Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423
↧

Sunshine Becomes You - 6

$
0
0
Cerita Remaja | Sunshine Becomes You | by Ilana Tan | Sunshine Becomes You | Cersil Sakti | Sunshine Becomes You pdf

Iblis Dunia Persilatan - Bung Aone Penunggu Jenazah - Abdullah Harahap Seducing Cinderella - Gina L. Maxwell Tangan Tangan Setan - Abdullah Harahap Sepasang Mata Iblis - Abdullah Harahap

menatap tangan itu, lalu menatap Alex Hirano. "Kunci," gumam Alex Hirano.
 
  "Oh." Mia tersadar dan cepat-cepat mengembalikan kunci apartemen laki-laki itu yang masih dipegangnya, karena tadi ia yang membantu Alex Hirano membuka pintu apartemen.
 
  "Nah, kau pasti sudah tidak sabar ingin mulai bekerja," kata Alex Hirano sambil melemparkan kunci apartemennya ke atas meja. "Bagaimana kalau kau membuatkan sarapan? Dapurnya di sebelah sana."
 
  Mia menoleh ke arah yang ditunjuk, lalu mendesah dalam hati. Ia sendiri yang menginginkan hal ini, bukan? Ia sendiri yang datang menawarkan diri untuk membantu laki-laki itu. Ia sendiri yang mencari masalah. Jadi... oh, baiklah! Ia juga tidak bisa menarik kembali kata-katanya sekarang.
 
  "Kau mau sarapan apa?" tanya Mia enggan sambil berjalan ke arah dapur.
 
  "Bagaimana kalau kau memberiku kejutan?" balas Alex Hirano acuh tak acuh dan melemp arkan seulas senyum hambar ke arah Mia. "Aku suka k ejutan."
 
  Mendadak langkah Mia terhenti dan ia mengerjap menatap keadaan dapur yang kacau-balau. Biji-biji kopi tersebar di meja dan di lantai, bercampur dengan pecah-pecahan cangkir dan botol. Genangan air terlihat di permukaan meja dan juga di lantai. Apa yang sebenarnya terjadi di sini?
 
  "Oh, ya, kau boleh membersihkan dapurnya sekalian."
 
  "Apa yang terjadi di sini?" tanya Mia. Namun Alex Hirano tidak menjawab. Mia menoleh dan menyadari Alex Hirano sudah tidak berada di tempatnya tadi. Sedetik kemudian Mia mendengar bunyi pintu ditutup. Sepertinya laki-laki itu sudah masuk ke kamar.
 
  Mia mendengus dan kembali menatap kekacauan di hadapannya. Ia bisa menebak apa yang terjadi di dapur ini. Sepertinya Alex Hirano ingin membuat kopi, tetapi ia tidak terbiasa menggunakan satu tangan. Beginilah hasilnya.
 
  Mia menoleh ke balik bahunya, menatap ruang duduk yang kosong, dan bergumam, "Dan apa katanya tadi? Dia tidak butuh bantuan?" Ia mendengus pelan. "Yah, yang benar saja."
 
  Alex Hirano duduk tertegun menatap sarapan yang disiapkan Mia untuknya. "Apa-apaan ini?" tanyanya. "Apa?" tanya Mia polos. "Kenapa?"
 
  "Susu dan sereal?" tanya laki-laki itu dengan nada tidak percaya sambil mendongak menatap Mia. "Hanya ini yang bisa kau lakukan?"
 
  Mata Mia menyipit mendengar nada mencemooh dalam suara Alex Hirano. "Hanya ini yang bisa kutemukan di dapurmu," katanya membela diri.
 
  "Aku yakin masih ada bacon dan telur," gumam Alex.
 
  "Tidak ada," sahut Mia tegas, "kecuali kau menyembunyikannya di kamar tidurmu."
 
  Alex memberengut menatapnya. "Roti," katanya. "Aku yakin masih ada roti."
 
