Roses are Red | Mawar Merah | by James Patterson | Mawar Merah | Roses are Red | Mawar Merah pdf
Lintang Kemukus Dini Hari - Ahmad Tohari Jantera Bianglala - Ahmad Tohari Cinta itu Asyik Tapi jangan Asyik Bercinta Keberanian Manusia - Kumpulan Cerpen Kelompok 2 & 1 - Sang Pengintai
siang hari keempat. Hari sesudah penculikan MetroHartford. Dia mulai 'merayakan' sekitar pukul tiga. Dan dia mabuk berat sekitar pukul tujuh. Malam itu, dia mematahkan tulang pipi ibuku. Dia mengiris mata ibuku dan hampir saja mencabutnya. Ayahku mengenakan cincin bodoh dari St. John's. Redmen-sekarang Red Storm, kalian tahu. Aku pergi ke gudang nenekku malam itu dan menemukan lebih banyak uang. Aku tidak bisa memercayainya. Ada begitu banyak uang di sana, semuanya tunai."
Veronica Macdougall mengulurkan tangan ke bawah meja dan mengangkat sebuah ransel biru pudar, jenis yang dibawa anak-anak ke sekolah. Ia membukanya. Ia mengeluarkan beberapa tumpuk uang dan menunjukkannya kepada kami. Wajahnya bagai memakai topeng malu dan kesakitan.
"Ini sepuluh ribu empat ratus dolar. Uang ini ada di dalam gudang nenekku. Ayahku meletakkannya di sana. Ayahku terlibat dalam penculikan di Washington. Dia mengira dirinya begitu pandai."
Baru pada saat itu, setelah menceritakan apa yang sudah dilakukan ayahnya, Veronica Macdougall akhirnya tidak tahan lagi dan menangis. "Maafkan aku," katanya terus-menerus. "Aku sangat menyesal."
Kupikir ia minta maaf untuk kejahatan ayahnya.
Bab 86
Aku memercayai gadis itu, dan masih tertegun mendengar pengakuan Veronica Macdougall yang menggetarkan mengenai ayahnya yang petugas polisi. Pertanyaan yang menggelitik adalah apakah kelompok detektif Brooklyn tersebut juga merupakan "mastermind" dari perampokan-perampokan bank sebelumnya. Apa mereka sudah membunuh beberapa orang dengan darah dingin sebelum mencoba melakukan penculikan MetroHartford? Apa salah seorang detektif tersebut adalah Mastermind?
Aku memiliki banyak waktu untuk memikirkannya selama hari yang tanpa henti diisi politik dan perselisihan antara FBI, Wali Kota, dan Komisaris kepolisian New York. Sementara itu, kelima detektif Brooklyn tersebut diintai, tapi kami tidak mendapat izin untuk menangkap mereka. Hal itu menimbulkan frustrasi, menyebabkan kami sinting, seperti terjebak sepanjang hari dalam kemacetan lalu lintas di Long Island Expressway, atau di kereta bawah tanah New York. Catatan kehadiran para detektif tersebut dicocokkan dengan tanggal-tanggal terjadinya perampokan. Kredit dan cek pengeluaran masing-masing diperiksa. Detektif lain, bahkan mata-mata, diwawancarai dengan diam-diam. Uang yang ditemukan di
281
rumah ibu Brian Macdougaii telah diambil dan jelas merupakan bagian dari uang tebusan.
Hingga pukul enam, belum ada keputusan yang diambil. Tidak satu pun dari kami yang memercayai penundaan tersebut. Betsey muncul sebentar dan melaporkan bahwa tidak ada kemajuan sejauh ini. Sekitar pukul tujuh, aku kembali ke hotel untuk beristirahat.
Semakin lama aku menjadi semakin marah. Aku mandi air panas, dan lalu membalik-balik buku panduan Zagat, mencari tempat makan yarig bagus di kota. Sekitar pukul sembilan, aku akhirnya memesan dari layanan kamar. Aku memikirkan Christine dan putraku. Aku sedang tidak ingin keluar. Mungkin kalau Betsey ada waktu, tapi ia sedang sibuk menghadapi prosedur di Police Plaza.
