Cerita Cinta | Strangers | by Barbara Elsborg | Strangers | Cersil Sakti | Strangers pdf
Fear Street - The Dare - Tantangan Dibakar Malu Dan Rindu - Marga.T I For You - Orizuka Summer Breeze - Cinta Nggak Pernah Salah - Orizuka The Truth about Forever - Kebencian Membuatmu Kesepian - Orizuka
gatakan apa-apa."
"Aku ingin," kata Kate dan mengosongkan gelasnya. Dia meringkuk di dada Charlie.
"Ingat kan aku menempati ruang loteng di rumah anak-anak? Itu supaya pekerja perawatanku memiliki privasi sementara ia menyetubuhiku dan mengambil fotonya." Charlie tersentak dan menumpahkan minumannya.
"Sial, Kate. Berapa usiamu?"
"Empat belas."
"Oh Tuhanku. India berumur..." Kesedihan dan rasa bersalah menahan suara Charlie.
"Itu berbeda, Charlie. Kau berada di sebuah pesta, bersenang-senang dan kau pikir dia berumur enam belas tahun. India menginginkan seks. Aku tidak. Orang ini seharusnya menjagaku." Merasa jijik bahwa ia pernah menjadi salah satu orang-orang yang telah menyakiti Kate, membuat perut Charlie bergolak dan hatinya sakit.
Dia memperlakukan Kate seperti...Charlie menelan kembali isaknya.
Kate menekan kepalanya ke bahu Charlie. "Aku bilang pada Linda, pekerja sosialku, tapi seseorang memberika n bajingan gendut itu alibi jadi Linda memutuskan aku t elah berbohong. Ketika Ray datang ke kamarku, ia me mbawa pria lain. Dia mengatakan kalau aku bilang lagi, lain kali akan ada tiga orang."
Charlie memeluk Kate seerat yang dia bisa. Dia ingin melindungi dan merawat Kate selamanya dan tidak pernah membiarkan dia terluka lagi, hanya saja bagaimana bisa Kate menceritakan itu setelah apa yang telah dilakukan Charlie? Mengapa Kate percaya padanya?
"Aku punya perasaan akan ada foto-fotoku berumur empat belas tahun beredar di Internet. Itulah sebabnya aku tidak suka fotoku diambil."
"Bagaimana kau menjalani semua ini?" Bisik Charlie.
"Dengan menerima hal itu. Aku tidak menyeretnya di belakangku seperti koper kebesaran. Aku tidak mengeluh dan meratap tentang apa yang tidak bisa kuperbaiki. Aku harus hidup di dunia yang mengikutiku."
"Tapi kau mencoba untuk bunuh diri."
"Aku sudah membiarkan pertahananku turun."
"Apa aku menyelinap melewati penjagamu?" Tanya Charlie.
"Kupikir kau adalah penjagaku." Kate masih bisa mengatakan itu setelah apa yang Charlie lakukan? Charlie mencium rambutnya. Charlie bisa menjadi orang yang lebih baik. Kate akan membuatnya. Charlie gemetar saat Kate menggerakkan tangannya ke bawah tubuh Charlie, menyapukan gelembung.
"Biarkan aku membasuh punggungmu," kata Kate.
"Aku yang seharusnya membasuhmu."
"Tapi kau mempunyai kulit yang halus dan lembut."
"Kau terdengar seperti ular dan kupikir kau mencuri kata-kataku." Kate menjejakkan jari-jarinya di bawah busa dan ke bawah perut Charlie untuk membungkusnya di sekitar kemaluannya.
"Itu bukan punggungku," kata Charlie.
"Aku parah pada pelajaran biologi." Jilatan pada puting Charlie menarik erangan dari tenggorokannya.
"Dalam kasus ini, itu adalah punggungku. Teruslah menggosok." Charlie menangkap tawa Kate dengan ciuman. Kate terasa begitu manis hingga kepala Charlie serasa berenang.
