Roses are Red | Mawar Merah | by James Patterson | Mawar Merah | Roses are Red | Mawar Merah pdf
Gaung Keheningan - Eloquent Silence - Sandra Brown Gue Anak SMA - Benny Rhamdany Jingga Dalam Elegi - Esti Kinasih Jingga untuk Matahari - Esti Kinasih Karena Aku Mencintai Manusia Setengah Dewa
u tahu menangkap Dr. Francis yang baik agak terlalu mudah. Juga teman-
406
teman detektifku di New York-Mr. Brian Macdougall dan krunya. Dan tentu saja masih ada masalah dengan semua uang yang hilang itu. Aku yang kausebut Mastermind. Itu nama yang cocok. Aku memang sebaik itu.
"Selamat malam, untuk sementara. Kita akan segera bertemu lagi. Oh. Dan bersenang-senanglah di rumah Betsey Cavalierre. Aku jelas bersenang-senang di sana."
Bab 125
Kutelepon Sampson lebih dulu dan kuminta dia kemari untuk menemani Nana dan anak-anak. Lalu aku melesat ke Woodbridge, Virginia. Ke rumah Betsey. Sepanjang perjalanan aku melaju di bahu jalan dengan kecepatan hingga 160 kilometer per jam.
Aku belum pernah ke sana, tapi aku tidak menemui kesulitan menemukan rumahnya. Ada mobil yang diparkir ganda di mana-mana di jalan tersebut. Beberapa Crown Victoria dan Grand Marquise. Kuper-kirakan sebagian besar merupakan mobil FBI. Ambulans juga ada di sana. Aku bisa mendengar jeritan sirene lain yang melesat ke lokasi pembunuhan.
Aku menghela napas dalam-dalam sebelum melangkah masuk. Tiba-tiba aku merasa pusing. Kyle masih ada di sana, mengarahkan Unit Kejahatan Brutal Biro saat mereka mulai mengumpulkan bukti. Aku menggeleng: Aku ragu mereka bisa menemukan banyak hal di sini. Mereka tidak berada di lokasi kejahatan yang melibatkan Mastermind sebelum ini.
Beberapa agen FBI menangis. Aku telah menangis sepanjang perjalanan kemari, tapi sekarang ini aku perlu berpikir sejernih dan sefokus mungkin. Hanya ini satu-satunya kesempatanku mengamati rumah
408
Betsey sedekat pembunuhnya, sebagaimana pembunuhnya meninggalkan rumah ini untuk kami.
Tampaknya ada pendobrakan. Jendela di dapur telah dirusak. Seorang teknisi FBI tengah merekamnya dengan kamera video sekarang. Aku tidak bisa tidak memerhatikan barang-barang Betsey, gayanya, rumahnya. Di lemari es terdapat foto liputan Newsweek yang menampilkan juara Piala Dunia sepak bola Wanita Amerika, Brandi Chastain, dan judul "Cewek Berkuasa!"
Rumah itu tampaknya berusia hampir seratus tahun dan diisi berbagai tetek-bengek pedesaan. Lukisan Andrew Wyeth, foto-foto pemandangan danau yang indah di musim gugur. Di meja lorong kuperhatikan ada pengingat bagi Betsey untuk mengikuti tes kualifikasi menembak yang berikutnya di arena tembak FBI.
Akhirnya, aku melakukan tindakan yang benar-benar sulit, tindakan yang mustahil. Aku berjalan menyusuri lorong dari ruang duduk. Kamar tidur utama terletak di ujung lorong. Mudah sekali melihat bahwa Betsey telah dibunuh di sana. Kegiatan orang-orang FBI dipusatkan di sekitar kamar tidur belakang. Lokasi pem bunuhan. Kejadiannya tepat di sini.
Aku masih belum berbicara dengan Kyle, tidak memedulikan dirinya, tidak menariknya menjauhi regu Unit Kejahatan Brutal dan penggeledahan mereka atas tempat ini. Mungkin kami akan beruntung kali ini. Dan mungkin tidak.
Lalu aku melihat Betsey dan kehilangan kendali. Tangan kiriku melayang ke wajahku seakan-akan memiliki pikiran dan kemauan sendiri. Kedua kakiku terasa lemas luar biasa. Sekujur tubuhku terguncang.
