Roses are Red | Mawar Merah | by James Patterson | Mawar Merah | Roses are Red | Mawar Merah pdf
Lintang Kemukus Dini Hari - Ahmad Tohari Jantera Bianglala - Ahmad Tohari Cinta itu Asyik Tapi jangan Asyik Bercinta Keberanian Manusia - Kumpulan Cerpen Kelompok 2 & 1 - Sang Pengintai
kat gelas anggurnya. "Ini untuk semangat positif, dan semangat-semangat. Dan ini untuk penjara seumur hidup ditambah penjara seumur hidup bagi teman kita si Masterprick."
 "Untuk penjara seumur hidup ditambah penjara seumur hidup bagi si Masterprick," kataku, dan mengangkat gelas birku.
 "Jadi di sinilah kita di Hartford," katanya, menatap lampu-lampu kota yang buram.
 Sejenak aku mengawasinya, dan aku merasa cukup yakin bahwa ia ingin aku mengawasinya.
 "Apa?" kataku.
 Ia mulai tertawa lagi dan tawanya menular. Ia memiliki senyum yang hebat, yang mempertegas matanya yang gelap dan kemilau. "Apa maksudmu, apa?"
 "Apa? Hanya sekadar apa," godaku. "Kau mengerti dengan tepat apa yang kubicarakan."
 Ia masih tetap tertawa. "Aku harus mengajukan pertanyaan ini padamu, Alex. Aku tidak punya pilihan dalam hal ini. Aku tidak punya kekuatan untuk memilih. Ini dia. Pertanyaan ini bisa memalukan, tapi aku tidak peduli. Oke. Nah, apa kau mau kembali ke kamarku? Aku mau kau kembali ke sana. Tidak ada ikatan. Percayalah. Aku tidak akan pernah menempel."
 Aku tidak tahu harus mengatakan apa kepada Betsey, tapi aku tidak menolak.
 Bab 80
 Kami berdua membisu sewaktu berjalan meninggalkan bar hotel. Aku merasa agak tidak nyaman, mungkin sangat tidak nyaman.
 "Aku agak menyukai ikatan," kataku akhirnya pada Betsey. "Terkadang aku bahkan suka ditempeli."
 "Aku tahu. Ikuti arus saja kali ini. Akan baik bagi kita berdua. Ini akan menyenangkan. Sudah lama menumpuk dan sangat memabukkan."
 Sangat memabukkan.
 Begitu berada di dalam lift hotel, Betsey dan aku berciuman untuk pertama kalinya. Ciuman yang lembut dan manis. Mengesankan, seperti sebagaimana ciuman pertama seharusnya. Ia harus berjinjit setinggi mungkin untuk mencapai mulutku. Aku tahu aku tidak akan melupakannya.
 Ia mulai tertawa begitu kami melepaskan pelukan- semburan tawa yang biasa. "Aku tidak sekecil itu. Tinggiku seratus enam puluh sentimeter lebih, hampir seratus enam puluh lima. Apa bagus? Ciuman kita?"
 "Aku senang menciummu," kataku padanya. 'Tapi kau memang sekecil itu."
 Mulutnya terasa manis peppermint, dan rasa itu masih ada di bibirku. Aku penasaran kapan ia menyelipkan permen mint ke dalam mulutnya. Ia sangat
 260
 cepat. Kulitnya halus dan lembut saat disentuh. Rambut gelapnya kemilau dan memantul lembut pada bahunya. Aku tidak bisa mengingkari bahwa aku tertarik.
 Tapi untuk mengambil tindakan? Aku mendapat perasaan bahwa ini terlalu cepat bagiku. Sangat berlebihan, terlalu cepat.
 Pintu lift terbuka di lantai kamarnya diiringi debuman pelan. Aku merasakan gelombang penantian, dan mungkin ketakutan. Aku tidak tahu harus bagaimana menafsirkannya, tapi aku tahu bahwa aku menyukai Betsey Cavalierre. Aku ingin memeluknya erat-erat, ingin mengetahui siapa dirinya, bagaimana pendamping yang diinginkannya, bagaiman a cara kerja benaknya, apa impiannya, apa yang mung kin akan dia katakan selanjutnya.
