Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Iblis Dunia Persilatan - 37

$
0
0
Cerita Silat | Iblis Dunia Persilatan | by Bung AONE | Iblis Dunia Persilatan | Cersil Sakti | Iblis Dunia Persilatan pdf

Mahkota Cinta - Habiburrahman El-Shirazy Josep Sang Mualaf - Fajar Agustanto Namaku Izrail ! - Atmonadi Keluarga Flood - Tetangga Menyebalkan - Colin Thomphson Kumpulan Dongeng Anak

berkata apa-apa. ia terkejut juga melihat Sagara
Angkara meletakan tangan kirinya didada dalam
keadaan jari-jari terbuka,
Sementara telapak tangan kanannya mengacung di
atas kepala, matanya terpejam dan mulutnya
berkomat kamit.
“Ilmu Karang” Desis Harsanto lirih.
Ya, Sagara angkara memang sedang mengamalkan
ilmu itu, “bismillahirrahmanirrahiim, ang pangah maya
langgeng jati, ya hu ya hu ya Allah, laa ilaaha illallao,
muhammad rosululloh, ana purba langgeng jati, sang
ngekendhuri rasa hu Allah, lebur dening Allah”.
“Blegarrrr.......” Terdengar ledakan dahsyat ketika
tangan itu dipukulkan ketanah, debu mengepul tinggi,
dan terlihatlah sebuah kubangan besar berbentuk
bulat.
Lalu mereka memasukan mayat-mayat itu kedalam
kubangan itu.
Matahari seperti mata sapi kala itu menggantung
jatuh diufuk barat sana, sinar kekuningan tampak
mengantar sang biru untuk bergantian dengan sang
hitam, awan kelabu tetaplah bertuak beriringan
menurunkan bebannya yang rintik, Hujan Poyan
(Hujan yang terjadi ketika dalam keadaan panas atau
matahari tidak tertutup awan) , ya itulah yang terjadi
saat itu,
“Hendak kemanakah sebenarnya kita Kakang Gara!”
Meswari bertanya dikala mereka beristirahat disalah
satu gubuk ditemani teh hangat yang sudah tersedia.
“Aku hendak sambangi ibu dan ayahku dahulu di
Pasir Awi Koneng, sudah beberapa tahun aku tak
menyambangi beliau!’
Meswari mangut-mangut sebab ia tak tahu dimana
Pasir Awi Koneng itu, tapi Harsanto dan Gita Jayasri
terperanjat bukan kepalang, dari orang tua mereka,
mereka tahu kejadian beberapa tahun yang lalu,
dimana Angkara Langit dan bumi sedang keras-
kerasnya mengamuk.
“Bukankah beberapa tahun yang lalu Desa dan Pasir
itu di tenggelamkan oleh Lautan?” hingga pulau itu
terpecah menjadi ratusan pulau?, tanya Gita Jayasri
tak tahan.
“Benar, dan Ayah ibuku berada dalam salah satu
pulau tersebut”
“Apakah Masih hidup? mustahil.....!” kali ini harsanto
ikut bicara.
“Tidak, Ayah ibuku mati tersambar petir kesepuluh,!”
“Hah?!” keempatnya terperanjat.
“Haha... aku tahu dari mimpi, waktu itu aku baru
dilahirkan, namun sepertinya ayah ibuku akan
mengetahui bahwa mereka akan mati saat itu juga,
beliau menulis surat. dan pada petir kesepuluh kami
tersambar petir, secara ajaib Ayah ibuku tertelan
bumi, Nenek yang membantu melahirkan menghilang
tak ketahuan rimbanya sedangkan aku terselamatkan
oleh seekor ikan gajah dan dibawa kelautan lepas!’
Sagara Angkara menjelaskan.
“Mustahil” tak ada satupun yang percaya hingga
Sagara Angkara menunjukan Surat yang berada di
kalungnya, keempatnya mendelong.
*****
“Silahkan kalian ceritakan apa yang kalian kerjakan
selama ini” Gardapati memberikan kesempatan.
“Baiklah, biar aku yang memulai……”Arya berkata.
“Kami berdua pergi ke Rawa kelindingan mencari
dimanakah SiGila Dari Neraka hitam berada.
Kemudian,……….”
