Cerita Silat | Tarian Liar Naga Sakti | by Marshall | Tarian Liar Naga Sakti | Cersil Sakti | Tarian Liar Naga Sakti pdf
Cersil Zuber Usman - Damar Wulan Bag III Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Pendekar Rajawali Sakti 105.- Istana Gerbang Neraka Pendekar Rajawali Sakti 106.- Dewa Racun Hitam Pendekar Rajawali Sakti 110.- Sekutu Iblis
eberapa
pukulan lawan ditangkis dengan kekuatan memadai.
Dan keduanya lega, terutama Thian Ki Hwesio, karena
memang kandungan tenaga yang mereka kerahkan,
benar tidak sekuat sebelumnya. Artinya, mereka lebih
memanfaatkan jurus serangan dan kecepatan serta
variasi tipu jurus yang dikerahkan.
Thian Ki Hwesio balik menerjang dengan gerak cek-
siang-ceng-hun (langsung melonjak ke awan), dimana
sebuah lompatan dia lakukan sambil kedua lengannya
terentang namun darinya memancar dua kekuatan
sekaligus. Yakni serangan berbentuk lentikan jari
saktinya dan serangan pukulan bersinar yang
menyambar tubuh Chandra Gupta. Tetapi, sang lawan
juga dengan cepat mengerahkan jurus serangan pian-
say-thian-hoa (Sepuyuh angin dahsyat menyambar-
nyambar), menyambut bukan cuma bertahan tetapi
langsung balas menyerang. Tetapi, di ujung
serangannya dia sempat berbisik mengingatkan Thian
Ki Hwesio:
“Suhu, jurus terakhirku mengalirkan kekuatan luar
biasa yang masih belum mampu kukendalikan
sebagai pengerahan tenaga mujijat yang diajarkan
Suhuku … sebaiknya suhu menghindar agar kita
mampu menyelesaikan pibu hingga 200 jurus tanpa
harus menyakiti siapapun …”
“Amitabha …. Baiklah sobat ….”
Dan memang, bukannya membalas, tetapi Thian Ki
Hwesio menghindari serangan terakhir dengan
mengerahkan sepenuhnya khikang pelindung badan.
Hebat luar biasa, tenaga liar yang memenuhi arena
memang sangat berbahaya dan jika tidak diingatkan,
dengan pengerahan setengah bagian tenaganya saja
akan mengakibatkan luka yang berbahaya. Itu
sebabnya, ketika lontaran tenaga besar dikerahkan
lawan, Thian Ki Hwesio mengundurkan diri ke
belakang, namun kedua lengannya bekerja keras dan
dengan penuh kekuatan mengibas dan melontarkan
serangan hawa pukulan yang mengitari dirinya dan
menutup jalan keluarnya. Ada sampai sepuluh kali dia
menangkis sampai akhirnya diapun dengan keringat
di dahi menyelesaikan gerakan menghindar tanpa
terluka sedikitpun. Tetapi, kejadian pada jurus terakhir
berbicara lain …..”
Tepat sesudah Thian Ki Hwesio selesai mengurai
semua serangan yang membelitnya dengan susah
payah dan bahkan dengan sebagian besar tenaganya,
Kwan Cu sudah berdiri di arena dan kemudian
berkata:
“Tidak salah, sampai jurus ke 199 kedudukan
keduanya sangat berimbang. Tetapi, pada jurus
ke-200, Chandra Gupta berhasil memojokkan Thian Ki
Hwesio, sehingga meski ingin memutuskan seri, tetapi
kredit sedikit harus kami berikan kepada Chandra
Gupta. Jika bukan seri, maka setengah jurus menjadi
milik Chandra Gupta ……”
“Amitabha …………. siancay ….. siancay ….” Thian Ki
Hwesio tidak mengatakan apa apa, entah setuju
entah tidak. Tetapi, wajahnya menunjukkan tiadanya
sama sekali rasa penasaran atau rasa sedih
dinyatakan kalah. Justru adalah Chandra Gupta yang
terdengar bersuara dengan lantang:
“Kwan Tocu, pertarungan tadi lebih tepat diputuskan
seimbang. Karena sebetulnya, pada jurus ke-190, kami
berdua sepakat untuk mengurangi tenaga agar kami
tidak saling melukai. Tetapi, jurus terakhir yang
kukerahkan belum cukup matang kukuasai,
karenanya kandungan tenagaku melonjak hingga dua
kali lipat dari semula. Karena itu, meski sudah
mengingatkan Thia Ki Suhu, tetapi tetap saja dia tidak
punya waktu cukup dan mengalami keterlambatan
menata tenaga yang tepat. Karena itu, seri adalah
keputusan yang paling tepat ……..”
