Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Mawar Merah - 32

$
0
0
Roses are Red | Mawar Merah | by James Patterson | Mawar Merah | Roses are Red | Mawar Merah pdf

Gaung Keheningan - Eloquent Silence - Sandra Brown Gue Anak SMA - Benny Rhamdany Jingga Dalam Elegi - Esti Kinasih Jingga untuk Matahari - Esti Kinasih Karena Aku Mencintai Manusia Setengah Dewa

kan lencana detektifku kepadanya.
  Sopir tersebut menggeleng, lalu mengerang sendiri. "Oh, brother. Sialnya aku. Seperti dalam film-ikuti taksi itu."
  Bab 112
  Szabo turun dari taksi di Rhode Island Avenue di Northwest. Aku juga. Ia berjalan kaki selama beberapa saat-melihat-lihat etalase toko. Paling tidak, kelihatannya begitu. Ia tampak lebih santai sekarang. Kegugupannya berkurang begitu meninggalkan lahan rumah sakit. Mungkin karena kegugupan tersebut palsu.
  Ia akhirnya berbelok memasuki gedung bata cokelat yang sudah reyot, masih di Rhode Island Avenue. Lantai bawah tanahnya digunakan untuk binatu China-A. LEE.
  Apa yang dilakukannya di sini? Apa ia akan kabur melalui pintu belakang? Namun kemudian aku melihat lampu menyala di jendela lantai dua. Szabo melintas lewat beberapa kali. Itu dia. Jangkung dan berjanggut.
  Benakku mulai kelebihan beban dengan berbagai kemungkinan. Tidak ada seorang pun di Hazelwood yang tahu tentang apartemen Szabo di D.C. Apartemen ini tidak pernah disinggung-singgung dalam laporan perawat.
  Szabo seharusnya gelandangan. Tidak punya harapan, tidak berbahaya, tidak memiliki rumah. Itu ilusi yang diciptakannya. Aku akhirnya mengetahui rahasianya. Apa artinya?
  360
  Aku menunggu di Rhode Island Avenue. Aku tidak merasa terancam bahaya. Belum.
  Aku menunggu di jalan selama beberapa waktu. Ia berada di dalam gedung selama hampir dua jam. Aku tidak melihatnya muncul di jendela lagi. Apa yang dilakukannya di sana? Waktu berlalu cepat kalau hidupmu terancam bahaya.
  Lalu lampu di apartemen berkedip padam.
  Kuawasi gedung dengan kegelisahan yang memuncak. Szabo tidak keluar. Aku khawatir. Ke mana ia pergi?
  Lima menit setelah lampu di lantai atas padam, Szabo muncul di tangga depan lagi. Kegugupannya tampaknya muncul kembali. Mungkin kegugupan itu memang sungguhan.
  Ia menggosok matanya berulang-ulang, kemudian dagu bawahnya. Ia mengernyit dan terus-menerus menarik bajunya dari dada. Jemarinya menyisir rambutnya yang hitam lebat tiga atau empat kali.
  Apa yang kuawasi ini Mastermind? Rasanya hampir mustahil. Tapi kalau ia bukan Mastermind, lalu apa yang harus kami lakukan?
  Szabo terus mengawasi jalan dengan gugup, tapi aku tersembunyi dalam keremangan gedung lain. Aku yakin ia tidak bisa melihatku. Apa yang ditakutinya?
  Ia mulai berjalan. Kuawasi Szabo menyusuri Rhode Island Avenue kembali ke arah ia datang. Lalu ia memanggil taksi.
  Aku tidak mengikuti Szabo. Aku ingin mengikutinya-tapi aku mendapat dorongan hati yang lebih kuat lagi. Firasat yang perlu kutelusuri. Aku bergegas menyeberangi jalan dan memasuki rumah bata cokelat tempat ia menghabiskan hampir sepanjang siang.
  361
  Aku harus mengetahui apa yang dilakukan Szabo di atas sana. Aku akhirnya harus mengakui-ia mem-buatku sinting. Ia menyebabkan aku gelisah.
