Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Harga Sebuah Kepala - 11

$
0
0
Cerita Silat | Harga Sebuah Kepala | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Harga Sebuah Kepala | Cersil Sakti | Harga Sebuah Kepala pdf

Fifty Shades Freed - E.L James Cersil Indo ~ Mantra Penjinak Ular Kho Ping Hoo - Kisah Si Tawon Merah Bukit Heng-san Cersil jepang - Shogun 1 Pendekar Rajawali Sakti - 111. Teror Si Raja Api


   
  Tidak terlalu sulit untuk mencari tempat tinggal Ki Tunggul Santak. Dengan pengumuman hadiah tiga ribu kepeng emas bagi siapa saja yang berhasil membawa kepala Pranggala kepadanya yang disebarkan, semua orang di Desa Salak Rejeng ini sudah mengenal Ki Tunggul Santak. Bahkan hanya sekali saja Rangga bertanya, maka orang yang ditanya langsung mengantarkan sampai ke depan rumahnya.
  Rumah Ki Tunggul Santak memang tidak begitu besar, tapi memiliki halaman cukup luas. Dan sebenarnya rumah itu hanya disewa Ki Tunggul Santak, selama belum ada seorang pun yang mampu membawa kepala Pranggala padanya. Bukan hanya Rangga saja yang merasa heran, karena rumah itu dijaga ketat puluhan anak-anak muda bersenjata pedang dan golok. Tapi, Pandan Wangi juga jadi bertanya-tanya sendiri dalam hati. Entah dari mana Ki Tunggul Santak bisa mengumpulkan mereka. Padahal, muridnya sendiri sudah tinggal sedikit. Tapi sekarang, rumah sewa yang kini menjadi tempat tinggal sementara dijaga ketat. Entah berapa puluh orang yang menjaga di sekeliling rumah itu.
  Rangga langsung melompat turun dari punggung kudanya, begitu tiba di depan pintu pagar bambu yang mengelilingi rumah kecil dan seder-hana bentuknya itu. Terlihat tiga orang anak muda yang semuanya menyandang pedang di pinggang mengham piri Pendekar Rajawali Sakti. Pandan Wangi juga seger a turun dari punggung kudanya. Mereka menunggu tiga orang murid Ki Tunggul Santak itu sampai dekat.
  "Maaf, apakah ini tempat tinggal Ki Tunggul Santak?" tanya Rangga langsung, setelah memberi salam.
  "Benar," sahut salah seorang anak muda itu. "Kalian siapa, dan apa keperluannya hingga ingin bertemu Ki Tunggul...?"
  "Kami hanya dua orang pengembara, yang mendengar kalau Ki Tunggul Santak menyediakan hadiah besar bagi siapa saja yang bisa membawa kepala Pranggala. Kami berdua merasa tertarik, dan ingin meminta keterangan sebelum mencari orang yang kepalanya disayembarakan itu," sahut Rangga beralasan.
  "Ikut aku," kata pemuda itu lagi, seraya ber-balik.
  Pendekar Rajawali Sakti mengangguk, lalu melangkah mengikuti. Sementara Pandan Wangi juga ikut melangkah di samping kanannya. Tapi begitu mereka sampai di tengah halaman, dua orang pemuda mencegatnya.
  "Biar kami yang mengurus kuda-kuda kalian," pinta salah seorang.