“Amitabha ……. saudara Chandra Gupta, sudahlah.
Menang atau kalah tidak penting, kalahpun tetap
memuaskan buatku. Yang lebih penting adalah
mengenal dan bersahabat dengan tokoh sehebat dan
segagah engkau adalah kebahagiaanku tersendiri …..
siancay, siancay ……”
“Bukan Thian Ki Suhu dan juga Kwan Tocu,
sesungguhnya aku merasa tidak layak untuk
dinyatakan menang ………… meskipun aku tidaklah
kalah ……”
“Hikhikhikhik …… luar biasa, baiklah, pertarungan
terakhir kunyatakan saudara Chandra Gupta menang
setengah jurus, dan Thian Ki Suhu menang setengah
jurus. Keduanya sepakat imbang. Tetapi beta
http://cerita-silat.mywapblog.com
papun
keputusan sudah kujatuhkan, bukan sesuatu yang
luar biasa jika pertarungan kali ini berakhir imbang
2-2, bagi kedua belah pihak. Cukup adil dan kita akan
menuju pertemuan berikutnya dengan perasaan
sebagai sahabat dan bahkan sebagai saudara …….”
“Amitabha ……. sungguh bijaksana Kwan Tocu ……
siancay … siancay ……”
Dan berakhirlah pibu 10 tahunan dalam empat babak.
Tetapi, bukanlah berarti bahwa bahwa pibu sepuluh
tahunan itu berhenti sampai disitu. Karena setelah
para tokoh muda menyelesaikan pibu 10 tahunan dan
mereka semua akan menjadi generasi penerus bagi
persaudaraan yang baru, tetapi para tokoh tua masih
belum cukup puas. Pertemuan seperti di Lam Hay Bun
adalah pertemuan langka dan melibatkan demikian
banyak tokoh tua yang punya nama besar. Terutama
bagi generasi Lamkiong Bu Sek, Siangkoa n Tek, Thian
Hoat Todjin, Kong Hian Hwesio, Ciu Sian Sin Kay, dan
juga terakhir Kwan Cu dan Lamkiong Bouw yang
menjadi tertua diantara mereka. Karena pertemuan
yang langka tersebut, merekapun memutuskan untuk
terus melanjutkan pibu 10 tahunan tetapi dalam
bentuk berbeda.
Bentuknya adalah berdiskusi dan bertanding Ilmu Silat
dalam kategori teori yang saling mengenalkan dan
saling belajar. Tujuan utamanya bukan untuk mencari
siapa pemenang, tetapi untuk mengenali kehebatan
dan ciri khas ilmu masing-masing perguruan tanpa
harus mencuri ide perguruan yang lain. Karena itu,
tokoh-tokoh tua itu tidak bersikap ingin menang,
tetapi justru lebih banyak mengalah untuk kemudian
berdiskusi tentang gerakan, pengerahan tenaga serta
ciri khas masing-masing perguruan yang berbeda-
beda. Pibu tersebut bahkan berakhir pada tengah
malam dan masing-masing tokoh membawa bekal
yang sangat besar dan banyak untuk
menyempurnakan ilmu perguruan masing-masing.
Sementara itu, tokoh-tokoh muda, justru semakin
mempererat persahabatan serta persaudaraan antara
mereka. Terutama dengan menyambut Chandra
Gupta yang ternyata juga berwatak PENDEKAR
sebagaimana dijaminkan Ceng Liong, dan diteguhkan
oleh Thian Ki Hwesio. Malam itu, mereka, kecuali Ceng
Liong dan Giok Lie, terus bercakap-cakap dan
berdiskusi banyak hal. Sebagaimana tokoh-tokoh tua,
demikian juga tokoh-tokoh muda ini: Thian Ki Hwesio,
Souw Kwi Song, Liang Tek Hoat, Liang Mei Lan,
Siangkoan Giok Lian, Kwan Hong Li, Lamkiong Tiong
Hong, Lamkiong Sian Li, Tham Beng Kui juga
bergabung Liu Hok dan juga Lauw Gwan Thong.
