Cerita Silat | Pasukan Alis Kuning | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Pasukan Alis Kuning | Cersil Sakti | Pasukan Alis Kuning pdf
Pendekar Mabuk - Gadis Buronan Pendekar Rajawali Sakti - 155. Misteri Mayat Darah Cersil Wiro Sableng 85 - Wasiat Sang Ratu Pendekar Rajawali Sakti - 157. Dendam Pendekar-Pendekar Gila Cersil Wiro Sableng 89 - Geger di Pangandaran
dihadapi ternyata cukup hebat dengan senjata yang beraneka ragam.
 "Kurang ajar!" desis Rangga geram.
 Srang!
 Mau tak mau Pendekar Rajawali Sakti mencabut Pedang Pusaka Rajawali Sakti yang langsung memancarkan sinar biru berkilauan. Seketika dipapasnya senjata orang-orang berbaju kuning. Bahkan, pedang pusaka milik Rangga terus bergerak cepat. Dan....
 Brues!
 "Aaa...!"
 Dua dari tiga orang berbaju kuning yang hadapan dengan Pendekar Rajawali Sakti kontan memekik setinggi langit, begitu terbabat Pedang Pusaka Rajawali Sakti.
 "Heh?!"
 Melihat keadaan itu, yang lain berseru kaget. Namun agaknya mereka cukup terlatih dan cekatan. Sehingga secepat kilat tiga orang yang tersisa segera melemparkan sebuah benda sebesar kelereng ke arah Pendekar Rajawali Sakti dan Pandan Wangi.
 Bus...!
 "Kurang ajar...!" maki Rangga ketika benda sebesar kelereng yang dilemparkan orang berbaju kuning meledak dan mengeluarkan asap kuning, sehingga menghalangi pandangan.
 Saat itu juga, Pendekar Rajawali Sakti menghentakkan kedua tangannya ke depan.
 "Aji 'Bayu Bajra' Heaaa...! " bentak Pendekar Rajawali Sakti.
 Saat itu juga serangkum angin kencang menderu-deru, langsung menghalau asap kuning. Dalam sekejap mata, asap kuning itu sirna. Namun, orang-orang berbaju kuning ternyata telah menghilang.
 "Ke mana larinya mereka, Kakang?" tanya Pandan Wangi, seraya menghampiri Rangga.
 "Entahlah...," desah Rangga.
 "Huh! Menyesal aku tidak cepat-cepat membunuhnya!" dengus Pandan Wangi menahan geram.
 "Di lain kesempatan, kita pasti akan menemukan mereka lagi. Sudahlah, tidak usah terlalu dipikirkan...," hibur Pendekar Rajawali Sakti.
 "Dia telah menghinaku, Kakang! Perempuan cabul itu harus mati di tanganku! " kata Pandan Wangi, bernada kecewa.
 Rangga diam, tidak menanggapi kata-kata Pandan Wangi. Dan dia malah bersuit pelan. Tak lama, seekor kuda hitam terkilat berlari pelan mendekatinya. Dielus-elusnya leher kuda bernama Dewa Bayu untuk beberapa saat.
 "Bagaimana Kakang sampai berurusan dengan mereka?" tanya Pandan Wangi.
 "Ceritanya panjang...," sahut Rangga. Langsung diceritakannya awal mula dirinya berurusan dengan Bidadari Tangan Api dan Kamajaya tadi (Untuk lebih jelasnya baca serial Pendekar Rajawali Sakti, dalam episode : "Dendam Pendekar-Pendekar Gila).
 Pandan Wangi manggut-manggut.
 "Pantas saja mereka begitu mendendam padamu. Tapi yang seorang lagi, siapa dia...?"
 "Entahlah. Aku sama sekali tidak mengenalnya...."
