The Melancholy of Suzumiya Haruhi | Kemurungan Suzumiya Haruhi | by Tanigawa Nagaru | Kemurungan Suzumiya Haruhi | Cersil Sakti | Kemurungan Suzumiya Haruhi pdf
Century - Sarah Singleton Cintaku Selalu Padamu - Motinggo Busye Sandra Brown - Dalam Derai Hujan - Bittersweet Rain 2 Perbedaan 1 Hati - Omiyan Cinta Tak Semudah Kata CINTA - Azizah Attamimi
ya
bahwa hal tersebut tidak ada, dan ini mengakibatkan disonansi kognitif.
Walau dia mungkin tampak eksentrik dalam perilaku dan perkataan,
pemikirannya masih tiada berbeda dengan orang biasa. Antusiasme badainya
perlahan menjadi tenang dalam beberapa bulan terakhir, dan kami senang
melihatnya stabil, namun perubahan seperti tornado telah terjadi tiba-tiba."
"Dan kenapa bisa begitu?"
"Semuanya karena anda."
Koizumi mengangkat bibirnya,
"Bila anda tidak memberikan Suzumiya-san beberapa ide aneh, kami
masih tetap mengamatinya dari balik layar sekarang."
"Emangnya gue ngapain!?"
"Anda yang mendorong dia membentuk klub aneh itu. Semua karena
sebuah percakapan dengan anda, dia mendapatkan ide membentuk klub untuk
mengumpulkan semua karakter misterius. Jadi anda musti bertanggungjawab
penuh atas hal ini. Oleh karena anda maka tiga grup yang paling prihatin akan
Suzumiya Haruhi sekarang sudah berkumpul bersama."
"......Itu tuduhan ga adil!" kupertahankan diriku secara tak yakin.
Koizumi hanya tersenyum dan melanjutkan, "Tetapi bukan hanya itu
sajalah alasannya."
Dia berhenti bicara setelah mengatakan itu. Saat aku ingin mengatakan
sesuatu, pak supir tiba-tiba berkata, "Kita sampai."
Mobil berhenti dan pintunya terbuka. Aku melangkah ke jalan ramai
bersama Koizumi. Walau supirnya lalu pergi bahkan tanpa menagih ongkos
apapun, aku tak terkejut sama sekali.
Jika orang-orang di daerah ini ingin pergi belanja, disinilah tempatnya
bagi mereka. Ini adalah metropolis lokal tipikal dengan tempat tukar-menukar
kereta, dan juga berbagai departemen store dan arsitektur kompleks.
Matahari tenggelam memandikan jalanan sibuk penuh pejalan kaki dengan
warna berderang. Ketika lampu di perempatan depan berubah jadi hijau,
jalanan menjadi penuh dengan lautan manusia dalam sekejap. Kita terpisah
sejenak oleh ombak ini setelah kita turun dari trotoar.
"Apa yang lo pengen tunjukin ke gue dengan bawa-bawa gue kesini?"
Berjalan perlahan di zebra cross, Koizumi melihat ke depan dan
berkata,
"Masih ada waktu untuk mengubah pikiran anda!"
"Toh gue udah terlanjur disini, jadi ga usah basa-basi lah."
Berjalan di sampingku, Koizumi tiba-tiba menggenggam tanganku. Woi,
lo mau ngapain!? Jijik tuh!
"Maafkan aku, tapi bisakah anda memejamkan mata sejenak? Ini
takkan lama."
Aku mengelak untuk menghindari seorang pejalan kaki menabrakku.
Lampu hijaunya mulai berkedip-kedip.
Okey! Jadi aku nurut memejamkan mataku. Aku masih bisa dengar
banyak langkah kaki di jalanan, mesin kendaraan menderum, obrolan tanpa
henti, dan berbagai macam suara.
Dibawah bimbingan Koizumi, aku jalan ke depan satu langkah, dua
langkah, tiga langkah, dan lalu aku berhenti.
"Anda bisa membuka mata sekarang."
Perlahan kubuka mataku.
