Cerita Silat | Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak | by Rajakelana | Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak | Kong Ciak Bi-Siucai | Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak pdf
Seindah Mata Kristalnya - Mayoko Aiko Pelangi di Sengigi - Mayoko Aiko Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek The Heroes of Olympus 3: The Mark of Athena (Tanda Athena) The Heroes of Olympus 2: The Son of Neptune (Putra Neptunus) bag I
baginya, sebuah gerakan melukis yang aneh berkiblat
cepat ke arahnya dan ia tercekat
“tuk..tuk...”dua totolan ampuh telah bersarang di
kening dan dadanya yang kurus, tanpa bersambat ia
tumbang dengan nafas senin kamis, wajahnya
berkedut menahan sakit yang luar biasa.
Ban-pi-sin-lo kini tinggal sendiri, dan sekali gebrak
dengan serangan cepat sebuah gerak su-hoat yang
membingungkan membuat ban-pi-sin-lo t erdesak
hebat, dan pada jurus ke dua puluh, Ban-pi-sin-lo tidak
dapat bertahan
“tuk...tuk....tuk...” tiga totolan sakti menghantam
lambung, punggung dan belakang kepala ban-pi-sin-lo,
laksana nangka jatuh ban-pi-sin-lo ambruk
bergedebuk tewas seketika.
Han-bun-liong dengan cepat menyerang dengan ilmu
pedangnya yang luar biasa Han-sian-hui melompat
dan dari atas ia merubah gerakannya dengan “bun-
sian-minling-ci” (jari titah dewa sastra)” serangan bun-
liong selalu patah dan terbentur, Han-bun-liong
membarengi serangannya dengan pukulan sakti jarak
jauh, lalu kemudian ia mengejar dengan kilatan bun-
liong-sian-kiam, pertempuran berjalan seru dan
menegangkan, gempuran pukulan sakti yang luput
menjebol dinding ruangan sehingga hancur lluluh, sin-
kang dan gin-kang yang hampir imbang itu berkutat
saling menekan, pagi sudah berubah siang,
pertempuran diruangan yang luas itu terpaksa pindah
keluar, karena ruangan itu sudah bergetar dan
kemungkinan akan roboh,karena banyak tiang
penyanggah yang hancur dan jebol.
Dan ternyata benar, karena baru tiga puluh jurus
berlalu, bangunan mewah itu runtuh menimbulkan
suara gemuruh dan tempat itu bergetar kuat, naas
bagi Coa-kim dan ban-eng-li-mo yang masih
bertarung nyawa, tergencet material runtuhan, Han-
bun-liong makin mendongkol sehingga ia
mempergencar serangannya, Han-bun-liong dengan
apik melayani serangan saudaranya ini, karena
tenaga mereka seimbang pertarungan itu sangat seru
dan menegangkan, berkali-kali benturan sin-kang
berdentum memekakkan telinga dan arena
pertarungan itu sudah porak poranda laksana dilanda
topan.
Han-sian-hui berpikir harus menyudahi pertempuran
yang hampir seharian ini, sebentar lagi malam akan
tiba, dengan sebuah salto yang indah ia menjauh dan
mendarat dengan ringan, lalu dengan cepat ia
merubah jurusnya, kali ini Han-sian-hui mengeluarkan
jurus barunya yakni “beng-sin-ciang” (telapak sakti
arwah) jurus yang dimotori thian-te-siulian ini
bergerak kokoh dan memapaki serangan hebat dari
Han-bun-liong
“bum...eit...” Han-bun-liong terkejut, tenaganya seperti
amblas dan membrotot keluar tanpa dapat dicegah, ia
hendak menarik tangannya yang menempel namun ia
makin panik karena tangannya menempel kuat
terhisap, dia meringis pucat dan tenaganya terus
merembes dan membuat tubuhnya makin lemah, lalu
Han-sian-hui dengan sebuah gerakan siulian
menghentikan tenaga hisap tersebut, dan Han-bun-
liong yang masih sadar segera bergerak mengayun
pedangnya ke arah leher Han-sian-hui, Han-sian-hui
mengelak dengan sikap kayang dan kakinya yang
penuh sin-kang melesat menghantam bawah dagu
Han-bun-liong t
“prak...” takpelak dagu itu hancur dan tulang lehernya
patah dan ia ambruk tewas dengan kepala terkulai.
Han-sian-hui terkesima melihat kepala saudaranya
yang terkulai lemah dan tidak terasa matanya
berkaca-kaca, Han-sian-hui melihat sekelilingnya,
ternyata para penduduk sedang berdiri menonton dari
kejauhan, ia mengangkat tubuh saudaranya dan
meninggalkan tempat itu, para penduduk segera
menyerbu reruntuhan bangunan mereka berusaha
mengambil harta benda yang tertimpa rentuhan, hati
mereka bersorak kegirangan akan akhir dari tirani
yang menghantui mereka, sementara diluar kota
Nanjing Han-sian-hui menguburkan jasad Han-bun-
liong, semalaman ia duduk di pinggir makam Han-
bun-liong, dan Keesokan harinya Han-sian-hui
meninggalkan makam Han-bun-liong, dan di
punggung Han-sian-hui tersampir pedang naga sastra.
