Cerita Silat | Pendekar Seratus Hari | by S.D Liong | Pendekar 100 Hari | Cersil Sakti | Pendekar Seratus Hari pdf
Pendekar Rajawali Sakti - 159. Neraka Kematian Suro Bodong - Menembus Kabut Berdarah Pendekar Rajawali Sakti - 160. Keris Iblis Pendekar Rajawali Sakti - Seruling Perak Pendekar Pulau Neraka - Hantu Rimba Larangan
04.18. Mo-seng-li, Gadis Jelita
“Bersama hamba hanya berjumlah duapuluh satu
orang ditambah pula dengan pengawal peribadi Mo-
seng-li yalah si Kipas besi Kau Thian-seng,” sahut Hui
Sin.
“Siapkan enam orangmu yang tangkas. Aku akan
mengajakmu keluar untuk membasmi mata-mata itu,”
seru Lam-thian-ong pula.
Hui Sin mengiakan terus melangkah keluar. Kemudian
Lam-thian-ong berpaling kepada Mo-seng -li.
“Kedudukanku lebih tinggi dari engkau,” katanya,
“apalagi aku membawa Panji Kuning dari Pah-cu.
Sudah tentu engkau harus menerima perintahku.
Sekarang kuperintahkan supaya engkau
menyerahkan ke tujuhbelas batang jarum Ular Emas
itu kepadaku!”
Mo-seng-li memandang ke arah Panji Kuning itu lalu
mendengus.
“Demi menghormat kepada Panji Kuning, kuterima
permintaanmu. Tetapi nanti setelah menghadap gi-bo,
aku tentu akan membuat perhitungan dengan
engkau.”
Habis berkata nona itu segera mengambil sebuah
kotak kumala dari dalam bajunya. katanya:
“Tujuhbelas batang jarum Ular Emas itu berada dalam
kotak kumala ini……”
Belum sempat ia melanjutkan ucapannya, tiba-tiba
sesosok bayangan secepat kilat melesat tiba.
Sedemikian cepat sekali orang itu bergerak untuk
menyambar lengan kiri Mo-seng-li.
Mo-seng-li terkejut. Cepat ia menyadari kalau
berhadapan dengan seorang musuh yang sakti. Tiba-
tiba ia berputar tubuh untuk menghindar keluar dari
pagoda. Dan pada saat bergerak keluar itu, iapun
sudah memasukkan kotak kumala ke dalam bajunya
lagi.
Tetapi penyerang itu tertawa dingin. Cepat ia
memburu keluar dan terus menutukkan jarinya ke
dada Mo-seng-li.
“Pendekar Ular Emas Siau Mo!” teriak Mo-seng-li
setelah sempat melihat siapa penyerang itu. Cepat
iapun gerakkan kedua tangannya ke belakang dan ke
muka. Sebuah hantaman dilancarkan dengan hebat.
Gerakan itu merupakan dua jurus yang digabung
menjadi satu.
“Hem, aku datang hendak mengambil kembali
jarumku!” dengus Siau Mo.
Tiba-tiba pemuda itu miringkan tubuh, tangan kirinya
mendorong lurus ke muka dan tangan kanan menyiak
ke atas. Suatu gerakan yang luar biasa anehnya.
Tetapi pada saat tangan kirinya itu hampir mengenai
Mo-seng-li, sekonyong-konyong dihentikan. Getaran
gerakan tangan itu memancarkan tenaga sakti yang
melanda ke dada Mo-seng-li.
Sedang tangan kanannya pun berganti gaya. Bermula
pelahan tetapi tiba-tiba di balikkan cepat sekali dan
berobah menjadi jurus mencengkeram,
“Aduh......!” terdengar nona itu menjerit karena siku
lengan kirinya telah dicengkeram lawan. Seketika
nona itu rasakan tubuhnya lunglai dan cepat-cepat
tangan kanan nona itu mendekap siku lengan kirinya
yang kesakitan itu.
Melesat dari tempat persembunyian, menyerbu Mo-
seng-li, memburunya keluar dan mencekal lengan
Wanita Suara Iblis lalu menutuk jalan darah
punggungnya, kesemua itu dilakukan dengan gerak
cepat yang sukar dibayangkan. Sehingga pada saat
Lam-thian-ong terkejut dan memburu keluar, Mo-
seng-li sudah dikuasai oleh Siau Mo.
“Wut……” dengan geram Lam-thian-ong segera
lepaskan sebuah hantaman.
“Krak……” Siau Mo menampar dengan tangan kiri
sedang tangan kanannya tetap mencekal siku lengan
si nona lalu dibawa berputar-putar mundur sampai
setombak jauhnya.
“Bokyong-te, pondonglah dia!” seru Siau Mo ketika
Bok-yong Kang lari menghampiri.
