Cerita Silat | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat | by Hong San Khek | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat | Cersil Sakti | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat pdf
Serial Dewi Ular - 32. Hantu Kesepian Sunshine Becomes You - Ilana Tan Aisyah Putri - Asma Nadia Dendam Berkarat Dalam Kubur - Abdullah Harahap Goosebumps 40. Boneka Hidup Beraksi III
bertanya pada Kong Houw.
„Ya, itu memang mungkin juga bisa dipercaya”, sahut
Cin Kong Houw. „Karena dalam dunia yang seluas jni
tentunya segala macam keanehan pun memang bisa
kejadian di luar dugaan kita. Coba saja kau pikir
tentang lelakon setan yang sering mengganggu
manusia itu. Jikalau perkara itu memangnya tidak
ada, cara bagaimanakah orang bisa menceritakan
tentang segala keanehan-keanehan yang bersangkut-
paut dengan urusan setan-setan itu?”
Poan Thian tersenyum dengan hati yang tetap tidak
percaya dengan penuturan si baju biru tadi.
„Aku kira iblis di Leng-coan-sie itu bukanlah iblis
sungguhan,” katanya, „tetapi bukan lain daripada
manusia yang menyamar sebagai iblis, buat membikin
orang takut akan mengunjungi tempat itu.”
„Ya, ya, pendapatmu itupun memang bisa jadi juga
masuk akal,” sahut Kong Houw yang kelihatan lebih
mementingkan untuk mengisi perut daripada campur
tahu dalam urusan yang agak takhayul itu.
Begitulah ketika matahari telah menyelam ke barat,
barulah mereka kembali ke rumah penginapan.
Malam hari itu karena turun hujan gerimis dan hawa
udara agak dingin, maka sore-sore Kong Houw sudah
tidur menggeros bagaikan seekor kerbau yang
disembelih.
Kecuali Poan Thian sendiri yang karena tak sudah-
sudahnya memikirkan lelakon setan itu, maka sudah
barang tentu tinggal gulak-gulik di atas pembaringan
tak dapat lekas tidur pules.
Dalam pada itu pemuda kita kembali membayangkan
lelakon kera tetiron yang lampau itu, kemudian ia
coba bandingkan lelakon itu dengan setan di
kelenteng Leng-coan-sie yang sekarang sedang
dihadapinya itu.
„Tentang maksud tujuan si kera tetiron itu, memang
sudah terang ditujukan untuk maksud jahat,” pikirnya.
„Tetapi apakah maksudnya iblis dari kelenteng kuno
itu, yang sampai sebegitu jauh belum pernah
mencelakai jiwa manusia dan tampaknya agak kuatir
akan „sarangnya” di sana di¬kunjungi manusia?
Apakah barangkali di kelenteng itu ada tersembunyi
sesuatu rahasia yang diorganisir oleh sekelompok
manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab
terhadap pada kesusilaan atau ketertiban umum?”
Poan Thian yang semakin memikirkan hal itu, jadi
semakin penasaran dan kepingin tahu rahasia apa
yang terletak dibalik tabir lelakon iblis di kelenteng
kuno itu. Oleh karena ini, maka akhir-akhirnya ia telah
mengambil keputusan, buat di malam hari itu juga
mengunjungi kelenteng tersebut, agar supaya dengan
begitu, ia bisa membuktikan dengan mata kepalanya
sendiri, sampai dimana kebenaran omongan orang di
luaran itu.
Begitulah setelah selesai menukar pakaian untuk
berjalan di waktu malam dan membawa genggaman
yang dirasa perlu, Poan Thian lalu menolak daun
jendela dan berlompat kelataran rumah penginapan
bagaikan lakunya seekor kucing. Kemudian dengan
jalan melalui tembok pekarangan rumah penginapan
itu ia keluar ke jalan raya.
http://cerita-silat.mywapblog.com
2.14. Puteri Kepala Polisi Sejati
Dari situ, syukur juga karena keadaan masih sore dan
banyak orang yang masih berkeliaran di jalan raya,
maka Poan Thian dapat menanyakan dengan cukup
jelas, dimana letaknya kelenteng Leng-coan-sie yang
hendak ditujunya itu.
Hal mana, sudah barang tentu, telah membikin orang
banyak jadi heran dan coba menasehatkan, agar
supaya pemuda kita jangan pergi mengunjungi
tempat yang berbahaya itu.