 "Sungguh disayangkan. Orang itu memiliki kemampuan hebat. Namun, tidak memiliki ilmu olah kanuragan serta tenaga dalam cukup. Dia hanya mengandalkan tenaga kasarnya saja. Bila kelak memiliki ilmu olah kanuragan tinggi, maka akan sulit dicari tandingannya...," desah Pandan Wangi pelan.
 "Ya, aku pun berpikir begitu...."
 Mereka terdiam untuk beberapa saat. Pandan Wangi memandang Rangga dengan wajah berkerut.
 "Ke mana saja selama ini, Kakang? Aku mencari-cari kabar berita tentangmu, namun tidak juga kunjung dapat. Sehingga terpaksa aku sendiri turun tangan...!"
 "Maaf, Pandan. Ceritanya agak panjang. Dan seperti yang kau lihat sekarang, aku toh tengah melakukan perjalanan pulang, bukan?" kilah Pendekar Rajawali Sakti.
 "Kau harus ceritakan semua, atau aku akan marah besar!" ancam Pandan Wangi, merajuk.
 "Eee, jangan begitu! Tanpa diancam pun, aku akan menceritakannya padamu. Nah! Lebih baik kita berkuda. Selama dalam perjalanan pulang aku akan menceritakannya padamu...," cegah Rangga, menggoda.
 "Huh...!" dengus Pandan Wangi, seraya menunjukkan wajahnya yang masih cemberut.
 Rangga hanya tersenyum. Disadari betul akan watak gadis ini. Meski tengah marah, tapi masih nurut untuk dinasihati.
 ***
 Kamajaya dan Dewi Tanjung Putih tidak tahu siapa orang-orang berseragam kuning ini. Setelah tadi terluka akibat bertarung dengan sepasang pendekar dari Karang Setra, mereka kini ditawan orang-orang ini. Tak ada cara melepaskan diri dalam keadaan tertotok seperti sekarang. Percuma mereka berteriak-teriak sebab orang-orang berseragam kuning ini sama sekali tidak menghiraukan. Bahkan semakin kencang menggebah kudanya. Kalaupun ada yang aneh, mereka ternyata agak kesulitan menggotong si raksasa Darmo Angkor. Terpaksa digunakan dua ekor kuda untuk menariknya. Dan Kamajaya serta Bidadari Tangan Api tidak tahu, mau di bawa ke mana.
 "Hei, apakah kalian tuli?! Turunkan kami! Kurang ajar...! Kau kira kami apa, he?!" teriak Bidadari Tangan Api.
 Tak ada sahutan selain teriakan-teriakan yang menggebah laju kuda lebih kencang. Gadis itu putus asa. Sehingga terpaksa mendiamkan saja.
 Sementara orang-orang berbaju serba kuning ini telah melintasi padang rumput yang agak luas, kemudian memasuki sebuah dataran tandus yang berada di bawah jajaran pebukitan. Tidak berapa lama, mereka memasuki sebuah desa. Penduduknya cukup ramai berlalu- lalang. Namun yang mengherankan adalah, tidak seorang pun yang merasa terkejut oleh kehadiran orang-orang berbaju kuning ini. Bahkan kegiatan mereka sama sekali tidak terusik.
 Tiba di depan sebuah bangunan besar yang memiliki pekarangan luas, rombongan ini berhenti. Mereka turun dari kuda dan langsung membopong ketiga orang itu ke dalam Mereka langsung memasuki bangunan besar di depan tadi. Beberapa orang mereka saling bertegur sapa dengan beberapa penjaga yang berjaga-jaga. Keadaan di tempat ini mirip sebuah istana yang dipenuhi para prajurit. Semuanya berseragam serba kuning!
 Bruk!
 "Setan...!" maki Bidadari Tangan Api ketika dilempar seenaknya sampai membentur dinding sebuah kamar.
 Salah seorang segera membebaskan totokan.