  Rangga tersenyum, lalu menyerahkan tali kekang kudanya pada salah seorang dari mereka. Pandan Wangi juga menyerahkan kudanya. Kinimereka kembali melangkah mengikuti pemuda yang sejak tadi terus berjalan di depan. Kemudian pendekar muda dari Karang Setra itu kemudian disuruh menunggu, setelah tiba di beranda depan rumah yang kecil dan sederhana ini. Sementara, pemuda yang membawanya sudah menghilang ke dalam. Tapi tidak berapa lama, dia muncul lagi bersama seorang laki-laki tua berjubah putih bersih, dengan sebilah pedang tergenggam di tangan kiri. Sarung pedang itu terlihat indah berwarna hitam yang berkilat.
  "Silakan duduk," ucap laki-laki tua yang tidak lain Ki Tunggul Santak, dengan senyum ramah tersungging di bibirnya.
  'Terima kasih," ucap Rangga.
  Mereka bertiga kemudian duduk di lantai beranda depan yang beralaskan selembar tikar lusuh. Sementara, anak muda yang mengantarkan kedua pendekar itu sudah menghilang lagi entah ke mana.
  "Kudengar kalian ingin bertemu denganku...?" tanya Ki Tunggul Santak masih ramah sikapnya.
  "Benar," sahut Rangga. "Kami ingin bertemu orang yang bernama Ki Tunggul Santak."
  "Akulah Ki Tunggul Santak."
  "Ooo...."
  "Dan kalian dua orang pendekar yang ingin mengadu nasib?" tanya Ki Tunggul Santak ingin memastikan.
  "Benar, Ki," sahut Rangga lagi seraya meng-angguk sedikit.
  "Ketahuilah. Orang yang akan kalian kejar memiliki kepandaian tinggi sekali dan sukar ditandingi. Sudah banyak pendekar seperti kalian, baik muda maupun tua yang mencoba mengadu nasib. Tapi sampai sekarang, yang kudengar hanya kematian mereka saja. Tidak seorang pun yang sanggup menandingi kesaktian Pranggala. Maaf, bukannya ingin menggentarkan dan menghilangkan semangat kalian berdua. Paling tidak kalian harus siap, kalau orang yang akan dihadapi tidak sembarangan," kata Ki Tunggul Santak langsung menjelaskan.
  "Kami tahu, Ki," ujar Rangga kembali tersenyum sedikit.
  "Ya, aku percaya. Kalian pasti sudah mendengar banyak dari orang-orang. Aku memang me-nyebar pengumuman itu, tidak hanya di Desa Salak Rejeng ini. Tapi di seluruh desa yang ada di sekitar kaki Gunung Puting ini."
  "Mudah-mudahan nasib kami baik, Ki," Ujar Rangga.
  "Bukan hanya pada kalian berdua saja. Setiap orang yang datang ke sini, selalu kuharapkan bisa datang kembali dengan membawa berita menggembirakan. Tapi sampai sekarang, tidak ada seorang pun yang bisa membawa kepala Pranggala ke sini," kata Ki Tunggul Santak.
  Rangga hanya diam saja. Bisa dirasakan ada-nya keputusasaan dalam nada suara laki-laki tua ini. Sedangkan Pandan Wangi sejak tadi hanya diam saja mendengarkan semua percakapan itu, tanpa sedikit pun menyelak. Juga bisa dirasakannya kalau kata-kata Ki Tunggul Santak tadi memang mengandung nada keputusasaan. Tapi diam-diam, ada sesuatu yang mengganjal dalam hati Pandan Wangi. Hanya saja gadis itu seperti tidak mau mengutarakannya. Dan hanya lirikan matanya saja yang beberapa kali hinggap di wajah Pendekar Rajawali Sakti.
   
