Cerita Silat | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat | by Hong San Khek | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat | Cersil Sakti | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat pdf
Seindah Mata Kristalnya - Mayoko Aiko Pelangi di Sengigi - Mayoko Aiko Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek The Heroes of Olympus 3: The Mark of Athena (Tanda Athena) The Heroes of Olympus 2: The Son of Neptune (Putra Neptunus) bag I
yang kemudian telah
turun ke bawah gunung dengan beramai-ramai dan
segera mengepung calon paderi itu. Tetapi biarpun
jumlah lawan di kedua pihak tidak sama banyaknya,
ternyata pertempuran itu telah berlangsung dengan
sama imbangan dalam kekuatannya.
Dalam pertempuran itu, sebenarnya Wie Hui tidak
mengetahui bahwa pedangnya Poan Thian ada begitu
tajam. Jikalau ia ketahui ini lebih siang, ia tentu lebih
suka berkelahi dengan tangan kosong saja.
Tahu-tahu ketika goloknya terbacok putus oleh
pedangnya Lie Poan Thian, barulah ia jadi terperanjat
dan lekas-lekas berlompat ke samping sambil
melemparkan senjatanya yang telah tinggal separuh
itu.
Sementara Poan Thian sendiri yang menyaksikan
lawannya telah tidak bersenjata lagi, buru-buru ia
masukkan pedang itu ke dalam serangkanya.
Demikianlah, pertempuran selanjutnya telah dilakukan
olehnya dengan sama-sama bertangan kosong, yang
mana sebenarnya lebih digemari oleh Poan Thian
daripada bertempur dengan memakai senjata.
Kedua lawan ini yang masih asing dengan kepandaian
musuh masing-masing, kelihatannya agak ragu-ragu
tatkala pertempuran baru saja berjalan beberapa
jurus lamanya. Tetapi setelah kedua pihak telah
menyaksikan dan mengetahui gerakan-gerakan
masing-masing, barulah pertempuran itu menjadi
semakin sengit, semakin hebat, sehingga orang cuma
menampak saja bayangan orang-orang yang sedang
bertempur, tetapi tidak dapat melihat tegas yang
mana Lie Poan Thian atau yang mana Wie Hui!
Selagi pertempuran itu berlangsung dalam saat-saat
yang amat tegang dan seolah-olah tak dapat disudahi
apabila belum ada salah seorang yang mati atau mau
menyerah kalah, tiba-tiba Poan Thian telah dibikin
kaget oleh seorang yang muncul dengan sekonyong-
konyong dan membentak: „Hei, budak she Lie! Setelah
beberapa kali kita bertemu untuk menjajal ilmu
kepandaian masing-masing, sekarang inilah ada hari
yang terakhir bagimu akan melihat dunia ini! Jangan
lari! Aku Liu Tay Hong belum merasa puas apabila
belum dapat meminum darah atau memakan
dagingmu!”
Dalam pada itu, Poan Thian yang memang selalu
berlaku waspada memperhatikan serangan-serangan
Wie Hui yang semakin lama menjadi semakin gencar
itu, dengan lantas mengerti, bahwa dia hendak
dijebak oleh pihak musuhnya, terutama Liu Tay Hong
ini yang memang menjadi musuh besarnya dan
permusuhan itu tidak akan bisa berakhir, jikalau salah
seorang belum ada yang mati.
Maka pada sebelum Wie Hui keburu memberi tanda
supaya sang kawan itu jangan turut campur dalam
pertempuran yang sedang berlangsung itu, mendadak
Tay Hong telah berlompat maju sambil menghunus
sebilah golok dan menerjang pada Lie Poan Thian
dengan secara mati-matian.
Oleh sebab itu, pemuda kita yang sedang bertempur
dengan Wie Hui dan belum ketahuan bagaimana
kesudahannya, sudah tentu saja jadi agak sibuk
untuk menjaga diri dari serangan-serangan Tay Hong
yang bersenjata dan nekat itu. Maka sambil meladeni
Wie Hui di satu pihak, pemuda kitapun telah tidak
mensia-siakan kesempatan untuk melindungi diri
dengan ilmu pukulan Khong-siu-jip-pek-jim, yang
memang khusus diciptakan oleh para ahli silat
angkatan tua dalam perlawanan tangan kosong
terhadap pihak musuh yang bersenjatakan golok atau
barang tajam yang lainnya.
