Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Mawar Merah - 27

$
0
0
Roses are Red | Mawar Merah | by James Patterson | Mawar Merah | Roses are Red | Mawar Merah pdf

Lintang Kemukus Dini Hari - Ahmad Tohari Jantera Bianglala - Ahmad Tohari Cinta itu Asyik Tapi jangan Asyik Bercinta Keberanian Manusia - Kumpulan Cerpen Kelompok 2 & 1 - Sang Pengintai

dak bunuh diri.
  Bab 93
  Aku kembali ke New York City hari Senin pagi. Ada taklimat pukul sembilan di markas besar FBI di Manhattan, dan aku tiba di sana tepat pada waktunya. Aku menyimpan banyak hal dalam diriku, merahasiakannya rapat-rapat, mencoba tidak menunjukkan ada yang tidak beres.
  Aku berjalan memasuki ruang konferensi resmi dengan mengenakan kacamata hitam. Betsey pasti merasakan kedatanganku. Ia menengadah dari tumpukan dokumen dan mengangguk khidmat. Aku b isa melihat bahwa ia menghabiskan sebagian besar ma lam dengan memikirkan Walsh. Aku juga.
  Aku mengambil tempat di salah satu kursi kosong tepat ketika seorang pengacara dari Departemen Kehakiman mulai berbicara kepada kelompok. Ia tampak berusia lima puluhan, kaku dan khidmat, hampir-hampir tanpa perasaan. Ia mengenakan setelan kelabu arang mengilat yang berkerah sempit dan pakaian itu tampaknya sudah berusia lebih dari dua puluh tahun.
  "Sudah ada perjanjian dengan Brian Macdougall," katanya kepada orang-orang yang berkumpul.
  Aku memandang Betsey dan ia menggeleng, memutar bola matanya. Ia sudah mengetahuinya.
  Aku tidak bisa memercayainya. Aku mendengarkan
  306
  dengan teliti setiap kata yang diucapkan pengacara Departemen Kehakiman tersebut.
  "Kalian tidak boleh membicarakan apa pun yang didiskusikan di ruangan ini. Kami tidak memberitahu pers. Detektif Macdougall tampaknya telah setuju untuk berbicara dengan para penyelidik mengenai keseluruhan rencana dan pelaksanaan penculikan MetroHartford. Dia memiliki informasi berharga yang bisa menyebabkan penangkapan seorang TERSANGKA yang sangat penting, yang disebut Mastermind."
  Aku benar-benar shock, jengkel, dan merasa dipermainkan sepenuhnya. Departemen Kehakiman terkutuk sudah menyusun perjanjian selama akhir pekan, dan aku berani mempertaruhkan apa pun bahwa Macdougall mendapatkan apa yang diinginkannya. Hal itu membuatku muak, tapi begitulah cara kerja Kehakiman sejak aku menjadi polisi.
  Brian Macdougall mengetahui dengan tepat perjanjian macam apa yang bisa didapatkannya dari mereka. Sekarang satu-satunya pertanyaan yang relevan hanyalah, benarkah ia akan memberikan Mastermind? Seberapa banyak yang diketahuinya? Apa ada yang diketahuinya?
  Aku akan segera mengetahuinya. Aku akan mewawancarai saksi utama Detektif Macdougall siang nanti di Pusat Rehabilitasi Metropolitan. Detektif Harry Weiss juga hadir sebagai wakil dari NYPD. Betsey Cavalierre mewakili FBI selama sesi tersebut.
  Macdougall didampingi dua pengacara. Tidak satu pun dari mereka yang mengenakan setelan berumur dua puluh tahun. Mereka tampak licik, sangat mahal, pandai. Detektif tersebut menengadah sewaktu kami memasuki ruang kecil tempat pertemuan diselenggarakan.
  307
  "Ini busuk, bukan?" katanya. "Kebetulan aku setuju. Tapi begitulah sistemnya."
  Macdougall si Filsuf duduk di antara kedua pengacaranya, dan sesi dimulai.