 Kini Kamajaya, Bidadari Tangan Api, dan Darmo Angkor menggeliat langsung berdiri. Kini mereka berhadapan dengan seorang pemuda bertubuh kekar dengan alis kuning. Di sekelilingnya tampak para prajuri
Pendekar Mabuk - Gadis Buronan Pendekar Rajawali Sakti - 155. Misteri Mayat Darah Cersil Wiro Sableng 85 - Wasiat Sang Ratu Pendekar Rajawali Sakti - 157. Dendam Pendekar-Pendekar Gila Cersil Wiro Sableng 89 - Geger di Pangandaran
dihadapi ternyata cukup hebat dengan senjata yang beraneka ragam.
 "Kurang ajar!" desis Rangga geram.
 Srang!
 Mau tak mau Pendekar Rajawali Sakti mencabut Pedang Pusaka Rajawali Sakti yang langsung memancarkan sinar biru berkilauan. Seketika dipapasnya senjata orang-orang berbaju kuning. Bahkan, pedang pusaka milik Rangga terus bergerak cepat. Dan....
 Brues!
 "Aaa...!"
 Dua dari tiga orang berbaju kuning yang hadapan dengan Pendekar Rajawali Sakti kontan memekik setinggi langit, begitu terbabat Pedang Pusaka Rajawali Sakti.
 "Heh?!"
 Melihat keadaan itu, yang lain berseru kaget. Namun agaknya mereka cukup terlatih dan cekatan. Sehingga secepat kilat tiga orang yang tersisa segera melemparkan sebuah benda sebesar kelereng ke arah Pendekar Rajawali Sakti dan Pandan Wangi.
 Bus...!
 "Kurang ajar...!" maki Rangga ketika benda sebesar kelereng yang dilemparkan orang berbaju kuning meledak dan mengeluarkan asap kuning, sehingga menghalangi pandangan.
 Saat itu juga, Pendekar Rajawali Sakti menghentakkan kedua tangannya ke depan.
 "Aji 'Bayu Bajra' Heaaa...! " bentak Pendekar Rajawali Sakti.
 Saat itu juga serangkum angin kencang menderu-deru, langsung menghalau asap kuning. Dalam sekejap mata, asap kuning itu sirna. Namun, orang-orang berbaju kuning ternyata telah menghilang.
 "Ke mana larinya mereka, Kakang?" tanya Pandan Wangi, seraya menghampiri Rangga.
 "Entahlah...," desah Rangga.
 "Huh! Menyesal aku tidak cepat-cepat membunuhnya!" dengus Pandan Wangi menahan geram.
 "Di lain kesempatan, kita pasti akan menemukan mereka lagi. Sudahlah, tidak usah terlalu dipikirkan...," hibur Pendekar Rajawali Sakti.
 "Dia telah menghinaku, Kakang! Perempuan cabul itu harus mati di tanganku! " kata Pandan Wangi, bernada kecewa.
 Rangga diam, tidak menanggapi kata-kata Pandan Wangi. Dan dia malah bersuit pelan. Tak lama, seekor kuda hitam terkilat berlari pelan mendekatinya. Dielus-elusnya leher kuda bernama Dewa Bayu untuk beberapa saat.
 "Bagaimana Kakang sampai berurusan dengan mereka?" tanya Pandan Wangi.
 "Ceritanya panjang...," sahut Rangga. Langsung diceritakannya awal mula dirinya berurusan dengan Bidadari Tangan Api dan Kamajaya tadi (Untuk lebih jelasnya baca serial Pendekar Rajawali Sakti, dalam episode : "Dendam Pendekar-Pendekar Gila).
 Pandan Wangi manggut-manggut.
 "Pantas saja mereka begitu mendendam padamu. Tapi yang seorang lagi, siapa dia...?"
 "Entahlah. Aku sama sekali tidak mengenalnya...."
 "Sungguh disayangkan. Orang itu memiliki kemampuan hebat. Namun, tidak memiliki ilmu olah kanuragan serta tenaga dalam cukup. Dia hanya mengandalkan tenaga kasarnya saja. Bila kelak memiliki ilmu olah kanuragan tinggi, maka akan sulit dicari tandingannya...," desah Pandan Wangi pelan.
