Cerita Fantasi | The Blood of Olympus (Darah Olympus) | Serial The Heroes of Olympus 5 | The Blood of Olympus (Darah Olympus) | Cersil Sakti | The Blood of Olympus (Darah Olympus) pdf
Seindah Mata Kristalnya - Mayoko Aiko Pelangi di Sengigi - Mayoko Aiko Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek The Heroes of Olympus 3: The Mark of Athena (Tanda Athena) The Heroes of Olympus 2: The Son of Neptune (Putra Neptunus) bag I
ahnya. Jason pun maju.
Porphyrion menyabe than tombak membabi buta, tapi Jason memotong senjata tersebut jadi dua dengan gladius-nya. Dia menyerang, menghunjamkan pedang ke tameng dada si raksasa, lalu memanggil angin dan meniup Porphyrion sehingga terjungkal dari bibir tebing. Selagi raksasa itu terjatuh sambil menjerit, Zeus mengacungkan tongkat petirnya. Panas putih murni menyambar-nyambar dari tongkat itu dan menguapkan Porphyrion di tengah udara. Abunya melayang turun pelan-pelan, bertaburan ke puncak pohon-pohon zaitun di lereng Akropolis. Zeus menoleh kepada Jason. Tongkat petirnya padam dan Zeus pun menyandangkan tongkat perunggu langit itu ke sabuknya. Mata sang dewa kelabu seperti awan badai. Rambut dan janggutnya yang keperakan mirip awan stratus. Menurut Jason, aneh bahwa penguasa semesta, raja Olympus, hanya lebih tinggi beberapa inci ketimbang dirinya. "Putraku." Zeus mencengkeram bahu Jason. "Banyak sekali yang ingin kuberitahukan kepadamu ..." Sang dewa menghela napas dengan be rat, menjadikan udara meretih dan kacamata baru Jaso n berkabut. "Sayang nian, sebagai raja dewa, aku tidak boleh menunjukkan favoritisme kepada anak-anakku. Ketika kita kembali ke hadapan bangsa Olympia yang l ain, aku takkan bisa menyanjung-nyanjungmu sebagai mana yang kuinginkan, atau memberimu penghargaan sebagaimana yang layak kau terima." "Aku tidak ingin s anjungan." Suara Jason bergetar. "Sedikit waktu kebers amaan dengan Ayah sudah cukup. Maksudku, aku bahk an tidak mengenal Ayah." Tatapan Zeus menerawang jauh, sejauh lapisan ozon. "Aku selalu bersamamu, Jason. Aku memperhatikan perkembanganmu dengan bangga, tapi mustahil bagi kita untuk menjadi ..."
Zeus melengkungkan jemarinya, seolah mencoba mencomot kata yang tepat dari udara. Akrab. Normal. Ayah dan anak yang sejati. "Sejak lahir, kau ditakdirkan untuk menjadi milik Hera untuk meredakan murkanya. Bahkan namamu, Jason, dipilihkan oleh Hera. Kau tidak meminta nasib seperti ini. Aku tidak menginginkannya. Tapi, ketika aku menyerahkanmu kepada Hera tak terbayangkan olehku betapa kau akan menjadi pria yang baik. Perjalananmu telah menempa dirimu, menjadikanmu hebat sekaligus baik hati. Apa pun yang terjadi ketika kita kembali ke Parthenon, ketahuilah bahwa aku tidak menyalahkanmu. Kau telah membuktikan diri sebagai pahlawan sejati." Emosi Jason campur aduk dalam dadanya. "Apa maksud Ayah apa pun yang terjadi?" "Yang terburuk belum usai," Zeus mewanti-wanti. "Dan seseorang mesti bertanggung jawab atas apa yang telah terjadi. Mari."[]
BAB LIMA PULUH
JASON
PARA RAKSASA HABIS TAK BERSISA, hanya meninggalkan gundukan abu, segelintir tombak, dan rambut gimbal yang terbakar. Argo II masih tegak, tampaknya dengan susah payah, ditambatkan ke puncak Parthenon. Setengah dari seluruh dayung kapal sudah patah atau tersangkut. Asap mengepul dari beberapa bagian lambung yang terbelah. Layar bolong-bolong bekas terbakar. Penampilan Leo hampir sebabak belur kapal. Dia berdiri di tengah kuil bersama awak yang lain, wajahnya berlumur jelaga, pakaiannya berasap. Dewa-dewi menyebar, membentuk setengah linglcaran selagi Zeus mendekat. Talc satu pun tampak senang akan kemenangan mereka. Apollo dan Artemis berdiri bersama dalam bayangan sebuah pilar, seakan mencoba bersembunyi. Hera dan Poseidon sedang berdiskusi sengit dengan dewi lain yang berjubah hijau-emas barangkali Demeter. Nike berusaha memasangkan mahkota daun