Tokoh tokoh ini yang kelak akan bertemu kembali di
Pibu 10 Tahunan dan menjadi tokoh-tokoh besar dunia
persilatan yang menjaga dan menjunjung tinggi
perdamaian dan persahabatan. Tokoh-tokoh inilah
yang menjadi figur dan pendekar yang dimalui dan
diindahkan di dunia persilatan dalam beberapa tahun
kedepan ……
================
Sementara sahabat-sahabatnya berkutat antara
mereka, Kiang Ceng Liong dengan ditemani Cui Giok
Lie yang juga wajahnya sudah bersimbah peluh dan
terakhir juga bergabung Kiang Li Hwa dan Nenggala
suaminya, masih tetap dalam keadaan serius. Bahkan
begitu Nenggala dan Kiang LI Hwa datang, Ceng Liong
sudah memanggil mereka sambil berkata dengan
nada serius:
“Bibi Li Hwa, kekuatan dalam tubuhnya terlampau
besar. Sementara Paman Hauw Lam sama sekali
tidak membantuku untuk membiarkanku
membersihkan bagian dalam tubuhnya dan
menyembuhkannya. Totokan Ceng Thian Sin Sin Ci
sudah kulepaskan, tetapi tidak berani melepas
kuncian totokan lainnya, karena akibatnya akan
langsung merengut nyawanya. Repotnya, tidak ada
tanda-tanda Paman Hauw Lam untuk membiarkan
aku membuka totokan tersebut. Melakukannya
sendiri, hampir tidak mungkin karena membutuhkan
hawa serta bantuan kekuatan paman Hau w Lam
sendiri untuk turut membuka dari dalam. Karena itu,
selama beberapa hari, terpaksa harus kuupayakan
menyedot hawa yang disusupkan memasukinya.
Tolong Bibi Li Hwa membantuku terlebih dahulu, Nona
Giok Lie sudah terlampau banyak menerima aliran
hawa tersebut, dan lebih jauh lagi akan merusak
bagian dalam
Cersil Zuber Usman - Damar Wulan Bag III Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Pendekar Rajawali Sakti 105.- Istana Gerbang Neraka Pendekar Rajawali Sakti 106.- Dewa Racun Hitam Pendekar Rajawali Sakti 110.- Sekutu Iblis
eberapa
pukulan lawan ditangkis dengan kekuatan memadai.
Dan keduanya lega, terutama Thian Ki Hwesio, karena
memang kandungan tenaga yang mereka kerahkan,
benar tidak sekuat sebelumnya. Artinya, mereka lebih
memanfaatkan jurus serangan dan kecepatan serta
variasi tipu jurus yang dikerahkan.
Thian Ki Hwesio balik menerjang dengan gerak cek-
siang-ceng-hun (langsung melonjak ke awan), dimana
sebuah lompatan dia lakukan sambil kedua lengannya
terentang namun darinya memancar dua kekuatan
sekaligus. Yakni serangan berbentuk lentikan jari
saktinya dan serangan pukulan bersinar yang
menyambar tubuh Chandra Gupta. Tetapi, sang lawan
juga dengan cepat mengerahkan jurus serangan pian-
say-thian-hoa (Sepuyuh angin dahsyat menyambar-
nyambar), menyambut bukan cuma bertahan tetapi
langsung balas menyerang. Tetapi, di ujung
serangannya dia sempat berbisik mengingatkan Thian
Ki Hwesio:
“Suhu, jurus terakhirku mengalirkan kekuatan luar
biasa yang masih belum mampu kukendalikan
sebagai pengerahan tenaga mujijat yang diajarkan
Suhuku … sebaiknya suhu menghindar agar kita
mampu menyelesaikan pibu hingga 200 jurus tanpa
harus menyakiti siapapun …”
“Amitabha …. Baiklah sobat ….”
Dan memang, bukannya membalas, tetapi Thian Ki
Hwesio menghindari serangan terakhir dengan
mengerahkan sepenuhnya khikang pelindung badan.
