannya berhari-hari ini telah dicengkram oleh soal2 kematian, sampai2 ia menduga surat ini datangnya dari rumah sakit memberitahu kematian Daud.
  "Kau membacanya", kata laila berlinang air mata seraya meraih Delila. Delila yang kecil itu seakan2 ingin tahu saja apa isi surat itu. Ia sampai naik keatas meja dan amat gugup ketika mgikuti Meiske membaca surat itu :
  Washington, cap pos.
  Laila tersayang dan Delila tercinta.
  Maafkan papa terlambat berhari- hari tidak mengirimkan surat. Sebab begitu sampai di America suda jatuh sakit. Di Hawaii sudah tersa akan flu, tapi salju dingin yang tak tertahankan sewaktu menginjak benua colombus ini ! Papa langsung masuk rumah sakit. Untunglah papa sudah sembuh sekarang. Sekalipun semua urusan jadinya tertunda. Mulai hari ini , papa akan terus menulis surat setiap hari kepada kalian berdua..
  Bagai melayang seperti kapas rasanya tubuh Laila. Ia tak sempat mengikuti suara Meiske yang membaca karena tiba2 ia tak ingat apa2. Laila jatuh ke lantai .
  Delila kecil berseru lantang : " Mama! Mama mati !" Anak kecil itu menjerit , Lestinapun ikut2 keluar kamar. Barsama Lestina . Meiske menggotong Laila ke kamar. Meiske yang pernah ikut jadi pramuka, menggerak - gerakkan anggota badan Laila agar segera siuman dari pingsannya,
  " Mama mati , tante ? " Tanya delila seraya menangis.
  " Tidak."
  " Mama..!"
  " Jangan takut , sayang ", kata Meiske merangku Delila serta mengendongnya, serta membelai2 kepala anak kecil itu seraya menghibur: " Mama sebentar lagi sadar, mama pingsan saja ".
  " Kalo mama hidup lagi, Delila mau sekola h " , kata Delila.
  " Itu mama sudah gerak ", kata Lestina.
  Episode 48
  Delila minta turun dari gendongan Meiske. Ia langsung merangkul ibunya. Laila melihat kiri kanan selayak orang yang baru siuman. Begitu ia sadar Delila menangis, Laila segera merangkulnya. Tubuhnya lemas. Beberapa hari ia sakit, tetapi ia berangsur sembuh setelah setiap hari menerima surat2 Daud Waitulo.
  Tapi selama ibunya sakit, Delila yang kecil itu seringkali ngelamun disekolahnya. Suatu ketika Delila memikirkan ayahnya, sambil ngelamun ia tak sadar diperhatikan gurunya.
  Gurunya kasihan melihat dalam beberapa hari ini Delila bermenung. Ia mencoba mendekati murid yang satu ini. Dibelainya kepalanya, : " Kau sakit ,
  Del ? "
  " Nggak , Del mau pigi kesana ", kata Delila menunjuk awan .
  " Bu guru bawa pulang mau ya ? Naik mobil bu guru ya ? "
  " Nggak, Delila disuruh sekolah . Delila mau kesana, Bu guru ", katanya , menunjuk kelangit lagi.
  Bu guru segera mengatasi panik nya seraya membawa muridnya ke mobil.
  Ia menyetir mobil itu mengantarkan murid yang pintar ini kerumah. Disitu
  didapatkannya Ibu laila --- ibu muridnya yang pintar ini---- sedang terbaring
  diranjang.
  Bu Guru berkata : " Anak Nyonya , Bu Laila, sedang sedikit meriang ". Meiske memegang kening Delila. Memang panas.
  Ia buru2 mengambi Delila dari tangan bu guru dan melarang kak Laila: " Biarlah Meiske yang urusin Delila , kak. Kakak tidur saja disitu ".
  " Maaf , bu guru , saya sendiri kurang sehat ", " terimakasih atas kebaikan hati ibu mengantar anak kami ".
  Setelah bu guru pergi , Laila bersusah payah mencoba untuk bangun , tapi silitnya bukan main. Ia memanggil nama Meiske, tetapi suaranya tertahan ditenggorokan .
  Meiske sendiri ketiks itu amat cemas melihat keadaan anak kecil yang dalam pangkuannya.Ya ! Suhu badan Delila meninggi . Mata Delila terbeliak2 menakutkan ! Dan Meiske yang mula2 ingin merahasiakan keadaan Delila demi menjaga perasaan Laila, tiba2 tak kuasa lagi melihat mata itu. Meiske menjerit lantang memanggil2 : " " Kak Laila! Kakak ! kak Lailaaaaaa! "
  Laila yang semula tak kuat berdiri dari pembaringannya , sekonyong -konyong ada tenaga sewaktu ia memdengar namanya d,ipanggil Meiske. Ia melangkah terhuyung2 keluar kamar. Didapatkannya Meiske diruang tengah sedang memeluk anaknya dengan menangis-nangis. " Kak Laila....", seru Meiske melihat Laila dating.
  " Mari kita bawa si Del ke Dokter ".