Aku duduk di ranjang dan mencoba membaca Prayers for Rain karya Dermis Lehane. Akhir-akhir ini aku menikmati sejumlah buku: The Pilot's Wife, The Pied Piper, Harry Potter and the Sorcerer's Stone, dan karya Lehane.
Aku tidak bisa berkonsentrasi. Aku ingin menangkap kelima detektif New York itu. Aku ingin ada di rumah bersama anak-anak, dan aku ingin Alex kecil menjadi bagian dari keluarga kami. Itu satu hal yang membuatku terus bertahan akhir-akhir ini.
Akhirnya, aku mulai memikirkan Betsey Cavalierre. Aku sudah berusaha tidak memikirkannya, tapi sekarang aku teringat "kencan"" kami di Hartford. Aku menyukainya-sesederhana itu. Aku ingin menemuinya lagi dan aku berharap ia ingin bertemu denganku.
Telepon di kamarku berdering sekitar pukul sebelas. Dari Betsey. Ia terdengar lelah, frustrasi, dan kesal.
"Aku baru saja selesai di Poiice Plaza. Kuharap begitu. Percaya atau tidak, kita siap untuk menangkap
282
mereka besok. Kau jelas tidak akan memercayai omong kosong yang berlangsung hari ini. Banyak pembicaraan tentang hak-hak asasi para detektif itu. Ditambah pengaruhnya terhadap moral anggota NYPD. Melakukan penangkapan dengan cara 'yang benar.' Tidak ada yang bersedia mengatakan inilah lima oknum yang sangat buruk. Mereka mungkin pembunuh. Tangkap mereka."
"Merekalah lima oknum itu. Tangkap mereka," kataku kepadanya.
Aku mendengar Betsey tertawa dan bisa membayangkannya tersenyum. "Itulah yang sedang kita lakukan, Alex. Besok pagi-pagi sekali. Kita akan menangkap mereka. Mungkin kita juga akan menangk ap Mastermind. Aku masih harus di sini paling tidak sat u jam lagi. Sampai ketemu besok pagi. Pagi-pagi sekali. "
Bab 87
Pukul empat waktu yang sangat dini di pagi hari. Saat itulah kami dijadwalkan untuk menyerbu rumah kelima detektif tersebut. Segala sesuatunya sudah siap. Politik sudah dibereskan; paling tidak kuharap sudah berakhir.
Setengah empat bahkan lebih dini lagi, dan saat itulah kami bertemu di Nassau County di luar Long Island. Aku tidak begitu mengenal kawasan tersebut, tapi itu termasuk kawasan kelas atas dan cantik, jauh dibandingkan Fifth Street dan Southeast. Seorang anggota regu mengatakan lingkungan itu tidak biasa karena banyak polisi dan juga orang-orang Mafia yang tinggal di sana dalam keharmonisan yang tampak jelas.
Ini kasus federal, dan Betsey Cavalierre secara resmi memimpin penangkapan. Hai itu menjelaskan mengapa perannya dibatasi di Washington, kalau bukan di New York.
"Aku senang melihat semua orang dalam keadaan segar dan ceria pagi ini. Malam? Apa pun zona waktu keberadaan kita sekarang." Ia melontarkan lelucon dan mendapat senyuman dari beberapa anggota regu.
Kami berjumlah sekitar empat puluh orang,
284
campuran polisi dan FBI. Tapi Biro jelas memimpin penyerbuan pagi ini. Betsey membagi kami menjadi lima regu delapan orang, dan aku seregu dengannya.
