Cerita Silat | Dendam Sepasang Gembel | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Dendam Sepasang Gembel | Cersil Sakti | Dendam Sepasang Gembel pdf
Pendekar Rajawali Sakti - 179. Patung Dewi Ratih Boma Gendeng ~ Bonek Candi Sewu Dewi Ular ~ Gadis Penyelamat Bumi Pendekar Slebor - Pembunuh Dari Jepang
Dewi Sri Tanjung ~ Si Tangan Iblis
mbil berkacak pinggang.
"Eh, jangan salah Siapa bilang aku mengakui kehebatanmu? Kukatakan melawanmu sia-sia saja. Karena dengan sekali sentil, kau akan kubuat jungkir balik keliling dunia" sahut Rangga sambil menunjukkan kelingkingnya.
"He, apa? Kurang ajar Kurang ajar.."
Pengemis Sinting menghentak-hentakkan kakinya.
"Ayo, mari kita tarung Buktikan ucapanmu itu, cepaaat..." lanjut laki-laki tua ini sambil menuding geram.
"Aku tidak akan bertarung denganniu," sahut Rangga, kalem.
"Pengecut"
"Syukur kalau kau mengetahuinya."
"Brengsek Brengsek Ayo, lawan aku Lawan aku..." bentak Pengemis Sinting sambil mencak-mencak sendiri.
"Tidak Aku tidak akan melawanmu, kecuali…”
"Kecuali apa? Ayo, katakan cepat"
"Kecuali kau katakan, siapa yang telah membunuh Ki Danang Mangkuto dan Ki Putut Denawa."
"Apa?"
Mata Pengemis Sinting melotot lebar Tapi tiba- tiba dia tersenyum lebar.
"He he he... Aku tahu Kau mau mengakali, bukan? Kau ingin mengorek keterangan dariku" tebak Pengemis Sinting, cerdik.
"Untuk apa mengorek keterangan darimu? Aku hanya ingin membuktikan bahwa kau hanya berbohong. Dan ternyata benar. Kau tidak tahu apa- apa soal pembunuh itu," tukas Rangga, memancing kembali.
"Huh, enak saja Aku berani ngomong, karena aku tahu apa yang kuomongkan" sergah Pengemis Sinting kelihatan berang.
"Kalau begitu katakan padaku, siapa pembunuh itu?"
"Mereka suami istri. Atau mungkin juga sepasang kekasih. Pokoknya, mereka selalu bersama. Berbaju dekil sepertiku. Dan mungkin juga mereka pengemis" sahut Pengemis Sinting lantang.
"Mereka pasti punya nama" desak Rangga.
"Yang laki-laki kalau tidak salah bernama.... Barata. Ya, Barata Dan yang perempuan bernama Retno" sahut Pengemis Sinting, menjelaskan.
"Urusan apa yang membuat mereka membuat Ki Danang Mangkuto dan Ki Putut Denawa?" desak Rangga lagi.
"Kenapa tidak kau tanyakan saja kepada mereka?"
"Kau tahu, mereka sudah mati. Bagaimana mungkin aku bisa menanyakan pada mereka?"
"Tidak. Tiga orang lagi masih hidup. Kau bisa tanyakan"
"Ki Ardisoma tidak tahu- menahu soal mereka."
"Dia tahu Terlebih lagi putranya"
"Persoalan apa sebenarnya?"
'Tanyakan saja. Dan kau pasti akan tahu Kalau mereka tidak mengaku, maka berarti mereka berdusta. Dan kau tak perlu repot-repot membantu mereka. He he he..."
Setelah berkata begitu, Pengemis Sinting berkelebat meninggalkan Pendekar Rajawali Sakti. Sepertinya urusannya dengan pemuda itu kembali terlupakan.
Rangga termangu beberapa saat merenungkan ucapan pengemis itu. Laki-laki pengemis tadi tahu pembunuh-pembunuh itu. Tapi dia diam saja dan tidak berniat menolong? Mungkin saja, karena Pengemis Sinting memang bersifat angin-anginan. Kalau suka dia akan menolong kesusahan. Dan kalau lagi tak suka, maka tak peduli orang mati dan teraniaya di depannya. Tapi apa tidak mungkin dia bersekutu dengan kedua pembunuh itu?
