Cerita Silat | Cheng Hoa Kiam | By Kho Ping Hoo | Cheng Hoa Kiam | Cersil Sakti | Cheng Hoa Kiam pdf
Si Teratai Merah Bag II - Asmaraman S. Kho Ping Hoo Pendekar Rajawali Sakti - 180. Penghianatan di Bukit Kera Tara Zagita ~ Ratu Peri Dari Selat Sunda Pendekar Rajawali Sakti - 181. Lima Golok Setan Cheng Hoa Kiam - Kho Ping Hoo
gat akan anak
pungutnya ketika ia mengobati tangan Wi Liong.
"Anak muda, sebetulnya kau hendak pergi ke manakah?"
Wi Liong juga amat tertarik kepada orang tua yang baik budi ini. Teringat ia kepada Kwee Sun Tek pamannya,
dan dibandingkan dengan pamannya, orang tua ini sama baiknya, berbudi dan ramah-tamah serta jenaka pula.
Oleh karena itu ia merasa tidak perlu membohong, jawabnya terus terang,
"Aku hendak mencari seorang di kota raja memenuhi permintaan pamanku."
"Ke kota raja di utara?" Kam Ceng Swi mengerutkan keningnya. "Di sana tidak begitu baik keadaannya, orang
muda. Orang-orang selatan amat dicurigai dan salah-salah kau akan ditangkap. Bukan hanya serdadu-serdadu
Mongol itu yang membenci orang selatan seperti kita, malah orang-orang kang-ouw di utara yang sudah
menjadi kaki tangan Mongol, juga selalu memusuhi kita. Kau tahu, orang-orang seperti Thai Khek Sian itupun
kabarnya membantu pemerintah Mongol.......”
Wi Liong menjawab tenang. "Tidak apa, lo-enghiong......"
"Wi Liong, terhadap kau aku merasa seperti berhadapan dengan keluarga sendiri, jangan kau menyebut lo-
enghiong (orang tua gagah) segala. Sebut saja paman, lebih sedap didengar."
Wi Liong tersenyum. Benar-benar kakek ini menarik hati dan menyenangkan.
"Baiklah. Kam-siok-siok (paman Kam). Sebetulnya aku memenuhi perintah paman Kwee Sun Tek untuk mencari
keterangan perihal orang bernama Beng Kun Cinjin Gan Tui yang kabarnya menjadi panglima di istana Kaisar
Mongol."
"Aahhh......., dia.......?" Kam Ceng Swi mengerutkan kenangnya. "Untuk apakah kau mencari dia?'
"Paman Kwee belum memberi tahu kepentingannya, hanya minta supaya aku menyelidiki di mana dia
sekarang berada."
"Kalau begitu tak usah kau ke utara. Wi Liong."
"Eh, kenapakah? Apa dia sudah mati?"
"Tidak. Dia itu dahulunya seorang tokoh kang-ouw yang cukup terkenal seorang yang memiliki ilmu kepandaian
tinggi. Akan tetapi sayang sekali, ia dapat dibujuk oleh Kaisar Mongol menjadi kaki tangannya, malah menikah
segala di istana! Sungguh memalukan dan mengecewakan sekali, apa lagi kalau diingat bahwa hal itu terjadi
setelah dia menjadi seorang hwesio!"
"Apa dia sekarang masih di istana. Kam-siok-siok?" tanya Wi Liong, dalam hati terheran-her an mengapa
pamannya menyuruh dia mencari orang macam itu.
"Kurasa tidak. Pernah aku mendengar bahwa dia telah meninggalkan Jengis Khan beberapa tahun yang lalu
dan semenjak itu tak seorangpun mendengar di mana adanya Beng Kun Cinjin." Memang Kam Ceng Swi
dahulu tidak mendapat kesempatan mendengar tentang perbuatan Beng Kun Cinjin terhadap murid-muridnya,
juga tidak tahu bahwa Kwee Sun Tek itu murid Beng Kun Cinjin. Kalau ia mendengar akan hal itu tentu ia
sudah menceritakannya kepada Wi Liong.
"Kalau begitu memang percuma saja aku pergi ke utara, " kata Wi Liong.
"Memang tidak ada gunanya. Semenjak melarikan diri dari istana. Beng Kun Cinjin tentu saja dianggap musuh
dan dicari oleh.orang-orang Mongol. Maka dapat dipastikan bahwa dia tentu melarikan diri ke selatan. Kalau
hendak mencari dia, sebaiknya di selatan menanyakan kepada orang-orang kang-ouw di daerah selatan tentu
ada yang tahu."
