Cerita Silat | Siluman Pemburu Perawan | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Siluman Pemburu Perawan | Cersil Sakti | Siluman Pemburu Perawan pdf
Gento Guyon ~ Makhluk Kutukan Neraka Pendekar Rajawali Sakti - 173. Teror Topeng Merah Roro Centil ~ Rahasia Kitab Ular Siluman Ular Putih ~ Lukisan Darah Pendekar Rajawali Sakti - 175. Manusia Lumpur
ni.
"Atau kau ingin pamrih dariku?" Wanita bertopeng itu tersenyum. "Apa yang bisa kau berikan padaku sebagai balasan atas pertolonganku?"
"Kalau kau mau uang, aku bisa memberimu banyak. Kalau kau ingin emas atau permata, aku bisa memberikan sebanyak yang kau suka," kata Pendekar Rajawali Sakti.
"Sungguh? Hm.... Kalau begitu, kau orang ter-pandang juga," sahut wanita itu seperti tak percaya.
"Mungkin saja kau tak percaya. Tapi sebutkan harga pertolonganmu. Dan aku akan membayar-nya."
"Benarkah kau mampu membayarnya? "
"Tentu saja!"
"Kau tidak akan mampu."
"Katakan saja!"
Wanita itu terdiam sesaat.
"Aku tidak butuh uangmu. Juga tak butuh emas atau permatamu. Hanya yang kuinginkan, yaitu jangan berprasangka buruk terhadapku. Dan kemudian, hilangkan kecurigaanmu yang berlebihan kepadaku," jelas wanita ini.
Rangga terdiam untuk beberapa saat.
"Kau tak akan sanggup, bukan?"
"Aku penasaran sebelum membuktikan, apakah kau wanita yang kucari atau tidak...," sahut Rangga dengan suara lirih seperti mengharapkan pengertian wanita itu.
"Siapa yang kau maksud...?" tanya wanita bertopeng ini.
"Kau tahu..., tentu saja Bidadari Penakluk!"
Terasa kalau wanita bertopeng ini menghela napas sesak, dan terdiam beberapa saat lamanya.
"Kenapa kau begitu membencinya? " tanya wanita ini.
"Semestinya kau mengerti...," sahut Rangga kalem.
"Apa maksudmu?!"
"Kaulah wanita yang kucari-cari itu! " tuding Rangga, terang-terangan.
Wanita bertopeng itu kembali terdiam. Kemudian dipandanginya pemuda itu dengan tajam lewat pandangan mata di balik lubang topengnya.
"Kalau memang benar wanita itu adalah aku, apa yang hendak kau lakukan? Membunuhku? Nah! Pedangmu telah berada di sisimu. Bunuhlah aku, kalau memang demikian yang kau kehendaki!" ujar wanita bertopeng itu seraya berdiri dekat Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti terdiam. Dipandanginya sepasang mata di balik topeng kayu itu, seakan hendak meraba seluruh wajah yang tersembunyi.
"Kenapa kau begitu kukuh? Padahal aku hanya sekadar hendak mengetahui, apakah kau wanita itu atau bukan? " tanya Rangga, lemah.
"Tidak ada gunanya bagimu! Toh meski bagai-manapun, aku tak akan membuka topeng ini di hadapanmu!" tukas wanita bertopeng.
"Kenapa? "
"Karena aku tidak ingin!" tandas wanita itu se-jadi-jadinya.
"Bukan karena itu. Tapi karena kau tak ingin kukenali, bukan?"
Wanita bertopeng itu tak menyahut. Dipandangnya sebentar paras pemuda itu, lalu melengos pergi tanpa berkata apa-apa.
Rangga terpaku di tempatnya memandang ke-pergian wanita bertopeng itu tanpa berusaha mencegahnya. Tak tahu apa yang tengah dipikirkan saat itu. Dugaannya kuat kalau wanita itu adalah si Bidadari Penakluk. Tapi kenapa ada perasaan tak tega untuk membuktikannya. Aneh! Padahal sebelum bertemu tekadnya menggebu-gebu untuk menangkap wanita itu. Tapi ini setelah berada di depannya, dia tak mampu berbuat apa-apa. Tapi..., apakah benar wanita itu adalah Bidadari Penakluk? Bagaimana kalau bukan?
***
Suasana di luar jendela kelihatan mulai gelap ketika Rangga melirik ke sana. Sejak tadi, wanita bertopeng itu belum juga muncul menjenguknya lagi, Rangga memang kini berada di penginapan, setelah wanita bertopeng menemukannya tergeletek pingsan di atas punggung Dewa Bayu. Pendekar Rajawati Sakti lantas dibawa ke tempat ini sampai akhirnya baru disadari setelah siuman.