Bok-yong Kang tertegun meragu. Tetapi pada lain
kejap ia segera melakukan perintah.
Siau Mo kuatir kalau Lam-thian-ong akan menyerang
lagi maka buru-buru ia menyerahkan Mo-seng-li
kepada Bok-yong Kang. Tetapi ternyata habis
memukul, Lam-thian-ong tak menyerang lagi.
Rupanya dia gentar juga melihat kesaktian Siau Mo.
“Bokyong-te, mari kita pergi. Wanita ini kita jadikan
penukar dengan nona Cu-ing,” seru Siau Mo.
Mendengar itu Lam-thian-ong pun segera berseru
pelahan: “Leng Bu-sia, Bwe Hui-ji, lekas kalian hadang
mereka!”
Mendengar perintah itu, kedua tokoh Go-bi Sam-hiap
yang sejak tadi berdiri seperti patung, saat itu segera
melayang turun dari atas pagoda peranginan.
Sedang saat itu, Lam-thian-ong sendiripun maju
menghadang Siau Mo.
Siau Mo menyambut kedatangan tokoh Raja langit itu
dengan tusukkan dua buah jari tangannya ke dada
orang.
Tetapi Lam-thian-ong pun bergerak tangkas. Tangan
kirinya cepat menabas pergelangan tangan Siau Mo.
Siau Mo tertawa dingin. Cepat ia menarik pulang
tangannya lalu berputar terus melesat untuk
menyongsong Leng Bu-sia dan Bwe Hui-ji serta dua
orang pengawal baju biru.
Saat itu rupanya Siau Mo telah memperlihatkan
kepandaiannya yang sakti. Kedua tangannya
berhamburan melakukan serangan dahsyat.
Serangan gencar itu memaksa Leng Bu-sia, Bwe Hui-ji
dan kedua pengawal baju biru tak sempat balas
menyerang. Mereka berturut-turut mundur tiga-empat
langkah.
Apabila ko-jiu (jago sakti) bertempur, gerak serangan
mereka dilakukan serba cepat. Demikian pula
perobahan jurus permainannya.
Dalam pada itu Bok-yong Kang pun segera melakukan
perintah toakonya. Secepat kilat ia memanggul Mo-
seng-li lari keluar pagar tembok.
Dua kali berturut-turut telah ditindas oleh Siau Mo,
marahlah Lam-thian-ong. Bagaikan seekor burung
Pendekar Rajawali Sakti - 159. Neraka Kematian Suro Bodong - Menembus Kabut Berdarah Pendekar Rajawali Sakti - 160. Keris Iblis Pendekar Rajawali Sakti - Seruling Perak Pendekar Pulau Neraka - Hantu Rimba Larangan
04.18. Mo-seng-li, Gadis Jelita
“Bersama hamba hanya berjumlah duapuluh satu
orang ditambah pula dengan pengawal peribadi Mo-
seng-li yalah si Kipas besi Kau Thian-seng,” sahut Hui
Sin.
“Siapkan enam orangmu yang tangkas. Aku akan
mengajakmu keluar untuk membasmi mata-mata itu,”
seru Lam-thian-ong pula.
Hui Sin mengiakan terus melangkah keluar. Kemudian
Lam-thian-ong berpaling kepada Mo-seng -li.
“Kedudukanku lebih tinggi dari engkau,” katanya,
“apalagi aku membawa Panji Kuning dari Pah-cu.
Sudah tentu engkau harus menerima perintahku.
Sekarang kuperintahkan supaya engkau
menyerahkan ke tujuhbelas batang jarum Ular Emas
itu kepadaku!”
Mo-seng-li memandang ke arah Panji Kuning itu lalu
mendengus.
“Demi menghormat kepada Panji Kuning, kuterima
permintaanmu. Tetapi nanti setelah menghadap gi-bo,
aku tentu akan membuat perhitungan dengan
engkau.”
Habis berkata nona itu segera mengambil sebuah
kotak kumala dari dalam bajunya. katanya:
“Tujuhbelas batang jarum Ular Emas itu berada dalam
kotak kumala ini……”
Belum sempat ia melanjutkan ucapannya, tiba-tiba
sesosok bayangan secepat kilat melesat tiba.
Sedemikian cepat sekali orang itu bergerak untuk
menyambar lengan kiri Mo-seng-li.
Mo-seng-li terkejut. Cepat ia menyadari kalau
berhadapan dengan seorang musuh yang sakti. Tiba-
tiba ia berputar tubuh untuk menghindar keluar dari
pagoda. Dan pada saat bergerak keluar itu, iapun
sudah memasukkan kotak kumala ke dalam bajunya
lagi.