Aku bisa mendengar suara Mastermind men-
409
dengung dalam kepalaku: Oh. Dan bersenang-senang-lah di rumah Betsey Cavalierre. Aku jelas sudah bersenang-senang.
Ia telah menanggalkan gaun tidur Betsey. Aku tidak melihat gaun tersebut di mana pun di kamar tidur. Tubuh Betsey bersimbah darah. Mastermind menggunakan pisau kali ini-ia menghukum Betsey. Ada darah ke mana pun aku memandang, tapi terutama di sela kaki Betsey. Mata cokelatnya yang cantik menatap tepat kepadaku, tapi ia tidak melihat apa-apa, dan tidak akan pernah melihat apa-apa lagi.
Pemeriksa medis berbalik dan melihatku berdiri di sana. Aku mengenal pria itu, Merrill Snyder. Kami pernah berhasil dalam bekerja sama sebelumnya- tapi tidak seperti ini.
"Dia mungkin sudah diperkosa," bisiknya. "Pembunuhnya menggunakan pisau. Mungkin pembunu hnya memotong bukti. Entahlah, Alex. Ini memuakkan. Kau punya ide?"
"Ya," kataku dengan suara pelan. "Aku ingin membunuhnya karena ini, dan aku akan membunuhnya."
Bab 126
Pembunuhnya berada tepat di sana di dalam rumah Betsey Cavalierre. Ia merasakan kesedihan dan kebencian-kesedihan dan kebencian mereka-dan ia bergembira karenanya. Ini merupakan gairah tertinggi baginya, momen yang paling hebat seumur hidupnya.
Untuk berada di sini bersama polisi dan FBI.
Untuk bersinggungan siku, bercakap-cakap, dan mendengarkan mereka memakinya, dan meneteskan air mata bagi rekan mereka yang jadi korban, untuk mencium ketakutan mereka. Mereka murka-terhadap dirinya.
Sekalipun begitu mereka tidak berdaya untuk bertindak.
Ia tengah uji keberanian. Ia yang memegang kendali.
Ia bahkan mendatangi lagi Betsey Cavalierre, yang percaya suatu hari nanti akan naik pangkat ke puncak pimpinan Biro Federal.
Benar-benar omong kosong yang luar biasa.
Apa Cavalierre benar-benar percaya ia salah satu yang terbaik, otak terhebat di FBI? Tentu saja begitu. Mereka semua mengira diri mereka begitu pandai akhir-akhir ini.
Well, Cavalierre tidak tampak begitu pandai sekarang ini, telanjang dan bersimbah darahnya sendiri, dilecehkan dengan segala cara yang bisa dibayangkannya.
Ia melihat Alex Cross keluar dari kamar tidur. Cross tampak patah semangat, akhirnya. Patah semangat, tapi juga merasa sok suci dan marah.
Ia memastikan ekspresi wajahnya sudah tepat, lalu mendekati Alex Cross.
Inilah saatnya.
"Aku turut berduka atas Betsey Cavalierre," kata Kyle Craig, si Mastermind. "Aku sangat berduka, Alex."
412
SEKILAS ISI
VIOLETS ARE BLUE (VIOLET BIRU)
JAMES PATTERSON
TERBIT 2006
Prolog
TANPA PERINGATAN
Bab 1
Tidak ada apa pun yang dimulai dengan permulaan yang kita duga. Jadi, sudah pasti kejadian ini tidak dimulai dengan pembunuhan brutal dan pengecut atas agen FBI dan teman baik bernama Betsey Cavalierre. Awalnya kukira seperti itu. Kesalahanku, dan itu kesalahan yang amat besar dan menyakitkan.
Aku tiba di rumah Betsey di Woodbridge, Virginia, pada tengah malam. Aku belum pernah ke sana, tapi tidak menemui kesulitan menemukan rumahnya. FBI dan ambulans ada di sana. Berbagai cahaya merah dan kuning menyambar di mana-mana, mewarnai halaman rumput dan serambi depan dengan garis-garis terang yang tampak berbahaya.
