Cerita Remaja | Sunshine Becomes You | by Ilana Tan | Sunshine Becomes You | Cersil Sakti | Sunshine Becomes You pdf
Iblis Dunia Persilatan - Bung Aone Penunggu Jenazah - Abdullah Harahap Seducing Cinderella - Gina L. Maxwell Tangan Tangan Setan - Abdullah Harahap Sepasang Mata Iblis - Abdullah Harahap
ling ke arah ayahnya. "Hai, Dad. Bagaimana penerbangannya?"
"Melelahkan," kata ayahnya sambil duduk di sofa. "Sebenarnya aku ingin pulang dan mandi dulu sebelum datang ke sini, tapi ibumu sudah tidak sabar ingin melihat keadaanmu. Ibumu mengira dia akan menemukanmu terbaring di ranjang dengan kaki dan tangan diperban dan digantung."
Alex tertawa.
"Jadi apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa tanganmu bisa sampai terluka seperti ini?" tanya ibunya lagi sambil memukul bahu Alex.
"Aku terjatuh dari tangga," jawab Alex singkat, merasa tidak perlu bercerita tentang keterlibatan Mia.
Ibunya mendecakkan lidah dengan jengkel. "Kenapa tidak hati-hati?" gerutunya.
"Seharusnya kita membeli makanan dulu sebelum datang ke sini," kata ayah Alex kepada istrinya. "Aku lapar."
"Benar juga. Alex pasti tidak punya makanan di sini. Kau mau minum kopi dulu? Akan kubuatkan sekarang," tanya ibu Alex. Lalu ia berkata pada Alex, "Kau tahu ayahmu sangat pemilih. Dia tidak suka makanan di pesawat. Kau masih punya kopi?" Tanpa menunggu jawaban Alex, ibunya beranjak ke dapur.
"Sebenarnya aku punya banyak makanan di dapur," kata Alex. Tetapi sepertinya ibunya tidak mendengar.
Ayah Alex mencondongkan tubuh ke depan dan menatap partitur-partitur yang tersebar di meja. "Lagu baru?" tanyanya tertarik. Ayahnya dulu juga pianis, tetapi kini lebih aktif berperan sebagai produser.
Alex mengangguk. "Dad mau mencoba memainkannya? Aku belum pernah benar-benar memainkannya gara-gara tangan ini."
"Tentu saja," kata ayahnya sambil berdiri dan berjalan ke arah piano Alex. "Coba kita dengar seperti apa lagu ini."
Ayahnya memainkan beberapa baris dan terlihat terkesan. "Lumayan," gumamnya.
Alex mengangkat alis. "Hanya lumayan?"
Jemari ayahnya masih menari-nari di atas tuts piano. "Lebih dari lumayan," tambahnya. Melihat raut wajah Alex, ayahnya tertawa kecil dan berkata, "Baiklah, aku mengaku. Lagu ini sangat bagus."
"Sudah kuduga," gumam Alex sambil tersenyum.
"Judulnya?"
Tetapi sebelum Alex sempat menjawab, ibunya memanggilnya dari dapur.
"Ya?" tanya Alex ketika ibunya muncul kembali di ruang duduk.
Ibunya memandang sekeliling ruang duduk dengan saksama sebelum akhirnya menatap Alex lurus-lurus. "Ada apa?" tanya Alex heran. "Kau sudah punya pacar?" tanya ibunya tiba-tiba.
"Apa?"
"Pacarmu tinggal di sini?"
"Apa?"
Ibunya kembali memandang ke sekeliling ruangan dengan tajam. "Hmm, aku sudah tahu ada yang aneh. Kulkas dan lemari di dapur yang biasanya kosong melompong kini penuh makanan. Apartemenmu sekarang juga terlihat jauh lebih rapi. Dan pot-pot tanaman kecil di jendela itu. Sejak kapan kau suka menghiasi apartemenmu dengan tanaman?"
Alex menoleh ke arah yang ditunjuk ibunya dan melihat pot-pot tanaman milik Mia yang berderet di jendela. "Itu... Dia..."
"Jadi kau sudah punya pacar?" Kali ini ayahnya yang bertanya.
"Tidak! Alex menatap ayah dan ibunya bergantian sambil tersenyum geli. "Ada apa dengan kalian? Aku tiba-tiba merasa seperti anak kecil yang dituduh makan biskuit cokelat sebelum makan malam."