Tetapi penyerang itu tertawa dingin. Cepat ia
memburu keluar dan terus menutukkan jarinya ke
dada Mo-seng-li.
“Pendekar Ular Emas Siau Mo!” teriak Mo-seng-li
setelah sempat melihat siapa penyerang itu. Cepat
iapun gerakkan kedua tangannya ke belakang dan ke
muka. Sebuah hantaman dilancarkan dengan hebat.
Gerakan itu merupakan dua jurus yang digabung
menjadi satu.
“Hem, aku datang hendak mengambil kembali
jarumku!” dengus Siau Mo.
Tiba-tiba pemuda itu miringkan tubuh, tangan kirinya
mendorong lurus ke muka dan tangan kanan menyiak
ke atas. Suatu gerakan yang luar biasa anehnya.
Tetapi pada saat tangan kirinya itu hampir mengenai
Mo-seng-li, sekonyong-konyong dihentikan. Getaran
gerakan tangan itu memancarkan tenaga sakti yang
melanda ke dada Mo-seng-li.
Sedang tangan kanannya pun berganti gaya. Bermula
pelahan tetapi tiba-tiba di balikkan cepat sekali dan
berobah menjadi jurus mencengkeram,
“Aduh......!” terdengar nona itu menjerit karena siku
lengan kirinya telah dicengkeram lawan. Seketika
nona itu rasakan tubuhnya lunglai dan cepat-cepat
tangan kanan nona itu mendekap siku lengan kirinya
yang kesakitan itu.
Melesat dari tempat persembunyian, menyerbu Mo-
seng-li, memburunya keluar dan mencekal lengan
Wanita Suara Iblis lalu menutuk jalan darah
punggungnya, kesemua itu dilakukan dengan gerak
cepat yang sukar dibayangkan. Sehingga pada saat
Lam-thian-ong terkejut dan memburu keluar, Mo-
seng-li sudah dikuasai oleh Siau Mo.
“Wut……” dengan geram Lam-thian-ong segera
lepaskan sebuah hantaman.
“Krak……” Siau Mo menampar dengan tangan kiri
sedang tangan kanannya tetap mencekal siku lengan
si nona lalu dibawa berputar-putar mundur sampai
setombak jauhnya.
“Bokyong-te, pondonglah dia!” seru Siau Mo ketika
Bok-yong Kang lari menghampiri.
Bok-yong Kang tertegun meragu. Tetapi pada lain
kejap ia segera melakukan perintah.
Siau Mo kuatir kalau Lam-thian-ong akan menyerang
lagi maka buru-buru ia menyerahkan Mo-seng-li
kepada Bok-yong Kang. Tetapi ternyata habis
memukul, Lam-thian-ong tak menyerang lagi.
Rupanya dia gentar juga melihat kesaktian Siau Mo.
“Bokyong-te, mari kita pergi. Wanita ini kita jadikan
penukar dengan nona Cu-ing,” seru Siau Mo.
Mendengar itu Lam-thian-ong pun segera berseru
pelahan: “Leng Bu-sia, Bwe Hui-ji, lekas kalian hadang
mereka!”
Mendengar perintah itu, kedua tokoh Go-bi Sam-hiap
yang sejak tadi berdiri seperti patung, saat itu segera
melayang turun dari atas pagoda peranginan.
Sedang saat itu, Lam-thian-ong sendiripun maju
menghadang Siau Mo.
Siau Mo menyambut kedatangan tokoh Raja langit itu
dengan tusukkan dua buah jari tangannya ke dada
orang.
Tetapi Lam-thian-ong pun bergerak tangkas. Tangan
kirinya cepat menabas pergelangan tangan Siau Mo.
Siau Mo tertawa dingin. Cepat ia menarik pulang
tangannya lalu berputar terus melesat untuk
menyongsong Leng Bu-sia dan Bwe Hui-ji serta dua
orang pengawal baju biru.
Saat itu rupanya Siau Mo telah memperlihatkan
kepandaiannya yang sakti. Kedua tangannya
berhamburan melakukan serangan dahsyat.
Serangan gencar itu memaksa Leng Bu-sia, Bwe Hui-ji
dan kedua pengawal baju biru tak sempat balas
menyerang. Mereka berturut-turut mundur tiga-empat
langkah.
Apabila ko-jiu (jago sakti) bertempur, gerak serangan
mereka dilakukan serba cepat. Demikian pula
perobahan jurus permainannya.
Dalam pada itu Bok-yong Kang pun segera melakukan
perintah toakonya. Secepat kilat ia memanggul Mo-
seng-li lari keluar pagar tembok.
Dua kali berturut-turut telah ditindas oleh Siau Mo,
marahlah Lam-thian-ong. Bagaikan seekor burung