Kate menarik diri dan meluncur turun di tubuh Charlie, mendaratkan cubitan kecil dan gigitan sepanjang punggung tulang rusuknya. Sebelum mulut Kate berhenti disekeliling kemaluannya, Charlie menyeret Kate kembali untuk menangkupkan wajah Kate dengan tangannya. Ketika bibir selembut satin Kate membuka sekaligus untuk lidah Charlie, Charlie mengerti seberapa dekat dia datang untuk mengacaukan hal ini, betapa beruntungnya Charlie, Kate masih berada dalam pelukannya dan tidak menyuruhnya untuk enyah atau bahkan melaporkannya kepada polisi. Charlie menginginkan Kate selamanya dan pikiran itu membuat hatinya pedih.
"Maafkan aku," gumam Charlie.
"Kau tidak perlu terus-terusan meminta maaf." Kate menjilat kembali kearah dada Charlie.
"Ya, aku minta maaf." Charlie mengangkat kepala Kate untuk melihat matanya. "Kau sangat berarti bagiku dan aku tahu aku hampir menghancurkan segalanya. Aku malu pada diriku sendiri."
"Aku bisa menghentikanmu."
"Bisakah?" Tanya Charlie. "Bagaimana jika kau telah mencoba dan aku tetap meneruskannya?" Kate meluncurkan dan meletakkan tangannya di leher Charlie.
"Charlie, kau mengalami hari yang mengerikan. Seseorang yang kau cintai, seseorang yang mencintaimu, mengatakan hal yang mengerikan dan kau menyerang. Tidak masalah jika kau menyerangku. Itulah yang sudah aku coba jelaskan. Ada sesuatu tentang aku yang membuat "
Charlie duduk begitu cepat, gelombang air tumpah ke sisi bak mandi.
"Jangan bicara omong kosong. Itu menjadi masalah. Tidak ada apa-apa tentang dirimu yang akan membuatku ingin menyakitimu, yang harus membuat orang ingin menyakitimu. Jangan berani-beraninya kau menyalahkan diri sendiri. Aku kacau hari ini. Aku tidak layak untukmu, tapi aku akan menunjukkan padamu aku bisa menjadi orang yang lebih baik. Aku tidak ingin membiarkanmu pergi. Tidak akan pernah. Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya." Charlie mengambil napas dalam-dalam, hatinya melonjak ke tenggorokannya saat dia menatap mata Kate.
"Kate, aku...aku pikir aku mencintaimu."
Oh Tuhan, apa Charlie sudah mengatakan itu keras-keras? Ya. Denyut jantungnya dua kali lipat dan mulutnya sudah mengering. Charlie sudah menahan kata-kata aman itu begitu lama sehingga Charlie tidak bisa percaya dia akan membiarkannya keluar.
Kecuali Kate tidak mengatakan apa-apa. Kate menatapnya tapi mengapa dia tidak mengatakan sesuatu? Charlie memegang rahang Kate dan menggoyangkannya ke atas dan ke bawah seolah-olah mencoba untuk membuatnya untuk bicara.
"Senang tahu kau peduli tentangku juga," kata Charlie dengan suara serak.
"Hippo, aku adalah milikmu sejak pukulan yang kau berikan di hidung."
Jantung Charlie melompat kearah jantung Kate, seolah-olah dua organ itu saling meraih untuk berciuman. Lalu bibir mereka bertemu dan kepala Charlie menjadi kabur. Bersikaplah lembut, kata Charlie pada diri sendiri dan setidaknya saat ini, ia berhasil untuk tidak menghancurkan Kate. Tangannya menempel di punggung Kate, Charlie melakukannya perlahan-lahan.
Charlie ingin mencium Kate untuk kebahagiaan, kembali mempercayai Charlie. Hari ini sudah mengerikan tetapi sesuatu yang baik telah muncul dari itu. Kate bicara kepada Charlie tentang masa lalunya. Charlie tidak suka sebagian besar dari apa yang sudah Kate katakan, tapi Kate mulai percaya padanya.