 Betsey berkata, "Walsh."
 Kami bergegas masuk kembali ke dalam lift. Jantungku berdebar cepat. Sialan.
 Ia berpaling memandangku dan tertawa. "Kena kau. Tidak ada orang di luar sana. Jangan segugup itu! Tapi aku memang gugup."
 Pada saat itu kami berdua tertawa. Ia jelas menyenangkan sebagai teman. Mungkin itu sudah cukup untuk sekarang. Aku senang berada di dekatnya, tertawa sebagaimana yang kami lakukan.
 Kami berpelukan begitu berada di dalam kamarnya. Ia terasa begitu hangat. Kubiarkan jemariku dengan lembut menelusuri punggungnya, dan ia mendesah lembut. Kugerakkan ibu jariku membentuk lingkaran-lingkaran terkecil di seluruh punggungnya. Dengan lembut kupijat-pijat kulitnya dan bisa kurasakan napasnya bertambah cepat. Jantungku juga mulai berdebar-debar cepat.
 261
 "Betsey," bisikku, "aku tidak bisa melakukannya. Tidak sekarang."
 "Aku tahu," balas Betsey. "Tapi peluk saja aku. Berpelukan itu menyenangkan. Ceritakan tentang dirinya, Alex. Kau bisa bicara denganku."
 Kukira mungkin ia benar. Aku bisa berbicara dengannya, dan bahkan menginginkannya. "Seperti yang kukatakan, aku senang ikatan. Aku sangat menyukai keintiman, tapi aku merasa keintiman harus diperoleh dengan usaha. Aku jatuh cinta pada seorang wanita bernama Christine Johnson. Rasanya begitu benar bagi kami berdua. Tidak pernah ada saat di mana aku tidak ingin bersamanya."
 Pertahananku hancur. Aku tidak mau, tapi isakannya muncul begitu saja. Lalu aku menangis keras-keras dan tidak mampu menghentikan diriku sendiri. Tubuhku terguncang-guncang, tapi aku bisa merasakan Betsey memelukku erat-erat, tidak mau melepaskan.
 "Maafkan aku," kataku pada akhirnya, dengan susah payah.
 "Jangan," katanya. "Kau tidak melakukan kesalahan apa pun. Sama sekali tidak. Malahan, kau sudah melakukan tindakan yang benar."
 Aku akhirnya menarik diri sedikit dan memandang wajahnya. Mata cokelatnya yang cantik basah karena air mata.
 "Kita berpelukan saja," katanya. "Kupikir kita berdua memerlukan pelukan. Pelukan itu bagus."
 Betsey dan aku berpelukan lama sekali, lalu aku kembali ke kamarku seorang diri.
 Bab 81
 Mastermind merasa begitu percaya diri, dan berseman gat, sehingga ia tidak tahan lagi. Malam itu, ia ada di sa na, di Hartford. Ia tidak ketakutan lagi. Tidak ada seora ng pun yang menakutkan baginya: Tidak FBI. Tidak siap a pun yang terlibat dalam kasus ini.
 Bagaimana cara mengalahkan diri sendiri? Bagaimana cara menciptakan kembali diri sendiri? Itulah satu-satunya perhatiannya. Bagaimana menjadi semakin lama semakin baik.
 Ia punya rencana untuk malam ini-rencana yang berbeda. Manuver ini begitu pandai, begitu sinting. Ia belum pernah mendengar yang seperti ini. "Cipta-an" yang benar-benar manis dan asli.
 Bagian yang paling umum adalah mendobrak masuk ke dalam apartemen kecil bergaya kebun di tepi kota Hartford. Ia memotong kaca di pintu apartemen, mengulurkan tangan ke dalam dan memutar kenopnya, dan voila-ia pun masuk.
 Ia mendengarkan rumah itu selama sesaat yang nikmat. Satu-satunya suara yang didengarnya hanyalah siulan angin di sela-sela pepohonan yang menghadap ke kolam tenang berair gelap.