Dalam pertempuran satu melawan dua yang agak
ganjil itu, banyak macam ilmu pukulan telah diajukan
buat merobohkan salah satu pihak, tetapi berkat
ketangkasan dan kepandaian masing-masing,
belumlah tampak pihak mana yang lebih unggul atau
asor, walaupun pertempuran itu telah berlangsung
beberapa puluh jurus lamanya.
Pada satu saat ketika Poan Thian maju menerjang
pada Wie Hui dengan menggunakan ilmu tendangan
Soan-hong-tui yang sudah cukup terkenal tentang
kelihayannya, Liu Tay Hong di lain pihak telah
mengayunkan goloknya dari bagian atas ke arah
bawah, hendak membelah kepalanya pemuda kita
dengan menggunakan tipu Tok-pek-hoa-san. Tetapi
Poan Thian yang bermata celi dan tidak mudah
dise
http://cerita-silat.mywapblog.com
lomoti oleh pihak musuhnya, buru-buru miringkan
kepalanya sedikit untuk meluputkan diri dari bacokan
itu. Dengan cara-cara ini Poan Thian memang telah
berhasil dapat meluputkan dirinya daripada bacokan
tersebut, tetapi berbareng dengan itu, ia telah luput
pula akan merobohkan pada Wie Hui dengan
tendangannya.
Hal itu, sudah barang tentu, telah membikin pemuda
kita jadi amat jengkel dan sengit. Karena dengan
bertambahnya Tay Hong dalam pertempuran segi tiga
itu, bukan saja telah memperlambat pekerjaannya
untuk mengakhiri pertempurannya dengan Wie Hui,
tetapi juga tak dapat ia „mengukur” dengan betul,
sampai dimana kepandaiannya Wie Hui yang benar
dalam pertempuran satu lawan satu.
Maka untuk dapat melaksanakan dan menjajakkan
ini semua, ia pikir paling betul robohkan dahulu Tay
Hong yang menjadi cumi-cumi dalam pertempuran itu,
kemudian baru melangsungkan jalannya pertempuran
untuk menguji sampai dimana kepandaian Wie Hui
yang namanya sangat disohorkan orang sebagai salah
seorang ahli Pek-houw-kang yang termuda di masa
itu.
Tetapi, sebagaimana telah kita katakan di muka ini,
ilmu kepandaian Tay Hong sekarang telah beroleh
banyak kemajuan dan berbeda jauh semenjak ia
pertama kali bertempur dengan Lie Poan Thian di
rumahnya Tan Tong Goan, hingga untuk dapat lekas
mengakhiri separuh dari pertempuran segi tiga ini,
Poan Thian tak dapat berbuat lain daripada
menggunakan pedangnya dalam menghadapi Tay
Hong yang bersenjata dan gerakan-gerakannya amat
gesit itu.
Maka setelah ia berpikir beberapa saat lamanya, buru-
buru ia berlompat untuk mengasih lewat kakinya Wie
Hui yang ditendangkan ke arah ulu hatinya, sedang
tangan kanannya lekas menghunus pedang yang lalu
dipergunakan untuk menahan serangan-serangan Liu
Tay Hong, yang ketika itu telah menerjang maju
sambil menusuk ke arah iganya dengan kecepatan
bagaikan kilat yang menyamber ke muka bumi.
Lie Poan Thian yang sekarang tidak boleh pandang
terlalu ringan pula lawannya itu, dengan cepat telah
putarkan pedangnya dan membacok ujung golok Tay
Hong yang dijujukan ke arah tubuhnya itu. Dan
berbareng dengan terdengarnya suara barang tajam
yang beradu dan muncratnya beberapa banyak lelatu
api, separuh dari golok yang tergenggam oleh Tay
Hong itu telah terkupas dan terpental entah kemana
perginya!