Charlie meluncurkan lidahnya di bibir atas Kate dan mengisapnya ke dalam mulut. Tangan Kate memegang kepala Charlie, ibu jarinya mengelus tepat di bawah mata Charlie. Kate bergoyang terhadap Charlie, tubuh mereka meluncur terhadap satu sama lain. Begitu mudah hanya untuk menyelipkan kemaluannya ke dalam Charlie berubah membatu.
Oh sial, apa yang telah kulakukan? Apa yang benar-benar telah kulakukan?
Kate memiringkan kepalanya kembali, menatap Charlie.
"Aku tidak menggunakan pelindung." Charlie mengerang.
"Oh Tuhan, aku minta maaf."
"Charlie, tidak apa-apa."
"Tidak. Aku telah merusak segalanya. Aku sungguh pengecut. Aku tidak pernah melakukan itu sebelumnya. Tidak pernah kehilangan pikiranku sehingga aku tidak ingat. Sial, sial. Maksudku, bagaimana jika "
"Aku minum pil."
Charlie memejamkan mata, kepalanya penuh ingin meledak dengan seribu pikiran. Dia mempunyai pandangan Kate, hamil, dan mereka berdua berjuang dengan petujuk sidang untuk sebuah buaian.
Lalu Charlie memikirkan setiap kali ia menggunakan kondom dengan Kate ketika ia tidak memerlukannya dan Charlie membuka matanya dan melotot.
"Pikirkan," kata Kate.
Charlie melakukan seperti yang Kate bilang. Ah. Satu kesempatan untuk pertama kalinya dan Charlie mengacaukannya, merusak apa yang seharusnya menj adi spesial. Kate melakukan hal yang benar dengan tid ak memberitahunya. Hanya sekarang Kate sudah meng atakannya. Charlie membuat dirinya tidak tersenyum.
"Kapan kau akan memberitahuku?" Bisik Charlie.
"Ketika waktunya tepat."
"Aku sungguh brengsek."
"Ya, kau benar." Charlie tertawa tertahan.
"Berpura-puralah malam ini adalah malam pertama kita."
"Tapi aku sudah "
"Tidak. Waktu itu kau tidak memikirkanku. Kali ini kau akan memikirkanku. Lakukan dengan baik." Kate menjerit saat Charlie berdiri dan mengangkat tubuhnya ke dalam pelukannya. Dia mendudukkan Kate di tepi bak, menyambar handuk dan membungkusnya di sekeliling tubuhnya. Busa terbang di mana-mana.
"Kita perlu makan," kata Charlie. "Makanan Italia, Thailand, India? Kita bisa mencoba makanan Argentina. Kita mungkin harus menunggu beberapa saat." Charlie bisa mengirim pesawat untuk menerbangkan kembali makanannya.
"Apa kau tidak punya sesuatu di kulkasmu?"
"Kulkas?" Charlie berkedip.
"Aku tidak tahu."
"Bolehkah aku melihatnya?" Charlie mengangguk. Kate mengusap rambutnya dan Charlie membungkus handuk di pinggangnya.
"Apa kau punya kemeja usang yang bisa kupakai?" Tanya Kate.
Charlie melangkah ke kamar tidur dan ke lemarinya. Dia memiliki sekitar seratus kemeja. Tak satu pun dari mereka sudah usang. Dia memilih satu yang putih tipis dan menyelipkan dirinya ke celana boxer sebelum ia kembali keluar.
Saat Kate memasang kancing di kemejanya, Kate tertawa.
"Kau bisa melihat langsung melalui ini." Charlie mengangkat alisnya. "Sungguh."
"Ayo." Kate mengambil tangannya dan menariknya ke dapur. Charlie meragukan ada sesuatu yang dapat dimakan di sana tapi Kate memeriksa kulkas, membuka beberapa lemari dan tersenyum.