Seluruh dunia jatuh dalam warna abu-abu.
Benar-benar gelap. Tak bisa kutahan diri untuk mendongak ke langit.
Matahari yang berpendar oranye tidak dapat ditemukan dimana pun, dan
langitnya diselimuti oleh awan abu-abu mendung. Apa itu benar-benar awan?
Horizon gelap tanpa celah terenggang tanpa akhir di seluruh arah. Satusatunya yang menahan dunia ini jatuh sepenuhnya dalam kegelapan hanyalah
sinar yang terkadang menembus masuk, menggantikan silau matahari,
menghasilkan pendaran lemah di langit abu-abu.
Disana tiada orang sama sekali.
Selain Koizumi dan aku, berdiri di tengah perempatan, kerumunan
ramai yang sebelumnya ada disini sekarang hilang tanpa jejak. Di kegelapan
luas, hanya lampu lalu lintas yang berkedip, berubah merah, sedangkan
kumpulan lampu lalu lintas lainnya jadi hijau, namun disana tiada kendaraan
barang satupun di jalan. Begitu sunyi sampai-sampai seseorang bisa berpikir
kalau bumi telah berhenti berputar juga.
"Kita sekarang berada di sebuah celah dalam garis retakan antardimensi; ini adalah Dimensi Tertutup, sebuah tempat yang terputus
samasekali dari dunia kita tinggal."
Suara Koizumi menjadi amat jelas di keheningan.
"Tengah-tengah perempatan ini jatuh tepat di samping "Dinding"
Dimensi Tertutup ini. Lihatlah, seperti itu."
Lengan terentang Koizumi berhenti di udara, seolah-olah tertahan oleh
sesuatu. Kucoba melakukan hal yang sama dan merentangkan lenganku ke arah
situ; rasanya kayak nyentuh sayuran dingin kecuci. Tanganku menekan
permukaan dinding elastis tak kasat mata, tapi kutak bisa merentang lebih
jauh lagi melebihi sepuluh sentimeter.
"Dimensi Tertutup ini memiliki radius lima kilometer. Biasanya,
mustahil untuk masuk dengan cara fisik biasa. Salah satu kemampuanku
adalah untuk memasuki ruang-ruang semacam ini."
Seperti galah bambu berdiri, tidak sepercik sinar pun terlihat dari
bangunan sekitar. Toko-toko dalam kompleks belanja semuanya gelap di
dalam, hanya lampu jalan berkedip lemah.
"Dimana tempat ini?"
Bukan, pertanyaannya seharusnya "Dimensi apakah ini?"
"Akan kujelaskan sambil berjalan," Kata Koizumi santai,
"Aku tidak terlalu yakin soal detailnya, tapi dimensi ini terletak tidak
jauh dari dimensi kita......Anggap saja begini, garis retakan antar-dimensi
tiba-tiba muncul di sebelah sana, dan kita masuk melalui celahnya. Saat ini,
dunia luar masih berjalan dengan kehidupan sehari-harinya. Hampir mustahil
bagi manusia biasa untuk tak sengaja mendapati dunia ini secara kebetulan."
Kita menyeberang jalan. Koizumi berjalan ke arah yang sudah
ditetapkannya.
"Bayangkan sebuah dimensi seperti mangkuk terbalik, berbentuk telur,
dan tempat ini adalah dalamannya."
Kita memasuki komplek apartemen bertingkat, tapi tak seorang pun
terlihat, bahkan tidak setitik debu pun.
"Dimensi Tertutup terjadi secara acak. Kadang muncul selang satu
hari, dan kadang muncul sekali setiap beberapa bulan. Namun, satu hal yang
pasti... "
Kami menaiki tangga walau di dalamnya gelap. Kalau aku tak mengikuti
Koizumi dekat-dekat, aku sudah terpeleset.
"Kapanpun Suzumiya-san dalam keadaan tidak stabil mentalnya, ruang
ini akan muncul."
Kami sampai di atap blok apartemen.