Aku menghela napas dalam-dalam sebelum melangkah masuk. Aku kehilangan keseimbangan hingga langkahku terhuyung. Kubalas sapaan agen FBI jangkung berambut pirang yang kuketahui bernama Sandy Hammonds. Aku bisa melihat Sandy baru saja menangis. Wanita itu sahabat Betsey.
Di meja lorong kulihat revolver dinas Betsey. Di sampingnya terdapat pesan pengingat jadwal tes kualifikasi menembak Betsey yang berikutnya di lapangan tembak FBI. Ironinya terasa menyengat.
Kupaksa diriku berjalan menyusuri lorong panjang yang berawal dari ruang duduk ke bagian belakang rumah. Rumah ini tampak berusia sekitar seratus tahun dan dipenuhi berbagai tetek-bengek pedesaan yang sangat disukai Betsey. Kamar tidur utama terletak di ujung lorong.
Aku langsung tahu pembunuhannya terjadi di sana. Para teknisi FBI dan kepolisian setempat bergerombol di pintu kamar yang terbuka, seperti kumbang-kumbang yang marah karena sarangnya terancam. Anehnya, rumah terasa sunyi, kesunyian yang mengerikan. Ini tidak bisa lebih buruk lagi, jauh lebih buruk daripada apa pun.
Satu lagi rekanku tewas.
Rekan kedua yang dibunuh secara brutal dalam dua tahun.
Dan Betsey lebih dari sekadar rekan kerja.
Bagaimana bisa terjadi? Apa artinya?
Kulihat mayat Betsey yang mungil telentang di lantai kayu keras dan tubuhku terasa dingin. Tanganku melayang ke wajahku, gerak refleks yang tak mampu kukendalikan.
Si pembunuh telah menanggalkan gaun tidur Betsey. Aku tidak melihat gaun tersebut di mana pun di kamar tidur. Bagian bawah tubuh Betsey berlumuran darah. Pembunuhnya menggunakan pisau. Dia menggunakannya untuk menghukum Betsey. Aku sangat ingin menutupi mayat Betsey, tapi aku tahu bahwa aku tidak bisa berbuat begitu.
Mata cokelat Betsey menatapku, tapi tidak ada apa pun yang bisa dilihatnya. Aku ingat pernah mencium mata dan wajah Betsey yang manis. Aku teringat pada tawa Betsey, melengking dan merdu. Aku berdiri di sana dalam waktu yang lama, berdukacita atas Betsey, dan sangat merindukannya. Aku ingin berbalik, tapi tidak kulakukan. Aku tidak bisa meninggalkannya dalam keadaan seperti ini.
Sementara aku berdiri di kamar tidur, berusaha menyusun perkiraan yang bisa kupahami mengenai pembunuhan atas Betsey, ponsel di saku jaketku berbunyi. Aku terlonjak. Kusambar ponselku, tapi lalu ragu-ragu. Aku tidak ingin menerimanya.
"Alex Cross," kataku akhirnya.
Kudengar suara yang disaring dengan mesin dan suara itu menusukku hingga tembus. Aku menggigil tanpa bisa kutahan.
"Aku tahu ini siapa dan aku bahkan tahu di mana kau berada. Di rumah Betsey sayang yang malang dan terjagai. Apa kau merasa seperti boneka, Detektif? Seharusnya begitu," kata Mastermind. "Karena itulah kau. Sebenarnya, kaulah boneka kesayanganku."
"Kenapa kau membunuh Betsey?" tanyaku pada monster itu. "Kau tak perlu melakukannya."
Ia memperdengarkan tawa mekanis dan bulu kudukku berdiri tegak. "Kau seharusnya bisa menebaknya, bukan? Kau Detektif Alex Cross yang terkenal. Kau berhasil memecahkan kasus-kasus besar yang penting. Kau menangkap
Gary Soneji, Casanova. Kau memecahkan Jack and Jill. Ya Tuhan, kau benar-benar luar biasa."
Aku berbicara dengan suara pelan. "Kenapa kau tidak mengejarku sekarang? Bagaimana kalau nanti malam? Seperti yang kauhilang tadi, kau tahu di mana aku berada."