Semua orang siap, dan sangat bersemangat. Kami melaju ke sebuah rumah di High Street di Massapequa. Tak ada seorang pun yang tampaknya sudah terjaga di lingkungan tepi kota ini. Seekor anjing menyalak dari salah satu halaman di dekat kami. Embun berkilau di setiap halaman rumput yang terpotong rapi. Kehidupan tampak bagus di sini, tempat Detektif Brian Macdougall tinggal bersama istrinya yang teraniaya dan putrinya yang marah.
Betsey berbicara ke Handie-Talkie. Ia tampak sangat tenang dalam bertindak. "Pemeriksaan radio." Lalu, "Regu A, melalui pintu depan. Regu B, dapur. Regu C, serambi. Regu D sebagai pendukung.... Sekarang. Pergi! Tangkap orang itu!"
Para agen dan detektif polisi menyerbu ke rumah begitu mendapat isyarat dari Betsey. Betsey dan aku mengawasi mereka bergerak. Kami regu D, pendukung.
Regu A masuk ke rumah dengan cepat dan lancar.
Lalu Regu B juga. Kami tidak bisa melihat regu ketiga dari tempat kami parkir. Mereka masuk melalui belakang.
Terdengar teriakan-teriakan di dalam. Lalu kami mendengar letupan keras. Jelas suara tembakan.
"Oh, sialan." Betsey memandangku. "Macdougall sudah menunggu kedatangan kita. Bagaimana bisa terjadi?"
Terdengar tembakan-tembakan lagi. Ada yang berteriak. Seorang wanita mulai menjerit dan memaki-maki. Apa itu ibu Veronica Macdougall?
Betsey dan aku melompat keluar dari mobil dan
285
bergegas menuju rumah Macdougall. Kami belum masuk ke rumah. Aku sedang memikirkan keempat rumah lain yang sedang diserbu sekarang ini. Kuharap tidak ada masalah seperti ini di sana.
"Bicaralah padaku," kata Betsey ke Handie-Talkie. "Apa yang terjadi di dalam sana? Mike? Apa yang tidak beres?"
"Rice tertembak. Aku di luar kamar tidur utama di lantai dua. Macdougall dan istrinya ada di dalam."
"Bagaimana keadaan Rice?" tanya Betsey, sangat prihatin.
"Luka di dada. Dia masih sadar. Tapi lukanya parah. Panggil ambulans kemari sekarang! Macdougall menembaknya."
Tiba-tiba jendela di lantai dua terbuka. Ak u melihat seseorang keluar dari jendela dan berlari sam bil berjongkok rendah menyeberangi atap garasi di sam ping rumah.
Betsey dan aku melesat menuju orang itu. Aku teringat bahwa Betsey adalah pemain lacrosse yang bagus di Georgetown. Ia masih bisa berlari.
"Ia di luar! Macdougall ada di atap garasi," kata Betsey kepada yang lain.
"Aku dapat" kataku kepadanya.
Macdougall sedang menuju deretan pepohonan fir. Aku tidak bisa melihat ada apa di balik pepohonan tersebut, tapi kuperkirakan pasti halaman lain, rumah yang lain.
"Macdougall!" jeritku sekuat tenaga. "Berhenti! Polisi! Berhenti atau kutembak!"
Ia tidak berpaling, tidak berhenti, dan tidak ragu-ragu. Macdougall melompat ke pepohonan.
Bab 88
Aku berlari sambil menunduk, menerobos sesemakan lebat yang menggores dan mengiris lenganku hingga darah mengalir. Brian Macdougall belum terlalu jauh memasuki halaman di sebelah rumahnya.
Aku melesat sejauh dua belas langkah mengejarnya, lalu kuterjang dirinya. Kuarahkan bahu kananku ke belakang lututnya. Aku ingin menyakiti Macdougall kalau bisa.
Ia jatuh dengan keras, tapi ia dipenuhi adrenalin sama sepertiku. Ia berguling dan memuntir, melepaskan diri dari pelukanku. Ia bangkit berdiri dengan cepat, dan aku juga.
