Cerita Silat | Bidadari Penakluk | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Bidadari Penakluk | Cersil Sakti | Bidadari Penakluk pdf
Gento Guyon ~ Makhluk Kutukan Neraka Pendekar Rajawali Sakti - 173. Teror Topeng Merah Roro Centil ~ Rahasia Kitab Ular Siluman Ular Putih ~ Lukisan Darah Pendekar Rajawali Sakti - 175. Manusia Lumpur
Plak...!
“Aaakh...!”
Bidadari Penakluk terpelanting ke bawah dengan deras. Dia bukan saja tak mampu balas menyerang, bahkan kedudukannya terancam.
“Hiyaaa...!”
Sementara Rangga terus mengejarnya dengan gesit. Tepat ketika kaki Bidadari Penakluk mendarat, Rangga yang sudah mengganti jurusnya menjadi ‘Rajawali Menukik Menyambar Mangsa’ langsung melepaskan tendangan keras. Dan....
Des!
“Aaakh...!”
Tubuh Bidadari Penakluk kontan terpelanting di tanah disertai jeritan tertahan. Namun dengan kekuatan mengagumkan wanita itu berusaha bangkit berdiri walaupun susah payah. Sayang akhirnya dia jatuh terduduk kembali, dengan napas menderu kencang.
Pendekar Rajawali Sakti perlahan-lahan melangkah menghampiri Bidadari Penakluk yang jatuh lemah terduduk. Tatapan matanya tajam mengancam. Namun baru dua tombak di depan wanita itu, mendadak....
Suitt....
Tiba-tiba berkelebat suatu benda sebesar kepalan tangan, lalu jatuh di depan wanita itu.
Blarr...
Wuss...
Begitu benda itu meledak keras, mengepul asap tebal yang menghalangi pemandangan.
“Kurang ajar!” Pendekar Rajawali Sakti menggeram marah setelah sempat melompat ke belakang sejauh lima tombak.
Dan pandangan mata Pendekar Rajawali Sakti yang jeli menangkap sesosok tubuh bergerak amat cepat menyambar si Bidadari Penakluk. Rangga merasa yakin kalau orang itu pula yang tadi melempar benda yang meledak serta mengeluarkan asap hitam tebal itu.
Dan belum sempat Pendekar Rajawali Sakti bertindak apa-apa, bayangan itu telah berkelebat pergi cepat sekali.
Dan ketika angin kencang mulai menyapu asap tebal itu, wanita yang menjadi lawan Pendekar Rajawali Sakti pun ikut menghilang. Rangga memandang ke sekeliling tempat.
“Anak muda! Aku tidak bisa membiarkanmu membunuhnya. Maafkan aku...!”
Tiba-tiba terdengar satu suara yang bergetar seperti berasal dari segala penjuru. Jelas ditujukan kepada Pendekar Rajawali Sakti. Sebagai seorang yang berilmu tinggi, Rangga mengetahui bahwa suara itu dikeluarkan dari jarak cukup jauh, melalui pengerahan tenaga dalam amat sempurna.
“Siapa orang itu sebenarnya?!” gumam Rangga seperti pada diri sendiri.
“Apakah kau tidak mengenalnya?” tanya Ki Janggasana, seraya mendekat pada pemuda itu.
“Apakah kau mengenalnya, Ki?” Rangga balik bertanya.
“Orang itu adalah Resi Jayadwipa.”
Rangga tercenung sebentar mendengar nama itu disebutkan.
“Resi Jayadwipa...? Apa hubungannya dengan wanita itu? Kenapa dia menyelamatkannya?”
***
Rimba persilatan mengenal Resi Jayadwipa sebagai salah seorang tokoh persilatan. Ilmunya tinggi tak terukur. Bahkan jarang muncul di rimba persilatan. Tak seorang pun yang tahu termasuk golongan mana tokoh itu. Terkadang dia muncul membela orang- orang tertindas. Namun tak jarang pula dia berbuat aneh seperti saat ini. Menyelamatkan si Bidadari Penakluk yang sudah jelas-jelas diburu-buru tokoh persilatan, karena ulahnya.
“Tidak usah bingung, Sobat Muda. Kalau saja kau tahu sedikit saja jurus Resi Jayadwipa, maka kau tentu tidak akan bingung,” ujar si Tupai Katai.
“Apa maksudmu, Ki?” tanya Rangga.
“Aku pernah menyaksikan ketika guruku bertarung dengan beliau. Pertarungan itu sendiri dimenangkan Resi Jayadwipa dengan ilmu silatnya yang termasyhur, yaitu ‘Belut Ireng’. Sedikit banyak aku mengetahui jurus-jurus yang dimilikinya itu,” sahut Ki Janggasana.