"Jadi siapa dia?" tanya ibunya dengan mata berkilat-kilat penasaran.
"Dia datang ke sini setiap hari untuk membantuku sejak aku tidak bisa menggunakan tanganku." Melihat ibunya membuka mulut ingin bertanya, Alex cepat-cepat menyela, "Tidak, dia bukan pacarku. Dia juga tidak tinggal di sini. Dia hanya teman. Teman. Oke?"
Alex melihat ibunya menutup mulut kembali. Namun seulas senyum kecil tersungging di bibir ibunya dan Alex bertanya-tanya apa maksud senyum itu.
"Teman?" tanya ayahnya.
"Ya, teman," jawab Alex tegas. Lalu ia menambahkan, "Lebih tepatnya, dia itu teman Ray. Dan jangan sampai Ray tahu Mom pernah berpikir dia itu pacarku."
Ibunya mengangkat alis. "Teman Ray?"
"Oh."
"Apa maksudnya 'oh'?" tanya Alex kepada ibunya.
Ibunya hanya mengangkat bahu. "Tidak apa-apa. Aku hanya berpikir apakah mungkin kedua putraku menyukai gadis yang sama."
"Mom, apa.?" Alex mengerang dan menatap ayahnya meminta bantuan.
Ayahnya juga ikut mengangkat bahu dan memutuskan tidak
http://cerita-silat.mywapblog.com
ikut campur dalam perdebatan ibu dan anak itu. Ia kembali menoleh ke arah piano dan memainkannya.
"Baiklah, kalau begitu. Karena ada banyak makanan di dapur, aku akan membuatkan sarapan untuk kalian," kata ibu Alex sambil berbalik dan berjalan kembali ke dapur. "Aku jadi ingin bertemu gadis itu. Dia sudah membantumu, jadi seharusnya aku berterima kasih padanya."
Tahu benar sifat ibunya, Alex yakin ibunya bukan sekadar ingin berterima kasih pada Mia. Mungkin sebaiknya ia menghubungi Mia dan memberitahu gadis itu supaya tidak perlu datang ke sini pagi ini. Ya, itulah yang dilakukannya. Kalau orangtuanya sudah pulang, ia baru akan menyuruh gadis itu ke sini. Namun ketika Alex hendak pergi ke kamar mengambil ponselnya, bel interkom berbunyi.
O-oh, gadis itu sudah datang.
*****
Mia keluar dari lift dan alisnya terangkat heran melihat Alex Hirano berdiri di depan pintu aparte mennya yang tertutup. "Kenapa kau berdiri di situ?" tan ya Mia heran.
"Aku baru saja mau meneleponmu," kata Alex tanpa menjawab pertanyaan Mia.
"Oh, ya? Ada apa?"
Namun Alex lagi-lagi tidak menjawab pertanyaannya. Laki-laki itu menatap wajah Mia dengan kening berkerut samar, lalu berkata, "Kau masih terlihat agak pucat. Bagaimana keadaanmu pagi ini?"
Mia mengerjap dan berdeham. "Aku sudah sehat," sahutnya. Tanpa sadar ia mundur selangkah, tidak ingin Alex mengulurkan tangan dan meraba keningnya seperti kemarin, karena tindakan laki-laki itu tidak berakibat baik bagi jantungnya. Sungguh. "Jadi kenapa kau ingin meneleponku?" tanya Mia.
"Untuk menyuruhmu tidak usah datang hari ini," sahut Alex ringan.
"Oh? Memangnya kenapa?" Mia melirik pintu apartemen yang tertutup dengan curiga. Apakah ada wanita.. ? Matanya kembali mengamati Alex dari atas ke bawah. Penampilannya berantakan, sepertinya baru bangun tidur. Apakah.?
Suara Alex menyela jalan pikiran Mia. "Aku tidak tahu apa yang sedang kau pikirkan, tapi kuyakinkan padamu bahwa alasannya bukan apa pun yang kau pikirkan itu."
Mia tidak bisa menahan senyum mendengar nada tersinggung dalam suara Alex. "Jadi apa alasannya?"
Sebelum Alex sempat menjawab, pintu apartemen terbuka di belakangnya dan Mia melihat seorang wanita cantik berusia setengah baya dan bertubuh kecil ramping berdiri di ambang pintu. "Alex, sedang apa. Oh." Mata wanita itu melebar melihat Mia. Lalu ia tersenyum ramah dan bertanya, "Apakah kau teman Ray yang sudah membantu Alex?"