Bacokan yang berhasil itu karena dibarengi juga
dengan satu tendangan, telah membikin Tay Hong
yang terperanjat karena goloknya terkupas, jadi
semakin terkesiap hatinya, tatkala melihat
menyambernya tendangan Poan Thian yang secepat
kilat itu. Dan sebelum ia keburu mengegos untuk
menghindarkan diri daripada tendangan itu, kakinya
Poan Thian telah sampai dan bikin ia mengeluarkan
satu suara jeritan ngeri sambil membuang diri ke
samping jalan gunung yang penuh ditumbuhi dengan
rumput-rumput. Dan ketika Tay Hong jatuh ke atas
rumput-rumput itu, mendadak Poan Thian mendengar
ia itu berseru: „Matilah aku sekali ini!” Hal mana, sudah
barang tentu, telah membikin Poan Thian jadi heran
dan tidak mengerti. Karena, pikirnya, cara bagaimana
Tay Hong boleh berteriak begitu, sedangkan ia sama
sekali tidak kena tertendang dan telah keburu
membuang dirinya?
„O Mi To Hud!” Begitulah Poan Thian telah
mengucapkan, tatkala menyaksikan di antara tepi
jalan yang ditumbuhi rumput-rumput itu mendadak
tampak merekah sebuah lubang jebakan yang besar
dan dalam, kemana Tay Hong telah jatuh terjerumus
dan tak pernah kembali ke dunia fana!
Itulah sebabnya mengapa Tay Hong telah
memperdengarkan teriakannya yang mengandung
rasa ketakutan tadi, hingga Poan Thian jadi bergidik
apabila mengetahui jelas duduknya perkara yang
sangat menyeramkan ini!
Maka dengan hilangnya seorang lawan ini, Poan Thian
jadi dapat melanjutkan pertempurannya dengan Wie
Hui dengan secara lebih leluasa dan mencurahkan
sepenuhnya perhatiannya ke suatu jurusan saja.
Begitulah tatkala pertempuran itu telah berlangsung
pula setelah Poan Thian menyimpan kembali
http://cerita-silat.mywapblog.com
Seindah Mata Kristalnya - Mayoko Aiko Pelangi di Sengigi - Mayoko Aiko Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek The Heroes of Olympus 3: The Mark of Athena (Tanda Athena) The Heroes of Olympus 2: The Son of Neptune (Putra Neptunus) bag I
yang kemudian telah
turun ke bawah gunung dengan beramai-ramai dan
segera mengepung calon paderi itu. Tetapi biarpun
jumlah lawan di kedua pihak tidak sama banyaknya,
ternyata pertempuran itu telah berlangsung dengan
sama imbangan dalam kekuatannya.
Dalam pertempuran itu, sebenarnya Wie Hui tidak
mengetahui bahwa pedangnya Poan Thian ada begitu
tajam. Jikalau ia ketahui ini lebih siang, ia tentu lebih
suka berkelahi dengan tangan kosong saja.
Tahu-tahu ketika goloknya terbacok putus oleh
pedangnya Lie Poan Thian, barulah ia jadi terperanjat
dan lekas-lekas berlompat ke samping sambil
melemparkan senjatanya yang telah tinggal separuh
itu.
Sementara Poan Thian sendiri yang menyaksikan
lawannya telah tidak bersenjata lagi, buru-buru ia
masukkan pedang itu ke dalam serangkanya.
Demikianlah, pertempuran selanjutnya telah dilakukan
olehnya dengan sama-sama bertangan kosong, yang
mana sebenarnya lebih digemari oleh Poan Thian
daripada bertempur dengan memakai senjata.
Kedua lawan ini yang masih asing dengan kepandaian
musuh masing-masing, kelihatannya agak ragu-ragu
tatkala pertempuran baru saja berjalan beberapa
jurus lamanya. Tetapi setelah kedua pihak telah
menyaksikan dan mengetahui gerakan-gerakan
masing-masing, barulah pertempuran itu menjadi
semakin sengit, semakin hebat, sehingga orang cuma
menampak saja bayangan orang-orang yang sedang
bertempur, tetapi tidak dapat melihat tegas yang
mana Lie Poan Thian atau yang mana Wie Hui!
Selagi pertempuran itu berlangsung dalam saat-saat
yang amat tegang dan seolah-olah tak dapat disudahi
apabila belum ada salah seorang yang mati atau mau
menyerah kalah, tiba-tiba Poan Thian telah dibikin
kaget oleh seorang yang muncul dengan sekonyong-
konyong dan membentak: „Hei, budak she Lie! Setelah
beberapa kali kita bertemu untuk menjajal ilmu
kepandaian masing-masing, sekarang inilah ada hari
yang terakhir bagimu akan melihat dunia ini! Jangan
lari! Aku Liu Tay Hong belum merasa puas apabila
belum dapat meminum darah atau memakan
dagingmu!”
Dalam pada itu, Poan Thian yang memang selalu
berlaku waspada memperhatikan serangan-serangan
Wie Hui yang semakin lama menjadi semakin gencar
itu, dengan lantas mengerti, bahwa dia hendak
dijebak oleh pihak musuhnya, terutama Liu Tay Hong
ini yang memang menjadi musuh besarnya dan
permusuhan itu tidak akan bisa berakhir, jikalau salah
seorang belum ada yang mati.
Maka pada sebelum Wie Hui keburu memberi tanda
supaya sang kawan itu jangan turut campur dalam
pertempuran yang sedang berlangsung itu, mendadak
Tay Hong telah berlompat maju sambil menghunus
sebilah golok dan menerjang pada Lie Poan Thian
dengan secara mati-matian.
Oleh sebab itu, pemuda kita yang sedang bertempur
dengan Wie Hui dan belum ketahuan bagaimana
kesudahannya, sudah tentu saja jadi agak sibuk
untuk menjaga diri dari serangan-serangan Tay Hong
yang bersenjata dan nekat itu. Maka sambil meladeni
Wie Hui di satu pihak, pemuda kitapun telah tidak
mensia-siakan kesempatan untuk melindungi diri
dengan ilmu pukulan Khong-siu-jip-pek-jim, yang
memang khusus diciptakan oleh para ahli silat
angkatan tua dalam perlawanan tangan kosong
terhadap pihak musuh yang bersenjatakan golok atau
barang tajam yang lainnya.
Dalam pertempuran satu melawan dua yang agak
ganjil itu, banyak macam ilmu pukulan telah diajukan
buat merobohkan salah satu pihak, tetapi berkat
ketangkasan dan kepandaian masing-masing,
belumlah tampak pihak mana yang lebih unggul atau
asor, walaupun pertempuran itu telah berlangsung
beberapa puluh jurus lamanya.
Pada satu saat ketika Poan Thian maju menerjang
pada Wie Hui dengan menggunakan ilmu tendangan
Soan-hong-tui yang sudah cukup terkenal tentang
kelihayannya, Liu Tay Hong di lain pihak telah
mengayunkan goloknya dari bagian atas ke arah
bawah, hendak membelah kepalanya pemuda kita
dengan menggunakan tipu Tok-pek-hoa-san. Tetapi
Poan Thian yang bermata celi dan tidak mudah
dise
http://cerita-silat.mywapblog.com
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek
lomoti oleh pihak musuhnya, buru-buru miringkan
kepalanya sedikit untuk meluputkan diri dari bacokan
itu. Dengan cara-cara ini Poan Thian memang telah
berhasil dapat meluputkan dirinya daripada bacokan
tersebut, tetapi berbareng dengan itu, ia telah luput
pula akan merobohkan pada Wie Hui dengan
tendangannya.
Hal itu, sudah barang tentu, telah membikin pemuda
kita jadi amat jengkel dan sengit. Karena dengan
bertambahnya Tay Hong dalam pertempuran segi tiga
itu, bukan saja telah memperlambat pekerjaannya
untuk mengakhiri pertempurannya dengan Wie Hui,
tetapi juga tak dapat ia „mengukur” dengan betul,
sampai dimana kepandaiannya Wie Hui yang benar
dalam pertempuran satu lawan satu.