Demikian akhir cerita kong-ciak-bi-siucai, semoga
bermamfaat sebagai bacaan yang menghibur
Batam 27 Desember 2014
Rajakelana
Tunggu lanjutan dari kongciak-bi-siucai dengan judul
Asmara Cinta Kongciak-Bi-Siucai
http://cerita-silat.mywapblog.com
Seindah Mata Kristalnya - Mayoko Aiko Pelangi di Sengigi - Mayoko Aiko Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek The Heroes of Olympus 3: The Mark of Athena (Tanda Athena) The Heroes of Olympus 2: The Son of Neptune (Putra Neptunus) bag I
baginya, sebuah gerakan melukis yang aneh berkiblat
cepat ke arahnya dan ia tercekat
“tuk..tuk...”dua totolan ampuh telah bersarang di
kening dan dadanya yang kurus, tanpa bersambat ia
tumbang dengan nafas senin kamis, wajahnya
berkedut menahan sakit yang luar biasa.
Ban-pi-sin-lo kini tinggal sendiri, dan sekali gebrak
dengan serangan cepat sebuah gerak su-hoat yang
membingungkan membuat ban-pi-sin-lo t erdesak
hebat, dan pada jurus ke dua puluh, Ban-pi-sin-lo tidak
dapat bertahan
“tuk...tuk....tuk...” tiga totolan sakti menghantam
lambung, punggung dan belakang kepala ban-pi-sin-lo,
laksana nangka jatuh ban-pi-sin-lo ambruk
bergedebuk tewas seketika.
Han-bun-liong dengan cepat menyerang dengan ilmu
pedangnya yang luar biasa Han-sian-hui melompat
dan dari atas ia merubah gerakannya dengan “bun-
sian-minling-ci” (jari titah dewa sastra)” serangan bun-
liong selalu patah dan terbentur, Han-bun-liong
membarengi serangannya dengan pukulan sakti jarak
jauh, lalu kemudian ia mengejar dengan kilatan bun-
liong-sian-kiam, pertempuran berjalan seru dan
menegangkan, gempuran pukulan sakti yang luput
menjebol dinding ruangan sehingga hancur lluluh, sin-
kang dan gin-kang yang hampir imbang itu berkutat
saling menekan, pagi sudah berubah siang,
pertempuran diruangan yang luas itu terpaksa pindah
keluar, karena ruangan itu sudah bergetar dan
kemungkinan akan roboh,karena banyak tiang
penyanggah yang hancur dan jebol.
Dan ternyata benar, karena baru tiga puluh jurus
berlalu, bangunan mewah itu runtuh menimbulkan
suara gemuruh dan tempat itu bergetar kuat, naas
bagi Coa-kim dan ban-eng-li-mo yang masih
bertarung nyawa, tergencet material runtuhan, Han-
bun-liong makin mendongkol sehingga ia
mempergencar serangannya, Han-bun-liong dengan
apik melayani serangan saudaranya ini, karena
tenaga mereka seimbang pertarungan itu sangat seru
dan menegangkan, berkali-kali benturan sin-kang
berdentum memekakkan telinga dan arena
pertarungan itu sudah porak poranda laksana dilanda
topan.
Han-sian-hui berpikir harus menyudahi pertempuran
yang hampir seharian ini, sebentar lagi malam akan
tiba, dengan sebuah salto yang indah ia menjauh dan
mendarat dengan ringan, lalu dengan cepat ia
merubah jurusnya, kali ini Han-sian-hui mengeluarkan
jurus barunya yakni “beng-sin-ciang” (telapak sakti
arwah) jurus yang dimotori thian-te-siulian ini
bergerak kokoh dan memapaki serangan hebat dari
Han-bun-liong
“bum...eit...” Han-bun-liong terkejut, tenaganya seperti
amblas dan membrotot keluar tanpa dapat dicegah, ia
hendak menarik tangannya yang menempel namun ia
makin panik karena tangannya menempel kuat
terhisap, dia meringis pucat dan tenaganya terus
merembes dan membuat tubuhnya makin lemah, lalu
Han-sian-hui dengan sebuah gerakan siulian
menghentikan tenaga hisap tersebut, dan Han-bun-
liong yang masih sadar segera bergerak mengayun
pedangnya ke arah leher Han-sian-hui, Han-sian-hui
mengelak dengan sikap kayang dan kakinya yang
penuh sin-kang melesat menghantam bawah dagu
Han-bun-liong t
“prak...” takpelak dagu itu hancur dan tulang lehernya
patah dan ia ambruk tewas dengan kepala terkulai.
Han-sian-hui terkesima melihat kepala saudaranya
yang terkulai lemah dan tidak terasa matanya
berkaca-kaca, Han-sian-hui melihat sekelilingnya,
ternyata para penduduk sedang berdiri menonton dari
kejauhan, ia mengangkat tubuh saudaranya dan
meninggalkan tempat itu, para penduduk segera
menyerbu reruntuhan bangunan mereka berusaha
mengambil harta benda yang tertimpa rentuhan, hati
mereka bersorak kegirangan akan akhir dari tirani
yang menghantui mereka, sementara diluar kota
Nanjing Han-sian-hui menguburkan jasad Han-bun-
liong, semalaman ia duduk di pinggir makam Han-
bun-liong, dan Keesokan harinya Han-sian-hui
meninggalkan makam Han-bun-liong, dan di
punggung Han-sian-hui tersampir pedang naga sastra.
Demikian akhir cerita kong-ciak-bi-siucai, semoga
bermamfaat sebagai bacaan yang menghibur
Batam 27 Desember 2014
Rajakelana
Tunggu lanjutan dari kongciak-bi-siucai dengan judul
Asmara Cinta Kongciak-Bi-Siucai
http://cerita-silat.mywapblog.com
Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak - Rajakelana (Kong Ciak Bi-Siucai)