 Ia merasa agak takut berada di dalam rumah, tapi ketakutan merupakan sesuatu yang alamiah, dan me-
 263
 mabukkan. Ketakutan menjadikan saat-saat ini hebat baginya. " Ia mengenakan topeng Presiden Clinton- topeng yang sama seperti yang digunakan dalam perampokan pertama.
 Tanpa suara ia menuju kamar tidur utama di bagian belakang apartemen. Makin lama makin baik. Ia hampir merasa seakan-akan tempat ini memang rumahnya. Kepemilikan merupakan sembilan persepuluh hukum. Bukankah begitu?
 Saat kebenaran!
 Perlahan-lahan ia membuka pintu kamar tidur. Kamar tidur berbau cendana dan melati. Ia berhenti sejenak di ambang pintu hingga matanya terbiasa dengan keremangan. Ia menyipitkan mata memandang ke dalam kamar tidur, mempelajarinya, mengetahui arah-arahnya. Ia melihatnya!
 Sekarang! Pergi! Jangan kehilangan sedetik pun.
 Ia bergerak sangat cepat. Ia seperti terbang melintasi ruangan ke ranjang berukuran queen itu. Ia jatuh di samping sosok yang sedang tidur tersebut dengan segenap berat tubuhnya.
 Terdengar uff, lalu jeritan terkejut. Ia menempelkan selotip kabel menutup mulut wanita itu, lalu memborgol kedua pergelangan tangannya yang ramping ke tiang ranjang.
 Klik-klik. Begitu cepat, begitu efisien.
 Sanderanya mencoba menjerit, berusaha memuntir dan berbalik dan membebaskan diri. Wanita itu mengenakan pakaian tidur sutra kuning. Mastermind menyukai rasanya, jadi ia menanggalkan gaun tidur ter sebut. Ia mengelus sutranya, mengusapkannya ke waj ahnya. Lalu menggigitinya.
 "Tidak akan terjadi. Kau tidak bisa melarikan diri. Berhentilah berusaha! Usahamu menjengkelkan.
 264
 "Cobalah untuk santai. Kau tidak akan disakiti," kata Mastermind selanjutnya. "Penting sekali bagiku bahwa kau tidak disakiti."
 Ia memberi wanita itu beberapa detik untuk meresapi kata-katanya. Untuk memahami.
 Ia membungkuk dekat hingga wajahnya hanya beberapa inci dari wajah wanita tersebut. "Aku akan menjelaskan kenapa aku datang kemari, apa rencanaku. Aku akan sangat jelas dan tepat. Aku percaya kau tidak akan memberitahu siapa pun mengenai hal ini. Tapi kalau kau memberitahu orang lain, aku akan kembali semudah malam ini. Akan kuterobos semua sistem keamanan yang kaubeli, dan akan kusiksa kau. Aku akan membunuhmu, tapi sebelumnya aku akan bertindak jauh lebih parah daripada itu."
 Mangsanya mengangguk. Akhirnya--pengertian. Penyiksaan merupakan kata kuncinya. Mungkin kata itu seharusnya lebih sering digunakan di sekolah.
 "Aku sudah mengamati dan mempelajari dirimu selama beberapa waktu. Kurasa kau sempurna bagiku. Aku yakin, dan aku biasanya benar dalam hal-hal seperti itu. Aku biasanya benar lebih dari sembilan puluh sembilan persen."
 Sanderanya kembali kebingungan. Mastermind bisa melihat di matanya. Sanderanya mendengar, tapi tidak mengerti.
 "Ini gagasannya, konsepnya. Aku akan mencoba memberimu anak malam ini. Ya, kau tidak salah dengar. Kuminta kau melahirkan bayi," kata Mastermind, menjelaskan pada akhirnya. "Aku sudah mempelajari irama kesuburanmu, program kontrasepsimu. Jangan tanya bagaimana, tapi aku sudah mempelajarinya. Percayalah. Aku sangat serius dalam hal ini.