"Kau seharusnya tetap di tanah," kataku kepadanya. "Kau seharusnya tidak melakukan kesalahan. Bangun adalah kesalahan."
Kuhantam Macdougall dengan tinju kanan lurus sekerasnya. Rasanya sangat enak. Kepalanya tersentak ke belakang sekitar enam inci.
Aku berayun-ayun sedikit. Macdougall mengayunkan pukulan liar yang luput sepenuhnya. Aku kembali menghantamnya. Lututnya goyah, tapi ia tidak jatuh. Ia polisi jalanan yang tangguh.
"Aku terkesan," kataku kepadanya, mengejeknya. "Tapi tetap saja kau seharusnya jangan bangkit berdiri."
287
"Alex!" kudengar teriakan Betsey saat ia memasuki halaman.
Macdougall melontarkan pukulan yang cukup bagus, tapi ia agak ngawur. Pukulannya menyambar di samping keningku. Aku bisa saja terkena pukulannya kalau ia lebih terarah.
"Itu lebih baik," kataku kepadanya. "Jangan bebani tumitmu, Brian."
"Alex!" seru Betsey lagi. "Tangkap dia, sialan! Sekarang!"
Aku menginginkan kontak fisik dengan Macdougall, pelampiasan, semenit lagi di arena. Aku merasa layak mendapatkannya, dan ia layak dihajar habis-habisan di luar sini. Ia kembali mengayunkan tinju melambung, tapi aku berhasil menghindari pukulan tersebut. Ia sudah kelelahan.
"Kau tidak sedang menghajar istrimu atau gadis kecilmu sekarang," kataku. "Kau berurusan dengan orang yang seukuran denganmu. Aku melawan, Macdougall."
"Persetan," katanya, tapi ia terengah-engah. Wajah dan lehernya berkeringat.
"Apa kau orangnya? Apa kau Mastermind, Brian? Kau yang membunuh semua orang itu?"
Ia tidak menjawabku, jadi kuhantam perutnya. Ia tertunduk memegangi perutnya, wajahnya menegang kesakitan.
Betsey sudah mendekati kami sekarang. Begitu pula dua agen lainnya. Mereka hanya menyaksikan; mereka mengerti tentang apa semua ini. Mereka juga menginginkannya terjadi.
"Jangan menekan tumit," kataku memberi petunjuk bertarung. "Kau masih bertarung dengan menekan tumitmu."
288
Ia menggumam. Aku tidak bisa memahaminya. Tidak begitu peduli pada apa yang dikatakannya. Kuhantam perutnya lagi. "Lihat? Menghajar tubuh," kataku kepadanya. "Aku juga mengajarkan begitu kepada anak-anakku."
Aku kembali mengayunkan uppercut ke perutnya. Ia tidak goyah, dan pukulan tersebut terasa enak, bagai menghantam kantong yang berat. Lalu sebuah uppercut tajam yang lain ke ujung dagu Macdougall. Ia jatuh dengan keras ke halaman rumput. Ia tetap di sana. Pingsan.
Aku berdiri di atasnya, sedikit terengah-engah, sedikit berkeringat. "Brian Macdougall. Aku bertanya kepadamu. Apakah kau Mastermind?"
Bab 89
Dua hari berikutnya sangat menguras tenaga dan menimbulkan frustrasi. Kelima detektif tersebut ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Metropolitan di Foley Square. Tempat yang aman di mana informan mafia dan polisi yang jahat terkadang ditahan demi keselamatan mereka sendiri.
Aku mewawancarai setiap detektif, dimulai dengan yang paling muda, Vincent O'Malley, dan diakhiri dengan Brian Macdougall, yang tampaknya merupakan pemimpin mereka. Satu demi satu, para detektif itu mengingkari keterlibatan dengan penculikan MetroHartford.
Berjam-jam sesudah wawancara awalku dengan Brian Macdougall, ia meminta bertemu lagi denganku.