"Tiga puluh menit. Apa cukup hangat untuk makan di taman?" Charlie akan menemukan cara untuk membuatnya hangat jika itu yang diinginkan Kate.
Memasak menenangkan Kate. Charlie sudah menyalakan musik, jazz penuh perasaan, menuangkan Kate segelas sampanye, memberinya ciuman dan menghilang.
Charlie mengalami hari yang mengerikan dan Kate tidak bermaksud untuk membongkar masa lalunya pada Charlie, tetapi jika mereka memiliki kesempatan apapun bersama-sama, tidak mungkin ada rahasia. Charlie begitu terbuka dan langsung dan Kate masih menyembunyikan sesuatu yang sangat besar. Suatu hari Kate akan memberitahunya, tapi tidak hari ini.
Dapurnya seperti sesuatu yang keluar dari sebuah majalah. Kate terus membelai jemarinya di atas meja granit yang indah. Ada bintik pirus warna-warni terpercik di seluruhnya dan menggantung di mana Kate berdiri, mereka bersinar terang atau redup di bawah cahaya. Kate melakukan bersih-bersih saat melanjutkan aktifitasnya. Charlie muncul untuk mengumpulkan sendok garpu, gelas dan piring dan kemudian menghilang lagi setelah ia kembali dua kali untuk mencium Kate.
Ketika Kate berjalan keluar membawa souffle keju yang tenggelam perlahan-lahan dan mangkuk salad, itu seperti melangkah ke dalam gua peri. Charlie telah menempatkan lilin dalam gelas di mana-mana
di antara tanaman, sepanjang pagar dan di seluruh batu bata herringbone terpisah dari garis telanjang di antara di mana ia duduk di meja dan pintu dapur.
Charlie mengenakan kemeja putih yang cocok dengan Kate dan dasi kupu-kupu hitam. Ketika ia berdiri, Kate tertawa. Tidak ada celana, hanya boxer. Di tengah meja berdiri vas bunga kuning. Sebuah gumpalan seakan meledak di tenggorokannya.
Kate meletakkan mangkuk di atas meja dan memeluk Charlie. "Oh Charlie, semuanya terlihat begitu indah. Bahkan kau."
Charlie menyeringai dan Kate merasakan tangan Charlie bergeser ke pantatnya yang telanjang.
"Kudengar makanan di tempat ini tidak enak tapi kita dapat mewujudkannya."
Charlie menarik keluar sebuah kursi untuk Kate duduki dan menuangkan sampanye lagi saat Kate menyajikan makanan.
Satu suapan penuh dan Charlie mengerang. "Oh Tuhan, ini lezat."
"Beberapa telur yang sudah lewat tanggal jualnya, sebongkah keju berjamur aku membuangnya sedikit, mentega, tepung well, setelah aku saring keluar kumbang, dan susunya, hanya sedikit bau." Charlie berhenti mengunyah.
Kate tersenyum. "Hanya bercanda."
"Jika kita membeli bahan-bahannya, maukah kau memasak sejenis Chihuahua itu lagi?"
"Oke."
"Dan dessert es krimnya juga?"
"Ah, well jika kau memakan semua makan malammu, mungkin akan ada suguhan sesudahnya. Tidak cukup seperti zabaglione tapi hampir."
Charlie membungkus salah satu kaki Kate ke dalam kakinya di bawah meja. Satu tangan beristirahat di lengan Kate. Kate mengangkat kaki yang lain, dan saat Charlie meneguk sampanye, Kate menggesekkan jari-jari kakinya di paha Charlie, ke bawah celana boxernya.
Charlie mengerang. "Dan kupikir kita mungkin bisa melalui makan malam tanpa aku harus mencabulimu." Charlie meraih pergelangan kaki Kate dan jari-jari kakinya berhenti menyelidik lebih jauh.