  Laila memperlihatkan kembali sikap2 lamanya. Ia selalu tampak begitu tenang apabila seluruh suasana dalam keadaan panik. Ia memegang telapak tangan dan telapak kaki anaknya satu-satunya terasa dingin, dan memang teramat panas terasa suhu kepala anaknya itu disbanding dengan telapak2 tangan dan kakinya. Ia tenang sekali menciumi Delila. Bahkan suaranya seakan - akan tak terdengar : " Anak mama....kenapa, sayang ? "
  " Mau kelangit, mama", kata Delila mengerang.
  " Baiklah ", kata Laila, " Marilah kita pergi kesana bersama-sama tante Meis , ya ? "
  " Papa , mama! Papa ikut, mama !" kata anak kecil itu
  " Ya, diamlah. Kita nanti bawa papa juga " kata Laila.
  Meiske tak bisa menahan sedihnya melihat laila begitu tabah membujuk anaknya. Meiske terisak-isak tertahan.
  " Delila pingin minum es, mama", kata anak kecil itu pula.
  " Baik, mama ambilkan es ", kata Laila mau melangkah menuju kekulkas. Meiske teringat pada pelajaran kesehatan dulu di SMA , bahwa itu rasa-rasanya pantangan . Orang sakit panas senantiasa ingin sekali meneguk es.
  Dengan suara berbisik, Meiske melarang Laila.
  " Mana esnya , mama ! mana es ! mana es, mama! Seru Delila.
  Laila mengambil air putih biasa saja, dan membujuk anaknya: " Ini es sayang. Minum ya ". Tetapi begitu Delila meneguk air, ia keluarkan lagi air itu dari mulutnya ! Anak itu berteriak2 : " Itu bukan es ! mama nakalllll ",dan dia meronta2 dalam gendongan Meiske. Meiske seakan akan tidak kuasa menahan rontaan anak kecil itu.
  " Kau bisa menyetir mobil, meis ? " Tanya Laila.
  " Tidak bisa, kak. Kita pakai taxi saja untuk kerumah sakit ". Kata Meiske , Biarpun dalam keadaan tidak kuat, Laila memaksa diri juga bersama-sama Meiske membawa Delila ke rumah sakit. Tetapi malang dalam perjalanan tergesa - gesa dikoridor rumah sakit. Laila jatuh tertelungkup. Meiske sendiri tak tahu Laila jatuh tertelungkup, karena seluruh konsentrasinya hanya pada Delila yang amat parah.
  Untung ada beberapa perawat yang memanggil - manggil Meiske, dan mereka inilah yang ikut membantu menggotong Laila.
  " Nyonya ini pingsan ", kata perawat itu pada Meiske.
  " Ini yang saya gendong ini anaknya !", kata Meiske.
  Semua perawat jadi membantu kepanikan itu seketika.
  Tetapi Meiske terpaksa berbantah - bantahan dengan beberapa orang dokter kemudian. Ia memaksa supaya kamar Laila dan anaknya disatukan.
  " Anak ini butuh ibunya ", kata Meiske.
  " Tetapi penyakit mereka berbeda " kata dokter2 itu.
  Episode 49
  Meiske terpaksa mengalah. Itu berarti Meiske menyerahkan nasip dua orang sakit itu kepada kebujaksanaan dokter2 itu saja.
  ' Nona diruang tunggu saja ", kata seorang dokter pada Meiske.
  Diruang tunggu selama satu jam Meiske kebingungan. Tetapi dalam kebingungan itu Meske masih bisa menggunakan akal fikirannya. Ia sempat omong2 sebentar dengan jururawat itu untuk mengirimkan telegram ke Amerika.
  " Tuliskan saja , nona, nanti saya bisa minta tolong pada teman saya yang giliran pulang siang ini".
  " Mohon diperlukan benar ", kata Meiske. Dan ia menuliskan kata-kata ditelegram itu. Dan setelah juru rawat itu berlalu, Meiske masih saja diliputi kegelisahan.
  Dokter yang muncul dari pintu kamar Delila, bagai mau diserbunya. ' Bagaimana , dokter ? "
  " Ayah anak ini dimana sekarang ? " Tanya dokter itu. " Di America ", kata Meiske. " Ibunya ? "
  " Diruang lain ", kata Meiske , " Jadi apakah saya bisa membantunya ? ". " Nona siapa ? " Tanya dokter itu menatap Meiske.
  Meiske buru-buru berbohong: " Saya adalah adik dari wanita yg sakit itu , ibu dari anak kecil itu ".
  "Kami ingin menyampaikan penyakit anak itu ", kata dokter itu. " Katakan saja pada saya , dokter ", kata Meiske, " Saya sudah seperti ibu anak itu sendiri ".
  ' Nona jangan kaget ", kata dokter itu, ' Penyakit anak itu amat berbahaya. Ia memerlukan pembedahan ".
  " Pembedahan berat ? " Tanya Meiske.
  " Tidak begitu berat ', kata dokter itu, " Kami pernah berhasil melakukan pembedahan yang sama seperti itu ".
  '' Katakan apa penyakitnya, dokter ", kata Meiske.