"Setelah satu Dimensi Tertutup muncul, aku bisa merasakannya; begitu
pula dengan rekan-rekanku. Bagaimana kami tahu itu? Jujur saja, kami juga
tidak tahu bagaimana. Apapun itu, kami hanya tahu kapan dan dimana Dimensi
Tertutup akan muncul, dan bagaimana cara menyusupinya. Aku tidak bisa
mendeskripsikan rasa ini dalam kata-kata."
Kupegang pagar atap dan melihat ke arah langit; tiada angin dapat
terasa.
"Lo bawa gue kesini cuma buat ngeliat ini? Hampir ga ada orang disini!"
"Tidak, hal yang sesungguhnya baru setelah ini. Mau dimulai."
Berhenti becanda napa! Tapi Koizumi pura-pura tidak menyadari
ekspresi ketidaknyamananku.
"Kemampuan aku hanyalah mendeteksi Dimensi Tertutup dan
menembusnya. Sejujurnya, aku bahkan bisa mendeteksi keadaan benak
Suzumiya-san. Dunia ini seperti bisul yang terbentuk dari getaran status
emosi tidak stabil Suzumiya-san, dan aku adalah obat yang dirancang untuk
menyembuhkan bisulnya."
"Analogi lo emang sulit dimengerti."
"Orang sering bilang begitu. Tapi, anda hebat juga! Anda tampaknya
tidak panik samasekali karena melihat semua hal ini."
Pada saat ini, bayangan Asakura menghilang tanpa bekas dan Asahinasan versi dewasa melintas di benakku: gue udah terlalu banyak ngalamin
pengalaman kayak beginian.
Tiba-tiba, Koizumi mendongakkan kepalanya dan menatap jauh.
"Tampaknya sudah dimulai. Berbalik dan lihatlah ke belakang."
Kulakukan, dan -- aku melihatnya.
Berdiri diantara gedung-gedung tinggi di kejauhan ada raksasa biru
berpendar.
Lebih tinggi sekepala dari gedung 30 tingkat. Figur langsing, biru tua
berbayang sepertinya mengandung sejenis materi yang memungkinkannya
untuk bersinar dari dalam. Karena terlalu gelap, aku tak dapat
mempersepsikan guratannya, dan selain mata dan mulutnya, yang kelihatan
agak gelap, wajahnya tampaknya tak memiliki corak lain.
Apaan tuh?
Raksasa itu perlahan mengangkat lengannya dan lalu mengayunkannya
seperti kapak.
Gedung di sampingnya hancur terbelah; lalu bagaikan dalam gerak
lambat, beton, kabel, dan serpihan yang membuat suara memekakkan jatuh ke
permukaan tanah.
"Kami percaya ini adalah manifestasi kefrustasian Suzumiya-san. Acap
kali konflik dalamnya mencapai batas tertentu, raksasa ini akan muncul dan
menghancurkan semua di sekitarnya untuk meringankan tekanannya, tapi kami
tidak bisa memperbolehkan makhluk ini berbuat semaunya di realitas kita,
atau dia akan menyebabkan kehancuran luas. Itulah kenapa Dimensi Tertutup
dibuat, jadi dia bisa melepaskan kehancurannya di dalam. Apakah itu masuk
akal?"
Setiap saat raksasa biru berpendar mengayunkan lengannya, gedunggedung teriris dua dan rubuh. Si raksasa kemudian lanjut ke depan, menginjak
reruntuhannya. Yang mengherankan, aku hanya bisa mendengar suara gedung
rubuh, tapi tidak langkah kaki raksasa itu.
"Menurut hukum fisika, seharusnya mustahil untuk raksasa seperti dia
bisa berdiri, dikarenakan beratnya. Namun dia dapat bergerak bebas dalam
kondisi tanpa berat. Walau menghancurkan sebuah gedung melibatkan
perubahan dalam struktur molekulnya, peraturan tersebut sepertinya tidak
berlaku untuknya. Bahkan tentara pun takkan bisa menghentikannya."
"Jadi kita cuma biarin dia semaunya?"
"Tidak, dan inilah kenapa aku eksis. Mohon lihat kesana."