"Perusak permainan." Kate cemberut.
"Aku tidak bisa makan jika
Fear Street - The Dare - Tantangan Dibakar Malu Dan Rindu - Marga.T I For You - Orizuka Summer Breeze - Cinta Nggak Pernah Salah - Orizuka The Truth about Forever - Kebencian Membuatmu Kesepian - Orizuka
gatakan apa-apa."
"Aku ingin," kata Kate dan mengosongkan gelasnya. Dia meringkuk di dada Charlie.
"Ingat kan aku menempati ruang loteng di rumah anak-anak? Itu supaya pekerja perawatanku memiliki privasi sementara ia menyetubuhiku dan mengambil fotonya." Charlie tersentak dan menumpahkan minumannya.
"Sial, Kate. Berapa usiamu?"
"Empat belas."
"Oh Tuhanku. India berumur..." Kesedihan dan rasa bersalah menahan suara Charlie.
"Itu berbeda, Charlie. Kau berada di sebuah pesta, bersenang-senang dan kau pikir dia berumur enam belas tahun. India menginginkan seks. Aku tidak. Orang ini seharusnya menjagaku." Merasa jijik bahwa ia pernah menjadi salah satu orang-orang yang telah menyakiti Kate, membuat perut Charlie bergolak dan hatinya sakit.
Dia memperlakukan Kate seperti...Charlie menelan kembali isaknya.
Kate menekan kepalanya ke bahu Charlie. "Aku bilang pada Linda, pekerja sosialku, tapi seseorang memberika n bajingan gendut itu alibi jadi Linda memutuskan aku t elah berbohong. Ketika Ray datang ke kamarku, ia me mbawa pria lain. Dia mengatakan kalau aku bilang lagi, lain kali akan ada tiga orang."
Charlie memeluk Kate seerat yang dia bisa. Dia ingin melindungi dan merawat Kate selamanya dan tidak pernah membiarkan dia terluka lagi, hanya saja bagaimana bisa Kate menceritakan itu setelah apa yang telah dilakukan Charlie? Mengapa Kate percaya padanya?
"Aku punya perasaan akan ada foto-fotoku berumur empat belas tahun beredar di Internet. Itulah sebabnya aku tidak suka fotoku diambil."
"Bagaimana kau menjalani semua ini?" Bisik Charlie.
"Dengan menerima hal itu. Aku tidak menyeretnya di belakangku seperti koper kebesaran. Aku tidak mengeluh dan meratap tentang apa yang tidak bisa kuperbaiki. Aku harus hidup di dunia yang mengikutiku."
"Tapi kau mencoba untuk bunuh diri."
"Aku sudah membiarkan pertahananku turun."
"Apa aku menyelinap melewati penjagamu?" Tanya Charlie.
"Kupikir kau adalah penjagaku." Kate masih bisa mengatakan itu setelah apa yang Charlie lakukan? Charlie mencium rambutnya. Charlie bisa menjadi orang yang lebih baik. Kate akan membuatnya. Charlie gemetar saat Kate menggerakkan tangannya ke bawah tubuh Charlie, menyapukan gelembung.
"Biarkan aku membasuh punggungmu," kata Kate.
"Aku yang seharusnya membasuhmu."
"Tapi kau mempunyai kulit yang halus dan lembut."
"Kau terdengar seperti ular dan kupikir kau mencuri kata-kataku." Kate menjejakkan jari-jarinya di bawah busa dan ke bawah perut Charlie untuk membungkusnya di sekitar kemaluannya.
"Itu bukan punggungku," kata Charlie.
"Aku parah pada pelajaran biologi." Jilatan pada puting Charlie menarik erangan dari tenggorokannya.
"Dalam kasus ini, itu adalah punggungku. Teruslah menggosok." Charlie menangkap tawa Kate dengan ciuman. Kate terasa begitu manis hingga kepala Charlie serasa berenang.