  Bab 113
  Aku menggunakan alat pencongkel kunci yang mungil dan sangat berguna. Aku memasuki apartemen Szabo dalam waktu kurang dari yang diperlukan untuk mengatakan "masuk secara ilegal". Tidak ada seorang pun yang akan tahu aku pernah berada di sana. Aku berencana untuk memeriksa sekilas apartemen tersebut, lalu keluar lagi. Aku tidak yakin ia meninggalkan bukti yang mengaitkan dirinya dengan penculikan MetroHartford, atau perampokan bank yang mana pun. Tapi aku perlu memeriksa tempat tinggalnya. Aku harus mengetahui lebih banyak tentang Szabo daripada yang dituliskan para dokter dan perawat di Hazelwood dalam laporan mereka. Aku perlu memahami Mastermind.
  Ia memiliki koleksi pisau berburu yang telah diasah, dan juga senapan-senapan kuno: senapan Perang Saudara, Luger Jerman, Colt Amerika. Ada cenderamata dari Vietnam: sebilah pedang upacara dan bendera batalion dari Batalion K10 NVA, Vietnam Utara. Kebanyakan, barang-barang dalam apartemennya adalah buku dan majalah. The Evil That Men Do. Crime and Punishment. The Shooting Gazette. Scientific Americ an.
  Sejauh ini, tidak ada kejutan besar. Selain bahwa ia memiliki apartemen sendiri.
  363
  "Szabo, apakah kau dia?" tanyaku akhirnya dengan suara lantang. "Apa kau Mastermind? Apa permainanmu, man?"
  Aku bergegas menggeledah ruang tamu, kamar tidur kecil, lalu ceruk sempit yang jelas digunakan sebagai kantor.
  Szabo, apa di sini kau menyusun semua rencanamu?
  Sehelai surat tulisan tangan yang belum selesai ditulis tergeletak di meja di ruang kerjanya. Tampaknya ia baru saja mulai menulis surat tersebut. Aku mulai membacanya.
  Mr. Arthur Lee A. Lee Laundry
  Ini peringatan, dan kalau aku jadi kau, aku akan menganggapnya sangat serius.
  liga minggu lalu, aku menitipkan beberapa pakaian untuk dicuci dry-clean padamu. Sebelum mengirimkan cucianku, aku selalu mencantumkan daftar semua pakaian dalam kantong cucian, dan deskripsi singkat untuk setiap pakaian.
  Aku menyimpan duplikatnya untuk diriku sendiri!
  Daftar itu teratur dan efisien.
  Surat itu kemudian mengatakan sejumlah pakaian Szabo hilang. Ia berbicara kepada seseorang di binatu dan telah dijanjikan bahwa pakaian tersebut akan segera dikirimkan. Ternyata tidak.
  Aku turun ke bagian pembersihmu. Aku bertemu KAU. Aku marah karena KAU bisa
  364
  berdiri di sana dan mengatakan tidak memiliki pakaianku. Lalu sebagai penghinaan terakhir. Kau memberitahuku bahwa penjaga pintuku mungkin sudah mencurinya.
  Aku tidak memiliki penjaga pintu sialan! Aku tinggal di gedung yang sama denganmu!
  Anggaplah dirimu sudah diperingatkan.
  Frederic Szabo
  Apa-apaan ini? Aku merasa penasaran setelah selesai membaca surat yang aneh, sinting, dan tampaknya tidak penting tersebut.
  Aku menggeleng-geleng. Apa A. Lee Laundry sasaran berikutnya? Apa ia merencanakan sesuatu terhadap Lee? Mastermind?.
  Kubuka laci di lemari kecil dan menemukan lebih banyak surat lagi, ditulis kepada perusahaan-perusahaan lain: Citibank, Chase, First Union Bank, Exxon, Kodak, Bell Atlantic, puluhan lainnya.
  Aku duduk dan membaca sekilas surat-surat tersebut. Semuanya surat kebencian. Surat sinting. Ini Frederic Szabo yang digambarkan dalam lap oran rumah sakitnya. Paranoia, marah kepada dunia, pr ia 51 tahun yang dipecat dari setiap pekerjaan yang did apatnya.