Maka untuk dapat melaksanakan dan menjajakkan
ini semua, ia pikir paling betul robohkan dahulu Tay
Hong yang menjadi cumi-cumi dalam pertempuran itu,
kemudian baru melangsungkan jalannya pertempuran
untuk menguji sampai dimana kepandaian Wie Hui
yang namanya sangat disohorkan orang sebagai salah
seorang ahli Pek-houw-kang yang termuda di masa
itu.
Tetapi, sebagaimana telah kita katakan di muka ini,
ilmu kepandaian Tay Hong sekarang telah beroleh
banyak kemajuan dan berbeda jauh semenjak ia
pertama kali bertempur dengan Lie Poan Thian di
rumahnya Tan Tong Goan, hingga untuk dapat lekas
mengakhiri separuh dari pertempuran segi tiga ini,
Poan Thian tak dapat berbuat lain daripada
menggunakan pedangnya dalam menghadapi Tay
Hong yang bersenjata dan gerakan-gerakannya amat
gesit itu.
Maka setelah ia berpikir beberapa saat lamanya, buru-
buru ia berlompat untuk mengasih lewat kakinya Wie
Hui yang ditendangkan ke arah ulu hatinya, sedang
tangan kanannya lekas menghunus pedang yang lalu
dipergunakan untuk menahan serangan-serangan Liu
Tay Hong, yang ketika itu telah menerjang maju
sambil menusuk ke arah iganya dengan kecepatan
bagaikan kilat yang menyamber ke muka bumi.
Lie Poan Thian yang sekarang tidak boleh pandang
terlalu ringan pula lawannya itu, dengan cepat telah
putarkan pedangnya dan membacok ujung golok Tay
Hong yang dijujukan ke arah tubuhnya itu. Dan
berbareng dengan terdengarnya suara barang tajam
yang beradu dan muncratnya beberapa banyak lelatu
api, separuh dari golok yang tergenggam oleh Tay
Hong itu telah terkupas dan terpental entah kemana
perginya!
Bacokan yang berhasil itu karena dibarengi juga
dengan satu tendangan, telah membikin Tay Hong
yang terperanjat karena goloknya terkupas, jadi
semakin terkesiap hatinya, tatkala melihat
menyambernya tendangan Poan Thian yang secepat
kilat itu. Dan sebelum ia keburu mengegos untuk
menghindarkan diri daripada tendangan itu, kakinya
Poan Thian telah sampai dan bikin ia mengeluarkan
satu suara jeritan ngeri sambil membuang diri ke
samping jalan gunung yang penuh ditumbuhi dengan
rumput-rumput. Dan ketika Tay Hong jatuh ke atas
rumput-rumput itu, mendadak Poan Thian mendengar
ia itu berseru: „Matilah aku sekali ini!” Hal mana, sudah
barang tentu, telah membikin Poan Thian jadi heran
dan tidak mengerti. Karena, pikirnya, cara bagaimana
Tay Hong boleh berteriak begitu, sedangkan ia sama
sekali tidak kena tertendang dan telah keburu
membuang dirinya?
„O Mi To Hud!” Begitulah Poan Thian telah
mengucapkan, tatkala menyaksikan di antara tepi
jalan yang ditumbuhi rumput-rumput itu mendadak
tampak merekah sebuah lubang jebakan yang besar
dan dalam, kemana Tay Hong telah jatuh terjerumus
dan tak pernah kembali ke dunia fana!
Itulah sebabnya mengapa Tay Hong telah
memperdengarkan teriakannya yang mengandung
rasa ketakutan tadi, hingga Poan Thian jadi bergidik
apabila mengetahui jelas duduknya perkara yang
sangat menyeramkan ini!
Maka dengan hilangnya seorang lawan ini, Poan Thian
jadi dapat melanjutkan pertempurannya dengan Wie
Hui dengan secara lebih leluasa dan mencurahkan
sepenuhnya perhatiannya ke suatu jurusan saja.
Begitulah tatkala pertempuran itu telah berlangsung
pula setelah Poan Thian menyimpan kembali
http://cerita-silat.mywapblog.com
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek