
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang bag I Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang bag II Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang bag III Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang bag IV Panasnya Bunga Mekar bag I
Semua lagu yang diajari ayahku sebelum dia meninggal, karena sejak dia meninggal nyaris tak ada musik dalam hidupku. Hebatnya aku masih mengingat lagu-lagu itu dengan jelas. Nadanya, liriknya. Suaraku, yang awalnya kasar dan pecah pada saat nada tinggi kemudian berubah jadi indah didengar. Suara yang membuat mockingjay-mockingjay terdiam lalu ikut bernyanyi. Hari demi hari berlalu, berganti jadi minggu demi minggu. Aku melihat salju turun di tepi luar jendelaku. Dan selama itu, hanya suarakulah yang kudengar.
Apa sih yang mereka lakukan? Apa yang menahan mereka? Sesulit apa sih mengatur eksekusi untuk gadis pembunuh? Aku terus melanjutkan usaha untuk menghancurkan diriku sendiri. Tubuhku makin kurus dan pertarunganku melawan rasa lapar amat brutal sehingga terkadang sisi binatangku menyerah pada godaan roti yang diolesi mentega atau daging panggang. Tapi, aku tetap menang. Selama beberapa hari aku merasa tidak sehat dan kupikir akhirnya aku akan pergi dari dunia ini, ketika aku menyadari pil-pil morfinku berkurang. Tapi kenapa? Tentunya Mockingjay yang kecanduan obat akan lebih mudah dibunuh di hadapan massa. Lalu pikiran mengerikan terlintas di benakku. Bagaimana jika mereka punya lebih banyak rencana untukku? Cara baru untuk mengubah, melatih, dan memanfaatkanku?
Aku tak mau melakukannya. Jika aku tidak bisa bunuh diri, aku akan memanfaatkan kesempatan pertama di luar sana untuk melakukannya. Mereka bisa membuatku gemuk. Mereka bisa memoles sekujur tubuhku, mendandaniku dengan pakaian indah, dan membuatku cantik lagi. Mereka bisa merancang senjata-senjata impian yang menjadi ampuh di tanganku, tapi mereka takkan pernah mencuci otakku hingga merasa perlu menggunakannya. Aku tak lagi merasa terhubung dengan monster-monster yang menyebuy diri mereka manusia ini, meskipun aku sendiri manusia. Kupikir Peeta sedang melakukan sesuatu terhadap kami yang saling menghancurkan dan membiarkan spesies yang lebih baik mengambil alih dunia ini. karena pasti asa sesuatu yang amat salah dengan makhluk hidup yang mengorbankan hidup anak-anak mereka untuk menyelesaikan perbedaan-perbedaan mereka. Kau bisa memutar balik fakta sedemikian rupa. Snow beranggapan Hunger Games adalah alat kontrol yang efisien. Coin pikir bom-bom parasut itu aka mempercepat perang berakhir. Tapi pada akhirnya, siapa yang mendapat keuntungan dari semua itu? Tak ada seorang pun. Sesungguhnya, tak ada seorang manusia pun yang untung tinggal di dunia tempat semua kejadian ini terjadi.
Setelah dua hari berbaring di atas kasurku tanpa ada niat untuk makan, minum, atau menelan morfin, pintu kamarku terbuka. Ada orang yang berjala masuk, lalu mengitari ranjang dan berada dalam jarak pandangku. Haymitch. Persidanganmu sudah selesai, katanya. Ayo. Kita pulang.
Pulang? Apa maksudnya? Rumahku sudah lenyap. Dan seadainya kami bisa pergi ke tempat khayalan ini, aku terlalu lemah untuk bergerak. Orang-orang asing masuk, mereka memberiku cairan dan makanan. Memandikan dan memakaikan pakaian. Ada yang menggendongku seperti mengangkat boneka kain dan membawaku ke atap, menuju pesawat ringan, dan mengikat sabuk pengaman di kursiku. Haymitch dan Plutarch duduk di depanku. Beberapa menit lagi kami akan terbang.
Aku tak pernah melihat Plutarch seriang itu. Bisa dibilang dia berkilau bahagia. Kau pasti punya jutaan pertanyaan! saat aku tidak menjawab, dia tetap memberi penjelasan.
Setelah aku memanah Coin, terjadi kekacauan. Setelah keributan mereda, mereka menemukan jasad Snow, masih terikat di tiang. Ada dua pendapat berbeda apakah dia tewas karena tersedak saat tertawa atau karena terinjak-injak massa. Tak ada yang peduli. Mereka langsung mengadakan pemilu darurat dan Paylor terpilih jadi Presden. Plutarch terpilih jadi menteri komunikasi, yang artinya dia mengatur program acara televisi. Acara televisi pertama yang terbesar adalah persidanganku, dengan dia sebagai saksi utama. Untuk membelaku, tentusaja. Walaupun orang yang amat berperan besar dalam membebaskanku dari tuduhan adalah Dr. Aurelius, yang layak mendapat tidur siang dengan menampilkanku sebagai orang sakit jiwa
http://cerita-silat.mywapblog.com
Mockingjay - Serial The Hunger Games - Suzanne Collins
yang putus asa dan mengalami gangguan saraf karena perang. Satu syarat yang harus dipenuhi agar aku bisa dibebaskan adalah aku tetap berada di bawah perawatanya, meskipun aku akan menjalaninya lewat telepon karena dia takkan pernah mau tinggal di tempat buangan seperti Distrik 12, dan aku ditahan di tempat ini sampai ada pemberitahuan lebih lanjut. Sesungguhnya, tak ada seorang pun yang tahu harus berbuat apa padaku setelah perang usai. Meskipun jika ada perang lagi, Plutarch pasti akan bisa menemukan peran untukku. Lalu Plutarch tertawa berbahak-bahak. Sepertinya dia tak pernah merasa terganggu meski tak seorang pun menanggapi leluconnya.