"Ayo, Dewa Bayu Kita kembali ke tempat tadi" ajak Pendekar Rajawali Sakti seraya menepuk kuda tunggangannya, bergegas kembali ke tempat Ki Ardisoma.
***
Hari telah sore ketika Pendekar Rajawali Sakti tiba di rumah Ki Ardisoma. Namun laki- laki setengah baya itu agaknya tengah menunggu di halaman depan rumah, bersama beberapa orang anak buahnya. Wajahnya tampak cerah begitu mebhat kehadiran Rangga.
"Ah, Rangga Syukurlah kau kembali. Kukira kau akan terus mengejarnya" desah Ki Ardisoma, ketika Rangga telah turun dari kudanya dan menghampiri.
"Aku memang mengejarnya," sahut Rangga.
Salah seorang anak buah Ki Ardisoma tampak mengambil Dewa Bayu untuk kembali dibawa ke istal.
"He, jadi kau bertemu lagi dengannya?" tanya Ki Ardisoma dengan kening berkemt.
'Ya Bahkan kami sempat berbicara."
"Bicara soal apa?"
"Soal urusan ini."
"Apa yang kau dapat darinya?"
"Banyak. Tapi lebih baik kita bicarakan hal ini di dalam. Dan..., berdua saja," pinta Rangga.
"Baiklah," desah Ki Ardisoma, menyetujui.
Ki Ardisoma bergegas mengajak Pendekar Rajawali Sakti ke dalam. Dan dia sudah tak sabar ingin mengetahui berita yang dibawa Pendekar Rajawali Sakti. Dipersilakannya pemuda itu duduk di ruang tamu.
"Nah Di tempat ini kujamin aman, Rangga. Apa yang hendak kau ceritakan?"
Rangga menarik napas panjang, sebelum memandang orang tua itu lekat-lekat.
"Kenalkah kau pada orang yang bernama..., Barata dan Retno, Ki?" tanya Pendekar Rajawali Sakti.
"Barata dan Retno? Tentu saja. Mereka dulu bekerja padaku," sahut Ki Ardisoma terus terang.
"Ke mana mereka kini?" cecar Pendekar Rajawali Sakti.
"Entahlah. Terakhir mereka kabur dari rumah, karena mencuri barang- barang berharga milikku. Untung Bratasena mengetahui dan melakukan pengejaran," jelas Ki Ardisoma.
Pendekar Rajawali Sakti - 179. Patung Dewi Ratih Boma Gendeng ~ Bonek Candi Sewu Dewi Ular ~ Gadis Penyelamat Bumi Pendekar Slebor - Pembunuh Dari Jepang
Dewi Sri Tanjung ~ Si Tangan Iblis
mbil berkacak pinggang.
"Eh, jangan salah Siapa bilang aku mengakui kehebatanmu? Kukatakan melawanmu sia-sia saja. Karena dengan sekali sentil, kau akan kubuat jungkir balik keliling dunia" sahut Rangga sambil menunjukkan kelingkingnya.
"He, apa? Kurang ajar Kurang ajar.."
Pengemis Sinting menghentak-hentakkan kakinya.
"Ayo, mari kita tarung Buktikan ucapanmu itu, cepaaat..." lanjut laki-laki tua ini sambil menuding geram.
"Aku tidak akan bertarung denganniu," sahut Rangga, kalem.
"Pengecut"
"Syukur kalau kau mengetahuinya."
"Brengsek Brengsek Ayo, lawan aku Lawan aku..." bentak Pengemis Sinting sambil mencak-mencak sendiri.
"Tidak Aku tidak akan melawanmu, kecuali…”
"Kecuali apa? Ayo, katakan cepat"
"Kecuali kau katakan, siapa yang telah membunuh Ki Danang Mangkuto dan Ki Putut Denawa."
"Apa?"
Mata Pengemis Sinting melotot lebar Tapi tiba- tiba dia tersenyum lebar.
"He he he... Aku tahu Kau mau mengakali, bukan? Kau ingin mengorek keterangan dariku" tebak Pengemis Sinting, cerdik.
"Untuk apa mengorek keterangan darimu? Aku hanya ingin membuktikan bahwa kau hanya berbohong. Dan ternyata benar. Kau tidak tahu apa- apa soal pembunuh itu," tukas Rangga, memancing kembali.
"Huh, enak saja Aku berani ngomong, karena aku tahu apa yang kuomongkan" sergah Pengemis Sinting kelihatan berang.