  Aku semakin kebingungan dan bukannya menjadi lebih jelas mengenai Szabo. Kutelusuri bagian atas sebuah filing cabinet tinggi dengan jemariku. Ada kertas-kertas di sana. Kuturunkan kertas-kertas tersebut dan kuperiksa.
  Ada cetak biru bank-bank yang dirampok!
  Dan tata letak Renaissance Mayflower Hotel!
  "Tuhan, ini memang dia," gumamku kera s-keras. Tapi untuk apa cetak biru ini ada di sini?
  365
  Aku tidak ingat dengan tepat apa yang terjadi selanjutnya. Mungkin perubahan cahaya atau gerakan dalam kamar yang kulihat dari sudut mataku.
  Aku berbalik menjauhi meja kerja Szabo. Mataku membelalak kaget, lalu keterkejutan total. Jantungku bagai melompat.
  Seorang pria mendekatiku dengan menghunus pisau berburu. Ia mengenakan topeng Presiden Clinton. Ia menjeritkan namaku!
  Bab 114
  "Cross!"
  Kuulurkan kedua tanganku untuk menghambat lengan yang terayun turun ke arahku. Pisau berburu dalam genggaman tangan itu sangat mirip seperti yang dipamerkan di ruang sebelah. Kedua tanganku melilit lengan yang kuat tersebut. Kalau orang ini Szabo, ia lebih kuat dan jauh lebih lincah daripada penampilannya di rumah sakit.
  "Apa yang kaulakukan?" jeritnya. "Beraninya kau? Beraninya kau menyentuh barang-barang pribadiku?" Ia terdengar benar-benar sinting. "Surat-surat ini milik pribadi!"
  Aku berputar dengan bertumpu pada kaki kanan dan menyentakkan tangan yang menggenggam pisaunya. Pisaunya menancap hingga beberapa sentimeter di meja kayu. Pria bertopeng itu mendengus dan memaki.
  Sekarang apa? Aku tidak bisa mengambil risiko membungkuk dan mengambil pistol di sarung tungkaiku. Pria bertopeng tersebut bisa mencabut pisaunya dengan mudah. Ia mengayunkannya membentuk lengkungan kecil mematikan. Ia luput beberapa sentimeter. Mata pisaunya mendesis melewati keningku.
  "Kau akan mati, Cross," jeritnya.
  367
  Aku melihat bola bisbol yang terbuat dari kaca di mejanya. Bola tersebut satu-satunya benda mirip senjata yang bisa kulihat sejauh ini. Kusambar bola tersebut. Kulemparkan bola itu menyamping ke arahnya.
  Kudengar bunyi derak saat pemberat kertas tersebut menghantam sisi kepalanya. Ia meraung keras, marah, seperti hewan yang terluka. Lalu ia terhuyung-huyung mundur. Ia tidak jatuh.
  Aku bergegas membungkuk dan mencabut Glock. Pistol itu terkait sekali, lalu berhasil kucabut lepas.
  Ia kembali menyerangku dengan pisau besarnya.
  "Berhenti!" teriakku. "Akan kutembak kau."
  Ia terus menyerang. Ia meraungkan kata-kata yang tidak bisa kupahami. Ia kembali mengayunkan pisau. Kali ini, ia mengiris pergelangan kananku. Pergelang-anku seperti terbakar, sakitnya luar biasa.
  Kutembakkan Glock. Peluru menghantam bagian atas dadanya. Ia tidak berhenti! Ia berputar menyamping, memperbaiki posisinya, dan kembali menyerbu ke arahku, sambil berteriak, "Persetan kau, Cross. Kau bukan apa-apa!"
  Ia terlalu dekat denganku untuk mengayunkan pisaunya, dan aku tidak ingin menembaknya lagi dan membunuhnya kalau tidak perlu. Kuhantamkan kepalaku ke dadanya sekuat tenaga. Aku mengincar tempat ia tadi terluka.
  Ia menjerit, lengkingan yang menakutkan. Lalu menjatuhkan pisaunya.