"Ke mana dia? Apakah pergi begitu saja?" gumam Rangga. "Hm, perlu apa aku mengurusinya segala?! "
Cukup lama juga dia terlelap. Dan masakan yang tadi dibawakan wanita itu telah dingin. Rangga berusaha bangkit, sambil menahan nyeri di dada. Lalu dia duduk bersila di lantai.
"Hup!"
Rangga mulai mengatur pernapasan untuk mengerahkan hawa murni ke bawah perutnya dan melancarkan peredaran darahnya.
"Oh, apa ini? Kenapa begini?" keluh Pendekar Rajawali Sakti kaget, ketika tidak merasakan apa-apa dari bawah perutnya.
Rangga kembali mencoba, dan hasilnya tetap nihil. Beberapa kali pemuda ini mencoba lagi, namun hasilnya tetap sama. Sampai akhirnya Rangga mulai putus asa. Dia bangkit dan berdiri merenung memandang jauh ke depan jendela kamar.
Tok! Tok...!
Terdengar suara pintu diketuk dari luar.
"Siapa?" tanya Rangga.
"Aku, Tuan...!" sahut suara dari balik pintu.
"Masuklah! "
Begitu pintu terbuka, tampak seorang wanita muda masuk sambil membawa nampan berisi pakaiannya yang telah bersih. Beberapa buah guci kecil dan selembar surat.
"Apa ini? " tanya Rangga.
"Non bertopeng itu yang menitipkan ini untuk disampaikan kepada Tuan," jawab pelayan penginapan itu.
"Di mana dia sekarang?"
"Dia telah pergi, Tuan..."
Ada perasaan kecewa di hati Pendekar Rajawali Sakti mendengar jawaban itu. Tapi tentu saja tidak diperlihatkannya kepada wanita ini.
"Pergi ke mana?"
"Dia tidak bilang, Tuan. Hanya menyerahkan ini," sahut pelayan itu, segera menyerahkan nampan yang dibawa.
Rangga kembali meneliti. Dan kini juga terlihat pundi-pundinya yang berisi uang sebagai bekal perjalanan. Dia menerima nampan itu dan yang pertama kali dibuka adalah secarik kertas yang terdapat di situ.
Gento Guyon ~ Makhluk Kutukan Neraka Pendekar Rajawali Sakti - 173. Teror Topeng Merah Roro Centil ~ Rahasia Kitab Ular Siluman Ular Putih ~ Lukisan Darah Pendekar Rajawali Sakti - 175. Manusia Lumpur
ni.
"Atau kau ingin pamrih dariku?" Wanita bertopeng itu tersenyum. "Apa yang bisa kau berikan padaku sebagai balasan atas pertolonganku?"
"Kalau kau mau uang, aku bisa memberimu banyak. Kalau kau ingin emas atau permata, aku bisa memberikan sebanyak yang kau suka," kata Pendekar Rajawali Sakti.
"Sungguh? Hm.... Kalau begitu, kau orang ter-pandang juga," sahut wanita itu seperti tak percaya.
"Mungkin saja kau tak percaya. Tapi sebutkan harga pertolonganmu. Dan aku akan membayar-nya."
"Benarkah kau mampu membayarnya? "
"Tentu saja!"
"Kau tidak akan mampu."
"Katakan saja!"
Wanita itu terdiam sesaat.
"Aku tidak butuh uangmu. Juga tak butuh emas atau permatamu. Hanya yang kuinginkan, yaitu jangan berprasangka buruk terhadapku. Dan kemudian, hilangkan kecurigaanmu yang berlebihan kepadaku," jelas wanita ini.
Rangga terdiam untuk beberapa saat.
"Kau tak akan sanggup, bukan?"
"Aku penasaran sebelum membuktikan, apakah kau wanita yang kucari atau tidak...," sahut Rangga dengan suara lirih seperti mengharapkan pengertian wanita itu.
"Siapa yang kau maksud...?" tanya wanita bertopeng ini.
"Kau tahu..., tentu saja Bidadari Penakluk!"
Terasa kalau wanita bertopeng ini menghela napas sesak, dan terdiam beberapa saat lamanya.
"Kenapa kau begitu membencinya? " tanya wanita ini.
"Semestinya kau mengerti...," sahut Rangga kalem.
"Apa maksudmu?!"
"Kaulah wanita yang kucari-cari itu! " tuding Rangga, terang-terangan.