Kate menarik diri dan meluncur turun di tubuh Charlie, mendaratkan cubitan kecil dan gigitan sepanjang punggung tulang rusuknya. Sebelum mulut Kate berhenti disekeliling kemaluannya, Charlie menyeret Kate kembali untuk menangkupkan wajah Kate dengan tangannya. Ketika bibir selembut satin Kate membuka sekaligus untuk lidah Charlie, Charlie mengerti seberapa dekat dia datang untuk mengacaukan hal ini, betapa beruntungnya Charlie, Kate masih berada dalam pelukannya dan tidak menyuruhnya untuk enyah atau bahkan melaporkannya kepada polisi. Charlie menginginkan Kate selamanya dan pikiran itu membuat hatinya pedih.
"Maafkan aku," gumam Charlie.
"Kau tidak perlu terus-terusan meminta maaf." Kate menjilat kembali kearah dada Charlie.
"Ya, aku minta maaf." Charlie mengangkat kepala Kate untuk melihat matanya. "Kau sangat berarti bagiku dan aku tahu aku hampir menghancurkan segalanya. Aku malu pada diriku sendiri."
"Aku bisa menghentikanmu."
"Bisakah?" Tanya Charlie. "Bagaimana jika kau telah mencoba dan aku tetap meneruskannya?" Kate meluncurkan dan meletakkan tangannya di leher Charlie.
"Charlie, kau mengalami hari yang mengerikan. Seseorang yang kau cintai, seseorang yang mencintaimu, mengatakan hal yang mengerikan dan kau menyerang. Tidak masalah jika kau menyerangku. Itulah yang sudah aku coba jelaskan. Ada sesuatu tentang aku yang membuat "
Charlie duduk begitu cepat, gelombang air tumpah ke sisi bak mandi.
"Jangan bicara omong kosong. Itu menjadi masalah. Tidak ada apa-apa tentang dirimu yang akan membuatku ingin menyakitimu, yang harus membuat orang ingin menyakitimu. Jangan berani-beraninya kau menyalahkan diri sendiri. Aku kacau hari ini. Aku tidak layak untukmu, tapi aku akan menunjukkan padamu aku bisa menjadi orang yang lebih baik. Aku tidak ingin membiarkanmu pergi. Tidak akan pernah. Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya." Charlie mengambil napas dalam-dalam, hatinya melonjak ke tenggorokannya saat dia menatap mata Kate.
"Kate, aku...aku pikir aku mencintaimu."
Oh Tuhan, apa Charlie sudah mengatakan itu keras-keras? Ya. Denyut jantungnya dua kali lipat dan mulutnya sudah mengering. Charlie sudah menahan kata-kata aman itu begitu lama sehingga Charlie tidak bisa percaya dia akan membiarkannya keluar.
Kecuali Kate tidak mengatakan apa-apa. Kate menatapnya tapi mengapa dia tidak mengatakan sesuatu? Charlie memegang rahang Kate dan menggoyangkannya ke atas dan ke bawah seolah-olah mencoba untuk membuatnya untuk bicara.
"Senang tahu kau peduli tentangku juga," kata Charlie dengan suara serak.
"Hippo, aku adalah milikmu sejak pukulan yang kau berikan di hidung."
Jantung Charlie melompat kearah jantung Kate, seolah-olah dua organ itu saling meraih untuk berciuman. Lalu bibir mereka bertemu dan kepala Charlie menjadi kabur. Bersikaplah lembut, kata Charlie pada diri sendiri dan setidaknya saat ini, ia berhasil untuk tidak menghancurkan Kate. Tangannya menempel di punggung Kate, Charlie melakukannya perlahan-lahan.
Charlie ingin mencium Kate untuk kebahagiaan, kembali mempercayai Charlie. Hari ini sudah mengerikan tetapi sesuatu yang baik telah muncul dari itu. Kate bicara kepada Charlie tentang masa lalunya. Charlie tidak suka sebagian besar dari apa yang sudah Kate katakan, tapi Kate mulai percaya padanya.