  ***
   
  Kesempatan Pandan Wangi untuk mengutar-kan ganjalan yang ada dalam hatinya, memang terbuka juga. Itu terjadi setelah dia dan Rangga meninggalkan rumah yang disewa Ki Tunggul Santak. Mereka tidak menunggang kuda keluar dari halaman rumah yang dijaga sangat ketat itu. Dan kuda-kuda itu hanya dituntun, mengikuti dari belakang. Kedua pendekar muda dari Karang Setra ini berjalan perlahan-lahan menyusuri jalan tanah berdebu yang membelah Desa Salak Rejeng ini.
  "Kakang, apa kau tidak merasakan adanya kelainan pada Ki Tunggul Santak?" Pandan Wangi baru membuka suara setelah berada cukup jauh dari rumah yang disewa Ki Tunggul Santak.
  "Maksudmu...?" tanya Rangga meminta penje-lasan.  
  "Aku merasakan ada sesuatu yang tersembunyi dalam suaranya," sahut Pandan Wangi, terdengar agak ragu-ragu. 
  Rangga langsung menghentikan ayunan lang-kahnya, dan kontan menatap gadis di sebelahnya dalam-dalam. Dan yang dipandangi balas menatap dengan sorot mata begitu sukar diartikan.
  "Kau memperhatikannya juga, Pandan...?" ujar Rangga bernada bertanya.
  "Ya. Dia seperti putus asa, Kakang," sahut Pandan Wangi.
  "Hm.... Kalau itu, aku juga merasakannya sejak pertama kali bertemu," kata Rangga sedikit menggumam.
  'Tapi ada sesuatu yang sejak tadi menjadi beban pikiranku, Kakang," tambah Pandan Wangi, kembali terdengar agak ragu-ragu.
  Pendekar Rajawali Sakti hanya diam saja. Kembali kakinya melangkah perlahan-lahan. Se-mentara, Pandan Wangi mengikuti di sebelah kirinya.
  "Rasanya sukar dipercaya kalau tidak ada sesuatu antara Pranggala dengan dia, sehingga Ki Tunggul Santak sampai mau menyediakan hadiah begitu besar hanya untuk sebuah kepala saja. Sedangkan kita, tidak tahu pasti permasalahannya sampai Pranggala menjadi buruan dan berharga begitu tinggi," papar Pandan Wangi, mulai mengemukakan ganjalan hatinya.
  Tapi Rangga masih tetap saja diam mende-ngarkan.
  "Semua orang yang ada di desa ini tidak ada yang tahu, siapa Pranggala dan Ki Tunggul Santak itu. Mereka juga baru tahu setelah kedua orang itu ada di desa ini, Kakang. Dan mereka secara bersamaan muncul di sini, dengan membawa persoalan yang tidak bisa dipandang ringan. Sudah banyak nyawa yang melayang, tanpa ada seorang pun yang mengetahui permasalahannya. Bahkan mereka yang tergiur oleh hadiah itu, juga tidak tahu persoalannya. Sampai-sampai rela mengantarkan nyawa sia-sia. Aku merasa ada sesuatu yang tersembunyi di balik semua peristiwa ini, Kakang. Kalau kita mengikuti arus, itu berarti harus menyusuri jejak-jejak setan yang tidak akan terlihat. Bahkan tidak tahu, di mana akhir perjalanannya," panjang lebar Pandan Wangi mengutarakan beban yang sejak tadi mengganjal hatinya.
  "Hm...," tapi Rangga hanya menggumam sedikit saja.
  Namun kening Pendekar Rajawali Sakti terlihat berkerut. Seakan-akan ada sesuatu yang tengah dipikirkannya. Sesuatu yang sulit dikemukakan, walaupun sorot matanya begitu jauh memandang ke depan. Pandan Wangi sendiri melangkah dengan pandangan lurus ke depan, seakan-akan juga tengah memikirkan sesuatu. Dan mereka jadi terdiam membisu, dengan pikiran terus menggantung di dalam benak masing-masing.
  Hingga mereka sampai di perbatasan desa, belum juga ada yang bicara. Namun ayunan lang-kah mereka tiba-tiba jadi terhenti, begitu di depan tampak berdiri menghadang seorang pemuda yang hampir sebaya dengan Pendekar Rajawali Sakti, dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Baju warna merah muda yang dikenakannya sangat ketat sehingga otot-ototnya tampak bersembulan, membuat tubuhnya kelihatan tegap dan berisi. Dan sorot matanya terlihat seperti kosong, menatap lurus ke depan. Seakan-akan, kehadiran kedua pendekar yang berdiri sekitar dua batang tombak di depannya tidak diperhatikannya.
  Bukan hanya Pandan Wangi saja yang langsung bisa mengenali. Tapi, Rangga juga sudah langsung bisa mengetahui kalau pemuda yang menghadang di depan adalah Pranggala.
   
  ***
   
  "Sejak semula sudah kuduga, kalian berada sini pasti tergiur oleh hadiah yang dijanjikan Ki Tunggul Santak. Hhh! Kalian akan mati sia-sia...! terasa begitu dingin nada suara Pranggala.
  "Kau salah sangka, Kisanak," bantah Rangga tegas.
  "Kalau tidak, untuk apa menemui Ki Tunggul Santak?"
  "Hanya ingin mencari kebenarannya saja, sahut Rangga.
  "Kebenaran...? Hhh! Tidak ada lagi kebenaran di jagat ini, Kisanak. Kebenaran sudah terlalu rapuh. Jadi, jangan harap bisa mendapatkannya," sinis sekali nada

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>