 265
 "Kalau kau tidak melahirkan bayi ini, aku akan kembali mencarimu, Justine. Kalau kaugugurkan bayinya, aku akan menyiksamu habis-habisan, lalu membunuhmu. Tapi jangan khawatir, anak ini akan sangat istimewa," kata Mastermind. "Anak ini akan menjadi mahakarya. Bercintalah denganku, Justine"
 Bab 82
 Pada tengah hari keesokan harinya, kasus tampaknya mengalami perkembangan yang menakutkan dan tidak terduga. Aku sedang melakukan wawancara di MetroHartford sewaktu Betsey menerobos masuk. Ia memintaku keluar ke lorong. Wajahnya pucat.
 "Oh, tidak, ada apa?" kataku dengan susah payah.
 "Alex, ini begitu mengerikan sampai aku masih gemetaran. Dengarkan apa yang baru saja terjadi. Semalam, seorang wanita berusia dua puluh lima tahun diperkosa di apartemennya di tepi kota di luar Hartford. Pemerkosanya memberitahu bahwa dia ingin wanita ini melahirkan anaknya. Sesudah pemerkosanya pergi, wanita itu pergi ke rumah sakit dan polisi dipanggil. Dalam laporannya, dinyatakan bahwa pemerkosanya mengenakan topeng Clinton-seperti topeng yang digunakan dalam perampokan bank pertama, Alex-dan juga mengaku bernama mastermind."
 "Apa wanita ini masih di rumah sakit? Apa polisi masih mendampinginya?" tanyaku. Benakku berputar cepat, terisi oleh berbagai kemungkinan, menolak gagasan kebetulan. Seorang mastermind mengenakan topeng Clinton, tepat di luar kota Hartford? Terlalu nyaris untuk disebut kebetulan.
 267
 "Dia sudah meninggalkan rumah sakit dan pulang ke rumahnya, Alex. Mereka baru saja menemukan wanita itu tewas. Pemerkosanya sudah memperingatkan dia untuk tidak memberitahu siapa pun, dan untuk tidak mengaborsi. Wanita itu tidak mematuhinya. Dia melakukan kesalahan. Si pemerkosa me~ racuninya, Alex. Terkutuk pria itu."
 Betsey Cavalierre dan aku pergi ke apartemen wanita yang sudah tewas itu. Dan yang ada di sana lebih dari mengerikan. Wanita itu tergeletak di lantai dapurnya, terpuntir mengerikan. Aku teringat mayat-mayat Brianne dan Errol Parker. Wanita yang malang ini sudah dihukum. Para teknisi FBI menyisir apartemen kebun kecil tersebut. Tidak ada apa pun yang bisa dilakukan Betsey maupun aku di sana. Keparat itu ada di Hartford-mungkin masih ada di sini. Ia mengejek kami.
 Kasus ini sama menekannya seperti kasus mana pun yang pernah kutangani. Siapa pun yang ada di belakang perampokan dan pembunuhan menjijikkan ini mustahil untuk dilacak, untuk diperkirakan arti perbuatannya.
 Siapa si Mastermind ini? Apa ia benar-benar ada di Hartford tadi malam dan pagi ini? Kenapa ia mengambil risiko seperti itu?
 Aku bekerja di kantor-kantor MetroHartford hingga hampir pukul tujuh. Aku berusaha tidak menunjukkannya, tapi aku sudah nyaris patah semangat. Aku mewawancarai beberapa karyawan lagi, lalu pergi ke ruang personalia dan membaca surat-surat ancaman yang ditujukan kepada MetroHartford. Ada beberapa tumpuk. Pada umumnya, surat penuh kebencian berasal dari anggota keluarga yang berduka dan marah karena klaimnya ditolak atau merasa prosesnya me-
 268
 makan waktu yang terlalu lama-dan biasanya memang begitu. Aku berbicara selama satu jam lebih dengan kepala keamanan gedung, Terry Mayer. Wanita tersebut secara struktural terpisah dari Steve Bolding, yang merupakan konsultan luar. Terry memberitahuka
Lintang Kemukus Dini Hari - Ahmad Tohari Jantera Bianglala - Ahmad Tohari Cinta itu Asyik Tapi jangan Asyik Bercinta Keberanian Manusia - Kumpulan Cerpen Kelompok 2 & 1 - Sang Pengintai
kat gelas anggurnya. "Ini untuk semangat positif, dan semangat-semangat. Dan ini untuk penjara seumur hidup ditambah penjara seumur hidup bagi teman kita si Masterprick."