Charlie meluncurkan lidahnya di bibir atas Kate dan mengisapnya ke dalam mulut. Tangan Kate memegang kepala Charlie, ibu jarinya mengelus tepat di bawah mata Charlie. Kate bergoyang terhadap Charlie, tubuh mereka meluncur terhadap satu sama lain. Begitu mudah hanya untuk menyelipkan kemaluannya ke dalam Charlie berubah membatu.
Oh sial, apa yang telah kulakukan? Apa yang benar-benar telah kulakukan?
Kate memiringkan kepalanya kembali, menatap Charlie.
"Aku tidak menggunakan pelindung." Charlie mengerang.
"Oh Tuhan, aku minta maaf."
"Charlie, tidak apa-apa."
"Tidak. Aku telah merusak segalanya. Aku sungguh pengecut. Aku tidak pernah melakukan itu sebelumnya. Tidak pernah kehilangan pikiranku sehingga aku tidak ingat. Sial, sial. Maksudku, bagaimana jika "
"Aku minum pil."
Charlie memejamkan mata, kepalanya penuh ingin meledak dengan seribu pikiran. Dia mempunyai pandangan Kate, hamil, dan mereka berdua berjuang dengan petujuk sidang untuk sebuah buaian.
Lalu Charlie memikirkan setiap kali ia menggunakan kondom dengan Kate ketika ia tidak memerlukannya dan Charlie membuka matanya dan melotot.
"Pikirkan," kata Kate.
Charlie melakukan seperti yang Kate bilang. Ah. Satu kesempatan untuk pertama kalinya dan Charlie mengacaukannya, merusak apa yang seharusnya menj adi spesial. Kate melakukan hal yang benar dengan tid ak memberitahunya. Hanya sekarang Kate sudah meng atakannya. Charlie membuat dirinya tidak tersenyum.
"Kapan kau akan memberitahuku?" Bisik Charlie.
"Ketika waktunya tepat."
"Aku sungguh brengsek."
"Ya, kau benar." Charlie tertawa tertahan.
"Berpura-puralah malam ini adalah malam pertama kita."
"Tapi aku sudah "
"Tidak. Waktu itu kau tidak memikirkanku. Kali ini kau akan memikirkanku. Lakukan dengan baik." Kate menjerit saat Charlie berdiri dan mengangkat tubuhnya ke dalam pelukannya. Dia mendudukkan Kate di tepi bak, menyambar handuk dan membungkusnya di sekeliling tubuhnya. Busa terbang di mana-mana.
"Kita perlu makan," kata Charlie. "Makanan Italia, Thailand, India? Kita bisa mencoba makanan Argentina. Kita mungkin harus menunggu beberapa saat." Charlie bisa mengirim pesawat untuk menerbangkan kembali makanannya.
"Apa kau tidak punya sesuatu di kulkasmu?"
"Kulkas?" Charlie berkedip.
"Aku tidak tahu."
"Bolehkah aku melihatnya?" Charlie mengangguk. Kate mengusap rambutnya dan Charlie membungkus handuk di pinggangnya.
"Apa kau punya kemeja usang yang bisa kupakai?" Tanya Kate.
Charlie melangkah ke kamar tidur dan ke lemarinya. Dia memiliki sekitar seratus kemeja. Tak satu pun dari mereka sudah usang. Dia memilih satu yang putih tipis dan menyelipkan dirinya ke celana boxer sebelum ia kembali keluar.
Saat Kate memasang kancing di kemejanya, Kate tertawa.
"Kau bisa melihat langsung melalui ini." Charlie mengangkat alisnya. "Sungguh."
"Ayo." Kate mengambil tangannya dan menariknya ke dapur. Charlie meragukan ada sesuatu yang dapat dimakan di sana tapi Kate memeriksa kulkas, membuka beberapa lemari dan tersenyum.