Sewaktu detektif yang diborgol itu dibawa ke ruang interogasi di Foley Square, aku mendapat perasaan bahwa
Lintang Kemukus Dini Hari - Ahmad Tohari Jantera Bianglala - Ahmad Tohari Cinta itu Asyik Tapi jangan Asyik Bercinta Keberanian Manusia - Kumpulan Cerpen Kelompok 2 & 1 - Sang Pengintai
siang hari keempat. Hari sesudah penculikan MetroHartford. Dia mulai 'merayakan' sekitar pukul tiga. Dan dia mabuk berat sekitar pukul tujuh. Malam itu, dia mematahkan tulang pipi ibuku. Dia mengiris mata ibuku dan hampir saja mencabutnya. Ayahku mengenakan cincin bodoh dari St. John's. Redmen-sekarang Red Storm, kalian tahu. Aku pergi ke gudang nenekku malam itu dan menemukan lebih banyak uang. Aku tidak bisa memercayainya. Ada begitu banyak uang di sana, semuanya tunai."
Veronica Macdougall mengulurkan tangan ke bawah meja dan mengangkat sebuah ransel biru pudar, jenis yang dibawa anak-anak ke sekolah. Ia membukanya. Ia mengeluarkan beberapa tumpuk uang dan menunjukkannya kepada kami. Wajahnya bagai memakai topeng malu dan kesakitan.
"Ini sepuluh ribu empat ratus dolar. Uang ini ada di dalam gudang nenekku. Ayahku meletakkannya di sana. Ayahku terlibat dalam penculikan di Washington. Dia mengira dirinya begitu pandai."
Baru pada saat itu, setelah menceritakan apa yang sudah dilakukan ayahnya, Veronica Macdougall akhirnya tidak tahan lagi dan menangis. "Maafkan aku," katanya terus-menerus. "Aku sangat menyesal."
Kupikir ia minta maaf untuk kejahatan ayahnya.
Bab 86
Aku memercayai gadis itu, dan masih tertegun mendengar pengakuan Veronica Macdougall yang menggetarkan mengenai ayahnya yang petugas polisi. Pertanyaan yang menggelitik adalah apakah kelompok detektif Brooklyn tersebut juga merupakan "mastermind" dari perampokan-perampokan bank sebelumnya. Apa mereka sudah membunuh beberapa orang dengan darah dingin sebelum mencoba melakukan penculikan MetroHartford? Apa salah seorang detektif tersebut adalah Mastermind?
Aku memiliki banyak waktu untuk memikirkannya selama hari yang tanpa henti diisi politik dan perselisihan antara FBI, Wali Kota, dan Komisaris kepolisian New York. Sementara itu, kelima detektif Brooklyn tersebut diintai, tapi kami tidak mendapat izin untuk menangkap mereka. Hal itu menimbulkan frustrasi, menyebabkan kami sinting, seperti terjebak sepanjang hari dalam kemacetan lalu lintas di Long Island Expressway, atau di kereta bawah tanah New York. Catatan kehadiran para detektif tersebut dicocokkan dengan tanggal-tanggal terjadinya perampokan. Kredit dan cek pengeluaran masing-masing diperiksa. Detektif lain, bahkan mata-mata, diwawancarai dengan diam-diam. Uang yang ditemukan di
281
rumah ibu Brian Macdougaii telah diambil dan jelas merupakan bagian dari uang tebusan.
Hingga pukul enam, belum ada keputusan yang diambil. Tidak satu pun dari kami yang memercayai penundaan tersebut. Betsey muncul sebentar dan melaporkan bahwa tidak ada kemajuan sejauh ini. Sekitar pukul tujuh, aku kembali ke hotel untuk beristirahat.
Semakin lama aku menjadi semakin marah. Aku mandi air panas, dan lalu membalik-balik buku panduan Zagat, mencari tempat makan yarig bagus di kota. Sekitar pukul sembilan, aku akhirnya memesan dari layanan kamar. Aku memikirkan Christine dan putraku. Aku sedang tidak ingin keluar. Mungkin kalau Betsey ada waktu, tapi ia sedang sibuk menghadapi prosedur di Police Plaza.