Mastermind kembali tertawa, pelan, nyaris tak terdengar. "Bagaimana kalau kubunuh nenek dan ketiga anakmu nanti malam? Aku juga tahu di mana mereka berada. Kau meminta rekanmu untuk menjaga mereka, bukan? Kaupikir rekanmu bisa menghentikanku? John Sampson tidak ada apa apanya bagiku."
Aku memutuskan hubungan dan berlari ke luar rumah di Woodridge itu. Kuhubungi Sampson di Washington dan dia menerimanya pada dering kedua.
"Semua baik-baik saja di sana?" tanyaku dengan napas tersentak.
"Semua beres, Alex Tidak ada masalah di sini. Tapi kau terdengar kurang sehat. Ada apa? Apa yang terjadi?"
"Dia bilang dia akan datang mengejarmu dan Nana serta anak-anak," kataku pada John. "Si Mas termind."
"Tidak akan terjadi, Sugar. Tidak ada yang bisa melewatiku. Tapi aku sangat berharap dia berani mencobanya."
"Hati-hati, John. Aku kembali ke Washington sekarang. Tolong hati-hati. Dia sinting. Dia tidak sekadar membunuh Betsey, dia juga menodainya."
Kuakhiri telepon dengan Sampson dan berlari sekuat tenaga ke Porsche tuaku.
Ponselku kembali berdering sebelum aku tiba di mobil.
"Cross," jawabku, sambil terus berlari ketika bicara, berusaha memantapkan posisi telepon di dagu dan telingaku.
Dari Mastermind lagi. Ia tertawa-tawa seperti orang sinting. "Kau bisa santai, Dr. Cross. Aku bisa mendengar napasmu terengah-engah. Aku tidak akan menyakiti mereka malam ini. Aku hanya mempermainkanmu. Bersenang-senang di atas penderitaanmu.
"Kau sedang berlari, kan? Teruslah berlari, Dr. Cross. Tapi kau tidak akan cukup cepat. Kau tidak bisa melarikan diri dariku. Kau yang kuinginkan. Selanjutnya giliranmu, Dr. Cross."
Sumber DJVU:
www.kangzusi.com
Gaung Keheningan - Eloquent Silence - Sandra Brown Gue Anak SMA - Benny Rhamdany Jingga Dalam Elegi - Esti Kinasih Jingga untuk Matahari - Esti Kinasih Karena Aku Mencintai Manusia Setengah Dewa
u tahu menangkap Dr. Francis yang baik agak terlalu mudah. Juga teman-
406
teman detektifku di New York-Mr. Brian Macdougall dan krunya. Dan tentu saja masih ada masalah dengan semua uang yang hilang itu. Aku yang kausebut Mastermind. Itu nama yang cocok. Aku memang sebaik itu.
"Selamat malam, untuk sementara. Kita akan segera bertemu lagi. Oh. Dan bersenang-senanglah di rumah Betsey Cavalierre. Aku jelas bersenang-senang di sana."
Bab 125
Kutelepon Sampson lebih dulu dan kuminta dia kemari untuk menemani Nana dan anak-anak. Lalu aku melesat ke Woodbridge, Virginia. Ke rumah Betsey. Sepanjang perjalanan aku melaju di bahu jalan dengan kecepatan hingga 160 kilometer per jam.
Aku belum pernah ke sana, tapi aku tidak menemui kesulitan menemukan rumahnya. Ada mobil yang diparkir ganda di mana-mana di jalan tersebut. Beberapa Crown Victoria dan Grand Marquise. Kuper-kirakan sebagian besar merupakan mobil FBI. Ambulans juga ada di sana. Aku bisa mendengar jeritan sirene lain yang melesat ke lokasi pembunuhan.
Aku menghela napas dalam-dalam sebelum melangkah masuk. Tiba-tiba aku merasa pusing. Kyle masih ada di sana, mengarahkan Unit Kejahatan Brutal Biro saat mereka mulai mengumpulkan bukti. Aku menggeleng: Aku ragu mereka bisa menemukan banyak hal di sini. Mereka tidak berada di lokasi kejahatan yang melibatkan Mastermind sebelum ini.