"Ya?" Mia mengerjap tidak mengerti, lalu menatap Alex.
Alex mendesah pelan dan tersenyum kecil. "Inilah alasannya," gumamnya pelan. Lalu ia berkata dengan suara lebih keras, "Clark, ini ibuku. Mom, ini Mia Clark."
Mia langsung memasang senyum dan mengulurkan tangan ke arah ibu Alex. "Halo, Mrs. Hirano."
Senyum ibu Alex mengembang dan ia menjabat tangan Mia sambil berkata. "Jadi kau orangnya. Senang bertemu denganmu."
Mia masih tidak mengerti apa yang dimaksud wanita itu, tetapi ia tersenyum saja.
"Tadi aku ingin meneleponmu untuk memberitahu bahwa kau tidak perlu datang hari ini karena ibuku ada di sini dan ibuku memaksa membuatkan sarapan untukku," Alex menjelaskan.
Mia mengangguk-angguk. "Oh, begitu."
"Tapi karena kau sudah ada di sini, kita bisa sarapan bersama," ajak ibu Alex.
Mia menatap Alex, lalu kembali menatap wanita berwajah ramah dihadapannya. "Tapi aku tidak ingin mengganggu."
Ibu Alex mengibaskan sebelah tangan. "Tidak menggangu sama sekali," selanya. "Lagi pula, aku ingin berterima kasih padamu karena sudah membantu anakku. Ayo, masuk."
Tanpa menunggu jawaban Mia, ibu Alex sudah berbalik dan masuk ke dalam apartemen, meninggalkan Mia dan Alex di sana.
"Aku." Mia menatap Alex dengan bingung, meminta pendapat.
Akhirnya Alex mendesah dan menggerakkan kepalanya ke arah pintu. "Masuklah. Sebaiknya kau menyapa ayahku juga sebelumnya dia ikut keluar ke sini."
"Ayahmu juga ada di sini?" tanya Mia dan ia berhenti melangkah. Ia mendongak menatap Alex dengan ragu. "Apakah aku mengganggu acara keluarga?"
"Tidak," sahut Alex. Ia meraih pergelangan tangan Mia dan menariknya, tidak menden
http://cerita-silat.mywapblog.com
Iblis Dunia Persilatan - Bung Aone Penunggu Jenazah - Abdullah Harahap Seducing Cinderella - Gina L. Maxwell Tangan Tangan Setan - Abdullah Harahap Sepasang Mata Iblis - Abdullah Harahap
ling ke arah ayahnya. "Hai, Dad. Bagaimana penerbangannya?"
"Melelahkan," kata ayahnya sambil duduk di sofa. "Sebenarnya aku ingin pulang dan mandi dulu sebelum datang ke sini, tapi ibumu sudah tidak sabar ingin melihat keadaanmu. Ibumu mengira dia akan menemukanmu terbaring di ranjang dengan kaki dan tangan diperban dan digantung."
Alex tertawa.
"Jadi apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa tanganmu bisa sampai terluka seperti ini?" tanya ibunya lagi sambil memukul bahu Alex.
"Aku terjatuh dari tangga," jawab Alex singkat, merasa tidak perlu bercerita tentang keterlibatan Mia.
Ibunya mendecakkan lidah dengan jengkel. "Kenapa tidak hati-hati?" gerutunya.
"Seharusnya kita membeli makanan dulu sebelum datang ke sini," kata ayah Alex kepada istrinya. "Aku lapar."
"Benar juga. Alex pasti tidak punya makanan di sini. Kau mau minum kopi dulu? Akan kubuatkan sekarang," tanya ibu Alex. Lalu ia berkata pada Alex, "Kau tahu ayahmu sangat pemilih. Dia tidak suka makanan di pesawat. Kau masih punya kopi?" Tanpa menunggu jawaban Alex, ibunya beranjak ke dapur.
"Sebenarnya aku punya banyak makanan di dapur," kata Alex. Tetapi sepertinya ibunya tidak mendengar.
Ayah Alex mencondongkan tubuh ke depan dan menatap partitur-partitur yang tersebar di meja. "Lagu baru?" tanyanya tertarik. Ayahnya dulu juga pianis, tetapi kini lebih aktif berperan sebagai produser.
Alex mengangguk. "Dad mau mencoba memainkannya? Aku belum pernah benar-benar memainkannya gara-gara tangan ini."
