Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - 73

$
0
0
Cerita Silat | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat | by Hong San Khek | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat | Cersil Sakti | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat pdf

Seindah Mata Kristalnya - Mayoko Aiko Pelangi di Sengigi - Mayoko Aiko Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek The Heroes of Olympus 3: The Mark of Athena (Tanda Athena) The Heroes of Olympus 2: The Son of Neptune (Putra Neptunus) bag I

pura „ditempel” oleh Poan Thian buat coba mencari
  keterangan, pada waktu bagaimana Wie Hui biasa
  datang berkunjung ke situ.
  Setelah keterangan-keterangan yang diperlukan telah
  dapat diperoleh, barulah Poan Thian berembuk dengan
  Hwat Yan cara bagaimana mereka harus membikin
  penggerebekan selagi Wie Hui belum keburu
  membikin persediaan.
  Tetapi tidak kira pada sebelum rencana ini dapat
  dijalankan, mendadak pada suatu hari ada seorang
  kacung yang datang berkunjung ke tempat
  penginapan Poan Thian dan Hwat Yan dengan
  membawa sepucuk surat. Surat tersebut diterimakan
  pada kedua orang itu sambil berkata:
  „Apabila Ji-wie hendak bertemu dengan tuan Wie,
  diharap supaya berhubungan dengan nona Ban Tho
  Toa, karena di sana ia sudah titipkan alamatnya
  dimana Jie-wie mesti bertemu dengannya.”
  Poan Thian dan Hwat Yan jadi tidak habis mengerti,
  mengapa mereka dianjurkan akan menanyakan pula
  keterangan dari bunga raya itu, sedangkan Wie Hui
  bisa tuliskan alamatnya di dalam surat yang
  dikirimkannya ini. Maka tempo hal ini ia coba
  tanyakan pada si kacung pembawa surat tersebut,
  orang yang ditanya itu lalu menggelengkan kepalanya
  sambil berkata: „Dari hal itu, aku sesungguhnya tidak
  tahu-menahu.”
  „Apakah kau dipesan oleh tuan Wie, supaya surat ini
  dijawab olehku?” Poan Thian bertanya sambil
  membuka sampul surat itu.
  „Hal itu tinggal terserah atas kehendakmu sendiri.
  Apabila di situ diminta jawaban tuan dan tuan hendak
  menjawabnya aku tunggu, kalau tidak, akupun boleh
  lantas pergi.”
  „Anak ini sungguh pandai sekali berbicara,” pikir Poan
  Thian di dalam hatinya. „Apakah tidak bisa jadi,
  bahwa ia ini ada seorang mata-matanya Wie Hui,
  yang telah sengaja dikirim ke sini untuk menyelidiki
  kami berdua?”
  Kemudian ia menoleh pada kacung itu sambil berkata:
  „Kalau begitu, boleh tunggu dahulu sehingga aku
  selesai membaca bunyinya surat ini.”
  Tetapi alangkah herannya hati pemuda kita, tatkala ia
  bentangkan surat itu akan dibaca bunyinya,
  ternyatalah bahwa surat itu hanya sehelai kertas
  kosong yang tidak ada artinya sama sekali, hingga
  Poan Thian yang menerima surat kosong itu, sudah
  tentu saja tidak mengerti apa maksudnya Wie Hui
  mengirimkan kertas kosong tersebut kepadanya!
  Tetapi buat tidak membikin kentara rasa herannya di
  hadapan si kacung itu, maka Poan Thian lalu berpura-
  pura menanyakan: „Apakah selain menyampaikan
  amanat akan kita menanyakan alamatnya pada nona
  Ban Tho Hoa, tuan Wie tidak mengatakan apa-apa
  pula kepadamu?”
  „Tidak,” sahut kacung itu dengan pendek.
  „Kalau begitu kau boleh kasih tahu pada tuan Wie,
  bahwa kita akan bertemu di tempat yang diunjuk
  menurut alamat yang dititipkannya pada nona Ban
  Tho Hoa,” kata pemuda kita.
  Si kacung menjawab, „baik, baik,” dan terus berlalu
  dengan tidak banyak bicara pula.
  „Apakah tidak bisa jadi bahwa Wie Hui sekarang
  tengah mengatur suatu rencana akan menjebak kita
  berdua?” tanya Hwat Yan setelah mendusin, bahwa
  kedatangan mereka ke kota Leng-po itu telah
  diketahui oleh saudaranya seperguruan yang telah
  berkhianat itu.
  „Ya, hal inipun memang bukan mustahil akan terjadi
  atas diri kita,” sahut Poan Thian, „maka selanjutnya
  kita harus berlaku sangat hati-hati akan
  menghindarkan diri kita daripada akal muslihat musuh
  yang keji itu.”
  Hwat Yan menyatakan mufakat dengan pikiran
  pemuda kita itu.
  ◄Y►
  Tatkala mereka menanyakan hal ini pada Ban Tho
  Hoa, si nona lalu menunjuk ke atas tiong-cit sambil
  berkata: „Alamat yang kamu minta itu, tidak
  diterimakan ke dalam tanganku sendiri, hanyalah
  ditaruh di sana, digantungkan di atas tiong-cit itu.”
  Ketika Poan Thian dan Hwat Yan menengadah ke
  arah tiong-cit tersebut, betul saja di sana tertampak
  sebuah sampul merah yang digantungkan dengan
  sepotong tali. Dan jikalau perbuatan itu bukannya
  dilakukan oleh seorang yang ilmu kepandaian silatnya
  amat tinggi, niscaya tidak akan mampu melakukan
  pekerjaan yang sesukar itu.
  Setelah menyaksikan perbuatan Wie Hui itu, Poan
  Thian lalu tersenyum sambil menoleh pada Hwat Yan
  dan berkata: „Sekarang aku mengerti, apa sebabnya
  Wie Hui minta kita datang ke sini buat meminta
  alamatnya.....”
  „Itulah melulu buat mempamerkan ilmu
  kepandaiannya di hadapan kita berdua,” kata Hwat
  Yan yang memotong pembicaraan si pemuda.
 