Beberapa agen FBI menangis. Aku telah menangis sepanjang perjalanan kemari, tapi sekarang ini aku perlu berpikir sejernih dan sefokus mungkin. Hanya ini satu-satunya kesempatanku mengamati rumah
408
Betsey sedekat pembunuhnya, sebagaimana pembunuhnya meninggalkan rumah ini untuk kami.
Tampaknya ada pendobrakan. Jendela di dapur telah dirusak. Seorang teknisi FBI tengah merekamnya dengan kamera video sekarang. Aku tidak bisa tidak memerhatikan barang-barang Betsey, gayanya, rumahnya. Di lemari es terdapat foto liputan Newsweek yang menampilkan juara Piala Dunia sepak bola Wanita Amerika, Brandi Chastain, dan judul "Cewek Berkuasa!"
Rumah itu tampaknya berusia hampir seratus tahun dan diisi berbagai tetek-bengek pedesaan. Lukisan Andrew Wyeth, foto-foto pemandangan danau yang indah di musim gugur. Di meja lorong kuperhatikan ada pengingat bagi Betsey untuk mengikuti tes kualifikasi menembak yang berikutnya di arena tembak FBI.
Akhirnya, aku melakukan tindakan yang benar-benar sulit, tindakan yang mustahil. Aku berjalan menyusuri lorong dari ruang duduk. Kamar tidur utama terletak di ujung lorong. Mudah sekali melihat bahwa Betsey telah dibunuh di sana. Kegiatan orang-orang FBI dipusatkan di sekitar kamar tidur belakang. Lokasi pem bunuhan. Kejadiannya tepat di sini.
Aku masih belum berbicara dengan Kyle, tidak memedulikan dirinya, tidak menariknya menjauhi regu Unit Kejahatan Brutal dan penggeledahan mereka atas tempat ini. Mungkin kami akan beruntung kali ini. Dan mungkin tidak.
Lalu aku melihat Betsey dan kehilangan kendali. Tangan kiriku melayang ke wajahku seakan-akan memiliki pikiran dan kemauan sendiri. Kedua kakiku terasa lemas luar biasa. Sekujur tubuhku terguncang.
Aku bisa mendengar suara Mastermind men-
409
dengung dalam kepalaku: Oh. Dan bersenang-senang-lah di rumah Betsey Cavalierre. Aku jelas sudah bersenang-senang.
Ia telah menanggalkan gaun tidur Betsey. Aku tidak melihat gaun tersebut di mana pun di kamar tidur. Tubuh Betsey bersimbah darah. Mastermind menggunakan pisau kali ini-ia menghukum Betsey. Ada darah ke mana pun aku memandang, tapi terutama di sela kaki Betsey. Mata cokelatnya yang cantik menatap tepat kepadaku, tapi ia tidak melihat apa-apa, dan tidak akan pernah melihat apa-apa lagi.
Pemeriksa medis berbalik dan melihatku berdiri di sana. Aku mengenal pria itu, Merrill Snyder. Kami pernah berhasil dalam bekerja sama sebelumnya- tapi tidak seperti ini.
"Dia mungkin sudah diperkosa," bisiknya. "Pembunuhnya menggunakan pisau. Mungkin pembunu hnya memotong bukti. Entahlah, Alex. Ini memuakkan. Kau punya ide?"
"Ya," kataku dengan suara pelan. "Aku ingin membunuhnya karena ini, dan aku akan membunuhnya."
Bab 126
Pembunuhnya berada tepat di sana di dalam rumah Betsey Cavalierre. Ia merasakan kesedihan dan kebencian-kesedihan dan kebencian mereka-dan ia bergembira karenanya. Ini merupakan gairah tertinggi baginya, momen yang paling hebat seumur hidupnya.
Untuk berada di sini bersama polisi dan FBI.
Untuk bersinggungan siku, bercakap-cakap, dan mendengarkan mereka memakinya, dan meneteskan air mata bagi rekan mereka yang jadi korban, untuk mencium ketakutan mereka. Mereka murka-terhadap dirinya.
Sekalipun begitu mereka tidak berdaya untuk bertindak.
Ia tengah uji keberanian. Ia yang memegang kendali.