  Betsey mencondongkan tubuh kepadaku. Ia berbisik, "Ini harus bagus. Sekarang kita bisa melihat apa yang sudah dibeli Departemen Kehakiman."
  Bab 94
  Pertemuan dimulai dengan sangat buruk. Detektif Weiss dari Provost NYPD memutuskan sendiri untuk berbicara mewakili kami semua. Weiss merasa perlu membahas pernyataan Macdougall sebelumnya mulai dari awal dan secara metodis kalimat demi kalimat.
  Proses tersebut sangat melelahkan. Aku sangat ingin menyelanya, tapi tidak kulakukan. Setiap kali Weiss mengajukan pertanyaan lain atau melontarkan kritikan terhadap Macdougall, aku menendang kaki Betsey di bawah meja. Untuk memberi penekanan pada percakapan yang memalukan, Betsey menendang tulang keringku.
  Macdougall akhirnya juga merasa muak. "Kau keparat sialan!" teriaknya kepada Weiss. "Kalian benar-benar lelucon. Ini tentang nyalimu, Weiss, bukan untuk menyelamatkan pantatmu yang gendut itu. Kau membuang-buang waktuku. Biar orang lain yang bertanya."
  Ia memelototi Weiss, yang tampaknya masih belum mengerti.
  "Kau mengajukan semua pertanyaan yang salah, keparat." Macdougall akhirnya bangkit berdiri dan berteriak sekuat tenaga. "Kau sangat tolol dalam bekerja, kau bodoh, kau membuang-buang waktu semua orang!"
  Macdougall lalu berderap mendekati jendela kotor
  309
  yang tertutup kasa logam tebal dan jeruji. Para pengacaranya membuntutinya. Ia mengatakan sesuatu, dan mereka semua tertawa. Ho, ho, ho. Brian Macdougall benar-benar pandai berkelakar.
  Kami yang lainnya duduk di sekitar meja konferensi dan mengamati mereka. Betsey menghibur Weiss, mencoba tampak tetap kompak.
  "Persetan dengannya," kata Weiss dengan kejelasan dan kesingkatan yang tidak biasa. "Aku bisa menanyakan apa saja yang kuinginkan. Kita sudah membeli haram jadah itu."
  Betsey mengangguk kepada Weiss. "Kau benar, Harry. Dia memang sombong dan dia salah. Khas detektif" katanya. "Mungkin dia akan menjawab Detektif Cross. Dia tampaknya tidak menyukai Provost."
  Mula-mula Weiss menggeleng, lalu ia mengalah. "Baik, apa pun yang perlu. Apa pun yang berhasil dalam menghadapi keparat ini. Aku bisa bekerja dalam tim."
  "Kita semua bisa bekerja dalam tim," kata Betsey, dan menepuk lengan Weiss dengan ringan. Bet sey memang hebat. "Terima kasih mau menerima sara n."
  Macdougall kembali ke meja dan ia tampaknya lebih tenang. Ia bahkan meminta maaf kepada Weiss. "Maafkan aku. Saraf ini agak rapuh, kau tahu."
  Aku menunggu selama dua detik agar permintaan maafnya diterima Weiss, tapi orang Provost tersebut tidak pernah mengatakan apa-apa. Aku akhirnya mulai. "Detektif Macdougall, bagaimana kalau kauberitahukan informasimu yang begitu penting. Kau tahu apa yang harus kauberitahukan. Kau juga tahu apa yang ingin kami dengar."
  Macdougall memandang kedua pengacaranya. Ia akhirnya tersenyum.
  Bab 95
  "Baiklah, kita coba pendekatan itu," kata Macdougall. "Pertanyaan sederhana dan jawaban sederhana. Aku bertemu dengan orang yang mengaku bernama Mastermind itu tiga kali. Selalu di Washington. Setiap kali bertemu dengannya, dia memberi kami apa yang disebutnya sebagai 'biaya perjalanan'. Lima puluh ribu dolar sekali jalan, dan itu menjadikan perjalanan kami layak dilakukan, dan juga menarik perhatian kami, menggelitik minat kami.