Koizumi menunjuk ke arah raksasa itu. Aku melihat ke arah dia
menunjuk dan menyadari sedikit titik merah bercahaya yang sebelumnya
tiada, sekarang terbang mengelilingi si raksasa. Dibandingkan dengan raksasa
besar biru, titik-titik merah itu seperti biji wijen. Total ada lima, tapi karena
mereka terbang begitu cepat, mataku tak bisa mengikutinya. Seperti satelit,
titik-titik merah itu mengorbit di sekeliling si raksasa seperti berusaha
menghentikan raksasa itu melangkah lebih jauh lagi.
"Mereka rekan-rekan aku, yang, seperti aku, juga memperoleh
kekuatannya dari Suzumiya-san, satria yang bertugas untuk memburu raksasa
ini."
Dengan ahli titik-titik merah itu mengelak serangan lengan si raksasa
sambil mengubah jalur terbangnya dengan tangkas dan menyerang badan
raksasa itu. Badan raksasa itu sepertinya terbuat dari gas karena titik merah
itu hanya terbang menembusnya.
Namun, raksasa tampaknya tak menyadari serangan titik-titik merah
itu dan mengangkat lengannya untuk menghancurkan bangunan departemen
store lain.
Sebagaimanapun titik-titik merah itu menyerang, raksasa itu
sepertinya tak berhenti. Sinar-sinar merah seperti laser sekarang menembus
badan si raksasa nonstop, tapi karena aku terlalu jauh, aku tak bisa
memperkirakan jauhnya kerusakan yang telah ditahannya. Satu hal yang pasti:
sinar-sinar merah itu tidak membuat lubang apapun di badan raksasa itu.
"Ya, aku pikir aku mesti bergabung dengan mereka sekarang."
Badan Koizumi mulai menyala merah, dan segera, badan menyalanya
telah terselimuti dalam bulatan merah berpendar. Berdiri di depanku bukan
lagi manusia, tetapi bola besar berpendar.
Mulai edan ini.
Seakan-akan memberi tanda, bulatan menyala itu mulai terangkat dan
terbang langsung menuju raksasa itu dengan kecepatan luar biasa.
Karena para bulatan merah tak pernah berhenti terbang, tak bisa
kutetapkan berapa totalnya, tapi seharusnya tak lebih dari sepuluh, termasuk
Koizumi. Dengan berani mereka terbang ke badan raksasa itu, tapi yang bisa
mereka lakukan hanyalah terbang menembusnya. Si raksasa hampir-hampir,
kalaupun, terluka. Saat aku berpikir begitu, salah satu bola merah itu
mendekati pergelangan si raksasa dan melingkarinya.
Saat selanjutnya, tangan si raksasa terpotong. Tangan tanpa tuan
jatuh ke tanah dan mengeluarkan sinar mosaik, mulai jadi transparan, dan
kemudian meluruh seperti salju mencair di bawah matahari. Kuduga asap biru
yang keluar dari pergelangan terputusnya pastilah itu darahnya. Adegan di
depan benar-benar hal fantasi.
Titik-titik merah itu tampaknya sudah mengganti gaya serangan untuk
mengganyang raksasa itu. Mereka mendekati si raksasa seperti segerombolan
kutu mengepung seekor anjing. Sinar merah mengiris wajah si raksasa, dan
kepalanya jatuh ke bawah; setelah itu, bahunya juga turut jatuh, diikuti
dengan badan bagian atas, meninggalkan bentuk yang aneh. Bagian yang jatuh
mulai mengeluarkan sinar mosaik yang khas, lalu meluruh dan menghilang.
Karena raksasa itu berdiri diatas lahan tanah tanpa halangan di
sekitar, aku bisa melihat seluruh prosesnya dari awal sampai akhir. Ketika
badan bagian atas si raksasa jatuh, bagian badannya yang tersisa mulai
meluruh, akhirnya larut menjadi manik-manik yang lebih kecil dari debu dan
menyebar diantara reruntuha
↧
Kemurungan Suzumiya Haruhi - 21
↧