dafnah keemasan ke kepala Hecate, tapi Dewi Sihir menepis mahkota itu. Hermes mengendap-endap ke dekat Athena, berusaha merangkul dewi itu. Athena menyodorkan tameng aegis-nya ke arah Hermes dan dewa itu pun buru-buru menyingkir. Satu-satunya dewa Olympia yang suasana hatinya sedang bagus tampaknya adalah Ares. Dia tertawa-tawa dan memeragakan gerakan memburai usus musuh sementara Frank mendengarkan, ekspresinya sopan tapi mual. "Wahai kaumku," kata Zeus, "kita telah sembuh, berkat jasa demigod-demigod ini. Athena Parthenos, yang dahulu berdiri di kuil ini, sekarang berdiri di Perkemahan Blasteran. Athena Parthenos telah mempersatukan anak cucu kita dan alhasil mempersatukan esensi
http://cerita-silat.mywapblog.com
diri kita." "Dewa Zeus," Piper angkat bicara, "apa Reyna baik-baik saja? Nico dan Pak Pelatih Hedge bagaimana?" Jason tidak percaya bahwa Piper menanyakan kabar Reyna, tapi dia bersyukur karena itu. Zeus mengerutkan alisnya yang sewarna awan. "Mereka berhasil menunaikan misi. Pada saat ini, mereka masih hidup. Mengenai apakah mereka baik-baik saja " "Masih ada pekerjaan yang mesti dibereskan," potong Ratu Hera. Dia merentangkan tangan seperti ingin mengajak pelukan massal. "Tapi, Pahlawan-pahlawanku kalian telah mengungguli para raksasa, persis seperti yang kuyakini sedari awal. Rencanaku terbukti sukses besar." Zeus menoleh ke arah istrinya. Guntur mengguncangkan Akropolis. "Hera, jangan berani-berani mengklaim penghargaan atas kejadian ini! Masalah yang kau timbulkan paling tidak sama banyaknya dengan yang kau perbaiki!" Wajah ratu kahyangan sontak memucat. "Suamiku, tentunya kau kini mafhum bahwa inilah satu-satunya jalan."
"Jalan yang bisa diambil tidak pernah hanya satu!" Zeus menggerung. "Itulah sebabnya Moirae ada tiga, bukan satu. Benar demikian, bukan?" Di camping puing-puing singgasana raja raksasa, ketiga wanita tua membungkukkan kepala tanpa suara untuk mengiyakan. Jason memperhatikan bahwa dewa-dewi lain menjaga jarak dari para Moirae dan pentungan kuningan mereka yang mengilap. "Kumohon, Suamiku." Hera mencoba tersenyum, tapi dia kentara sekali ketakutan sehingga Jason hampir kasihan padanya. "Aku hanya melakukan yang ku " "Diam!" bentak Zeus. "Kau sudah membangkang perintahku. Namun demikian kuakui bahwa kau bertindak dengan niat tulus. Keberanian ketujuh pahlawan ini membuktikan bahwa kau ternyata memiliki secercah kearifan." Hera kelihatannya ingin membantah, tapi dia tetap menutup mulut rapat-rapat. "Akan tetapi, Apollo ..." Zeus memelototi bayangan tempat pasangan dewa kembar berdiri. "Putraku, kemarilah." Apollo beringsut ke depan seperti sedang berjalan ke tiang gantungan. Salting miripnya Apollo dengan demigod remaja, kesannya jadi menggelisahkan penampilan serupa pemuda tujuh belas tahun, mengenakan celana jins dan kaus Perkemahan Blasteran, menyandang busur di pundak dan pedang di pinggang. Berkat rambut pirang acak-acakan dan mata birunya, Apollo bisa saja dikira sebagai kakak Jason dari pihak manusia ataupun pihak dewata. Jason bertanya-tanya apakah Apollo mewujud seperti ini supaya tidak mencolok, atau demi menuai rasa kasihan ayahnya. Rasa takut di wajah Apollo jelas-jelas tampak nyata dan juga sangat manusiawi.