Aku duduk di ranjang dan mencoba membaca Prayers for Rain karya Dermis Lehane. Akhir-akhir ini aku menikmati sejumlah buku: The Pilot's Wife, The Pied Piper, Harry Potter and the Sorcerer's Stone, dan karya Lehane.
Aku tidak bisa berkonsentrasi. Aku ingin menangkap kelima detektif New York itu. Aku ingin ada di rumah bersama anak-anak, dan aku ingin Alex kecil menjadi bagian dari keluarga kami. Itu satu hal yang membuatku terus bertahan akhir-akhir ini.
Akhirnya, aku mulai memikirkan Betsey Cavalierre. Aku sudah berusaha tidak memikirkannya, tapi sekarang aku teringat "kencan"" kami di Hartford. Aku menyukainya-sesederhana itu. Aku ingin menemuinya lagi dan aku berharap ia ingin bertemu denganku.
Telepon di kamarku berdering sekitar pukul sebelas. Dari Betsey. Ia terdengar lelah, frustrasi, dan kesal.
"Aku baru saja selesai di Poiice Plaza. Kuharap begitu. Percaya atau tidak, kita siap untuk menangkap
282
mereka besok. Kau jelas tidak akan memercayai omong kosong yang berlangsung hari ini. Banyak pembicaraan tentang hak-hak asasi para detektif itu. Ditambah pengaruhnya terhadap moral anggota NYPD. Melakukan penangkapan dengan cara 'yang benar.' Tidak ada yang bersedia mengatakan inilah lima oknum yang sangat buruk. Mereka mungkin pembunuh. Tangkap mereka."
"Merekalah lima oknum itu. Tangkap mereka," kataku kepadanya.
Aku mendengar Betsey tertawa dan bisa membayangkannya tersenyum. "Itulah yang sedang kita lakukan, Alex. Besok pagi-pagi sekali. Kita akan menangkap mereka. Mungkin kita juga akan menangk ap Mastermind. Aku masih harus di sini paling tidak sat u jam lagi. Sampai ketemu besok pagi. Pagi-pagi sekali. "
Bab 87
Pukul empat waktu yang sangat dini di pagi hari. Saat itulah kami dijadwalkan untuk menyerbu rumah kelima detektif tersebut. Segala sesuatunya sudah siap. Politik sudah dibereskan; paling tidak kuharap sudah berakhir.
Setengah empat bahkan lebih dini lagi, dan saat itulah kami bertemu di Nassau County di luar Long Island. Aku tidak begitu mengenal kawasan tersebut, tapi itu termasuk kawasan kelas atas dan cantik, jauh dibandingkan Fifth Street dan Southeast. Seorang anggota regu mengatakan lingkungan itu tidak biasa karena banyak polisi dan juga orang-orang Mafia yang tinggal di sana dalam keharmonisan yang tampak jelas.
Ini kasus federal, dan Betsey Cavalierre secara resmi memimpin penangkapan. Hai itu menjelaskan mengapa perannya dibatasi di Washington, kalau bukan di New York.
"Aku senang melihat semua orang dalam keadaan segar dan ceria pagi ini. Malam? Apa pun zona waktu keberadaan kita sekarang." Ia melontarkan lelucon dan mendapat senyuman dari beberapa anggota regu.
Kami berjumlah sekitar empat puluh orang,
284
campuran polisi dan FBI. Tapi Biro jelas memimpin penyerbuan pagi ini. Betsey membagi kami menjadi lima regu delapan orang, dan aku seregu dengannya.
Semua orang siap, dan sangat bersemangat. Kami melaju ke sebuah rumah di High Street di Massapequa. Tak ada seorang pun yang tampaknya sudah terjaga di lingkungan tepi kota ini. Seekor anjing menyalak dari salah satu halaman di dekat kami. Embun berkilau di setiap halaman rumput yang terpotong rapi. Kehidupan tampak bagus di sini, tempat Detektif Brian Macdougall tinggal bersama istrinya yang teraniaya dan putrinya yang marah.