Tetapi Poan Thian yang mendengar begitu, tinggal
mengganda mesem dan berbicara dengan secara
memain, bahwa ia akan pergi menangkap iblis yang
telah sekian lamanya menerbitkan ribut-ribut di antara
kalangan khalayak ramai di kota itu.
Kemudian ia menuju ke gunung Houw-kiu-san itu
dengan tindakan cepat. Dan tatkala berjalan kira-kira
satu jam lamanya, maka tibalah ia di muka kelenteng
yang dituju itu, yang selain keadaannya sangat busuk
karena sudah lama tidak dirawat, juga di sana-sini
amat gelap dan seram sekali kelihatannya dalam
pandangan mata.
Maka buat menghindarkan sesuatu kemungkinan
yang tidak diinginkan, Poan Thian lalu mendekati
kelenteng itu dengan golok terhunus di tangannya.
Mula-mula ia menuju ke ruangan besar dari pintu
depan, tetapi ternyata makhluk berpakaian putih yang
dikatakan Cu Ceng dan Chio Piauw-su itu tidak
tampak bayang-bayangannya, hingga ini telah mulai
membikin ia percaya, bahwa kabar-kabar yang
menggemparkan itu adalah isapan jempol belaka.
Lalu ia berjalan mondar-mandir di ruangan
pertengahan kelenteng yang kosong melompong itu.
Tidak ada kursi meja atau perabotan apapun juga.
Tengah ia memandang ke sana-sini hendak
melanjutkan penyelidikannya, mendadak dari sebelah
belakang terasa bersiurnya angin aneh yang telah
membikin Poan Thian buru-buru tundukkan kepalanya.
Dan berbareng dengan itu, ia mendengar suara
barang pecah di sebelah atasan kepalanya, suatu
tanda bahwa sebuah genteng yang disambitkan
orang ke jurusannya telah luput dari sasarannya dan
membentur dinding tembok di hadapannya.
„Kurang ajar!” pikirnya, sambil hendak berjalan terus.
Tetapi sebuah genteng lain telah menyamber pula ke
jurusannya.
Buru-buru Poan Thian berkelit dengan jalan
bersembunyi di belakang sebuah tiang batu yang
terdekat, hingga sambitan itupun kembali telah
mengenai tempat kosong.
Selanjutnya, oleh sebab sambitan-sambitan itu masih
saja dilakukannya dengan gencar sekali, maka
pemuda kita terpaksa melanjutkan penyelidikannya
dengan jalan merayap di bawah kaki tembok. Karena
jikalau sedikit saja ia berlaku lalai, ia bisa mengalami
kejadian-kejadian tidak enak seperti apa yang pernah
dialami oleh Siauw Cu Ceng dan Chio Hoat Coan
pada beberapa waktu yang lampau itu.
Lama-lama dengan mengandal pada sinar rembulan
yang agak guram dan mulai mengintip ke dalam
rumah berhala itu dengan melalui cim-che, Poan Thian
melihat ada suatu benda putih yang berkelebat dan
bersembunyi di belakang sebuah tiang batu lain yang
terpisah kira seratus beberapa puluh tindak lebih
jauhnya dari tempat mana ia berdiri. Maka Lie Poan
Thian yang sekarang telah ketemui iblis yang sedang
dicari itu, tentu saja lantas mengejar dengan golok
terhunus di tangannya.
„Soal ini tentulah tidak banyak bedanya dengan
lelakon kera putih tetiron yang pernah kualami duluan
itu,” pikir pemuda kita di dalam hatinya.
Tetapi ketika baru saja ia berjalan beberapa puluh
tindak jauhnya, mendadak di sebelah depan
tertampak sebuah sinar berkilau-kilauan yang
menyambar ke jurusannya.
Poan Thian jadi terperanjat.
Oleh karena merasa bahwa dia tak mendapat jalan
untuk menghindarkan diri, apa boleh buat ia lantas
angkat goloknya dan menyampok benda yang
berkilau-kilauan itu, yang telah terlempar ke arah cim-
che dengan mengeluarkan suara berkontrangan.
