Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Dibakar Malu Dan Rindu - 38

$
0
0

Cerita Remaja | Dibakar Malu Dan Rindu | by Marga T | Dibakar Malu Dan Rindu | Cersil Sakti | Dibakar Malu Dan Rindu pdf

Cinta Seorang Copellia - Lisa Andriyana Masa Yang Hilang - Marisa Agustina Marissa - Shanty Dwiana Percy Jackson and the Olympians - Pertempuran Labirin The Iron Fey 1 - The Iron King - Julie Kagawa

ga tidak bodoh (walau ada kekurangan di bidang pendengaran). Beberapa orang, misalnya Dokter Ishtar, pernah menyatakan keheranannya langsung pada gadis itu, namun Katarina cuma tersenyum. Dalam hati sih meratap pilu. Sebab dia mengerti dengan jelas kenapa-nya.
  Mengetahui Kareem akan tinggal bersama Tania, Katarina sengaja minta cuti seminggu untuk menjauhi RS Esbe. Sudah bisa diduga. Kareem akan dibawa oleh bibinya menemui pentolan-pentolan RS Esbe, terutama Dokter Ishtar yang telah menanti-nantik an kedatangannya. Tak mungkin dia hadir di sana pada saat-saat itu. Di mana akan disembunyikannya mukan ya bila Kareem menyapanya di depan Tania? Dan apa penjelasannya untuk wanita yang berbudi luhur itu, me ngapa dia tidak berterus terang, sudah intim dengan ke ponakannya?! Percakapan mereka di dapur tempo hari memberi kesan bahwa dia cuma mengenal Kareem dar i jarak kamera video, sama sekali bukan dekat.
  Jadi dengan hati kebat-kebit ditunggunya kedatangan Kareem di rumah orangtuanya. Lambat atau cepat, waktunya pasti akan datang. Saatnya sudah tiba untuk menghadapi kenyataan yang terpahit dalam hidupnya. Mungkin lebih pahit dari sekedar tak mampu mendengar dengan sempurna.
 