  Kupeluk ia sekuat tenaga. Kakiku melangkah cepat. Kudorong ia ke seberang ruangan hingga menghantam dinding. Seluruh gedung bergetar.
  Seseorang di apartemen sebelah menggedor dinding dan mengeluhkan keributannya.
  368
  "Panggil polisi!" teriakku. "Hubungi sembilan satu satu"
  Aku berhasil menjepitnya di lantai, dan ia mengerang keras bahwa aku sudah menyakitinya. Ia terus berjuang dan melawan. Kupukul tepat di rahangnya, dan ia akhirnya berhenti bergerak. Lalu kucabut topeng karetnya.
  Ternyata Szabo.
  "Kau Mastermind," kataku terkesiap. "Kau orangnya."
  "Aku tidak berbuat apa-apa," sergahnya. Ia mulai melawan lagi. Ia memaki keras-keras. "Kau mendobrak masuk ke dalam rumahku. Kau bodoh! Kalian semua bodoh. Dengarkan aku, keparat. Dengarkan! Kau menangkap orang yang salah!"
  Bab 115
  Rumah tersebut kacau-balau, dan jelas tampak sesuai untuk penangkapan yang dramatis. Seregu teknisi FBI datang ke apartemen Frederic Szabo dalam waktu kurang dari satu jam. Aku mengenali dua orang di antaranya, Greg Wojcik dan Jack Heeney, dari pekerjaanku dulu. Mereka yang terbaik di FBI, dan mereka mulai memeriksa tempat tersebut secara saksama.
  Aku tetap di sana dan mengawasi penggeledahan yang teliti tersebut. Para teknisi mencari dinding palsu, papan lantai yang kendur, di mana pun yang mungkin digunakan Szabo untuk menyembunyikan bukti, atau mungkin menyembunyikan lima belas juta dolar.
  Betsey Cavalierre tiba di apartemen tepat setelah kru teknis. Aku gembira melihat kedatangannya. Begitu luka tembakan Szabo dirawat dan diperban, Betsey dan aku berusaha menanyainya. Ia tidak bersedia berbicara dengan kami. Tidak sepatah kata pun. Ia tampaknya lebih sinting daripada biasanya; penuh semangat satu saat, lalu pendiam dan tidak bereaksi saat berikutnya. Ia melakukan apa yang dikenal sebagai kebiasaannya di Hazelwood-ia me-ludahiku, beberapa kali. Szabo meludah hingga mulutnya kering. Lalu melipat lengan dan membisu.
  370
  Szabo memejamkan mata rapat-rapat. Ia tidak bersedia memandang kami berdua, tidak mau menjawab dengan cara apa pun. Akhirnya, ia dibawa pergi dengan mengenakan jaket penahan.
  "Di mana uangnya?" tanya Betsey saat kami mengawasi kepergian Szabo dari gedung itu.
  "Dia satu-satunya yang tahu, dan dia jelas tidak mau bicara. Aku belum pernah merasa setertinggal ini dalam menangani kasus."
  Keesokan harinya hujan turun, hari Jumat yang payah dan merepotkan. Betsey dan aku mengunjungi Pusat Tahanan Metropolitan, tempat Frederic Szabo ditahan.
  Pers berkumpul dalam jumlah besar di mana-mana di luar gedung. Tidak satu pun dari kami yang berbicara saat menerobos mereka. Kami bersembunyi di bawah payung hitam besar dan hujan lebat saat bergegas masuk.
  "Burung-burung bangkai sialan," bisik Betsey kepadaku. "Ada tiga hal yang pasti dalam hidup ini: kematian, pajak, dan pers akan salah menangkap berita. Pasti, kau tahu."
  "Begitu ada yang salah menulis, beritanya akan tetap salah," kataku.
  Kami menemui Szabo di ruang kecil di samping blok sel. Ia tidak lagi terikat jaket penahan, tapi ia tampak melamun. Pengacaranya, yang ditunjuk pengadilan, hadir di sana. Namanya Lynda Cole, dan wanita itu tampaknya tidak menyukai Szabo sama seperti kami.
  Aku terkejut karena Szabo

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>