  '' Ada sedikit darah beku dalam kepala anak itu, yang rupa2nya sudah dideritanya sejak kecil. Kami ingin mengorek darah beku itu ", kata dokter itu. " Semacam tumor ? ", Tanya Meiske. " Kami tidak bisa memastikannya " kata dokter itu.
  " Tapi penyakit ini se-waktu-waktu diderita anak ini. Yaitu suhu badannya menanjak oleh karena kegiatan syaraf . Ia tak boleh terlalu gembira dan tak boleh terlalu sedih".
  Meiske termenung. Ia membeku bagai patung. Satu-satunya yang bergerak adalah air matanya yang menggelinding dari kelopak matanya menuruni pipi. Ia berkata -kata seperti pada dirinya sendiri : " Oh, Del yang malang. Kau terlalu kecil untuk memikul beban penyakit ini ".
  " Penyakit ini tidak berbahaya ", kata dokter itu, " Asal fihak keluarganya bersedia, kami akan menolongnya sebaik - baiknya ".
  ' Ayahnya di America. Ia sangat disayangi ayahnya. Kami tiba-tiba takut
  untuk memutuskan hal ini , kalau2...........ay ahnya tidak menyaksikan sendiri ",
  kata Meiske. Dan Meiske menghela nafas panjang lagi seraya mengeluh ; " Oh, malangnya Delila.............".
  " Operasi itu sendiri tidak perlu buru2 ", kata dokter itu . " Kini teman2 saya sekedar mencoba mengurangi rasa sakit di kepalanya itu. Mungkin kalau bisa dikirim kabar pada ayahnya untuk mengijinkan pembedahan itu, anak itu masih kuat untuk menunggu.
  Kadang2 nona bisa kaget. Mungkin setelah panasnya turun, ia akan tampak seolah olah sehat, tapi dibalik itu ia mengidap kemungkinan2 untuk kedatangan sakit itu lagi. ".
  ' Ya, dokter. Saya sendiri telah mengirim telegram ' kata Mieske.
  ' Nona tak usah cemas. Segera begitu ada perkembangan berkurang, itu berarti untuk sementara waktu anak itu bisa dibawa pilang ", kata dokter itu.
  Ketika dokter itu mau pergi, ia sempat kembali lagi pada Meiske, : " Pernahkah ia dibawa suatu ketika sebelum ini ? "
  " O, ada satu kali dulu . Ketika masih berusia kira2 satu atau dua tahun, saya juga lupa, tapi dokter sini tidak mengatakan soal darah membeku di kepala ", kata Meiske.
  " Mungkin hanya dikira influenza biasa saja. Sebab kalau suhunya tiba2 naik memang mirip influenza " kata dokter itu. " Baiklah , nona boleh tunggu disini melihat perkembangannya ".
  Episode 50
  Ketika dokter itu kembali diantara sejawatnya dikamar pemeriksaan prihatin tempat Delila, ia sendiri kaget dari tempat tidur itu terdengar suara anak kecil :
  " Hallo Oom. Mana Mama Del, Oom ? ".
  " Oh, mama kamu ? Sudah besar begini kok mau cari2 mama ? ", kata dokter
  itu.
  " Ia sudah berangsur membaik ", kata dokter yang mengepalai team pemeriksaan itu. Mendengar kata2 dokter itu tadi, Delila berkata pula : ' Memang Del nggak sakit, kok. Kalau Del besar. Delela mau jadi dokter akh, supaya jangan sakit-sakit ".
  " Memang kamu berbakat untuk jadi dokter, Delila ", kata kepala tem.
  " Nanti kalau Delila sudah sekolah SD, Delila mau jadi Dokter, bisa nggak ?"
  Ia tampak seperti sehat. Dan dibiarkan turun oleh dokter2 itu dari tempat pembaringan. Ia malahan memeriksa beberapa alat . Seorang dokter malahan
  meminjamkan satu stoteskop dan mengkalungkan stoteskop itu di leher Delila . Kata dokter itu: " Kamu sekarang mirip dokter ".
  " Mana orang sakitnya ? Mana jarum suntiknya ? Del mau periksa orang sakit , ah ", kata Delila.
  Dokter2 itu sengaja merubah perhatian Delila agar tak mencari ibunya. Dia tidak boleh tau, keadaan ibunya pun gawat pada detik2 ini. Ada laporan dari ruang sebelah, bahwa ibu Delila sedang in comma, yang berati sedang diperbatasan hidup atau mati pada saat ini.
  Dan Meiske tidak mengetahui sama sekali bahwa kak Laila sedang diperbatasan hidup atau mati pada saat ini. Ia saat itu sedang diruang tunggu dan duduk berdampingan dengan Lestina yang baru muncul dirumah sakit itu. Lestina barusan saja pulang sekolah, dan tetangga2 memberitahu hal ini. Untunglah ada prang sebelah rumah yang mau menunggui rumah yang kosong itu.
  Sementara itu , dalam keadaan krisisnya Laila masih tampak berkeinginan untuk tetap bernafas lebih beik sekarang. Dan berangsur-angsur ia bisa mengalah kan saat2 in comma itu dengan mengagumkan. Tiba2 ia kelihatan seperti aka


Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Latest Images

<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>