Wanita bertopeng itu kembali terdiam. Kemudian dipandanginya pemuda itu dengan tajam lewat pandangan mata di balik lubang topengnya.
"Kalau memang benar wanita itu adalah aku, apa yang hendak kau lakukan? Membunuhku? Nah! Pedangmu telah berada di sisimu. Bunuhlah aku, kalau memang demikian yang kau kehendaki!" ujar wanita bertopeng itu seraya berdiri dekat Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti terdiam. Dipandanginya sepasang mata di balik topeng kayu itu, seakan hendak meraba seluruh wajah yang tersembunyi.
"Kenapa kau begitu kukuh? Padahal aku hanya sekadar hendak mengetahui, apakah kau wanita itu atau bukan? " tanya Rangga, lemah.
"Tidak ada gunanya bagimu! Toh meski bagai-manapun, aku tak akan membuka topeng ini di hadapanmu!" tukas wanita bertopeng.
"Kenapa? "
"Karena aku tidak ingin!" tandas wanita itu se-jadi-jadinya.
"Bukan karena itu. Tapi karena kau tak ingin kukenali, bukan?"
Wanita bertopeng itu tak menyahut. Dipandangnya sebentar paras pemuda itu, lalu melengos pergi tanpa berkata apa-apa.
Rangga terpaku di tempatnya memandang ke-pergian wanita bertopeng itu tanpa berusaha mencegahnya. Tak tahu apa yang tengah dipikirkan saat itu. Dugaannya kuat kalau wanita itu adalah si Bidadari Penakluk. Tapi kenapa ada perasaan tak tega untuk membuktikannya. Aneh! Padahal sebelum bertemu tekadnya menggebu-gebu untuk menangkap wanita itu. Tapi ini setelah berada di depannya, dia tak mampu berbuat apa-apa. Tapi..., apakah benar wanita itu adalah Bidadari Penakluk? Bagaimana kalau bukan?
***
Suasana di luar jendela kelihatan mulai gelap ketika Rangga melirik ke sana. Sejak tadi, wanita bertopeng itu belum juga muncul menjenguknya lagi, Rangga memang kini berada di penginapan, setelah wanita bertopeng menemukannya tergeletek pingsan di atas punggung Dewa Bayu. Pendekar Rajawati Sakti lantas dibawa ke tempat ini sampai akhirnya baru disadari setelah siuman.
"Ke mana dia? Apakah pergi begitu saja?" gumam Rangga. "Hm, perlu apa aku mengurusinya segala?! "
Cukup lama juga dia terlelap. Dan masakan yang tadi dibawakan wanita itu telah dingin. Rangga berusaha bangkit, sambil menahan nyeri di dada. Lalu dia duduk bersila di lantai.
"Hup!"
Rangga mulai mengatur pernapasan untuk mengerahkan hawa murni ke bawah perutnya dan melancarkan peredaran darahnya.
"Oh, apa ini? Kenapa begini?" keluh Pendekar Rajawali Sakti kaget, ketika tidak merasakan apa-apa dari bawah perutnya.
Rangga kembali mencoba, dan hasilnya tetap nihil. Beberapa kali pemuda ini mencoba lagi, namun hasilnya tetap sama. Sampai akhirnya Rangga mulai putus asa. Dia bangkit dan berdiri merenung memandang jauh ke depan jendela kamar.
Tok! Tok...!
Terdengar suara pintu diketuk dari luar.
"Siapa?" tanya Rangga.
"Aku, Tuan...!" sahut suara dari balik pintu.
"Masuklah! "
Begitu pintu terbuka, tampak seorang wanita muda masuk sambil membawa nampan berisi pakaiannya yang telah bersih. Beberapa buah guci kecil dan selembar surat.
"Apa ini? " tanya Rangga.
"Non bertopeng itu yang menitipkan ini untuk disampaikan kepada Tuan," jawab pelayan penginapan itu.
"Di mana dia sekarang?"
"Dia telah pergi, Tuan..."
Ada perasaan kecewa di hati Pendekar Rajawali Sakti mendengar jawaban itu. Tapi tentu saja tidak diperlihatkannya kepada wanita ini.
"Pergi ke mana?"
"Dia tidak bilang, Tuan. Hanya menyerahkan ini," sahut pelayan itu, segera menyerahkan nampan yang dibawa.
Rangga kembali meneliti. Dan kini juga terlihat pundi-pundinya yang berisi uang sebagai bekal perjalanan. Dia menerima nampan itu dan yang pertama kali dibuka adalah secarik kertas yang terdapat di situ.