****
Seperti diceritakan diawal, Arya, Ratih, SiGila Dari
Neraka hitam dan Iblis Kembar Bumi berkumpul
dipesawahan dekat hutan dimana Sigila dari neraka
hitam.
Keempatnyapun segera berangkat ke desa terdekat
untuk mencari makan. Arya jalan didepan memimpin
rombongan dengan memakai capingnya seperti hal
yang biasa ia lakukan.
Sampai di Desa yang terdekat yang dinamakan
dengan Desa Wonodeso. Keempatnya segera masuk
kedalam kedai makanan. Tapi, ketika mereka hendak
masuk kedalam dipintu kedai Arya melihat sebaris
sandi yang terbuat dari puisi.
Rasakan setiap aroma tuakmu…
Tanpa tuak hidup ini terasa hampa….
Waktu terasa lama…
Sakit kan kau rasa…
Nantikan aku dalam tenggorokanmu…
Jika seandainya Arya tak melihatnya secara jeli,
niscaya ia akan menganggap sebaris tulisan itu
hanyalah sebuah puisi biasa. Tapi bila hanya dibaca
tulisan awalnya saja bias disimpulkan bahwa kedai
itu menuliskan sebuah kata. “RA TAN WA SA NA”
Semuanya duduk di kursi masing-masing hingga
melingkar, Arya menunduk berusaha tak seorangpun
melihat wajahnya, tangannya merogoh kesaku.
Ia jongkok kekolong meja dan kembali duduk. Itu
semua dilakukan dengan penuh kewajaran sampai-
sampai tak seorangpun melihat ketidak wajaran dari
sikapnya itu.
“Tunggu aku disini” Kata Arya sambil beranjak kemeja
kasir.
“Tuan Penjaga kasir, apakah uang ini cukup untuk
membayar makanan disini” kata Arya sambil
mengeluarkan barang berwarna kuning keemasan.
Penjaga kasir itu terkejut melihat sebuah benda
dittangan Arya, ia berkata.
“Bolehkah sekiranya tuan memberikan benda itu pada
hamba untuk hamba periksa”
“Silahkan” Arya menyerahkan benda itu benda yang
ternyata adalah sebuah lencana bergambar hutan
emas.
“Ini bukan uang daerah sini, jika tuan menginginkan
makan disini silahkan tuan ikut hamba untuk
menukarkannya ditempat lain”
“Mari” Arya mengikuti Pelayan itu dari belakang,
mereka berjalan cukup jauh dan berkelak-kelok,
hingga sampai disebuah warung antic.
Arya berjalan sambil celingukan, Berbagai macam
bentuk uang dari dunia terdapat disana, digantung
dan dipajang dengan berbagai macam cara, kendi-
kendi berserakan, lukisan dan berbagai macam benda
lainnya menempati tempatnya masing-masing.
Tempat itu sangat ramai, berbagai macam dan bentuk
manusia terdapat disana, ada yang membeli barang,
ada yang menukar uang, ada pula yang sekedar
melihat-lihat.
“Apakah anda ingin menukar uang?” sapa pelayan
yang ada disana kepada penjaga kasir.
“Benar, tapi bukan aku melainkan tuan yang
bersamaku ini” Kata penjaga kasir itu.
“Oh, manakah yang ingin anda tukar tuan?”
Arya tak banyak bicara, lencana emas yang ia simpan
diberikan kepada pelayan itu. Raut wajah pelayan itu
berubah untuk sesaat…
“Mari tuan… uang ini adalah uang yang sangat langka,
biarlah majikan kami yang menentukan harganya.”
Kata pelayan itu sambil mengajak Arya ke belakang
kasir dan masuk kedalam ruangan dibelakangnya.
“Raja singa menampakan diri” Pelayan itu berbisik
kepada penjaga yang ada disana.
Penjaga itu buru-buru menarik tuas obor,
membukalah sebuah ruangan lain yang ada disana,
Arya dan penjaga kasir beserta pelayan tadi masuk
kedalam. Disana juga terdapat penjaga lainnya,
seperti diawal, Pelayan itu segera berbisik untuk
membuka jalan. Itu dilakukan hingga sepuluh kali
hingga mereka tiba di sebuah aula pertemuan yang
luas dan megah.
“selamat datang Pemimpin, maaf kami tak
menyambutmu… kedatangan anda terlalu mendadak
hingga kami tak melakukan persiapan” Kata seorang
kakek tua berpakaian serba hitam. Dialah ketua
cabang ditempat itu.