  "Dia sangat tertutup. Memikirkan segala sesuatunya dengan teliti. Mengetahui semua sudut. Mengetahui apa yang dibicarakannya. Dan-dia memberitahu kami sejak awal bahwa bagian kami lima belas juta dolar. Kredibilitasnya sangat kokoh sewaktu membicarakan MetroHartford. Dia memiliki konsep dan rencana yang sangat mendetail. Kami merasa rencana itu bisa dilaksanakan, dan memang."
  "Dari mana dia tahu tentangmu?" tanyaku. "Bagaimana caranya mengontakmu?"
  Macdougall menyukai pertanyaan tersebut, atau berpura-pura begitu. "Ada pengacara yang terkadang kami gunakan." Ia memandang para pengacara di kedua sisinya. "Bukan tuan-tuan ini. Dia menghubungi pengacara kami yang lain. Kami tidak tahu dari
  311
  mana tepatnya dia tahu tentang kami, tapi dia tahu apa yang kami lakukan, bagaimana cara kerja kami. Itu informasi yang berguna, Detektif Weiss. Catat itu. Siapa yang bisa mengetahui tentang kami? Seseorang dalam bidang penegakan hukum? Polisi? Salah seorang dari kita, Detektif Weiss? Agen FBI? Polisi dari D.C.? Mungkin seseorang dalam ruangan ini? Bisa siapa saja."
  Weiss tidak mampu mengendalikan diri. Wajahnya memerah. Kerah kemeja putihnya yang dikancing rapat tampak dua nomor kekecilan. "Tapi kau sudah mengetahui siapa dia, Macdougall? Benar, kan?"
  Macdougall memandang Betsey dan aku. Ia menggeleng. Ia juga tidak memercayai Weiss. "Aku akan mengatakannya, apa yang kuketahui, dan apa yang tidak kuketahui. Jangan meremehkan informasi bahwa dia tahu tentang kita. Dia tahu tentang Detektif Cross. Dan tentang Agen Cavalierre. Dia mengetahui segala sesuatunya. Itu penting."
  "Aku setuju dengan pendapatmu," kataku. "Tolong lanjutkan."
  "Baiklah. Sebelum kami menyetujui pertemuan kedua, kami berusaha sebaik-baiknya untuk mengetahui siapa orang yang mengaku bernama Mastermind ini. Kami bahkan berbicara dengan FBI mengenai dirinya. Kami melakukan kontak apa pun yang bisa kami lakukan. Kami tidak menemukan apa-apa. Dia tidak meninggalkan jejak.
  "Jadi kami menghadiri pertemuan kedua dan dia masih tidak membuka diri. Bobby Shaw mencoba mengikutinya sesudah dia meninggalkan hotel. Shaw kehilangan jejaknya."
  "Yang membuatmu mengira dia mungkin polisi?" tanyaku.
  312
  Macdougall mengangkat bahu. "Pemikiran itu jelas terlintas dalam benak kami. Pertemuan ketiga membicarakan apakah kami ikut atau tidak. Setengah dari tiga puluh juta dolar-kami sudah tahu bahwa kami akan ikut. Dia tahu kami ikut. Kami mencoba menegosiasikan pembagian yang lebih baik. Dia tertawa, katanya sama sekali tidak. Kami menyetujui persyaratannya. Kami melakukan dengan caranya atau kami tidak ikut.
  "Dia meninggalkan hotel sesudah pertemuan itu. Kami menempatkan dua orang untuk mengikutinya kali ini. Dia jangkung, bertubuh besar, berjanggut hitam-tapi menurut kami itu mungkin samaran. Dua orang kami hampir saja kehilangan jejaknya lagi.
  "Tapi mereka tidak kehilangan jejaknya. Mereka sangat beruntung. Mereka melihatnya memasuki Rumah Sakit Veteran Hazelwood di D.C. Dia tidak keluar lagi. Kami tidak mengetahui bagaimana tampangnya, tapi Mastermind masuk ke sana dan dia tetap di sana. Dia tidak keluar."