“Lalu apa hubungannya dengan wanita itu?”
“Bidadari Penakluk memiliki jurus-jurus ‘Belut Ireng’!” jelas orang tua itu singkat.
“Hm, aku mengerti. Jadi, dia murid sang resi itu?”
“Aku tidak mengatakan begitu. Tapi bagaimana mungkin dia bisa memiliki jurus ‘Belut Ireng’? Dan kini terbukti kalau Resi Jayadwipa menyelamatkannya dari tanganmu. Berarti, di antara mereka ada hubungan dekat.”
“Bagaimana pun akan kucari perempuan itu! Dia tidak akan lepas dari tanganku!” kata Rangga mantap.
“Pendekar Rajawali Sakti.... Kuakui kebesaran namamu. Juga, telah kulihat kehebatan ilmu silatmu. Tapi kusarankan, sebaiknya lupakan saja urusan ini jika menyangkut kepada Resi Jayadwipa,” tukas Ki Janggasana.
“Kenapa? Apakah dia iblis yang tidak bisa terkalahkan? Tidak bisa terluka?!”
“Dia mungkin bukan iblis. Tapi tiada satu iblis pun yang berani menantangnya. Orang itu memiliki kepandaian sulit diukur.”
“Terima kasih atas nasihatmu, Ki. Tapi aku tetap pada tekadku meski apa pun yang terjadi!” sahut Rangga mantap.
“Aku akan menemanimu kalau kau hendak mencarinya!”
“Hei?!”
Kedua orang itu menoleh, dan melihat Sari Dewi tegak berdiri di dekatnya dengan kelopak mata sembab seperti habis menangis.
“Jangan bertindak macam- macam. Kau tidak mengerti apa yang kau bicarakan!” ingat Rangga, masih menyimpan kesal pada gadis itu.
“Wanita keparat itu telah membunuh ayah dan abangku. Dia patut mendapat pembalasan dariku!” sahut Sari Dewi. Matanya berbinar tajam.
“Terserahmu. Tapi, aku tidak bisa membawamu ke mana-mana!”
“Kau mesti mengajakku!” sahut gadis itu, memaksa.
“Tidak!” Pendekar Rajawali Sakti menjawab tegas.
“Setidaknya kau bersedia membantuku menguburkan mayat-mayat mereka, bukan?” lanjut gadis itu.
Rangga memandang ke sekeliling te
Gento Guyon ~ Makhluk Kutukan Neraka Pendekar Rajawali Sakti - 173. Teror Topeng Merah Roro Centil ~ Rahasia Kitab Ular Siluman Ular Putih ~ Lukisan Darah Pendekar Rajawali Sakti - 175. Manusia Lumpur
Plak...!
“Aaakh...!”
Bidadari Penakluk terpelanting ke bawah dengan deras. Dia bukan saja tak mampu balas menyerang, bahkan kedudukannya terancam.
“Hiyaaa...!”
Sementara Rangga terus mengejarnya dengan gesit. Tepat ketika kaki Bidadari Penakluk mendarat, Rangga yang sudah mengganti jurusnya menjadi ‘Rajawali Menukik Menyambar Mangsa’ langsung melepaskan tendangan keras. Dan....
Des!
“Aaakh...!”
Tubuh Bidadari Penakluk kontan terpelanting di tanah disertai jeritan tertahan. Namun dengan kekuatan mengagumkan wanita itu berusaha bangkit berdiri walaupun susah payah. Sayang akhirnya dia jatuh terduduk kembali, dengan napas menderu kencang.
Pendekar Rajawali Sakti perlahan-lahan melangkah menghampiri Bidadari Penakluk yang jatuh lemah terduduk. Tatapan matanya tajam mengancam. Namun baru dua tombak di depan wanita itu, mendadak....
Suitt....
Tiba-tiba berkelebat suatu benda sebesar kepalan tangan, lalu jatuh di depan wanita itu.
Blarr...
Wuss...
Begitu benda itu meledak keras, mengepul asap tebal yang menghalangi pemandangan.
“Kurang ajar!” Pendekar Rajawali Sakti menggeram marah setelah sempat melompat ke belakang sejauh lima tombak.
Dan pandangan mata Pendekar Rajawali Sakti yang jeli menangkap sesosok tubuh bergerak amat cepat menyambar si Bidadari Penakluk. Rangga merasa yakin kalau orang itu pula yang tadi melempar benda yang meledak serta mengeluarkan asap hitam tebal itu.
Dan belum sempat Pendekar Rajawali Sakti bertindak apa-apa, bayangan itu telah berkelebat pergi cepat sekali.