 "Untuk penjara seumur hidup ditambah penjara seumur hidup bagi si Masterprick," kataku, dan mengangkat gelas birku.
 "Jadi di sinilah kita di Hartford," katanya, menatap lampu-lampu kota yang buram.
 Sejenak aku mengawasinya, dan aku merasa cukup yakin bahwa ia ingin aku mengawasinya.
 "Apa?" kataku.
 Ia mulai tertawa lagi dan tawanya menular. Ia memiliki senyum yang hebat, yang mempertegas matanya yang gelap dan kemilau. "Apa maksudmu, apa?"
 "Apa? Hanya sekadar apa," godaku. "Kau mengerti dengan tepat apa yang kubicarakan."
 Ia masih tetap tertawa. "Aku harus mengajukan pertanyaan ini padamu, Alex. Aku tidak punya pilihan dalam hal ini. Aku tidak punya kekuatan untuk memilih. Ini dia. Pertanyaan ini bisa memalukan, tapi aku tidak peduli. Oke. Nah, apa kau mau kembali ke kamarku? Aku mau kau kembali ke sana. Tidak ada ikatan. Percayalah. Aku tidak akan pernah menempel."
 Aku tidak tahu harus mengatakan apa kepada Betsey, tapi aku tidak menolak.
 Bab 80
 Kami berdua membisu sewaktu berjalan meninggalkan bar hotel. Aku merasa agak tidak nyaman, mungkin sangat tidak nyaman.
 "Aku agak menyukai ikatan," kataku akhirnya pada Betsey. "Terkadang aku bahkan suka ditempeli."
 "Aku tahu. Ikuti arus saja kali ini. Akan baik bagi kita berdua. Ini akan menyenangkan. Sudah lama menumpuk dan sangat memabukkan."
 Sangat memabukkan.
 Begitu berada di dalam lift hotel, Betsey dan aku berciuman untuk pertama kalinya. Ciuman yang lembut dan manis. Mengesankan, seperti sebagaimana ciuman pertama seharusnya. Ia harus berjinjit setinggi mungkin untuk mencapai mulutku. Aku tahu aku tidak akan melupakannya.
 Ia mulai tertawa begitu kami melepaskan pelukan- semburan tawa yang biasa. "Aku tidak sekecil itu. Tinggiku seratus enam puluh sentimeter lebih, hampir seratus enam puluh lima. Apa bagus? Ciuman kita?"
 "Aku senang menciummu," kataku padanya. 'Tapi kau memang sekecil itu."
 Mulutnya terasa manis peppermint, dan rasa itu masih ada di bibirku. Aku penasaran kapan ia menyelipkan permen mint ke dalam mulutnya. Ia sangat
 260
 cepat. Kulitnya halus dan lembut saat disentuh. Rambut gelapnya kemilau dan memantul lembut pada bahunya. Aku tidak bisa mengingkari bahwa aku tertarik.
 Tapi untuk mengambil tindakan? Aku mendapat perasaan bahwa ini terlalu cepat bagiku. Sangat berlebihan, terlalu cepat.
 Pintu lift terbuka di lantai kamarnya diiringi debuman pelan. Aku merasakan gelombang penantian, dan mungkin ketakutan. Aku tidak tahu harus bagaimana menafsirkannya, tapi aku tahu bahwa aku menyukai Betsey Cavalierre. Aku ingin memeluknya erat-erat, ingin mengetahui siapa dirinya, bagaimana pendamping yang diinginkannya, bagaiman a cara kerja benaknya, apa impiannya, apa yang mung kin akan dia katakan selanjutnya.