 "Ya, aku pun berpikir begitu...."
 Mereka terdiam untuk beberapa saat. Pandan Wangi memandang Rangga dengan wajah berkerut.
 "Ke mana saja selama ini, Kakang? Aku mencari-cari kabar berita tentangmu, namun tidak juga kunjung dapat. Sehingga terpaksa aku sendiri turun tangan...!"
 "Maaf, Pandan. Ceritanya agak panjang. Dan seperti yang kau lihat sekarang, aku toh tengah melakukan perjalanan pulang, bukan?" kilah Pendekar Rajawali Sakti.
 "Kau harus ceritakan semua, atau aku akan marah besar!" ancam Pandan Wangi, merajuk.
 "Eee, jangan begitu! Tanpa diancam pun, aku akan menceritakannya padamu. Nah! Lebih baik kita berkuda. Selama dalam perjalanan pulang aku akan menceritakannya padamu...," cegah Rangga, menggoda.
 "Huh...!" dengus Pandan Wangi, seraya menunjukkan wajahnya yang masih cemberut.
 Rangga hanya tersenyum. Disadari betul akan watak gadis ini. Meski tengah marah, tapi masih nurut untuk dinasihati.
 ***
 Kamajaya dan Dewi Tanjung Putih tidak tahu siapa orang-orang berseragam kuning ini. Setelah tadi terluka akibat bertarung dengan sepasang pendekar dari Karang Setra, mereka kini ditawan orang-orang ini. Tak ada cara melepaskan diri dalam keadaan tertotok seperti sekarang. Percuma mereka berteriak-teriak sebab orang-orang berseragam kuning ini sama sekali tidak menghiraukan. Bahkan semakin kencang menggebah kudanya. Kalaupun ada yang aneh, mereka ternyata agak kesulitan menggotong si raksasa Darmo Angkor. Terpaksa digunakan dua ekor kuda untuk menariknya. Dan Kamajaya serta Bidadari Tangan Api tidak tahu, mau di bawa ke mana.
 "Hei, apakah kalian tuli?! Turunkan kami! Kurang ajar...! Kau kira kami apa, he?!" teriak Bidadari Tangan Api.
 Tak ada sahutan selain teriakan-teriakan yang menggebah laju kuda lebih kencang. Gadis itu putus asa. Sehingga terpaksa mendiamkan saja.
 Sementara orang-orang berbaju serba kuning ini telah melintasi padang rumput yang agak luas, kemudian memasuki sebuah dataran tandus yang berada di bawah jajaran pebukitan. Tidak berapa lama, mereka memasuki sebuah desa. Penduduknya cukup ramai berlalu- lalang. Namun yang mengherankan adalah, tidak seorang pun yang merasa terkejut oleh kehadiran orang-orang berbaju kuning ini. Bahkan kegiatan mereka sama sekali tidak terusik.
 Tiba di depan sebuah bangunan besar yang memiliki pekarangan luas, rombongan ini berhenti. Mereka turun dari kuda dan langsung membopong ketiga orang itu ke dalam Mereka langsung memasuki bangunan besar di depan tadi. Beberapa orang mereka saling bertegur sapa dengan beberapa penjaga yang berjaga-jaga. Keadaan di tempat ini mirip sebuah istana yang dipenuhi para prajurit. Semuanya berseragam serba kuning!
 Bruk!
 "Setan...!" maki Bidadari Tangan Api ketika dilempar seenaknya sampai membentur dinding sebuah kamar.
 Salah seorang segera membebaskan totokan.
 Kini Kamajaya, Bidadari Tangan Api, dan Darmo Angkor menggeliat langsung berdiri. Kini mereka berhadapan dengan seorang pemuda bertubuh kekar dengan alis kuning. Di sekelilingnya tampak para prajuri