Ketiga Moirae berkumpul di sekeliling sang Dewa, mengitari-nya, tangan keriput mereka terangkat. "Sudah dua kali kau menentangku," ujar Zeus. Apollo menjilat bibirnya. "Pa ... Paduka." "Kau mengabaikan kewajibanmu. Kau takluk di bawah puja-puji dan keangkuhan. Kau mendorong keturunanmu, Octavian, untuk menempuh jalan nan berbahaya dan kau secara prematur mengutarakan ramalan yang mungkin akan membinasakan kita
semua.
"Tapi " "Cukup!" kata Zeus menggelegar. "Akan kita bicarakan hukumanmu nanti. Untuk saat ini, kau harus menunggu di Olympus." Zeus melambaikan tangan dan berubahlah Apollo menjadi taburan serbuk gemerlap. Para Moirae berputar-putar di sekelilingnya, melebur ke udara, dan angin topan mengilap itu pun tertiup kencang ke angkasa. "Apo yang akan menimpa Apollo?" tanya Jason. Dewa-dewi menatapnya, tapi Jason tidak peduli. Setelah bertemu muka dengan Zeus, Jason malah merasa bersimpati pada Apollo. "Bukan urusanmu," kata Zeus. "Ada persoalan lain yang harus kita atasi." Keheningan tak nyaman menghinggapi Part henon. Membiarkan persoalan tersebut berlalu begitu sa ja rasanya tidak benar. Jason tidak paham apa sebabn ya Apollo dijadikan kambing hitam. Seseorang mesti be rtanggung jawab, kata Zeus tadi. Tapi, kenapa? "Ayaha nda," kata Jason, "saya bersumpah akan memuliakan s emua dewa. Saya berjanji kepada Kymopoleia bahwa seusai perang
ini, takkan ada lagi dewa yang tak memiliki altar pemujaan di kedua perkemahan." Zeus merengut. "Bagus sekali. Tapi Kym siapa?" Poseidon berdeham ke kepalannya. "Anakku." "Maksud saya," kata Jason, "saling menyalahkan takkan menyelesaikan masalah.
http://cerita-silat.mywapblog.com
Seindah Mata Kristalnya - Mayoko Aiko Pelangi di Sengigi - Mayoko Aiko Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek The Heroes of Olympus 3: The Mark of Athena (Tanda Athena) The Heroes of Olympus 2: The Son of Neptune (Putra Neptunus) bag I
ahnya. Jason pun maju.
Porphyrion menyabe than tombak membabi buta, tapi Jason memotong senjata tersebut jadi dua dengan gladius-nya. Dia menyerang, menghunjamkan pedang ke tameng dada si raksasa, lalu memanggil angin dan meniup Porphyrion sehingga terjungkal dari bibir tebing. Selagi raksasa itu terjatuh sambil menjerit, Zeus mengacungkan tongkat petirnya. Panas putih murni menyambar-nyambar dari tongkat itu dan menguapkan Porphyrion di tengah udara. Abunya melayang turun pelan-pelan, bertaburan ke puncak pohon-pohon zaitun di lereng Akropolis. Zeus menoleh kepada Jason. Tongkat petirnya padam dan Zeus pun menyandangkan tongkat perunggu langit itu ke sabuknya. Mata sang dewa kelabu seperti awan badai. Rambut dan janggutnya yang keperakan mirip awan stratus. Menurut Jason, aneh bahwa penguasa semesta, raja Olympus, hanya lebih tinggi beberapa inci ketimbang dirinya. "Putraku." Zeus mencengkeram bahu Jason. "Banyak sekali yang ingin kuberitahukan kepadamu ..." Sang dewa menghela napas dengan be rat, menjadikan udara meretih dan kacamata baru Jaso n berkabut. "Sayang nian, sebagai raja dewa, aku tidak boleh menunjukkan favoritisme kepada anak-anakku. Ketika kita kembali ke hadapan bangsa Olympia yang l ain, aku takkan bisa menyanjung-nyanjungmu sebagai mana yang kuinginkan, atau memberimu penghargaan sebagaimana yang layak kau terima." "Aku tidak ingin s anjungan." Suara Jason bergetar. "Sedikit waktu kebers amaan dengan Ayah sudah cukup. Maksudku, aku bahk an tidak mengenal Ayah." Tatapan Zeus menerawang jauh, sejauh lapisan ozon. "Aku selalu bersamamu, Jason. Aku memperhatikan perkembanganmu dengan bangga, tapi mustahil bagi kita untuk menjadi ..."