  Kareem muncul dengan senyum cerah yang memancarkan sinar kerinduan demikian banglas, membuat Katarina bercekat jangan-jangan akan sulit sekali membuatnya mengerti kenapa mereka harus putus.
  Tanpa sungkan, Kareem sudah langsung menariknya ke dalam pelukannya. Katarina kemekmek tak mampu menolak. Terpaksa ditahannya debur jantungnya, dan untuk penghabisan kali dilingkarkan-nya lengannya ke sekeliling pinggang kekasihnya. Harum shampoo menerpa hidungnya. Kareem sangat apik menjaga kebersihan dirinya.
  Ketika dirasakannya pelukan itu telah berlangsung cukup lama (padahal baru dua menit), dengan lembut dilepaskannya lengan-lengan kokoh itu dari tubuhnya. "Ini bukan di Melbourne," bisiknya setengah ketawa, setengah menegur.
  "Ah. aku lupa!" goda Kareem nyengir. "Bia sanya kau yang enggak mau lepas!"
  Itu memang betul. Dia paling senang berdekapan tanpa berbuat apa-apa, cuma saling memeluk. Wajahnya memerah sedikit dan terasa panas, sebab tuduhan itu tidak meleset dari fakta.
  Katarina mengajak Kareem duduk, tapi bukan di atas sofa yang sama. Mereka saling pandang, seolah mau menemukan ciri-ciri kerinduan pada wajah masing-masing.
  "Kau kurusan, Rina. Sakit rindu, pasti!"
  Katarina cuma ketawa tanpa membantah atau mengiakan. "Kau sendiri biasa saja, berarti enggak rindu!"
  Kareem mendelik. Tubuhnya dimajukannya ke depan, lengannya terjulur mau menjangkaunya. "Coba bilang sekali lagi!" desisnya. "Akan kutunjukkan sekarang juga sampai di mana puncak kerinduanku padamu!"
  Ah, itu enggak bakal terjadi lagi. Rim! Nasib sudah menentukan, kisah kita cuma sampai di sini.
  Karena merasa tak ada gunanya ditunda-tunda lagi, Katarina bangkit menghampiri Kareem. "Yuk, ketemu orangtuaku. Mereka sedang di kebun belakang."
  Dengan penuh antusias Kareem pun ikut bangkit, menyambut ajakan itu. Sambil tersenyum dia berdiri di depan sebuah pigura berkaca, lalu berlagak mematut diri, becermin sambil mengelus-elus rambutnya. "Perlu kelihatan rapi, ah!" kelakarnya, tapi Katarina sudah menarik tangannya, diajak ke dalam rumah, terus ke belakang.
  Di luar, penampilan Katarina biasa saja, malah masih bisa tersenyum dan melirik atau menimpali guyonnya. Tapi di dalam, cuma dia sendiri yang tahu. Hatinya sesambat, menangis pilu. sebab saat perpisahan sudah tiba.
  Dari jauh dia sudah berseru memanggil ayah dan ibunya, "Mam, Pap, ini ada kawan saya mau ketemu!"
  Ibu Melita sedang mengurus kebun bersama suaminya. Keduanya mengangkat kepala mendengar seruan itu. Ketika melihat siapa yang datang, mereka pun berdiri dari jongkok, menunggu Katarina tiba bersama tamunya. Tni Dokter Kareem."
  Ibunya sudah melepas sarung tangan dan langsung mengulurkan tangan yang dijabat oleh Kareem dengan hangat. "Ayah Kareem juga dokter, Mam. Almarhum Dokter Arman."
  Katarina menunjuk ayahnya. "Rim, ini ayahku. Dokter Edo Sabara!" Dengan tenang (padahal dalam hati nyaris putus jantungnya saking terguncang pelbagai perasaan ekstrem) dipandangnya pemuda itu. Ketika dia menoleh dengan air muka terkejut, Katarina menatapnya tanpa berkedip seolah mau bilang: ya, betul, ini adalah musuh besarmu.
  "Pap, Kareem Rejana ini spesialis THT, dari Melbourne."
  Sekarang giliran Edo Sabara untuk menunjukkan wajah pucat. Lengannya sebenarnya sudah setengah terulur, namun belum disambut oleh Kareem, entah karena kaget atau memang tidak mau. Sekarang mendengar nama lengkap tersebut, lengan Edo terkatung di udara, akhirnya terkulai kembali, lurus ke samping tubuh.
  "Pa...." Ibu Melita menyentuh bahu suaminya yang kelihatan bernapas terengah-engah, wajahnya berkeringat, bibirnya yang memucat setengah terbuka. Matanya yang tampak penuh duka menatap anak muda yang mematung di depannya. Suaranya parau ketika bibirnya bergerak, "Aku sama sekali tidak tahu, Arman adalah saudaraku...."
 