  http://cerita-silat.mywapblog.com
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek

  3.21. Pengejaran Terhadap Murid Khianat
  „Itu benar,” Poan Thian menyetujui. „Tetapi apakah
  artinya perbuatan itu bagi kita, yang juga mengerti
  ilmu silat dan tidak ada di bawah daripadanya?”
  Hwat Yan membenarkan omongan kawan itu.
  Tetapi ketika Poan Thian hendak mengambil piauw
  akan menyambit sampul merah itu, si calon paderi
  lalu mencegah sambil berkata: „Tidak usah Suheng
  mencapaikan hati, biarkan saja perkara kecil ini diurus
  olehku sendiri.”
  „Ya, kalau begitu, aku persilahkan kau mengambil
  sampul itu menurut caramu sendiri,” kata Lie Poan
  Thian yang lantas urungkan niatnya buat menyambit
  sampul yang tergantung di atas tiong-cit itu.
  Sementara Hwat Yan yang merasa telah dikasih
  ketika akan mengunjukkan kepandaiannya, lalu
  merogo sakunya dan keluarkan sebuah pelanting
  dengan sebutir peluru besi dengan mana ia telah
  tembak jatuh sampul itu, karena talinya putus
  terlanggar peluru tersebut.
  Poan Thian jadi sangat kagum dan memuji atas
  kepandaian Hwat Yan dalam mempergunakan alat
  yang tergolong pada senjata-senjata rahasia itu.
  Dan tatkala sampul itu dibuka, ternyata di dalamnya
  terisi beberapa baris tulisan yang berbunyi:
  Kamu berdua boleh susul aku ke Giok-hong-kok di
  pegunungan Jie-sian-san pada hari esok di waktu
  lohor. Aku tunggu kedatangan kamu berdua dengan
  segala senang hati. Jangan salah.
  Surat itu tidak dibutuhi tandatangan, tetapi sudah
  terang bahwa itulah telah ditulis oleh Wie Hui sendiri.
  „Tetapi dimanakah letaknya pegunungan Jie-sian-san
  itu?” bertanya Lie Poan Thian yang baru saja pada kali
  itu mendengar ada sebuah gunung yang bernama
  begitu.
  Sedangkan Hwat Yan sendiri yang tidak tahu dimana
  letaknya pegunungan itu, tentu saja tak dapat
  berbuat lain dari pada menggaruk-garuk kepalanya
  yang tidak gatal. Kemudian ia berjanji akan
  menanyakan ini kepada penduduk-penduduk yang
  berdiam di luar kota Leng-po.
  „Apabila gunung itu betul ada,” katanya, „niscaya tidak
  sukar akan kita dapat ketemukan, tidak perduli
  berapa jauh letaknya dari kota ini.”
  Poan Thian mufakat dengan omongan itu.
  Begitulah setelah berpamitan pada nona Ban Tho Hoa,
  kedua orang itu lalu menuju keluar kota Leng-po dan
  mampir di sebuah kedai makanan dan minuman yang
  banyak dikunjungi oleh orang-orang yang mondar-
  mandir keluar masuk kota.
  Di sini, sambil berpura-pura membicarakan soal ini dan
  itu dengan orang-orang yang pada berkumpul di kedai
  itu, akhirnya Poan Thian mendapat kesempatan buat
  menanyakan, dimana letaknya pegunungan Jie-sian-
  san itu.
  „Tuan ini orang dari mana?” bertanya orang itu sambil
  mengawaskan pada pemuda kita sesaat lamanya.
  „Kami berasal dari utara,” sahut Lie Poan Thian, „yang
  sekarang berada dalam perjalanan ke Jie-sian-san
  akan mencari seorang sahabatku.”
  „Tuan,” kata orang itu, setelah bercelingukan ke kiri-
  kanan, „menurut pikiranku, lebih baik kau jangan
  pergi ke sana. Pegunungan itu bukan tempat
  kediaman orang baik-baik. Itulah sarang kawanan
  perampok yang di kepalai oleh seorang kepala
  kampak muda yang bernama Wie Hui.”
  „Ya, ya, benar, dia itulah yang kami hendak cari,” kata
  Lie Poan Thian yang merasa tidak perlu lagi akan
  berlaku dengan secara sembunyi.
  Karena ia telah yakin dari bukti-bukti yang telah
  dialaminya selama itu, biarpun mereka telah mencoba
  akan menyelidiki dengan secara diam-diam, tidak
  urung perbuatan itu telah ketahuan juga oleh pihak
  bakal lawannya itu. Maka dari itu, apakah perlunya ia
  selanjutnya berlaku sembunyi-sembunyi pula?
  Orang yang ditanyakan keterangan tadi jadi semakin
  heran, ketika menyaksikan tingkah-laku dan
  pembicaraan Poan Thian yang begitu terbuka dan
  tidak mengunjuk sikap yang khawatir barang
  sedikitpun.
  Ia jadi kelihatan ragu-ragu akan bicara lebih jauh.
  „Aku percaya bahwa tuan ini tentulah seorang yang
  jujur dan berhati tulus,” kata Poan Thian pula pada
  orang itu. „Oleh sebab itu, kukira tidak jahatnya akan
  aku menerangkan dengan sejujur-jujurnya, tentang
  maksud kunjungan kami ke pe
  http://cerita-silat.mywapblog.com
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek

 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>