Ia bahkan mendatangi lagi Betsey Cavalierre, yang percaya suatu hari nanti akan naik pangkat ke puncak pimpinan Biro Federal.
Benar-benar omong kosong yang luar biasa.
Apa Cavalierre benar-benar percaya ia salah satu yang terbaik, otak terhebat di FBI? Tentu saja begitu. Mereka semua mengira diri mereka begitu pandai akhir-akhir ini.
Well, Cavalierre tidak tampak begitu pandai sekarang ini, telanjang dan bersimbah darahnya sendiri, dilecehkan dengan segala cara yang bisa dibayangkannya.
Ia melihat Alex Cross keluar dari kamar tidur. Cross tampak patah semangat, akhirnya. Patah semangat, tapi juga merasa sok suci dan marah.
Ia memastikan ekspresi wajahnya sudah tepat, lalu mendekati Alex Cross.
Inilah saatnya.
"Aku turut berduka atas Betsey Cavalierre," kata Kyle Craig, si Mastermind. "Aku sangat berduka, Alex."
412
SEKILAS ISI
VIOLETS ARE BLUE (VIOLET BIRU)
JAMES PATTERSON
TERBIT 2006
Prolog
TANPA PERINGATAN
Bab 1
Tidak ada apa pun yang dimulai dengan permulaan yang kita duga. Jadi, sudah pasti kejadian ini tidak dimulai dengan pembunuhan brutal dan pengecut atas agen FBI dan teman baik bernama Betsey Cavalierre. Awalnya kukira seperti itu. Kesalahanku, dan itu kesalahan yang amat besar dan menyakitkan.
Aku tiba di rumah Betsey di Woodbridge, Virginia, pada tengah malam. Aku belum pernah ke sana, tapi tidak menemui kesulitan menemukan rumahnya. FBI dan ambulans ada di sana. Berbagai cahaya merah dan kuning menyambar di mana-mana, mewarnai halaman rumput dan serambi depan dengan garis-garis terang yang tampak berbahaya.
Aku menghela napas dalam-dalam sebelum melangkah masuk. Aku kehilangan keseimbangan hingga langkahku terhuyung. Kubalas sapaan agen FBI jangkung berambut pirang yang kuketahui bernama Sandy Hammonds. Aku bisa melihat Sandy baru saja menangis. Wanita itu sahabat Betsey.
Di meja lorong kulihat revolver dinas Betsey. Di sampingnya terdapat pesan pengingat jadwal tes kualifikasi menembak Betsey yang berikutnya di lapangan tembak FBI. Ironinya terasa menyengat.
Kupaksa diriku berjalan menyusuri lorong panjang yang berawal dari ruang duduk ke bagian belakang rumah. Rumah ini tampak berusia sekitar seratus tahun dan dipenuhi berbagai tetek-bengek pedesaan yang sangat disukai Betsey. Kamar tidur utama terletak di ujung lorong.
Aku langsung tahu pembunuhannya terjadi di sana. Para teknisi FBI dan kepolisian setempat bergerombol di pintu kamar yang terbuka, seperti kumbang-kumbang yang marah karena sarangnya terancam. Anehnya, rumah terasa sunyi, kesunyian yang mengerikan. Ini tidak bisa lebih buruk lagi, jauh lebih buruk daripada apa pun.
Satu lagi rekanku tewas.
Rekan kedua yang dibunuh secara brutal dalam dua tahun.
Dan Betsey lebih dari sekadar rekan kerja.
Bagaimana bisa terjadi? Apa artinya?
Kulihat mayat Betsey yang mungil telentang di lantai kayu keras dan tubuhku terasa dingin. Tanganku melayang ke wajahku, gerak refleks yang tak mampu kukendalikan.
Si pembunuh telah menanggalkan gaun tidur Betsey. Aku tidak melihat gaun tersebut di mana pun di kamar tidur. Bagian bawah tubuh Betsey berlumuran darah. Pembunuhnya menggunakan pisau. Dia menggunakannya untuk menghukum Betsey. Aku sangat ingin menutupi mayat Betsey, tapi aku tahu bahwa aku tidak bisa berbuat begitu.