Karena sinar itupun ketika kemudian diperhatikannya,
bukan lain daripada sebatang tombak pendek yang
berujung sangat runcing dan tajam, hingga ini dapat
mengeluarkan sinar yang berkilau-kilauan apabila
dilo
http://cerita-silat.mywapblog.com
Serial Dewi Ular - 32. Hantu Kesepian Sunshine Becomes You - Ilana Tan Aisyah Putri - Asma Nadia Dendam Berkarat Dalam Kubur - Abdullah Harahap Goosebumps 40. Boneka Hidup Beraksi III
bertanya pada Kong Houw.
„Ya, itu memang mungkin juga bisa dipercaya”, sahut
Cin Kong Houw. „Karena dalam dunia yang seluas jni
tentunya segala macam keanehan pun memang bisa
kejadian di luar dugaan kita. Coba saja kau pikir
tentang lelakon setan yang sering mengganggu
manusia itu. Jikalau perkara itu memangnya tidak
ada, cara bagaimanakah orang bisa menceritakan
tentang segala keanehan-keanehan yang bersangkut-
paut dengan urusan setan-setan itu?”
Poan Thian tersenyum dengan hati yang tetap tidak
percaya dengan penuturan si baju biru tadi.
„Aku kira iblis di Leng-coan-sie itu bukanlah iblis
sungguhan,” katanya, „tetapi bukan lain daripada
manusia yang menyamar sebagai iblis, buat membikin
orang takut akan mengunjungi tempat itu.”
„Ya, ya, pendapatmu itupun memang bisa jadi juga
masuk akal,” sahut Kong Houw yang kelihatan lebih
mementingkan untuk mengisi perut daripada campur
tahu dalam urusan yang agak takhayul itu.
Begitulah ketika matahari telah menyelam ke barat,
barulah mereka kembali ke rumah penginapan.
Malam hari itu karena turun hujan gerimis dan hawa
udara agak dingin, maka sore-sore Kong Houw sudah
tidur menggeros bagaikan seekor kerbau yang
disembelih.
Kecuali Poan Thian sendiri yang karena tak sudah-
sudahnya memikirkan lelakon setan itu, maka sudah
barang tentu tinggal gulak-gulik di atas pembaringan
tak dapat lekas tidur pules.
Dalam pada itu pemuda kita kembali membayangkan
lelakon kera tetiron yang lampau itu, kemudian ia
coba bandingkan lelakon itu dengan setan di
kelenteng Leng-coan-sie yang sekarang sedang
dihadapinya itu.
„Tentang maksud tujuan si kera tetiron itu, memang
sudah terang ditujukan untuk maksud jahat,” pikirnya.
„Tetapi apakah maksudnya iblis dari kelenteng kuno
itu, yang sampai sebegitu jauh belum pernah
mencelakai jiwa manusia dan tampaknya agak kuatir
akan „sarangnya” di sana di¬kunjungi manusia?
Apakah barangkali di kelenteng itu ada tersembunyi
sesuatu rahasia yang diorganisir oleh sekelompok
manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab
terhadap pada kesusilaan atau ketertiban umum?”
Poan Thian yang semakin memikirkan hal itu, jadi
semakin penasaran dan kepingin tahu rahasia apa
yang terletak dibalik tabir lelakon iblis di kelenteng
kuno itu. Oleh karena ini, maka akhir-akhirnya ia telah
mengambil keputusan, buat di malam hari itu juga
mengunjungi kelenteng tersebut, agar supaya dengan
begitu, ia bisa membuktikan dengan mata kepalanya
sendiri, sampai dimana kebenaran omongan orang di
luaran itu.
Begitulah setelah selesai menukar pakaian untuk
berjalan di waktu malam dan membawa genggaman
yang dirasa perlu, Poan Thian lalu menolak daun
jendela dan berlompat kelataran rumah penginapan
bagaikan lakunya seekor kucing. Kemudian dengan
jalan melalui tembok pekarangan rumah penginapan
itu ia keluar ke jalan raya.
http://cerita-silat.mywapblog.com
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek
2.14. Puteri Kepala Polisi Sejati
Dari situ, syukur juga karena keadaan masih sore dan
banyak orang yang masih berkeliaran di jalan raya,
maka Poan Thian dapat menanyakan dengan cukup
jelas, dimana letaknya kelenteng Leng-coan-sie yang
hendak ditujunya itu.
Hal mana, sudah barang tentu, telah membikin orang
banyak jadi heran dan coba menasehatkan, agar
supaya pemuda kita jangan pergi mengunjungi
tempat yang berbahaya itu.