Betsey berbicara ke Handie-Talkie. Ia tampak sangat tenang dalam bertindak. "Pemeriksaan radio." Lalu, "Regu A, melalui pintu depan. Regu B, dapur. Regu C, serambi. Regu D sebagai pendukung.... Sekarang. Pergi! Tangkap orang itu!"
Para agen dan detektif polisi menyerbu ke rumah begitu mendapat isyarat dari Betsey. Betsey dan aku mengawasi mereka bergerak. Kami regu D, pendukung.
Regu A masuk ke rumah dengan cepat dan lancar.
Lalu Regu B juga. Kami tidak bisa melihat regu ketiga dari tempat kami parkir. Mereka masuk melalui belakang.
Terdengar teriakan-teriakan di dalam. Lalu kami mendengar letupan keras. Jelas suara tembakan.
"Oh, sialan." Betsey memandangku. "Macdougall sudah menunggu kedatangan kita. Bagaimana bisa terjadi?"
Terdengar tembakan-tembakan lagi. Ada yang berteriak. Seorang wanita mulai menjerit dan memaki-maki. Apa itu ibu Veronica Macdougall?
Betsey dan aku melompat keluar dari mobil dan
285
bergegas menuju rumah Macdougall. Kami belum masuk ke rumah. Aku sedang memikirkan keempat rumah lain yang sedang diserbu sekarang ini. Kuharap tidak ada masalah seperti ini di sana.
"Bicaralah padaku," kata Betsey ke Handie-Talkie. "Apa yang terjadi di dalam sana? Mike? Apa yang tidak beres?"
"Rice tertembak. Aku di luar kamar tidur utama di lantai dua. Macdougall dan istrinya ada di dalam."
"Bagaimana keadaan Rice?" tanya Betsey, sangat prihatin.
"Luka di dada. Dia masih sadar. Tapi lukanya parah. Panggil ambulans kemari sekarang! Macdougall menembaknya."
Tiba-tiba jendela di lantai dua terbuka. Ak u melihat seseorang keluar dari jendela dan berlari sam bil berjongkok rendah menyeberangi atap garasi di sam ping rumah.
Betsey dan aku melesat menuju orang itu. Aku teringat bahwa Betsey adalah pemain lacrosse yang bagus di Georgetown. Ia masih bisa berlari.
"Ia di luar! Macdougall ada di atap garasi," kata Betsey kepada yang lain.
"Aku dapat" kataku kepadanya.
Macdougall sedang menuju deretan pepohonan fir. Aku tidak bisa melihat ada apa di balik pepohonan tersebut, tapi kuperkirakan pasti halaman lain, rumah yang lain.
"Macdougall!" jeritku sekuat tenaga. "Berhenti! Polisi! Berhenti atau kutembak!"
Ia tidak berpaling, tidak berhenti, dan tidak ragu-ragu. Macdougall melompat ke pepohonan.
Bab 88
Aku berlari sambil menunduk, menerobos sesemakan lebat yang menggores dan mengiris lenganku hingga darah mengalir. Brian Macdougall belum terlalu jauh memasuki halaman di sebelah rumahnya.
Aku melesat sejauh dua belas langkah mengejarnya, lalu kuterjang dirinya. Kuarahkan bahu kananku ke belakang lututnya. Aku ingin menyakiti Macdougall kalau bisa.
Ia jatuh dengan keras, tapi ia dipenuhi adrenalin sama sepertiku. Ia berguling dan memuntir, melepaskan diri dari pelukanku. Ia bangkit berdiri dengan cepat, dan aku juga.
"Kau seharusnya tetap di tanah," kataku kepadanya. "Kau seharusnya tidak melakukan kesalahan. Bangun adalah kesalahan."