"Kalau begitu katakan padaku, siapa pembunuh itu?"
"Mereka suami istri. Atau mungkin juga sepasang kekasih. Pokoknya, mereka selalu bersama. Berbaju dekil sepertiku. Dan mungkin juga mereka pengemis" sahut Pengemis Sinting lantang.
"Mereka pasti punya nama" desak Rangga.
"Yang laki-laki kalau tidak salah bernama.... Barata. Ya, Barata Dan yang perempuan bernama Retno" sahut Pengemis Sinting, menjelaskan.
"Urusan apa yang membuat mereka membuat Ki Danang Mangkuto dan Ki Putut Denawa?" desak Rangga lagi.
"Kenapa tidak kau tanyakan saja kepada mereka?"
"Kau tahu, mereka sudah mati. Bagaimana mungkin aku bisa menanyakan pada mereka?"
"Tidak. Tiga orang lagi masih hidup. Kau bisa tanyakan"
"Ki Ardisoma tidak tahu- menahu soal mereka."
"Dia tahu Terlebih lagi putranya"
"Persoalan apa sebenarnya?"
'Tanyakan saja. Dan kau pasti akan tahu Kalau mereka tidak mengaku, maka berarti mereka berdusta. Dan kau tak perlu repot-repot membantu mereka. He he he..."
Setelah berkata begitu, Pengemis Sinting berkelebat meninggalkan Pendekar Rajawali Sakti. Sepertinya urusannya dengan pemuda itu kembali terlupakan.
Rangga termangu beberapa saat merenungkan ucapan pengemis itu. Laki-laki pengemis tadi tahu pembunuh-pembunuh itu. Tapi dia diam saja dan tidak berniat menolong? Mungkin saja, karena Pengemis Sinting memang bersifat angin-anginan. Kalau suka dia akan menolong kesusahan. Dan kalau lagi tak suka, maka tak peduli orang mati dan teraniaya di depannya. Tapi apa tidak mungkin dia bersekutu dengan kedua pembunuh itu?
"Ayo, Dewa Bayu Kita kembali ke tempat tadi" ajak Pendekar Rajawali Sakti seraya menepuk kuda tunggangannya, bergegas kembali ke tempat Ki Ardisoma.
***
Hari telah sore ketika Pendekar Rajawali Sakti tiba di rumah Ki Ardisoma. Namun laki- laki setengah baya itu agaknya tengah menunggu di halaman depan rumah, bersama beberapa orang anak buahnya. Wajahnya tampak cerah begitu mebhat kehadiran Rangga.
"Ah, Rangga Syukurlah kau kembali. Kukira kau akan terus mengejarnya" desah Ki Ardisoma, ketika Rangga telah turun dari kudanya dan menghampiri.
"Aku memang mengejarnya," sahut Rangga.
Salah seorang anak buah Ki Ardisoma tampak mengambil Dewa Bayu untuk kembali dibawa ke istal.
"He, jadi kau bertemu lagi dengannya?" tanya Ki Ardisoma dengan kening berkemt.
'Ya Bahkan kami sempat berbicara."
"Bicara soal apa?"
"Soal urusan ini."
"Apa yang kau dapat darinya?"
"Banyak. Tapi lebih baik kita bicarakan hal ini di dalam. Dan..., berdua saja," pinta Rangga.
"Baiklah," desah Ki Ardisoma, menyetujui.
Ki Ardisoma bergegas mengajak Pendekar Rajawali Sakti ke dalam. Dan dia sudah tak sabar ingin mengetahui berita yang dibawa Pendekar Rajawali Sakti. Dipersilakannya pemuda itu duduk di ruang tamu.
"Nah Di tempat ini kujamin aman, Rangga. Apa yang hendak kau ceritakan?"
Rangga menarik napas panjang, sebelum memandang orang tua itu lekat-lekat.
"Kenalkah kau pada orang yang bernama..., Barata dan Retno, Ki?" tanya Pendekar Rajawali Sakti.
"Barata dan Retno? Tentu saja. Mereka dulu bekerja padaku," sahut Ki Ardisoma terus terang.
"Ke mana mereka kini?" cecar Pendekar Rajawali Sakti.
"Entahlah. Terakhir mereka kabur dari rumah, karena mencuri barang- barang berharga milikku. Untung Bratasena mengetahui dan melakukan pengejaran," jelas Ki Ardisoma.