"Tentu saja," kata ayahnya sambil berdiri dan berjalan ke arah piano Alex. "Coba kita dengar seperti apa lagu ini."
Ayahnya memainkan beberapa baris dan terlihat terkesan. "Lumayan," gumamnya.
Alex mengangkat alis. "Hanya lumayan?"
Jemari ayahnya masih menari-nari di atas tuts piano. "Lebih dari lumayan," tambahnya. Melihat raut wajah Alex, ayahnya tertawa kecil dan berkata, "Baiklah, aku mengaku. Lagu ini sangat bagus."
"Sudah kuduga," gumam Alex sambil tersenyum.
"Judulnya?"
Tetapi sebelum Alex sempat menjawab, ibunya memanggilnya dari dapur.
"Ya?" tanya Alex ketika ibunya muncul kembali di ruang duduk.
Ibunya memandang sekeliling ruang duduk dengan saksama sebelum akhirnya menatap Alex lurus-lurus. "Ada apa?" tanya Alex heran. "Kau sudah punya pacar?" tanya ibunya tiba-tiba.
"Apa?"
"Pacarmu tinggal di sini?"
"Apa?"
Ibunya kembali memandang ke sekeliling ruangan dengan tajam. "Hmm, aku sudah tahu ada yang aneh. Kulkas dan lemari di dapur yang biasanya kosong melompong kini penuh makanan. Apartemenmu sekarang juga terlihat jauh lebih rapi. Dan pot-pot tanaman kecil di jendela itu. Sejak kapan kau suka menghiasi apartemenmu dengan tanaman?"
Alex menoleh ke arah yang ditunjuk ibunya dan melihat pot-pot tanaman milik Mia yang berderet di jendela. "Itu... Dia..."
"Jadi kau sudah punya pacar?" Kali ini ayahnya yang bertanya.
"Tidak! Alex menatap ayah dan ibunya bergantian sambil tersenyum geli. "Ada apa dengan kalian? Aku tiba-tiba merasa seperti anak kecil yang dituduh makan biskuit cokelat sebelum makan malam."
"Jadi siapa dia?" tanya ibunya dengan mata berkilat-kilat penasaran.
"Dia datang ke sini setiap hari untuk membantuku sejak aku tidak bisa menggunakan tanganku." Melihat ibunya membuka mulut ingin bertanya, Alex cepat-cepat menyela, "Tidak, dia bukan pacarku. Dia juga tidak tinggal di sini. Dia hanya teman. Teman. Oke?"
Alex melihat ibunya menutup mulut kembali. Namun seulas senyum kecil tersungging di bibir ibunya dan Alex bertanya-tanya apa maksud senyum itu.
"Teman?" tanya ayahnya.
"Ya, teman," jawab Alex tegas. Lalu ia menambahkan, "Lebih tepatnya, dia itu teman Ray. Dan jangan sampai Ray tahu Mom pernah berpikir dia itu pacarku."
Ibunya mengangkat alis. "Teman Ray?"
"Oh."
"Apa maksudnya 'oh'?" tanya Alex kepada ibunya.
Ibunya hanya mengangkat bahu. "Tidak apa-apa. Aku hanya berpikir apakah mungkin kedua putraku menyukai gadis yang sama."
"Mom, apa.?" Alex mengerang dan menatap ayahnya meminta bantuan.
Ayahnya juga ikut mengangkat bahu dan memutuskan tidak
http://cerita-silat.mywapblog.com
Sunshine Becomes You - Ilana Tan
ikut campur dalam perdebatan ibu dan anak itu. Ia kembali menoleh ke arah piano dan memainkannya.
"Baiklah, kalau begitu. Karena ada banyak makanan di dapur, aku akan membuatkan sarapan untuk kalian," kata ibu Alex sambil berbalik dan berjalan kembali ke dapur. "Aku jadi ingin bertemu gadis itu. Dia sudah membantumu, jadi seharusnya aku berterima kasih padanya."
Tahu benar sifat ibunya, Alex yakin ibunya bukan sekadar ingin berterima kasih pada Mia. Mungkin sebaiknya ia menghubungi Mia dan memberitahu gadis itu supaya tidak perlu datang ke sini pagi ini. Ya, itulah yang dilakukannya. Kalau orangtuanya sudah pulang, ia baru akan menyuruh gadis itu ke sini. Namun ketika Alex hendak pergi ke kamar mengambil ponselnya, bel interkom berbunyi.