 Betsey berkata, "Walsh."
 Kami bergegas masuk kembali ke dalam lift. Jantungku berdebar cepat. Sialan.
 Ia berpaling memandangku dan tertawa. "Kena kau. Tidak ada orang di luar sana. Jangan segugup itu! Tapi aku memang gugup."
 Pada saat itu kami berdua tertawa. Ia jelas menyenangkan sebagai teman. Mungkin itu sudah cukup untuk sekarang. Aku senang berada di dekatnya, tertawa sebagaimana yang kami lakukan.
 Kami berpelukan begitu berada di dalam kamarnya. Ia terasa begitu hangat. Kubiarkan jemariku dengan lembut menelusuri punggungnya, dan ia mendesah lembut. Kugerakkan ibu jariku membentuk lingkaran-lingkaran terkecil di seluruh punggungnya. Dengan lembut kupijat-pijat kulitnya dan bisa kurasakan napasnya bertambah cepat. Jantungku juga mulai berdebar-debar cepat.
 261
 "Betsey," bisikku, "aku tidak bisa melakukannya. Tidak sekarang."
 "Aku tahu," balas Betsey. "Tapi peluk saja aku. Berpelukan itu menyenangkan. Ceritakan tentang dirinya, Alex. Kau bisa bicara denganku."
 Kukira mungkin ia benar. Aku bisa berbicara dengannya, dan bahkan menginginkannya. "Seperti yang kukatakan, aku senang ikatan. Aku sangat menyukai keintiman, tapi aku merasa keintiman harus diperoleh dengan usaha. Aku jatuh cinta pada seorang wanita bernama Christine Johnson. Rasanya begitu benar bagi kami berdua. Tidak pernah ada saat di mana aku tidak ingin bersamanya."
 Pertahananku hancur. Aku tidak mau, tapi isakannya muncul begitu saja. Lalu aku menangis keras-keras dan tidak mampu menghentikan diriku sendiri. Tubuhku terguncang-guncang, tapi aku bisa merasakan Betsey memelukku erat-erat, tidak mau melepaskan.
 "Maafkan aku," kataku pada akhirnya, dengan susah payah.
 "Jangan," katanya. "Kau tidak melakukan kesalahan apa pun. Sama sekali tidak. Malahan, kau sudah melakukan tindakan yang benar."
 Aku akhirnya menarik diri sedikit dan memandang wajahnya. Mata cokelatnya yang cantik basah karena air mata.
 "Kita berpelukan saja," katanya. "Kupikir kita berdua memerlukan pelukan. Pelukan itu bagus."
 Betsey dan aku berpelukan lama sekali, lalu aku kembali ke kamarku seorang diri.
 Bab 81
 Mastermind merasa begitu percaya diri, dan berseman gat, sehingga ia tidak tahan lagi. Malam itu, ia ada di sa na, di Hartford. Ia tidak ketakutan lagi. Tidak ada seora ng pun yang menakutkan baginya: Tidak FBI. Tidak siap a pun yang terlibat dalam kasus ini.
 Bagaimana cara mengalahkan diri sendiri? Bagaimana cara menciptakan kembali diri sendiri? Itulah satu-satunya perhatiannya. Bagaimana menjadi semakin lama semakin baik.
 Ia punya rencana untuk malam ini-rencana yang berbeda. Manuver ini begitu pandai, begitu sinting. Ia belum pernah mendengar yang seperti ini. "Cipta-an" yang benar-benar manis dan asli.
 Bagian yang paling umum adalah mendobrak masuk ke dalam apartemen kecil bergaya kebun di tepi kota Hartford. Ia memotong kaca di pintu apartemen, mengulurkan tangan ke dalam dan memutar kenopnya, dan voila-ia pun masuk.
 Ia mendengarkan rumah itu selama sesaat yang nikmat. Satu-satunya suara yang didengarnya hanyalah siulan angin di sela-sela pepohonan yang menghadap ke kolam tenang berair gelap.