  Terdengar helaan napasnya, dadanya masih turun-naik dengan cepat. Kepalanya menggeleng. "Aku tahu aku tidak pantas minta ampun padamu. Tapi percayalah, tindakanku itu bukan disebabkan oleh ketamakan atau kebencian."
  Edo Sabara memejamkan sejenak matanya, menarik napas panjang, lalu memandang kembali tamunya. "Aku terdorong oleh rasa putus asa yang luar biasa. Anak tunggalku terancam bisu-tuli, apa jadinya dia nanti bila kedua orangtuanya sudah tidak ada? Dia takkan mampu mencari nafkah dengan keadaannya itu, dia juga takkan mungkin menikah... siapa yang akan tertarik dengan wanita cacat?! Karena itu..." Sepasang mata yang sendu bagaikan mata seekor kucing yang terluka parah, menatap Kareem dengan penuh permohonan.
  Kareem menunduk dan mengangguk beberapa kali. Katarina menoleh padanya. Hatinya bercekat melihat laki-laki itu memucat, bibir bawahnya digigitnya keras-keras sampai berubah putih warnanya. Katarina merasa trenyuh sekali, namun tak kuasa berbuat apa pun untuk menolongnya.
  "Tahukah Tania kau mengenal keponakannya?" tanya Ibu Melita pada putrinya.
  Sebelum Katarina sempat menjawab, Kareem telah mendahului, "Bibi saya belum tahu apa-apa. Rina selalu melarang. Sekarang saya mengerti apa sebabnya...." Nadanya sarat dengan duka, namun tak ada kepahitan atau amarah atau sesal. Katarina menggenggam tangan Kareem yang balas mencekal dengan erat. Sikapnya merupakan luapan rasa terima kasih karena pemuda itu tidak menunjukkan kebencian atau kekasaran terhadap ayahnya, atau bahkan mengutuknya.
  "Tantemu sudah tahu aku pernah ketemu denganmu di Melbourne."
  "Tapi sebaiknya jangan dikasi tahu yang mendetil. Ini demi menjaga perasaannya, supaya dia jangan kawatir enggak keruan," ujar ibu Katarina menasihati.
  Kedua orang muda itu tidak memberi komentar. Edo Sabara sementara itu sudah melangkah ke kursi kebun yang terbuat dari plastik putih, dan menjatuhkan diri ke situ dengan bunyi keras seakan plastik tersebut tak mampu lagi menahan bobot tubuhnya yang kelihatan agak mengurus dari dulu (pakaiannya tampak longgar sekali, kulitnya bukan cuma berkerut tapi juga bergelambir).
  Ibu Melita cepat-cepat menyuruh Katarina membawa tamunya pergi. "Ambilkan Kareem minum, Rina." Tangannya terjulur menyentuh lengan pemuda itu. "Apa pun yang sudah terjadi, Rim, kami tetap keluargamu. Ayah Katarina adalah pamanmu. Dia sudah diganjar hukumannya, bukan cuma dalam penjara, tapi yang lebih berat adalah pengucilan dari kolega-koleganya. Tak seorang pun yang masih mau mengenalnya. Karena itu dia tidak bisa lagi praktek di luar, terpaksa cuma menangani pasien-pasien dalam pe njara ini tanpa honor apa-apa. Semua dosanya dilakuk annya karena cinta pada Rina. Ampunilah pamanmu. Ja nganlah musuhi Rina. Anggaplah dia seperti adikmu...."
 
  Kareem kelihatan menelan ludah dengan susah payah. Sebelum dia sempat membuka mulut (seandainya berkenan), Katarina sudah menariknya dengan keras, sengaja mengajaknya menyingkir supaya dia tak usah dipaksa menanggapi perkataan ibunya.
  Kareem menurut saja bagaikan anak kecil Tanpa bersuara sedikit pun dia mengikuti Katarina yang menggenggam tangannya erat-erat. Kedua orangtua Katarina mengawasi mereka dengan rupa tertegun. Setelah yang diawasi hilang di balik pintu yang menuju ke ruang makan, barulah mereka saling pandang. Edo mengusap rambut tipis di kepalanya dan menghela napas panjang. Ibu Melita juga menarik napas.
  Dengan suara tercekik, Edo berkata. "Dialah ayah Arman kecil!" Istrinya tidak menanggapi, tapi juga tidak membantah.
 