Tetapi Poan Thian yang mendengar begitu, tinggal
mengganda mesem dan berbicara dengan secara
memain, bahwa ia akan pergi menangkap iblis yang
telah sekian lamanya menerbitkan ribut-ribut di antara
kalangan khalayak ramai di kota itu.
Kemudian ia menuju ke gunung Houw-kiu-san itu
dengan tindakan cepat. Dan tatkala berjalan kira-kira
satu jam lamanya, maka tibalah ia di muka kelenteng
yang dituju itu, yang selain keadaannya sangat busuk
karena sudah lama tidak dirawat, juga di sana-sini
amat gelap dan seram sekali kelihatannya dalam
pandangan mata.
Maka buat menghindarkan sesuatu kemungkinan
yang tidak diinginkan, Poan Thian lalu mendekati
kelenteng itu dengan golok terhunus di tangannya.
Mula-mula ia menuju ke ruangan besar dari pintu
depan, tetapi ternyata makhluk berpakaian putih yang
dikatakan Cu Ceng dan Chio Piauw-su itu tidak
tampak bayang-bayangannya, hingga ini telah mulai
membikin ia percaya, bahwa kabar-kabar yang
menggemparkan itu adalah isapan jempol belaka.
Lalu ia berjalan mondar-mandir di ruangan
pertengahan kelenteng yang kosong melompong itu.
Tidak ada kursi meja atau perabotan apapun juga.
Tengah ia memandang ke sana-sini hendak
melanjutkan penyelidikannya, mendadak dari sebelah
belakang terasa bersiurnya angin aneh yang telah
membikin Poan Thian buru-buru tundukkan kepalanya.
Dan berbareng dengan itu, ia mendengar suara
barang pecah di sebelah atasan kepalanya, suatu
tanda bahwa sebuah genteng yang disambitkan
orang ke jurusannya telah luput dari sasarannya dan
membentur dinding tembok di hadapannya.
„Kurang ajar!” pikirnya, sambil hendak berjalan terus.
Tetapi sebuah genteng lain telah menyamber pula ke
jurusannya.
Buru-buru Poan Thian berkelit dengan jalan
bersembunyi di belakang sebuah tiang batu yang
terdekat, hingga sambitan itupun kembali telah
mengenai tempat kosong.
Selanjutnya, oleh sebab sambitan-sambitan itu masih
saja dilakukannya dengan gencar sekali, maka
pemuda kita terpaksa melanjutkan penyelidikannya
dengan jalan merayap di bawah kaki tembok. Karena
jikalau sedikit saja ia berlaku lalai, ia bisa mengalami
kejadian-kejadian tidak enak seperti apa yang pernah
dialami oleh Siauw Cu Ceng dan Chio Hoat Coan
pada beberapa waktu yang lampau itu.
Lama-lama dengan mengandal pada sinar rembulan
yang agak guram dan mulai mengintip ke dalam
rumah berhala itu dengan melalui cim-che, Poan Thian
melihat ada suatu benda putih yang berkelebat dan
bersembunyi di belakang sebuah tiang batu lain yang
terpisah kira seratus beberapa puluh tindak lebih
jauhnya dari tempat mana ia berdiri. Maka Lie Poan
Thian yang sekarang telah ketemui iblis yang sedang
dicari itu, tentu saja lantas mengejar dengan golok
terhunus di tangannya.
„Soal ini tentulah tidak banyak bedanya dengan
lelakon kera putih tetiron yang pernah kualami duluan
itu,” pikir pemuda kita di dalam hatinya.
Tetapi ketika baru saja ia berjalan beberapa puluh
tindak jauhnya, mendadak di sebelah depan
tertampak sebuah sinar berkilau-kilauan yang
menyambar ke jurusannya.
Poan Thian jadi terperanjat.
Oleh karena merasa bahwa dia tak mendapat jalan
untuk menghindarkan diri, apa boleh buat ia lantas
angkat goloknya dan menyampok benda yang
berkilau-kilauan itu, yang telah terlempar ke arah cim-
che dengan mengeluarkan suara berkontrangan.
Karena sinar itupun ketika kemudian diperhatikannya,
bukan lain daripada sebatang tombak pendek yang
berujung sangat runcing dan tajam, hingga ini dapat
mengeluarkan sinar yang berkilau-kilauan apabila
dilo
http://cerita-silat.mywapblog.com
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek