Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Ketika Barongsai Menari - 43

$
0
0
Cerita Cinta | Ketika Barongsai Menari | by V. Lestari | Ketika Barongsai Menari | Cersil Sakti | Ketika Barongsai Menari pdf

Seindah Mata Kristalnya - Mayoko Aiko Pelangi di Sengigi - Mayoko Aiko Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek The Heroes of Olympus 3: The Mark of Athena (Tanda Athena) The Heroes of Olympus 2: The Son of Neptune (Putra Neptunus) bag I

bukan cuma alamat rumah yang diberikan Ron kepadanya, melainkan juga alamat kantor, juga nomor telepon rumah serta kantor. Dengan kelengkapan itu jelas keseriusan Viv ingin bertemu dengannya.
  Mungkin pemikiran tentang Kristin dan Jason tadi pagi yang memunculkan niat Tom untuk memenuhi permintaan Viv itu. Secara mental ia sudah siap. Ia yakin akan hal itu. Ia toh bukan manusia statis.
  Sekarang ini pastilah Viv sudah tahu dari Ron mengenai kehadirannya di Jakarta. Lalu menunggu-nunggu. Menurut Ron, Viv masih sendiri. Sama seperti dirinya. Dengan demikian, ia bisa berhadapan dengan Viv secara lebih leluasa. Tak ada orang ketiga yang akan menanggapi macam-macam.
  Tetapi niatnya yang muncul tiba-tiba dan segera dilaksanakannya itu belum disampaikannya kepada
  272
  Viv lewat telepon seperti seharusnya. Ia juga tidak memberitahu kedua orangtuanya mengenai rencananya itu. Pada saat itu ia ingin bertindak murni oleh kehendak dan pemikiran sendiri, tanpa dipengaruhi orang lain.
  Jam sepuluh pagi ia berdiri di depan rumah Viv, sesuai alamat yang ada padanya. Sebuah rumah ukuran sedang yang merupakan bangunan lama. Jalan di depan rumah cukup lebar. Ia memiliki ruang gerak yang leluasa. Dari pengalaman sebelumnya, saat mengamati rumah Kristin, ia sadar tidak patut mengamati rumah orang secara terang-terangan. Maka ia memperhatikan sekilas, berjalan ke ujung jalan, kemudian kembali lagi. Pada saat itu Viv berada di kantornya, di kawasan Jalan Jenderal Sudirman. Tetapi anaknya pasti berada di rumah.
  Tom melakukan hal itu secara spontan saja tanpa pertimbangan apa-apa. Ia ingin melihat Debbie dulu tanpa dihadiri Viv. Ia tak ingin membuat Viv bersiap-siap menerima kedatangannya. Biarlah wajar-wajar saja. Aneh juga kalau dipikir bahwa selama bertahun-tahun perasaannya dingin saja terhadap anak itu. Bahkan saat awal ia menginjak Jakarta, tak muncul sedikit pun keinginan untuk melihatnya. Bertemu dengan Viv oke saja, tapi tidak Debbie. Sampai terpikir untuk menemui Viv di kantornya saja.
  Sekarang ia sudah berada di situ. Pagar rumahnya rendah sehingga pemandangan ke halaman dan bagian depan rumah tidak terhalang. Pintunya tertutup. Halamannya cukup apik, dihiasi tanaman hias yang subur. Beberapa pot gantung dengan tanaman menjuntai ke bawah berderet di bawah plafon teras.
  273
  Orang-orang yang berlalu lalang melewatinya. Seorang perempuan gemuk mendekatinya. "Cari siapa, Mas?" tanyanya sopan.
  "Ini rumahnya Ibu Vivian?"
  "Betul. Tapi setahu saya dia ada di kantor."
  "Kalau begitu saya mau nitip pesan saja. Apa ada yang jaga?" tanya Tom sambil menatap ke arah rumah.
  "Biar saya panggilin. Ada pembantu dan susternya kok." Perempuan gemuk itu mengetuk pintu sambil berteriak, "Mbaaak! Mbaaak! Ada tamu!"
  Tak lama kemudian pintu terbuka, disusul munculnya seorang perempuan bergaun putih. "Nah, itu suster anaknya, Mas!" kata si perempuan gemuk.
  "Terima kasih, Bu!"
  Perempuan gemuk itu berlalu. Rupanya tetangga sebelah rumah.
  Tom kembali mengalihkan perhatian ke dalam rumah Viv. Suster tadi sudah berada di depannya. Tom sudah membuka mulut untuk berbicara, tetapi kata-katanya tak jadi keluar. Ia melihat Debbie berlari keluar menghampiri susternya. Siapa lagi kalau bukan Debbie, karena gadis kecil berusia sekitar lima tahun itu berkulit putih, berambut ikal berwarna kuning keemasan, dan bermata biru! Ia mengamatinya dengan saksama. Benarlah kata ibunya, bahwa Debbie mirip boneka Barbie!
  "Cari Ibu ya, Pak?" tegur Suster.
  "Oh ya. Tapi dia di kantor, bukan?"
  "Betul, Pak." Suster ragu-ragu apakah sepatutnya
  274
  menyilakan si tamu masuk. Tapi ia tidak berani. Bagaimana kalau tamu ini orang jahat?
  Perhatian Tom hanya tertuju kepada Debbie. Anak itu pun balas memandangnya.
  "Ini pasti Debbie. Hai, Deb!" tegur Tom.
  "Hai!" sahut Debbie lincah. Dia bukan anak pemalu.
  "Sudah sekolah?"
  "Sudah, Oom. Kelas nol kecil. Oom siapa? Temannya Mami?"
  "Ya. Saya Oom Tom, teman Mami dari Amerika."
  "Wow! Kata Mami, nanti saya juga akan ke Amerika. Daddy ada di sana."
  Tom tertegun. Kemudian ia menyadari tatapan Suster. "Biar saya telepon Bu Viv saja."
  "Tapi... tapi telepon di rumah la
  http://cerita-silat.mywapblog.com
Ketika Barongsai Menari - V. Lestari