Hebat luar biasa, tenaga liar yang memenuhi arena
memang sangat berbahaya dan jika tidak diingatkan,
dengan pengerahan setengah bagian tenaganya saja
akan mengakibatkan luka yang berbahaya. Itu
sebabnya, ketika lontaran tenaga besar dikerahkan
lawan, Thian Ki Hwesio mengundurkan diri ke
belakang, namun kedua lengannya bekerja keras dan
dengan penuh kekuatan mengibas dan melontarkan
serangan hawa pukulan yang mengitari dirinya dan
menutup jalan keluarnya. Ada sampai sepuluh kali dia
menangkis sampai akhirnya diapun dengan keringat
di dahi menyelesaikan gerakan menghindar tanpa
terluka sedikitpun. Tetapi, kejadian pada jurus terakhir
berbicara lain …..”
Tepat sesudah Thian Ki Hwesio selesai mengurai
semua serangan yang membelitnya dengan susah
payah dan bahkan dengan sebagian besar tenaganya,
Kwan Cu sudah berdiri di arena dan kemudian
berkata:
“Tidak salah, sampai jurus ke 199 kedudukan
keduanya sangat berimbang. Tetapi, pada jurus
ke-200, Chandra Gupta berhasil memojokkan Thian Ki
Hwesio, sehingga meski ingin memutuskan seri, tetapi
kredit sedikit harus kami berikan kepada Chandra
Gupta. Jika bukan seri, maka setengah jurus menjadi
milik Chandra Gupta ……”
“Amitabha …………. siancay ….. siancay ….” Thian Ki
Hwesio tidak mengatakan apa apa, entah setuju
entah tidak. Tetapi, wajahnya menunjukkan tiadanya
sama sekali rasa penasaran atau rasa sedih
dinyatakan kalah. Justru adalah Chandra Gupta yang
terdengar bersuara dengan lantang:
“Kwan Tocu, pertarungan tadi lebih tepat diputuskan
seimbang. Karena sebetulnya, pada jurus ke-190, kami
berdua sepakat untuk mengurangi tenaga agar kami
tidak saling melukai. Tetapi, jurus terakhir yang
kukerahkan belum cukup matang kukuasai,
karenanya kandungan tenagaku melonjak hingga dua
kali lipat dari semula. Karena itu, meski sudah
mengingatkan Thia Ki Suhu, tetapi tetap saja dia tidak
punya waktu cukup dan mengalami keterlambatan
menata tenaga yang tepat. Karena itu, seri adalah
keputusan yang paling tepat ……..”
“Amitabha ……. saudara Chandra Gupta, sudahlah.
Menang atau kalah tidak penting, kalahpun tetap
memuaskan buatku. Yang lebih penting adalah
mengenal dan bersahabat dengan tokoh sehebat dan
segagah engkau adalah kebahagiaanku tersendiri …..
siancay, siancay ……”
“Bukan Thian Ki Suhu dan juga Kwan Tocu,
sesungguhnya aku merasa tidak layak untuk
dinyatakan menang ………… meskipun aku tidaklah
kalah ……”
“Hikhikhikhik …… luar biasa, baiklah, pertarungan
terakhir kunyatakan saudara Chandra Gupta menang
setengah jurus, dan Thian Ki Suhu menang setengah
jurus. Keduanya sepakat imbang. Tetapi beta
http://cerita-silat.mywapblog.com
Tarian Liar Naga Sakti - Marshall
papun
keputusan sudah kujatuhkan, bukan sesuatu yang
luar biasa jika pertarungan kali ini berakhir imbang
2-2, bagi kedua belah pihak. Cukup adil dan kita akan
menuju pertemuan berikutnya dengan perasaan
sebagai sahabat dan bahkan sebagai saudara …….”
“Amitabha ……. sungguh bijaksana Kwan Tocu ……
siancay … siancay ……”
Dan berakhirlah pibu 10 tahunan dalam empat babak.