Dengan angkuh, Arya ulapkan tangan dan duduk
disinggasana yang tersedia.
“Aku minta kalian untuk pergi ke Perguruan Kali
Brantas ditepi sungai Brantas… aku akan membantai
perguruan itu, sementara kalian menjarah,
memperkosa, membunuh setiap warga yang ada
disana… sisakan beberapa untuk menjadi peringatan
umat persilatan. Ada yang kalian tanyakan”
“Tidak Pemimpin”
“Bagus, jika tak ada yang ditanyakan aku permisi”
Blaarrrr..>!
Sebuah bom asap meledak, semua orang yang ada
disana terkejut, ketika asap sirna, Penjaga kasir dan
Arya telah menghilang…
Kedatangannya mendadak… perginya juga mendadak,
jika bukan dia, siapakah orang yang akan dating
kesana jauh-jauh untuk mengucapkan beberapa
patah kata seperti itu.
Seperanakan nasi kemudian, didepan kedai
berjalanlah dua orang lelaki yang ternyata adalah
pelayan kasir tadi dan Arya. Arya segera menuju
kemejanya.
“Darimana saja engkau kakang!” Ratih bertanya
heran.
“Main-main jawabnya singkat” Arya duduk di kursinya
dan menyantap makanannya tanpa kata.
“Sekarang kita akan kemana?” Iblis Kembar Bumi
bertanya.
“Kali Brantas…”
“Perguruan yang dipimpin Pandu Pratama Si Pendekar
Sungai kematian?” Tanya Iblis kembar Bumi lagi.
“Untuk apa kita kesana?”
“Memotes kepalanya sekalian mengambil sabuk intan
merah saga”
“Bukan usaha sia-sia”
“Begitulah…!”
Selesai makan. Keempatnya segera keluar dan mulai
melaksanakan perjalanan, mereka tidak melewati
desa-desa, melainkan hutan-hutan yang lebat. Demit-
demit penunggu hutan, binatang buas enggan
mendekati mereka. Sebab Arya mengerahkan Ajian
Hawa Iblis.
Diperjalanan tidak terjadi hal yang besar, maka dalam
waktu tiga harian saja mereka sampai ditempat
tujuan. Keempatnya meloncat keatas pagar
memperhatikan murid-murid perguruan Kali Brantas
yang sedang berlatih.
“Hiaa…..”
“Hepp..!”
“Hiaaa”
Begitulah teriakan-teriakan para murid Perguruan kali
brantas yang dalam pada itu sedang mengadakan
latihan. Dibawah komando seorang pemuda berusia
tigapuluhan berpakaian berbeda dengan murid
lainnya. Jika murid lain memakai pakaian serba putih,,
maka dia memakaipakaian hitam dengan sabuk
merah.
“Paman berdua bisakah mengurus makhluk yang
disini sementara aku dan Ratih akan masuk kedalam.”
Tanpa menjawab keduanya masuk kearena dengan
tawa yang menggelegar… “Haha… Pandu keluarlah
kau… ! Kami datang untuk mengambil Mustikamu.”
“Siapa kalian? Beranimnya memanggil guru kami
dengan seenaknya.” Bentak pemuda berpakaian
hitam yang tadi memimpin murid lainnya. Murid
perguruan Kali Brantas segera pasang sikap siaga.
Pedang dicabut dan mulai mengelilingi keduanya.
“haha… sudah lama aku tak berkelana hingga
cecunguk macamu tak bias mengenaliku!” Iblis
Kembar Bumi tertawa.
“Cecunguk-cecunguk….!” Si Gila dari Neraka hitam
berjingjkrakan sambil berteriak cecunguk. Wajahnya
menyirat ketakutan. Tangannya menggapai kesana-
kemari dengan berlandaskan tenaga dalam.
Dari tangannya keluar angin hitam berhawa panas
menyengat. Tanpa ampun murid perguruan Kali
Brantas berterbangan dan terdorong angin hitam itu.
“Akhhh…Bruk..bruk..brukk…!
Tubuh mereka terhempas, ada yang menabrak
dinding, menabrak pohon, tercebur ke kali dan
sebagainya. Pemuda berusia tiga puluhan itu marah.
“Srengg… “ Ia mencabut pedangnya.