  gi rusak, Pak," Suster berbohong. Ia sudah diajari bahwa orang yang berniat jahat suka berdalih pinjam telepon supaya diizinkan masuk.
  "Saya bawa telepon sendiri, Mbak. Tunggu sebentar, ya."
  Tom mengeluarkan telepon genggam milik ayahnya sementara Suster bersama Debbie tetap di balik pagar. Debbie terus mengawasi Tom dengan pandangan tertarik. Tak lama kemudian Tom sudah berbicara dengan Viv. Kedengaran Viv mengeluarkan seruan surprise.
  "Aduh! Kukira kau tidak mau datang! Kenapa tidak bilang dari kemarin?" "Aku kebetulan lewat saja." "Sekarang di mana?"
  275
  "Di depan rumahmu. Maksudku di luar pagar. Di depanku ada Debbie dan Suster."
  "Oh!" seruan kaget. "Jadi... jadi sudah ketemu, ya?"
  "Ya. Dia memanggilku Oom Tom."
  "Begini saja, Tom. Maukah kau menungguku sebentar? Atau kau ada keperluan lain? Mungkin kau akan datang lagi di sore hari, usai aku kerja. Atau hari Minggu? Kalau kau mau menungguku, aku akan datang."
  "Oke. Aku tunggu. Tapi sebaiknya bicara dulu sama Suster, ya. Dia sangat berhati-hati."
  Tom menyerahkan teleponnya kepada Suster yang kemudian terlibat pembicaraan dengan Viv. Tak lama kemudian ia menyerahkan kembali telepon kepada Tom sambil meminta maaf. Pintu terbuka untuk Tom. Begitu ia masuk, Debbie meraih tangannya, lalu membimbingnya masuk rumah.
  276
  IX
  Jakarta, bulan Juli.
  Harun berangkat ke Kampung Belakang dengan penuh percaya diri. Ia sudah mematangkan rencananya. Di dalam dompetnya terdapat uang lima ratus ribu rupiah. Bekal uang selalu penting untuk membujuk dan melunakkan hati orang. Bila ia sampai harus melepaskan uang itu, ia tidak akan rugi, karena ia masih punya sisa lima ratus ribu dari bagian Adam yang diberikan kepadanya. Ia memuji kecerdikannya sendiri.
  Ia tahu, perbuatannya itu akan meretakkan hubungannya dengan Adam. Tapi apa pedulinya? Kalau ia renungkan lagi berbagai peristiwa ke belakang, diawali dari-pertemuan pertamanya dengan Adam setelah sekian tahun tidak bertemu, maka sekarang menjadi jelas apa sebenarnya yang mendorong Adam hingga bersikap ramah dan bersahabat kepadanya. Kenapa Adam mengejarnya sampai ke halte bus dan kemudian mentraktirnya makan segala? Padahal kalau cuma ingin bertemu dan berbincang, masih ada hari esok. Ketika itu ia merasa tersentuh karena mengira
  277
  Adam merasa dekat dengannya akibat hubungan masa lalu. Rupanya tidak ada hal yang sentimental seperti itu. Sebenarnya Adam juga tidak peduli kepadanya, ia hanya terpaksa peduli.
  Biasanya, orang yang punya kesalahan itu gampang menaruh curiga. Demikian pula Adam. Pantaslah Adam berusaha mengorek segala yang diketahuinya mengenai tragedi yang menimpa kawasan Pantai Nyiur Melambai di bulan Mei tahun sembilan delapan. Khususnya kemalangan Sonny.
  Kenapa Adam berusaha menyembunyikan kasus motor Sonny itu? Seandainya pun orangtua Sonny tahu mengenai motor yang dibakar massa itu, mereka juga tak akan menuntut ganti rugi. Itu bukanlah kesalahan Adam. Yang ingin disembunyikan Adam adalah kenapa ia sampai menggunakan motor itu!
  Orang yang mengambil guci itu punya posisi penting. Jadi harus ditanyai dengan hati-hati. Pada saat mengambil benda itu, adakah ditemuinya Sonny di rumahnya? Apakah waktu itu Sonny bersembunyi karena tak sempat lagi melarikan diri, hingga ia terbakar hangus bersama rumahnya? Bila Sonny memang masih hidup sampai memutuskan bersembunyi, maka itu berarti ia mendengar saat pintunya digedor dan bisa bersiap lebih dini. Tapi kenyataannya Sonny tidak menjawab dan juga tidak keluar. Naluri Harun mengatakan, Sonny memang masih ada di rumahnya ketika pintunya digedor tapi ia tak mampu bereaksi. Sudah matikah dia? Yang bisa memberi jawaban pasti adalah orang yang mengambil guci itu. Tapi yang menyulitkan adalah mereka takut bicara. Bila mereka menceritakan apa yang mereka lihat, maka
  278
  itu berarti mengakui bahwa waktu itu mereka ikut menjarah. Siapa sih yang mau mempersulit diri sendiri?
  Semakin lama dipikirkan dan segala segi dipertautkan, maka ia jadi semakin tergelitik. Semangatnya meninggi drastis seperti mendapat suntikan adrenalin ke dalam pembuluh darahnya. Dia akan mencari orang itu. Kuncinya ada
  http://cerita-silat.mywapblog.com
Ketika Barongsai Menari - V. Lestari

 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>