  Mia mengangguk, "Memang benar, tapi sudah berjamur. Aku membuangnya karena kupikir kau pasti tidak mau makan roti yang sudah berjamur."
 
  Alex Hirano masih memberengut seolah-olah Mia yang membuat rotinya jamuran.
 
  "Sungguh, tidak ada apa-apa di dapurmu," Mia menegaskan sekali lagi. Lalu ia menambahkan dengan suara yang lebih pelan, "Seharusnya kau tahu itu karena kau yang tinggal di sini."
 
  Alex Hirano menyipitkan matanya menatap Mia dan Mia kembali merasakan keinginan untuk mundur teratur.
 
  "Kalau kau mau, aku bisa membantumu membeli persediaan makanan atau apa pun kau butuhkan dan membawanya ke sini sore nanti, setelah aku selesai mengajar," Mia menawarkan diri.
 
  Sebelum Alex Hirano sempat menjawab, bel pintu berbunyi. Mia otomatis menoleh ke arah pintu, lalu kembali menatap Alex.
 
  "Apa yang kau tunggu?" tanya Alex.
 
  Mia menatapnya tidak mengerti.
 
  "Buka pintunya."
 
  "Oh."
 
  Mia mendesah dalam hati mendengar nada tajam dalam suara Alex Hirano. Sungguh, ia tidak tahu kenapa Alex Hirano harus. Oh, baiklah, kalau mau jujur, ia tahu kenapa Alex Hirano bersikap sinis, terutama padanya.
 
  Dengan enggan, Mia berjalan ke pintu dan membukanya. Seorang laki-laki muda, jangkung, berkulit gelap dan berkepala botak menatapnya dengan alis terangkat. "Siapa kau?" tanya laki-laki itu t anpa basa-basi, namun tidak ada nada tajam dalam su aranya.
 
  Sebelum Mia sempat menanyakan hal yang sama, suara Alex Hirano terdengar di belakangnya. "Masuklah, Karl."
 
  Mia menepi memberi jalan. Laki-laki yang terlihat sep
  http://cerita-silat.mywapblog.com
Sunshine Becomes You - Ilana Tan

  erti peman bola basket profesional yang dipanggil "Karl" itu masuk dan berjalan melewati Mia ke ruang duduk.
 
  "Siapa gadis itu?" Mia mendengar Karl bertanya kepada Alex. "Dan apa maksudmu kau ingin membatalkan-Astaga! Apa yang terjadi padamu? Tanganmu kenapa?"
 
  Mia menutup pintu dan mengikuti tamu Alex ke ruang duduk.
 
  "Karena itulah kubilang semua jadwalku sampai akhir tahun harus dibatalkan," kata Alex sambil duduk bersandar di sofa.
 
  "Ini bencana," gumam Karl. Lalu ia mengeluarkan ponsel dari saku dan mulai menekan beberapa nomor. "Aku harus segera menghubungi orang-orang. Ini benar-benar bencana. Tapi, ceritakan padaku bagaimana tanganmu bisa berakhir seperti itu?"
 
  Alex menoleh ke arah Mia dan tersenyum samar. "Orang yang berdiri di belakangmu itulah yang membuat tanganku berakhir seperti ini," katanya pada Karl.
 
  Karl berputar dan menatap Mia. "Kau?" tanyanya dengan nada heran. "Kau mematahkan tangannya?"
 
  "Tidak! Itu tidak disengaja" sahut Mia cepat. Lalu menambahkan dengan suara yang lebih pelan, "Dan tangannya tidak patah."
 
  Karl memiringkan kepalanya sedikit. "Sengaja atau tidak, kita tetap harus menghitung ganti ruginya."
 
  "Eh, itu..." Mia mengerjap, melirik ke arah Alex yang menyandarkan kepala ke sandaran sofa dan menatap langit-langit, lalu kembali menatap Karl.
 
  "Dia teman Ray."
 
  Mia dan Karl serentak menoleh ke Arah Alex.
 
  "Dia teman Ray," kata Alex sekali lagi." Jadi kau tidak usah repot-repot mencoba meminta ganti rugi darinya."
 
  Karl mengangkat bahu tidak peduli. "Teman Ray atau bukan."
 
  "Dia juga tidak akan sanggup mengganti kerugian sebesar itu," sela Alex. Matanya berahli dari Karl ke arah Mia. "Tapi dia sudah memikirkan cara lain untuk menggantinya."
 
  Karl mengangkat sebelah alis. "Bagaimana?"
 
  "Karl, kenalkan," kata Alex sambil mengayunkan lengannya ke arah Mia, "Ini. tunggu, siapa namamu tadi? Ah, terserahlah. Karl, ini pengurus rumahku yang baru."
 
  Pesuruh dan pengurus rumah. Mia mendesah dalam hati. Sepertinya itulah posisinya di rumah ini.
 
  Karl tersenyum kecil. "Pengurus rumah?"
 
  Apa lagi yang bisa Mia lakukan saat itu selain mengulurkan tangan ke arah Karl dan berkata, "Halo, aku Mia. Mia Clark."
 
  Senyum Karl melebar dan ia menjabat tangan Mia dengan tegas. "Karl Jones. Aku agen sekaligus manajer Alex," katanya. "Jadi kau temannya Ray?"
 
  "Ya, begitulah." Mia mendapat kesan bahwa Karl Jones ini sepertinya orang baik.
 
  "Kalian bisa melanjutkan basa-basi kalian nanti," sela Alex tajam. "Sekarang ada hal penting yang harus kita bicarakan."
 
  Karl menoleh ke arah Alex. "Oke, oke."
 
  Teringat pada posisinya, Mia bertanya ragu, "Mau minum kopi?"
 
  "Boleh juga," sahut Karl cepat. "Terima kasih."
 
  Mia menyadari Alex menatapnya dengan tatapan curiga. Apa? sebagai pengurus rumah ini di sini aku harus menyuguhkan minuman untuk tamu, bukan? Gerutu Mia dalam hati. Kenapa laki-laki itu menatapnya seperti itu, seolah-olah ia tidak percaya Mia mampu membuat kopi sendiri. Atau apakah ia curiga Mia akan memasukkan sesuatu ke dalam kopinya dan membuatnya lebih celaka lagi?
 
  "Kau mau juga?" tanya Mia pendek.
 
  Alex masih terlihat ragu, lalu akhirnya menjawab, "Boleh."
 
  Alex dan Karl masing-masing berbicara di telepon ketika Mia kembali ke ruang duduk. Alex Hirano sama sekali tidak mengangkat wajah ketika Mia mel etakkan cangkir kopi di atas meja di hadapannya, teta pi ia berdiri dari sofa, berjalan ke pintu beranda dan ber diri di sana. Mia menatapnya sejenak, lalu mengalihkan perhatian kepada Karl Jones yang sudah selesai berbic ara di telepon.
 
  "Terima kasih," kata Karl sambil meraih cangkir kopinya.
 
  "Aku sudah membuat masalah besar, bukan?" tanya Mia.
 
  Karl menatapnya. "Tentu saja," jawabnya, namun nada suaranya ringan.
 
  Mia menggigit bibir dan mencengkeram pinggiran nampan di tangannya. "Seberapa parah?"
 
  "Jangan berdiri saja di sana. Duduklah," kata Karl, lalu menyesap kopinya. "Wah, kopi ini enak sekali."
 
  Mia duduk tegak di hadapan Karl, masih mencengkeram pinggiran nampan. "Seberapa parah?" tanyanya sekali lagi.
 
  "Tenang saja," sahut Karl r
  http://cerita-silat.mywapblog.com
Sunshine Becomes You - Ilana Tan

 
↧

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Latest Images

Trending Articles

<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>