Mata cokelat Betsey menatapku, tapi tidak ada apa pun yang bisa dilihatnya. Aku ingat pernah mencium mata dan wajah Betsey yang manis. Aku teringat pada tawa Betsey, melengking dan merdu. Aku berdiri di sana dalam waktu yang lama, berdukacita atas Betsey, dan sangat merindukannya. Aku ingin berbalik, tapi tidak kulakukan. Aku tidak bisa meninggalkannya dalam keadaan seperti ini.
Sementara aku berdiri di kamar tidur, berusaha menyusun perkiraan yang bisa kupahami mengenai pembunuhan atas Betsey, ponsel di saku jaketku berbunyi. Aku terlonjak. Kusambar ponselku, tapi lalu ragu-ragu. Aku tidak ingin menerimanya.
"Alex Cross," kataku akhirnya.
Kudengar suara yang disaring dengan mesin dan suara itu menusukku hingga tembus. Aku menggigil tanpa bisa kutahan.
"Aku tahu ini siapa dan aku bahkan tahu di mana kau berada. Di rumah Betsey sayang yang malang dan terjagai. Apa kau merasa seperti boneka, Detektif? Seharusnya begitu," kata Mastermind. "Karena itulah kau. Sebenarnya, kaulah boneka kesayanganku."
"Kenapa kau membunuh Betsey?" tanyaku pada monster itu. "Kau tak perlu melakukannya."
Ia memperdengarkan tawa mekanis dan bulu kudukku berdiri tegak. "Kau seharusnya bisa menebaknya, bukan? Kau Detektif Alex Cross yang terkenal. Kau berhasil memecahkan kasus-kasus besar yang penting. Kau menangkap
Gary Soneji, Casanova. Kau memecahkan Jack and Jill. Ya Tuhan, kau benar-benar luar biasa."
Aku berbicara dengan suara pelan. "Kenapa kau tidak mengejarku sekarang? Bagaimana kalau nanti malam? Seperti yang kauhilang tadi, kau tahu di mana aku berada."
Mastermind kembali tertawa, pelan, nyaris tak terdengar. "Bagaimana kalau kubunuh nenek dan ketiga anakmu nanti malam? Aku juga tahu di mana mereka berada. Kau meminta rekanmu untuk menjaga mereka, bukan? Kaupikir rekanmu bisa menghentikanku? John Sampson tidak ada apa apanya bagiku."
Aku memutuskan hubungan dan berlari ke luar rumah di Woodridge itu. Kuhubungi Sampson di Washington dan dia menerimanya pada dering kedua.
"Semua baik-baik saja di sana?" tanyaku dengan napas tersentak.
"Semua beres, Alex Tidak ada masalah di sini. Tapi kau terdengar kurang sehat. Ada apa? Apa yang terjadi?"
"Dia bilang dia akan datang mengejarmu dan Nana serta anak-anak," kataku pada John. "Si Mas termind."
"Tidak akan terjadi, Sugar. Tidak ada yang bisa melewatiku. Tapi aku sangat berharap dia berani mencobanya."
"Hati-hati, John. Aku kembali ke Washington sekarang. Tolong hati-hati. Dia sinting. Dia tidak sekadar membunuh Betsey, dia juga menodainya."
Kuakhiri telepon dengan Sampson dan berlari sekuat tenaga ke Porsche tuaku.
Ponselku kembali berdering sebelum aku tiba di mobil.
"Cross," jawabku, sambil terus berlari ketika bicara, berusaha memantapkan posisi telepon di dagu dan telingaku.
Dari Mastermind lagi. Ia tertawa-tawa seperti orang sinting. "Kau bisa santai, Dr. Cross. Aku bisa mendengar napasmu terengah-engah. Aku tidak akan menyakiti mereka malam ini. Aku hanya mempermainkanmu. Bersenang-senang di atas penderitaanmu.
"Kau sedang berlari, kan? Teruslah berlari, Dr. Cross. Tapi kau tidak akan cukup cepat. Kau tidak bisa melarikan diri dariku. Kau yang kuinginkan. Selanjutnya giliranmu, Dr. Cross."
Sumber DJVU:
www.kangzusi.com