O-oh, gadis itu sudah datang.
*****
Mia keluar dari lift dan alisnya terangkat heran melihat Alex Hirano berdiri di depan pintu aparte mennya yang tertutup. "Kenapa kau berdiri di situ?" tan ya Mia heran.
"Aku baru saja mau meneleponmu," kata Alex tanpa menjawab pertanyaan Mia.
"Oh, ya? Ada apa?"
Namun Alex lagi-lagi tidak menjawab pertanyaannya. Laki-laki itu menatap wajah Mia dengan kening berkerut samar, lalu berkata, "Kau masih terlihat agak pucat. Bagaimana keadaanmu pagi ini?"
Mia mengerjap dan berdeham. "Aku sudah sehat," sahutnya. Tanpa sadar ia mundur selangkah, tidak ingin Alex mengulurkan tangan dan meraba keningnya seperti kemarin, karena tindakan laki-laki itu tidak berakibat baik bagi jantungnya. Sungguh. "Jadi kenapa kau ingin meneleponku?" tanya Mia.
"Untuk menyuruhmu tidak usah datang hari ini," sahut Alex ringan.
"Oh? Memangnya kenapa?" Mia melirik pintu apartemen yang tertutup dengan curiga. Apakah ada wanita.. ? Matanya kembali mengamati Alex dari atas ke bawah. Penampilannya berantakan, sepertinya baru bangun tidur. Apakah.?
Suara Alex menyela jalan pikiran Mia. "Aku tidak tahu apa yang sedang kau pikirkan, tapi kuyakinkan padamu bahwa alasannya bukan apa pun yang kau pikirkan itu."
Mia tidak bisa menahan senyum mendengar nada tersinggung dalam suara Alex. "Jadi apa alasannya?"
Sebelum Alex sempat menjawab, pintu apartemen terbuka di belakangnya dan Mia melihat seorang wanita cantik berusia setengah baya dan bertubuh kecil ramping berdiri di ambang pintu. "Alex, sedang apa. Oh." Mata wanita itu melebar melihat Mia. Lalu ia tersenyum ramah dan bertanya, "Apakah kau teman Ray yang sudah membantu Alex?"
"Ya?" Mia mengerjap tidak mengerti, lalu menatap Alex.
Alex mendesah pelan dan tersenyum kecil. "Inilah alasannya," gumamnya pelan. Lalu ia berkata dengan suara lebih keras, "Clark, ini ibuku. Mom, ini Mia Clark."
Mia langsung memasang senyum dan mengulurkan tangan ke arah ibu Alex. "Halo, Mrs. Hirano."
Senyum ibu Alex mengembang dan ia menjabat tangan Mia sambil berkata. "Jadi kau orangnya. Senang bertemu denganmu."
Mia masih tidak mengerti apa yang dimaksud wanita itu, tetapi ia tersenyum saja.
"Tadi aku ingin meneleponmu untuk memberitahu bahwa kau tidak perlu datang hari ini karena ibuku ada di sini dan ibuku memaksa membuatkan sarapan untukku," Alex menjelaskan.
Mia mengangguk-angguk. "Oh, begitu."
"Tapi karena kau sudah ada di sini, kita bisa sarapan bersama," ajak ibu Alex.
Mia menatap Alex, lalu kembali menatap wanita berwajah ramah dihadapannya. "Tapi aku tidak ingin mengganggu."
Ibu Alex mengibaskan sebelah tangan. "Tidak menggangu sama sekali," selanya. "Lagi pula, aku ingin berterima kasih padamu karena sudah membantu anakku. Ayo, masuk."
Tanpa menunggu jawaban Mia, ibu Alex sudah berbalik dan masuk ke dalam apartemen, meninggalkan Mia dan Alex di sana.
"Aku." Mia menatap Alex dengan bingung, meminta pendapat.
Akhirnya Alex mendesah dan menggerakkan kepalanya ke arah pintu. "Masuklah. Sebaiknya kau menyapa ayahku juga sebelumnya dia ikut keluar ke sini."
"Ayahmu juga ada di sini?" tanya Mia dan ia berhenti melangkah. Ia mendongak menatap Alex dengan ragu. "Apakah aku mengganggu acara keluarga?"
"Tidak," sahut Alex. Ia meraih pergelangan tangan Mia dan menariknya, tidak menden
http://cerita-silat.mywapblog.com
Sunshine Becomes You - Ilana Tan