Zeus melengkungkan jemarinya, seolah mencoba mencomot kata yang tepat dari udara. Akrab. Normal. Ayah dan anak yang sejati. "Sejak lahir, kau ditakdirkan untuk menjadi milik Hera untuk meredakan murkanya. Bahkan namamu, Jason, dipilihkan oleh Hera. Kau tidak meminta nasib seperti ini. Aku tidak menginginkannya. Tapi, ketika aku menyerahkanmu kepada Hera tak terbayangkan olehku betapa kau akan menjadi pria yang baik. Perjalananmu telah menempa dirimu, menjadikanmu hebat sekaligus baik hati. Apa pun yang terjadi ketika kita kembali ke Parthenon, ketahuilah bahwa aku tidak menyalahkanmu. Kau telah membuktikan diri sebagai pahlawan sejati." Emosi Jason campur aduk dalam dadanya. "Apa maksud Ayah apa pun yang terjadi?" "Yang terburuk belum usai," Zeus mewanti-wanti. "Dan seseorang mesti bertanggung jawab atas apa yang telah terjadi. Mari."[]
BAB LIMA PULUH
JASON
PARA RAKSASA HABIS TAK BERSISA, hanya meninggalkan gundukan abu, segelintir tombak, dan rambut gimbal yang terbakar. Argo II masih tegak, tampaknya dengan susah payah, ditambatkan ke puncak Parthenon. Setengah dari seluruh dayung kapal sudah patah atau tersangkut. Asap mengepul dari beberapa bagian lambung yang terbelah. Layar bolong-bolong bekas terbakar. Penampilan Leo hampir sebabak belur kapal. Dia berdiri di tengah kuil bersama awak yang lain, wajahnya berlumur jelaga, pakaiannya berasap. Dewa-dewi menyebar, membentuk setengah linglcaran selagi Zeus mendekat. Talc satu pun tampak senang akan kemenangan mereka. Apollo dan Artemis berdiri bersama dalam bayangan sebuah pilar, seakan mencoba bersembunyi. Hera dan Poseidon sedang berdiskusi sengit dengan dewi lain yang berjubah hijau-emas barangkali Demeter. Nike berusaha memasangkan mahkota daun
dafnah keemasan ke kepala Hecate, tapi Dewi Sihir menepis mahkota itu. Hermes mengendap-endap ke dekat Athena, berusaha merangkul dewi itu. Athena menyodorkan tameng aegis-nya ke arah Hermes dan dewa itu pun buru-buru menyingkir. Satu-satunya dewa Olympia yang suasana hatinya sedang bagus tampaknya adalah Ares. Dia tertawa-tawa dan memeragakan gerakan memburai usus musuh sementara Frank mendengarkan, ekspresinya sopan tapi mual. "Wahai kaumku," kata Zeus, "kita telah sembuh, berkat jasa demigod-demigod ini. Athena Parthenos, yang dahulu berdiri di kuil ini, sekarang berdiri di Perkemahan Blasteran. Athena Parthenos telah mempersatukan anak cucu kita dan alhasil mempersatukan esensi
http://cerita-silat.mywapblog.com
The Heroes Of Olympus 5: The Blood Of Olympus (Darah Olympus)
diri kita." "Dewa Zeus," Piper angkat bicara, "apa Reyna baik-baik saja? Nico dan Pak Pelatih Hedge bagaimana?" Jason tidak percaya bahwa Piper menanyakan kabar Reyna, tapi dia bersyukur karena itu. Zeus mengerutkan alisnya yang sewarna awan. "Mereka berhasil menunaikan misi. Pada saat ini, mereka masih hidup. Mengenai apakah mereka baik-baik saja " "Masih ada pekerjaan yang mesti dibereskan," potong Ratu Hera. Dia merentangkan tangan seperti ingin mengajak pelukan massal. "Tapi, Pahlawan-pahlawanku kalian telah mengungguli para raksasa, persis seperti yang kuyakini sedari awal. Rencanaku terbukti sukses besar." Zeus menoleh ke arah istrinya. Guntur mengguncangkan Akropolis. "Hera, jangan berani-berani mengklaim penghargaan atas kejadian ini! Masalah yang kau timbulkan paling tidak sama banyaknya dengan yang kau perbaiki!" Wajah ratu kahyangan sontak memucat. "Suamiku, tentunya kau kini mafhum bahwa inilah satu-satunya jalan."