Kuhantam Macdougall dengan tinju kanan lurus sekerasnya. Rasanya sangat enak. Kepalanya tersentak ke belakang sekitar enam inci.
Aku berayun-ayun sedikit. Macdougall mengayunkan pukulan liar yang luput sepenuhnya. Aku kembali menghantamnya. Lututnya goyah, tapi ia tidak jatuh. Ia polisi jalanan yang tangguh.
"Aku terkesan," kataku kepadanya, mengejeknya. "Tapi tetap saja kau seharusnya jangan bangkit berdiri."
287
"Alex!" kudengar teriakan Betsey saat ia memasuki halaman.
Macdougall melontarkan pukulan yang cukup bagus, tapi ia agak ngawur. Pukulannya menyambar di samping keningku. Aku bisa saja terkena pukulannya kalau ia lebih terarah.
"Itu lebih baik," kataku kepadanya. "Jangan bebani tumitmu, Brian."
"Alex!" seru Betsey lagi. "Tangkap dia, sialan! Sekarang!"
Aku menginginkan kontak fisik dengan Macdougall, pelampiasan, semenit lagi di arena. Aku merasa layak mendapatkannya, dan ia layak dihajar habis-habisan di luar sini. Ia kembali mengayunkan tinju melambung, tapi aku berhasil menghindari pukulan tersebut. Ia sudah kelelahan.
"Kau tidak sedang menghajar istrimu atau gadis kecilmu sekarang," kataku. "Kau berurusan dengan orang yang seukuran denganmu. Aku melawan, Macdougall."
"Persetan," katanya, tapi ia terengah-engah. Wajah dan lehernya berkeringat.
"Apa kau orangnya? Apa kau Mastermind, Brian? Kau yang membunuh semua orang itu?"
Ia tidak menjawabku, jadi kuhantam perutnya. Ia tertunduk memegangi perutnya, wajahnya menegang kesakitan.
Betsey sudah mendekati kami sekarang. Begitu pula dua agen lainnya. Mereka hanya menyaksikan; mereka mengerti tentang apa semua ini. Mereka juga menginginkannya terjadi.
"Jangan menekan tumit," kataku memberi petunjuk bertarung. "Kau masih bertarung dengan menekan tumitmu."
288
Ia menggumam. Aku tidak bisa memahaminya. Tidak begitu peduli pada apa yang dikatakannya. Kuhantam perutnya lagi. "Lihat? Menghajar tubuh," kataku kepadanya. "Aku juga mengajarkan begitu kepada anak-anakku."
Aku kembali mengayunkan uppercut ke perutnya. Ia tidak goyah, dan pukulan tersebut terasa enak, bagai menghantam kantong yang berat. Lalu sebuah uppercut tajam yang lain ke ujung dagu Macdougall. Ia jatuh dengan keras ke halaman rumput. Ia tetap di sana. Pingsan.
Aku berdiri di atasnya, sedikit terengah-engah, sedikit berkeringat. "Brian Macdougall. Aku bertanya kepadamu. Apakah kau Mastermind?"
Bab 89
Dua hari berikutnya sangat menguras tenaga dan menimbulkan frustrasi. Kelima detektif tersebut ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Metropolitan di Foley Square. Tempat yang aman di mana informan mafia dan polisi yang jahat terkadang ditahan demi keselamatan mereka sendiri.
Aku mewawancarai setiap detektif, dimulai dengan yang paling muda, Vincent O'Malley, dan diakhiri dengan Brian Macdougall, yang tampaknya merupakan pemimpin mereka. Satu demi satu, para detektif itu mengingkari keterlibatan dengan penculikan MetroHartford.
Berjam-jam sesudah wawancara awalku dengan Brian Macdougall, ia meminta bertemu lagi denganku.
Sewaktu detektif yang diborgol itu dibawa ke ruang interogasi di Foley Square, aku mendapat perasaan bahwa