Apakah kau sedang menyiapkan perang lain, Plutarch? tanyaku.
Oh, tidak sekarang. Saat ini kita sedang berada dalam masa manis dan semua orang sependapat bahwa kengeria-kengerian yang kita alami baru-baru ini tak boleh sampai terulang, katanya. Tapi pikiran kolektif biasanya tak berumur panjang. Kita adalah makhluk plin-plan dan bodoh, dengan ingatan yang payah dan diberkahi kemampuan menghancurkan diri sendiri. Walaupun tak ada yang bisa menerka masa depan. Mungkin inilah saatnya, Katniss.
Apa? tanyaku.
Saatnya perdamaian. Mungkin kita menyatakan evolusi manusia. Coba pikirkan. Kemudian Plutarch menanyakan padaku apakah aku mau ikut program nyanyi terbaru yang akan diluncurkannya beberapa minggu lagi. Musik yang riang akan bagus untukku. Dia akan mengirim kru kamera ke rumahku.
Kami mendarat di Distrik 3 sebentar untuk menurunkan Plutarch. Dia bertemu dengan Beetee untuk membicarakan teknologi terbaru dalam bidang penyiaran. Kata-kata perpisahannya padaku adalah Jangan sungkan padaku.
Ketika kami kembali terbang di awan, aku memandang Haymitch. Jadi kau kembali ke Dua Belas juga?
Mereka sepertinya juga tak bisa menempatkan aku di Capitol, jawab Haymitch.
Mulanya, aku tidak mempertanyakan jawabannya. Tapi keraguan demi keraguang menyelinap masuk benakku. Haymitch tak membunuh siapa pun. Dia bisa pergi kemana pun. Jika dia kembali ke 12, itu karena dia diperintahkan ke sana. Kau harus menjagaku ya? Sebagai mentorku. Dia angkat bahu. Lalu aku tahu apa artinya ini. Ibuku tidak ikut pulang.
Tidak, katanya. Haymitch mengeluarkan amplop dari jaketnya, lalu menyerahkannya padaku. Aku memperhatikan tulisan yang halus dan sempurna di bagian depan amplop. Dia membantu mendirikan rumah sakit di Distrik Empat. Ibumu ingin kau menelepn setibanya kau di rumah. Jariku menelusuri goresan anggun yang tertera di surat itu. Kau tahu kenapa dia tak bisa kembali. Ya, aku tahu kenapa. Karena antara ayahku, Prim, dan abu di distrik, tempat itu terlalu menyakitkan untuk ditinggali. Tapi nyatanya tidak untukku. Kau mau tahu siapa lagi yang takkan ada di sana?
Tidak, kataku. Aku ingin itu jadi kejutan.
Sebagai mentor yang baik, Haymitch menyuruhku makan sandwich, lalu pura-pura percaya aku tertidur sepanjang sisa perjalanan. Dia menyibukkan diri mencari-cari di setiap kompartemen dalam pesawat ringan, dan berhasil menemukan minuman keras, lalu menyimpannya ke dalam tas. Sudah malam ketika kami tiba di lapangan rumput di Desa Pemenang. Lampu-lampu menyala di separo rumah-rumah di sini, termasuk rumah Haymitch dan aku. Tapi tidak rumah Peeta. Ada orang yang menyalakan api di dapurku. Aku duduk di kursi goyang di depan perapuan, memeluk surat ibuku.
Sampai bertemu besok, kata Haymitch.
Botol-botol minuman keras di dalam tasnya berdenting. Aku berbisik, Aku tidak yakin.
Aku tak sanggup bergerak dari kursi. Bagian lain rumahku terasa sangat dingin, kosong, dan gelap. Kubungkus tubuhku dengan selendang tua dan memandangi api yang berkobar. Kurasa aku ketiduran, karena tahu-tahu pagi sudah tiba dan Greasy Sae sudah sibuk di dapur. Dia membuatkanku telur dan roti panggang dan duduk di sana sampai aku selesai makan semuanya. Kami tak banyak bicara. Cucu perempuannya yang masih kecil, anak yang hidup di dunianya sendiri, mengambil gulungan benang berwarna biru terang dari keranjang merajut milik ibuku. Greasy Sae menyuruhnya menaruh gulungan benang itu, tapi kubilang dia boleh mengambi
http://cerita-silat.mywapblog.com
Mockingjay - Serial The Hunger Games - Suzanne Collins