 Ia merasa agak takut berada di dalam rumah, tapi ketakutan merupakan sesuatu yang alamiah, dan me-
 263
 mabukkan. Ketakutan menjadikan saat-saat ini hebat baginya. " Ia mengenakan topeng Presiden Clinton- topeng yang sama seperti yang digunakan dalam perampokan pertama.
 Tanpa suara ia menuju kamar tidur utama di bagian belakang apartemen. Makin lama makin baik. Ia hampir merasa seakan-akan tempat ini memang rumahnya. Kepemilikan merupakan sembilan persepuluh hukum. Bukankah begitu?
 Saat kebenaran!
 Perlahan-lahan ia membuka pintu kamar tidur. Kamar tidur berbau cendana dan melati. Ia berhenti sejenak di ambang pintu hingga matanya terbiasa dengan keremangan. Ia menyipitkan mata memandang ke dalam kamar tidur, mempelajarinya, mengetahui arah-arahnya. Ia melihatnya!
 Sekarang! Pergi! Jangan kehilangan sedetik pun.
 Ia bergerak sangat cepat. Ia seperti terbang melintasi ruangan ke ranjang berukuran queen itu. Ia jatuh di samping sosok yang sedang tidur tersebut dengan segenap berat tubuhnya.
 Terdengar uff, lalu jeritan terkejut. Ia menempelkan selotip kabel menutup mulut wanita itu, lalu memborgol kedua pergelangan tangannya yang ramping ke tiang ranjang.
 Klik-klik. Begitu cepat, begitu efisien.
 Sanderanya mencoba menjerit, berusaha memuntir dan berbalik dan membebaskan diri. Wanita itu mengenakan pakaian tidur sutra kuning. Mastermind menyukai rasanya, jadi ia menanggalkan gaun tidur ter sebut. Ia mengelus sutranya, mengusapkannya ke waj ahnya. Lalu menggigitinya.
 "Tidak akan terjadi. Kau tidak bisa melarikan diri. Berhentilah berusaha! Usahamu menjengkelkan.
 264
 "Cobalah untuk santai. Kau tidak akan disakiti," kata Mastermind selanjutnya. "Penting sekali bagiku bahwa kau tidak disakiti."
 Ia memberi wanita itu beberapa detik untuk meresapi kata-katanya. Untuk memahami.
 Ia membungkuk dekat hingga wajahnya hanya beberapa inci dari wajah wanita tersebut. "Aku akan menjelaskan kenapa aku datang kemari, apa rencanaku. Aku akan sangat jelas dan tepat. Aku percaya kau tidak akan memberitahu siapa pun mengenai hal ini. Tapi kalau kau memberitahu orang lain, aku akan kembali semudah malam ini. Akan kuterobos semua sistem keamanan yang kaubeli, dan akan kusiksa kau. Aku akan membunuhmu, tapi sebelumnya aku akan bertindak jauh lebih parah daripada itu."
 Mangsanya mengangguk. Akhirnya--pengertian. Penyiksaan merupakan kata kuncinya. Mungkin kata itu seharusnya lebih sering digunakan di sekolah.
 "Aku sudah mengamati dan mempelajari dirimu selama beberapa waktu. Kurasa kau sempurna bagiku. Aku yakin, dan aku biasanya benar dalam hal-hal seperti itu. Aku biasanya benar lebih dari sembilan puluh sembilan persen."
 Sanderanya kembali kebingungan. Mastermind bisa melihat di matanya. Sanderanya mendengar, tapi tidak mengerti.
 "Ini gagasannya, konsepnya. Aku akan mencoba memberimu anak malam ini. Ya, kau tidak salah dengar. Kuminta kau melahirkan bayi," kata Mastermind, menjelaskan pada akhirnya. "Aku sudah mempelajari irama kesuburanmu, program kontrasepsimu. Jangan tanya bagaimana, tapi aku sudah mempelajarinya. Percayalah. Aku sangat serius dalam hal ini.