"Jalan yang bisa diambil tidak pernah hanya satu!" Zeus menggerung. "Itulah sebabnya Moirae ada tiga, bukan satu. Benar demikian, bukan?" Di camping puing-puing singgasana raja raksasa, ketiga wanita tua membungkukkan kepala tanpa suara untuk mengiyakan. Jason memperhatikan bahwa dewa-dewi lain menjaga jarak dari para Moirae dan pentungan kuningan mereka yang mengilap. "Kumohon, Suamiku." Hera mencoba tersenyum, tapi dia kentara sekali ketakutan sehingga Jason hampir kasihan padanya. "Aku hanya melakukan yang ku " "Diam!" bentak Zeus. "Kau sudah membangkang perintahku. Namun demikian kuakui bahwa kau bertindak dengan niat tulus. Keberanian ketujuh pahlawan ini membuktikan bahwa kau ternyata memiliki secercah kearifan." Hera kelihatannya ingin membantah, tapi dia tetap menutup mulut rapat-rapat. "Akan tetapi, Apollo ..." Zeus memelototi bayangan tempat pasangan dewa kembar berdiri. "Putraku, kemarilah." Apollo beringsut ke depan seperti sedang berjalan ke tiang gantungan. Salting miripnya Apollo dengan demigod remaja, kesannya jadi menggelisahkan penampilan serupa pemuda tujuh belas tahun, mengenakan celana jins dan kaus Perkemahan Blasteran, menyandang busur di pundak dan pedang di pinggang. Berkat rambut pirang acak-acakan dan mata birunya, Apollo bisa saja dikira sebagai kakak Jason dari pihak manusia ataupun pihak dewata. Jason bertanya-tanya apakah Apollo mewujud seperti ini supaya tidak mencolok, atau demi menuai rasa kasihan ayahnya. Rasa takut di wajah Apollo jelas-jelas tampak nyata dan juga sangat manusiawi.
Ketiga Moirae berkumpul di sekeliling sang Dewa, mengitari-nya, tangan keriput mereka terangkat. "Sudah dua kali kau menentangku," ujar Zeus. Apollo menjilat bibirnya. "Pa ... Paduka." "Kau mengabaikan kewajibanmu. Kau takluk di bawah puja-puji dan keangkuhan. Kau mendorong keturunanmu, Octavian, untuk menempuh jalan nan berbahaya dan kau secara prematur mengutarakan ramalan yang mungkin akan membinasakan kita
semua.
"Tapi " "Cukup!" kata Zeus menggelegar. "Akan kita bicarakan hukumanmu nanti. Untuk saat ini, kau harus menunggu di Olympus." Zeus melambaikan tangan dan berubahlah Apollo menjadi taburan serbuk gemerlap. Para Moirae berputar-putar di sekelilingnya, melebur ke udara, dan angin topan mengilap itu pun tertiup kencang ke angkasa. "Apo yang akan menimpa Apollo?" tanya Jason. Dewa-dewi menatapnya, tapi Jason tidak peduli. Setelah bertemu muka dengan Zeus, Jason malah merasa bersimpati pada Apollo. "Bukan urusanmu," kata Zeus. "Ada persoalan lain yang harus kita atasi." Keheningan tak nyaman menghinggapi Part henon. Membiarkan persoalan tersebut berlalu begitu sa ja rasanya tidak benar. Jason tidak paham apa sebabn ya Apollo dijadikan kambing hitam. Seseorang mesti be rtanggung jawab, kata Zeus tadi. Tapi, kenapa? "Ayaha nda," kata Jason, "saya bersumpah akan memuliakan s emua dewa. Saya berjanji kepada Kymopoleia bahwa seusai perang
ini, takkan ada lagi dewa yang tak memiliki altar pemujaan di kedua perkemahan." Zeus merengut. "Bagus sekali. Tapi Kym siapa?" Poseidon berdeham ke kepalannya. "Anakku." "Maksud saya," kata Jason, "saling menyalahkan takkan menyelesaikan masalah.
http://cerita-silat.mywapblog.com
The Heroes Of Olympus 5: The Blood Of Olympus (Darah Olympus)