"Tiga puluh menit. Apa cukup hangat untuk makan di taman?" Charlie akan menemukan cara untuk membuatnya hangat jika itu yang diinginkan Kate.
Memasak menenangkan Kate. Charlie sudah menyalakan musik, jazz penuh perasaan, menuangkan Kate segelas sampanye, memberinya ciuman dan menghilang.
Charlie mengalami hari yang mengerikan dan Kate tidak bermaksud untuk membongkar masa lalunya pada Charlie, tetapi jika mereka memiliki kesempatan apapun bersama-sama, tidak mungkin ada rahasia. Charlie begitu terbuka dan langsung dan Kate masih menyembunyikan sesuatu yang sangat besar. Suatu hari Kate akan memberitahunya, tapi tidak hari ini.
Dapurnya seperti sesuatu yang keluar dari sebuah majalah. Kate terus membelai jemarinya di atas meja granit yang indah. Ada bintik pirus warna-warni terpercik di seluruhnya dan menggantung di mana Kate berdiri, mereka bersinar terang atau redup di bawah cahaya. Kate melakukan bersih-bersih saat melanjutkan aktifitasnya. Charlie muncul untuk mengumpulkan sendok garpu, gelas dan piring dan kemudian menghilang lagi setelah ia kembali dua kali untuk mencium Kate.
Ketika Kate berjalan keluar membawa souffle keju yang tenggelam perlahan-lahan dan mangkuk salad, itu seperti melangkah ke dalam gua peri. Charlie telah menempatkan lilin dalam gelas di mana-mana
di antara tanaman, sepanjang pagar dan di seluruh batu bata herringbone terpisah dari garis telanjang di antara di mana ia duduk di meja dan pintu dapur.
Charlie mengenakan kemeja putih yang cocok dengan Kate dan dasi kupu-kupu hitam. Ketika ia berdiri, Kate tertawa. Tidak ada celana, hanya boxer. Di tengah meja berdiri vas bunga kuning. Sebuah gumpalan seakan meledak di tenggorokannya.
Kate meletakkan mangkuk di atas meja dan memeluk Charlie. "Oh Charlie, semuanya terlihat begitu indah. Bahkan kau."
Charlie menyeringai dan Kate merasakan tangan Charlie bergeser ke pantatnya yang telanjang.
"Kudengar makanan di tempat ini tidak enak tapi kita dapat mewujudkannya."
Charlie menarik keluar sebuah kursi untuk Kate duduki dan menuangkan sampanye lagi saat Kate menyajikan makanan.
Satu suapan penuh dan Charlie mengerang. "Oh Tuhan, ini lezat."
"Beberapa telur yang sudah lewat tanggal jualnya, sebongkah keju berjamur aku membuangnya sedikit, mentega, tepung well, setelah aku saring keluar kumbang, dan susunya, hanya sedikit bau." Charlie berhenti mengunyah.
Kate tersenyum. "Hanya bercanda."
"Jika kita membeli bahan-bahannya, maukah kau memasak sejenis Chihuahua itu lagi?"
"Oke."
"Dan dessert es krimnya juga?"
"Ah, well jika kau memakan semua makan malammu, mungkin akan ada suguhan sesudahnya. Tidak cukup seperti zabaglione tapi hampir."
Charlie membungkus salah satu kaki Kate ke dalam kakinya di bawah meja. Satu tangan beristirahat di lengan Kate. Kate mengangkat kaki yang lain, dan saat Charlie meneguk sampanye, Kate menggesekkan jari-jari kakinya di paha Charlie, ke bawah celana boxernya.
Charlie mengerang. "Dan kupikir kita mungkin bisa melalui makan malam tanpa aku harus mencabulimu." Charlie meraih pergelangan kaki Kate dan jari-jari kakinya berhenti menyelidik lebih jauh.
"Perusak permainan." Kate cemberut.
"Aku tidak bisa makan jika