“Hiaaaaa…” lelaki itu melesat maju dengan pedang
dipunggung dan disabetkan begitu dekat dengan Iblis
Kembar Bumi.
Iblis kembar Bumi tertawa dingin. Kakinya
menghentak, tanah merekah menyambar lelaki itu.
Lelaki itu terperanjat. Sabetannya dibatalkan dan
meloncat bersalto dua tiga kali diudara.
Begitu kakinya diudara, ia menjejak dan melompat,
kedua tangannya terkembang, pedangnya
ditudingklan kesamping, secepat kilat diputar dan di
tusukan tujuh delapan tusukan. Setiap tusukan
pedang menerbitkan selarik sinar kuning air sungai
kala hujan.
Iblis Kembar Bumi berkelit kesamping menghindari
setiap larik sinar itu. Ia tak balas menyerang hingga
lelaki itu berada satu tombak diatas tanah.
Iblis kembar bumi yang pada waktu itu sedang berdiri
dengan kaki dirapatkan memundurkan kaki kanan.
Tangan kanannya bergerak menampar kemuka,
sementara tangan kirinya melakukan suatuu pukulan
dahsyat….
Itu dilakukan dengan gaya yang serentak, sehingga
kecepatannya seperti belut yang disentil ekornya.
Hawa dingin bercampur sinar hitam yang bergulung-
gulung membentuk tambang menyerbu tubuh lelaki
itu.
“Bukk..Hoekkk…!”
Lelaki itu muntah darah diudara saking dahsyatnya
serangan itu. Tubuhnya terlempar cepat dengan
kepala terlebih dahulu. Satu dim lagi kepalanya
membentur dinding batu. Tapi, sebuah tangan kuat
menahan kepalanya itu.
“brussshh…!” Angin kuat meledak begiitu kepala itu
ditahan. Dinding hancur, tiang runtuh atap hancur
berantakan.
Begitu atap dan dinding itu hancur, munculah seorang
lelaki paruh baya dengan baju wungu. Bajunya
berkibar-kibar, wajah lelaki itu terlihat begitu gusar
dengan tamu tak diundangnya.
Wajahnya yang lonjong mengeratakhingga giginya
beradu,. Alisnya menjungkit keatas. Tubuhnya
gemetar.
“Pukulan Tambang Bumi” Desis lelaki paruh baya itu
ketuika melihat muridnya menghitam sehitam arang.
Rambutnya rontok, bajunya melapuk hingga tak
tersisa sama sekali. di dadanya tercetak sebuah
kepalan tangan yang menekuk kedalam hingga dua
inchi.
“Iblis Kembar Bumi…!” Gumamnya ketika melihat
sesosok hitam yang memiliki kepala dua, rupanya
Iblis kembar Bumi telah melepas capingnya dan
menggantungnya dileher.
Matanya melotot ketika melihat murid-muridnya yang
berjumlah puluhan orang telah menggeletak hangus
dibawah kaki seorang yang tak jelas wajah dan
perawakannya sebab kemesumannya.
“Akhirnya keluar juga kau Pandu…! Aku piker kau tak
akan keluar saking ketakutannya.”
“Kalian dua makhluk sesat mau apa kemari?” Bentak
Pandu Pratama. Padahal dal;am hatinya ia berpikir.
Sudah lama dua orang ini tak menampakan diri dalam
kancah dunia persilatan. Mengapa hari ini bias datang
bersamaan disini?
“Serahkanlah Sabuk Intan merah saga, maka kau
akan terbebas dari siksaat yang maha dahsyat” Iblis
Kembar bumi membentak lagi, sementara itu, Si Gila
dari Neraka hitam masih tetap berjingkrakan sambil
bernyanyi-nyanyi kecil….!
Oh, Kecoak… mengapa kau mati…
Tadi aku ketakutan padamu…
Tapi kini kau menggeletak begitu saja…
Aku belum puas…
Puaskan aku…!
Hanya itu nyanyiannya, it uterus diulang-ulang hingga
membuat bosan siapapun yang mendengarnya,
wajah Pandu Pratyama semakin merah, semerah
saga. Arya yang melihat itu menepuk pundak Ratih,
keduanya meloncat dengan mengerahkan Ilmu
peringan tubuh kearah sebuah bangunan dan pergi
menyusup….
****

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>