Tetapi, bukanlah berarti bahwa bahwa pibu sepuluh
tahunan itu berhenti sampai disitu. Karena setelah
para tokoh muda menyelesaikan pibu 10 tahunan dan
mereka semua akan menjadi generasi penerus bagi
persaudaraan yang baru, tetapi para tokoh tua masih
belum cukup puas. Pertemuan seperti di Lam Hay Bun
adalah pertemuan langka dan melibatkan demikian
banyak tokoh tua yang punya nama besar. Terutama
bagi generasi Lamkiong Bu Sek, Siangkoa n Tek, Thian
Hoat Todjin, Kong Hian Hwesio, Ciu Sian Sin Kay, dan
juga terakhir Kwan Cu dan Lamkiong Bouw yang
menjadi tertua diantara mereka. Karena pertemuan
yang langka tersebut, merekapun memutuskan untuk
terus melanjutkan pibu 10 tahunan tetapi dalam
bentuk berbeda.
Bentuknya adalah berdiskusi dan bertanding Ilmu Silat
dalam kategori teori yang saling mengenalkan dan
saling belajar. Tujuan utamanya bukan untuk mencari
siapa pemenang, tetapi untuk mengenali kehebatan
dan ciri khas ilmu masing-masing perguruan tanpa
harus mencuri ide perguruan yang lain. Karena itu,
tokoh-tokoh tua itu tidak bersikap ingin menang,
tetapi justru lebih banyak mengalah untuk kemudian
berdiskusi tentang gerakan, pengerahan tenaga serta
ciri khas masing-masing perguruan yang berbeda-
beda. Pibu tersebut bahkan berakhir pada tengah
malam dan masing-masing tokoh membawa bekal
yang sangat besar dan banyak untuk
menyempurnakan ilmu perguruan masing-masing.
Sementara itu, tokoh-tokoh muda, justru semakin
mempererat persahabatan serta persaudaraan antara
mereka. Terutama dengan menyambut Chandra
Gupta yang ternyata juga berwatak PENDEKAR
sebagaimana dijaminkan Ceng Liong, dan diteguhkan
oleh Thian Ki Hwesio. Malam itu, mereka, kecuali Ceng
Liong dan Giok Lie, terus bercakap-cakap dan
berdiskusi banyak hal. Sebagaimana tokoh-tokoh tua,
demikian juga tokoh-tokoh muda ini: Thian Ki Hwesio,
Souw Kwi Song, Liang Tek Hoat, Liang Mei Lan,
Siangkoan Giok Lian, Kwan Hong Li, Lamkiong Tiong
Hong, Lamkiong Sian Li, Tham Beng Kui juga
bergabung Liu Hok dan juga Lauw Gwan Thong.
Tokoh tokoh ini yang kelak akan bertemu kembali di
Pibu 10 Tahunan dan menjadi tokoh-tokoh besar dunia
persilatan yang menjaga dan menjunjung tinggi
perdamaian dan persahabatan. Tokoh-tokoh inilah
yang menjadi figur dan pendekar yang dimalui dan
diindahkan di dunia persilatan dalam beberapa tahun
kedepan ……
================
Sementara sahabat-sahabatnya berkutat antara
mereka, Kiang Ceng Liong dengan ditemani Cui Giok
Lie yang juga wajahnya sudah bersimbah peluh dan
terakhir juga bergabung Kiang Li Hwa dan Nenggala
suaminya, masih tetap dalam keadaan serius. Bahkan
begitu Nenggala dan Kiang LI Hwa datang, Ceng Liong
sudah memanggil mereka sambil berkata dengan
nada serius:
“Bibi Li Hwa, kekuatan dalam tubuhnya terlampau
besar. Sementara Paman Hauw Lam sama sekali
tidak membantuku untuk membiarkanku
membersihkan bagian dalam tubuhnya dan
menyembuhkannya. Totokan Ceng Thian Sin Sin Ci
sudah kulepaskan, tetapi tidak berani melepas
kuncian totokan lainnya, karena akibatnya akan
langsung merengut nyawanya. Repotnya, tidak ada
tanda-tanda Paman Hauw Lam untuk membiarkan
aku membuka totokan tersebut. Melakukannya
sendiri, hampir tidak mungkin karena membutuhkan
hawa serta bantuan kekuatan paman Hau w Lam
sendiri untuk turut membuka dari dalam. Karena itu,
selama beberapa hari, terpaksa harus kuupayakan
menyedot hawa yang disusupkan memasukinya.
Tolong Bibi Li Hwa membantuku terlebih dahulu, Nona
Giok Lie sudah terlampau banyak menerima aliran
hawa tersebut, dan lebih jauh lagi akan merusak
bagian dalam