  * * *
 
  Katarina mengajak Kareem ke beranda samping. Tawaran minum telah ditolaknya. "Aku mau pulang saja," keluhnya.
  "Rim...." Katarina mengalungkan kedua le ngannya ke bahu laki-laki itu dan merebahkan kepalan ya di dadanya yang bidang. Belum setahun yang lalu, d ada ini telah memberinya kehangatan yang dipastikann ya akan menjadi miliknya seumur hidup. Namun sekara ng kenyataan telah berbalik total.
  Kareem masih merangkulnya seperti dulu, tapi nuansanya sudah tidak lagi erotik, tidak lagi penuh rindu. Sambil mengelus rambut hitam yang tebal dan harum itu, dia berbisik parau, "Kiripan itu nama siapa?" "Ibuku."
  "Kau sudah lama tahu ini?" "Ya."
  "Sebelum pulang ke Jakarta?"
  "Setelah mendengar penjelasanmu empat hari sebelum aku take-off. Ingat, aku pernah nanya kenapa buku harian nenekmu itu enggak tamat...."
  Kareem menarik napas berat, mengangguk. Dike-cupnya kening Katarina. Matanya berkaca-kaca, memandang redup ke depan. Suaranya seakan datang dari jauh. "Apa yang akan kita lakukan sekarang?"
  "Kau harus melupakan diriku, dan mencari ganti..."
  Kareem menggeleng. "Aku akan selalu mencintaimu, Rina." "Sama-sama...."
  "Apa juga yang akan terjadi, cintaku tetap milikmu. Aku enggak akan kawin dengan orang lain."
  "Tapi, Rim, kita enggak bakal bisa kawin!" "Enggak jadi soal. Cinta enggak selalu mesti diakhiri dengan perkawinan. Enggak mutlak...." "Kita enggak boleh punya hubungan apa juga!" "Bisa dan boleh!"
  "Rim! Kau gila! Lupakan hubungan intim kita! No sex, oke?!"
  "Hubungan enggak selalu berarti seks, Rin. Sebagai adik juga bisa. Ah! Enggak kusangka, aku bisa punya adik secantik ini. Jangan cepat-cepat kawin, ya. Nanti aku kesepian...." Kareem berusaha mau ketawa, tapi malah jadi meringis.
  Katarina menggeleng dengan mata sendu. "Aku enggak bakal kawin seumur hidup! Cintaku sudah kuberikan padamu, enggak adil untuk suami bila aku enggak mampu mencintainya."
  "Kau enggak kepingin jadi ibu?" tanyanya sambil mengelus rambut Katarina.
  "Kau sendiri, enggak kepingin jadi bapak?" dia balas menantang.
  "Anak bagiku enggak penting. Dunia sudah terlalu padat, karena kebanyakan orang enggak bisa menahan diri, harus-tanpa bisa ditawar-tawar- punya anak, bukan satu tapi setengah lusin! Jadi orang-orang seperti aku yang enggak bakal merana tanpa anak, harus rela menyingkir ke samping, biarlah kebanggaan sebagai bapak itu aku lewati. Lebih penting bagiku, bagaimana menolong sesama manusia."
  Katarina menarik napas, mengelus wajah Kareem tanpa kata. Pikirannya sibuk berputar bagaikan gasing. Suatu saat kelak, mungkin berpuluh tahun lagi, aku akan memberitahukan padanya sebuah keajaiban dunia. Namanya Arman. Untuk mengenang dan menghormati ayah yang tak pernah dikenalnya karena pergi meninggalkannya terlalu dini. Gara-gara diriku. Akulah penyebab malapetaka dalam hidupmu, Rim. Ayahku memang pelaku kejahatan itu. tapi akulah penyebabnya. Maafkan aku. Rim.
  "Maafkan aku, Rim. Untuk perbuatan ayahku terhadap ayahmu dan nenekmu. Akulah gara-garanya."
  "Ssst. Jangan bilang begitu. Cinta enggak mengenal dendam atau sakit hati, Rina. Aku masih merasa bersukur sudah pernah mengenal cinta sejati selama beberapa bulan, dan akan terus mengenalmu sampai akhir hidupku!"
 
  -tamat-
  Daftar nama tokoh-tokoh dalam Dibakar Malu dan Rindu yang pernah muncul dalam kisah-kisah lain (yang mungkin tak ada hubungan langsung dengan kisah ini):
 
  Ishtar Hadiz, dr (Seribu Tahun Kumenanti: Dicabik
  Benci dan Cinta; Kuraih... Namun Tak Terjangkau;
  Dipalu Kecewa dan Putus Asa)
  Katarina Kiripan/Sabara (Dicabik Benci dan Cinta;
  Kuraih... Namun Tak Terjangkau)
  Niko (Kuraih... Namun Tak Terjangkau; Dipalu
  Kecewa dan Putus Asa)
  Razak (Dicabik Benci dan Cinta; Didera Sesal dan Duka)
  Sabrina, dr (Sekuntum Nozomi: menyusul(, sepupu Vashti (Amulet dari Nubia) dan Vanessa (Dicabik Benci dan Cinta)
  Tania (Didera Sesal dan Duka; Kuraih... Namun Tak Terjangkau; Dipalu Kecewa dan Putus Asa)
 
 


Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>