 265
 "Kalau kau tidak melahirkan bayi ini, aku akan kembali mencarimu, Justine. Kalau kaugugurkan bayinya, aku akan menyiksamu habis-habisan, lalu membunuhmu. Tapi jangan khawatir, anak ini akan sangat istimewa," kata Mastermind. "Anak ini akan menjadi mahakarya. Bercintalah denganku, Justine"
 Bab 82
 Pada tengah hari keesokan harinya, kasus tampaknya mengalami perkembangan yang menakutkan dan tidak terduga. Aku sedang melakukan wawancara di MetroHartford sewaktu Betsey menerobos masuk. Ia memintaku keluar ke lorong. Wajahnya pucat.
 "Oh, tidak, ada apa?" kataku dengan susah payah.
 "Alex, ini begitu mengerikan sampai aku masih gemetaran. Dengarkan apa yang baru saja terjadi. Semalam, seorang wanita berusia dua puluh lima tahun diperkosa di apartemennya di tepi kota di luar Hartford. Pemerkosanya memberitahu bahwa dia ingin wanita ini melahirkan anaknya. Sesudah pemerkosanya pergi, wanita itu pergi ke rumah sakit dan polisi dipanggil. Dalam laporannya, dinyatakan bahwa pemerkosanya mengenakan topeng Clinton-seperti topeng yang digunakan dalam perampokan bank pertama, Alex-dan juga mengaku bernama mastermind."
 "Apa wanita ini masih di rumah sakit? Apa polisi masih mendampinginya?" tanyaku. Benakku berputar cepat, terisi oleh berbagai kemungkinan, menolak gagasan kebetulan. Seorang mastermind mengenakan topeng Clinton, tepat di luar kota Hartford? Terlalu nyaris untuk disebut kebetulan.
 267
 "Dia sudah meninggalkan rumah sakit dan pulang ke rumahnya, Alex. Mereka baru saja menemukan wanita itu tewas. Pemerkosanya sudah memperingatkan dia untuk tidak memberitahu siapa pun, dan untuk tidak mengaborsi. Wanita itu tidak mematuhinya. Dia melakukan kesalahan. Si pemerkosa me~ racuninya, Alex. Terkutuk pria itu."
 Betsey Cavalierre dan aku pergi ke apartemen wanita yang sudah tewas itu. Dan yang ada di sana lebih dari mengerikan. Wanita itu tergeletak di lantai dapurnya, terpuntir mengerikan. Aku teringat mayat-mayat Brianne dan Errol Parker. Wanita yang malang ini sudah dihukum. Para teknisi FBI menyisir apartemen kebun kecil tersebut. Tidak ada apa pun yang bisa dilakukan Betsey maupun aku di sana. Keparat itu ada di Hartford-mungkin masih ada di sini. Ia mengejek kami.
 Kasus ini sama menekannya seperti kasus mana pun yang pernah kutangani. Siapa pun yang ada di belakang perampokan dan pembunuhan menjijikkan ini mustahil untuk dilacak, untuk diperkirakan arti perbuatannya.
 Siapa si Mastermind ini? Apa ia benar-benar ada di Hartford tadi malam dan pagi ini? Kenapa ia mengambil risiko seperti itu?
 Aku bekerja di kantor-kantor MetroHartford hingga hampir pukul tujuh. Aku berusaha tidak menunjukkannya, tapi aku sudah nyaris patah semangat. Aku mewawancarai beberapa karyawan lagi, lalu pergi ke ruang personalia dan membaca surat-surat ancaman yang ditujukan kepada MetroHartford. Ada beberapa tumpuk. Pada umumnya, surat penuh kebencian berasal dari anggota keluarga yang berduka dan marah karena klaimnya ditolak atau merasa prosesnya me-
 268
 makan waktu yang terlalu lama-dan biasanya memang begitu. Aku berbicara selama satu jam lebih dengan kepala keamanan gedung, Terry Mayer. Wanita tersebut secara struktural terpisah dari Steve Bolding, yang merupakan konsultan luar. Terry memberitahuka