  Macdougall berhenti bicara. Ia membiarkan pandangannya perlahan-lahan beralih dari Weiss ke Betsey lalu kepadaku.
  "Dia pasien rumah sakit jiwa, tuan-tuan dan nyonya. Dia ada di Rumah Sakit Veteran Hazelwood di Washington. Dia dirawat di bangsal penyakit jiwa. Kau harus menemukannya di sana."
  Bab 96
  Agen-agen FBI segera dikirim ke Rumah Sakit Veteran Hazelwood. Arsip setiap pasien yang ada sekarang, dan juga staf, ditarik dan akan diperiksa. Administrasi Veteran menghalangi akses kepada para pasien, tapi hal itu tidak berlangsung lama.
  Kuhabiskan sepanjang sisa hari yang sangat panjang itu untuk memeriksa silang duplikat arsip karyawan dan pelanggan MetroHartord terhadap catatan pasien sewaktu arsip tersebut datang dari Hazelwood. Syukurlah ada komputer. Bahkan kalau Mastermind ada di rumah- sakit, tidak ada seorang pun yang mengetahui dengan tepat bagaimana tampangnya. Bagiannya yang setengah dari tiga puluh juta dolar masih belum ditemukan. Tapi kami lebih dekat dengannya daripada sebelumnya. Kami sudah mendapatkan hampir semua uang dari para detektif New York tersebut. Hanya dua ratus ribu dolar yang masih hilang. Semua detektif berusaha bermain "ayo membuat perjanjian".
  Malam itu sekitar pukul setengah sepuluh, Betsey dan aku makan malam di New York di restoran bernama Ecco. Ia mengenakan gaun kuning, anting-anting, dan gelang emas. Tampak bagus dengan rambutnya yang hitam dan kulitnya yang masih kecokelat-
  314
  an. Kupikir ia tahu penampilannya bagus. Sangat feminin.
  "Apa ini semacam kencan?" tanyanya begitu kami duduk di meja di restoran Manhattan yang nyaman tapi ramai tersebut.
  Aku tersenyum. "Menurutku ini mungkin layak disebut kencan, terutama kalau kita tidak banyak membicarakan pekerjaan."
  "Aku berjanji padamu. Bahkan kalau Mastermind masuk kemari dan duduk semeja dengan kita, aku tidak akan membicarakan pekerjaan."
  "Ikut berdukacita atas Jim Walsh," kataku kepadanya. Kami tidak sempat membicarakannya.
  "Aku tahu, Alex. Aku juga. Dia orang yang benar-benar baik."
  "Apa kau terkejut? Bahwa dia bunuh diri?"
  Ia meletakkan tangan di atas tanganku.
  "Terkejut-setengah mati. Jangan malam ini. Oke?"
  Untuk pertama kalinya, ia membuka diri dan bercerita sedikit tentang dirinya. Ia bersekolah di SMA John Carroll di D.C. dan dibesarkan secara Katolik. Ia bilang latar belakangnya adalah "ketat, ketat, dan le bih ketat lagi. Banyak disiplin." Ibunya seorang ibu rum ah tangga hingga meninggal, sewaktu Betsey berusia e nam belas tahun. Ayahnya sersan angkatan darat, lalu menjadi anggota pemadam kebakaran.
  "Aku pernah berpacaran dengan seorang gadis dari John Caroll," kataku padanya. "Seragam yang manis."
  "Baru-baru ini?" tanya Betsey. Mata cokelatnya berkilau. Ia lucu. Ia bilang selera humornya berasal dari lingkungan lamanya di D.C, dan juga suasana di rumah orangtuanya. "Kalau kau seorang bocah laki-laki di lingkungan kami, kau harus lucu atau sering berkelahi. Ayahku menginginkan anak laki-
  315
  laki tapi justru mendapatkanku. Dia pria yang tangguh tapi lucu, selalu memiliki lelucon. Daddy meninggal karena serangan jantung sewaktu bekerja. Kupikir itu sebabnya aku bekerja setiap hari sepe

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>