Dan ketika angin kencang mulai menyapu asap tebal itu, wanita yang menjadi lawan Pendekar Rajawali Sakti pun ikut menghilang. Rangga memandang ke sekeliling tempat.
“Anak muda! Aku tidak bisa membiarkanmu membunuhnya. Maafkan aku...!”
Tiba-tiba terdengar satu suara yang bergetar seperti berasal dari segala penjuru. Jelas ditujukan kepada Pendekar Rajawali Sakti. Sebagai seorang yang berilmu tinggi, Rangga mengetahui bahwa suara itu dikeluarkan dari jarak cukup jauh, melalui pengerahan tenaga dalam amat sempurna.
“Siapa orang itu sebenarnya?!” gumam Rangga seperti pada diri sendiri.
“Apakah kau tidak mengenalnya?” tanya Ki Janggasana, seraya mendekat pada pemuda itu.
“Apakah kau mengenalnya, Ki?” Rangga balik bertanya.
“Orang itu adalah Resi Jayadwipa.”
Rangga tercenung sebentar mendengar nama itu disebutkan.
“Resi Jayadwipa...? Apa hubungannya dengan wanita itu? Kenapa dia menyelamatkannya?”
***
Rimba persilatan mengenal Resi Jayadwipa sebagai salah seorang tokoh persilatan. Ilmunya tinggi tak terukur. Bahkan jarang muncul di rimba persilatan. Tak seorang pun yang tahu termasuk golongan mana tokoh itu. Terkadang dia muncul membela orang- orang tertindas. Namun tak jarang pula dia berbuat aneh seperti saat ini. Menyelamatkan si Bidadari Penakluk yang sudah jelas-jelas diburu-buru tokoh persilatan, karena ulahnya.
“Tidak usah bingung, Sobat Muda. Kalau saja kau tahu sedikit saja jurus Resi Jayadwipa, maka kau tentu tidak akan bingung,” ujar si Tupai Katai.
“Apa maksudmu, Ki?” tanya Rangga.
“Aku pernah menyaksikan ketika guruku bertarung dengan beliau. Pertarungan itu sendiri dimenangkan Resi Jayadwipa dengan ilmu silatnya yang termasyhur, yaitu ‘Belut Ireng’. Sedikit banyak aku mengetahui jurus-jurus yang dimilikinya itu,” sahut Ki Janggasana.
“Lalu apa hubungannya dengan wanita itu?”
“Bidadari Penakluk memiliki jurus-jurus ‘Belut Ireng’!” jelas orang tua itu singkat.
“Hm, aku mengerti. Jadi, dia murid sang resi itu?”
“Aku tidak mengatakan begitu. Tapi bagaimana mungkin dia bisa memiliki jurus ‘Belut Ireng’? Dan kini terbukti kalau Resi Jayadwipa menyelamatkannya dari tanganmu. Berarti, di antara mereka ada hubungan dekat.”
“Bagaimana pun akan kucari perempuan itu! Dia tidak akan lepas dari tanganku!” kata Rangga mantap.
“Pendekar Rajawali Sakti.... Kuakui kebesaran namamu. Juga, telah kulihat kehebatan ilmu silatmu. Tapi kusarankan, sebaiknya lupakan saja urusan ini jika menyangkut kepada Resi Jayadwipa,” tukas Ki Janggasana.
“Kenapa? Apakah dia iblis yang tidak bisa terkalahkan? Tidak bisa terluka?!”
“Dia mungkin bukan iblis. Tapi tiada satu iblis pun yang berani menantangnya. Orang itu memiliki kepandaian sulit diukur.”
“Terima kasih atas nasihatmu, Ki. Tapi aku tetap pada tekadku meski apa pun yang terjadi!” sahut Rangga mantap.
“Aku akan menemanimu kalau kau hendak mencarinya!”
“Hei?!”
Kedua orang itu menoleh, dan melihat Sari Dewi tegak berdiri di dekatnya dengan kelopak mata sembab seperti habis menangis.
“Jangan bertindak macam- macam. Kau tidak mengerti apa yang kau bicarakan!” ingat Rangga, masih menyimpan kesal pada gadis itu.
“Wanita keparat itu telah membunuh ayah dan abangku. Dia patut mendapat pembalasan dariku!” sahut Sari Dewi. Matanya berbinar tajam.
“Terserahmu. Tapi, aku tidak bisa membawamu ke mana-mana!”
“Kau mesti mengajakku!” sahut gadis itu, memaksa.
“Tidak!” Pendekar Rajawali Sakti menjawab tegas.
“Setidaknya kau bersedia membantuku menguburkan mayat-mayat mereka, bukan?” lanjut gadis itu.
Rangga memandang ke sekeliling te