Wi Liong menurut akan petunjuk ini. Mereka lalu berpisah setelah Wi Liong menghaturkan terima kasihnya dan
berjanji kelak akan mengunjungi Kun-lun-san. Akan tetapi dia tetap menyembunyikan nama gurunya karena
tahu bahwa gurunya tidak menghendaki namanya disebut-sebut di luaran. Dia sendiri lalu kembali ke Wuyi-
san, menceritakan pengalamannya kepada Kwee Suu Tek kemudian setelah suhunya keluar, ia bercerita pula
sambil menangis tentang kekalahannya yang amat memalukan terhadap Thai Khek Sian.
"Tentu saja kau kalah. Mana bisa menang melawan susiokmu?” komentar Thian Te Cu singkat, membuat Wi
Liong terkejut bukan main.
Setelah menuturkan tentang kekalahannya terhadap Thai Khek Sian kepada gurunya sambil menangis. Wi
Liong lalu menerima latihan-latihan lagi selama satu tahun. Ilmu-ilmu tinggi yang tadinya disimpan saja oleh
Thian Te Cu. sekarang diwariskan kepada pemuda itu, di samping nasihat-nasihat dan gemblengan ilmu batin
yang sekaligus merobah watak Wi Liong menjadi lebih pendiam dan masak.
Demikianlah, seperti telah dituturkan dalam bagian yang lalu. Thio Wi Liong; duduk berlutut di hadapan suhunya
yang bersila di tempat samadhinya. Hati Wi Liong amat terharu namun ia dapat menekannya karena pemuda
ini sekarang telah memiliki kekuatan batin untuk menekan dan mengalahkan segala perasaan yang datang
dalam kalbunya. Baru sekarang selama belasan tahun hidup di dekat Thian Te Cu. ia mendengar orang aneh ini
bicara agak banyak. Biasanya Thian Te Cu hanya bicara sedikit sekali singkat dan yang perlu saja. Bahkan ada
kalanya kakek luar biasa ini hanya mempergunakan gerak tangan dan kepala untuk menyatakan
kehendaknya, seperti orang gagu. Baru hari itu. setelah gurunya menyatakan bahwa kepandaiannya sudah
cukup untuk menandingi Thai Khek Sian gurunya bicara panjang lebar memberi nasihat-nasihat. Perasaannya
membisiki bahwa ini merupakan tanda bahwa gurunya hendak memisahkan diri, mungkin untuk selamanya.
"Mulai sekarang kau boleh turuni gunung dan mulai hidup baru. Ingat, pekerjaan apapun juga yang kaulakukan
kerjakanlah dengan hati bersih, dengan semangat besar dan dengan kesadaran sepenuhnya bahwa yang kau
kerjakan tidak berlawanan dengan kebajikan dan keadilan. Jangan kau mudah dimabok k esenangan dan
kemuliaan dunia yang palsu dan yang mudah menyelewengkan batin manusia. Ingat bahwa segala kejahatan
manusia yang terjadi di dunia ini selalu ditimbulkan oleh ketidak-sadaran karena mabok dan silau oleh
kesenangan, kemuliaan dunia, karena lemah dan tak berdaya terhadap nafsu sendiri." Kakek aneh itu berhenti,
agaknya lelah sekali karena terlalu banyak bicara. Memang sudah lama dia menghemat suaranya dan bicara
agak banyak ini amat melelahkannya.
"Suhu teccu mendengar dari paman Kwee, juga dari luaran ketika teecu turun gunung bahwa sekarang ini
negara sedang dalam keadaan terancam dan tidak aman. Orang-orang kang-ouw saling bermusuhan, ada yang
memihak pemerintah baru di utara dan ada yang memihak Kerajaan Sung. Kalau teecu turun gunung dan
Si Teratai Merah Bag II - Asmaraman S. Kho Ping Hoo Pendekar Rajawali Sakti - 180. Penghianatan di Bukit Kera Tara Zagita ~ Ratu Peri Dari Selat Sunda Pendekar Rajawali Sakti - 181. Lima Golok Setan Cheng Hoa Kiam - Kho Ping Hoo
gat akan anak
pungutnya ketika ia mengobati tangan Wi Liong.
"Anak muda, sebetulnya kau hendak pergi ke manakah?"
Wi Liong juga amat tertarik kepada orang tua yang baik budi ini. Teringat ia kepada Kwee Sun Tek pamannya,
dan dibandingkan dengan pamannya, orang tua ini sama baiknya, berbudi dan ramah-tamah serta jenaka pula.
Oleh karena itu ia merasa tidak perlu membohong, jawabnya terus terang,
"Aku hendak mencari seorang di kota raja memenuhi permintaan pamanku."
"Ke kota raja di utara?" Kam Ceng Swi mengerutkan keningnya. "Di sana tidak begitu baik keadaannya, orang
muda. Orang-orang selatan amat dicurigai dan salah-salah kau akan ditangkap. Bukan hanya serdadu-serdadu
Mongol itu yang membenci orang selatan seperti kita, malah orang-orang kang-ouw di utara yang sudah
menjadi kaki tangan Mongol, juga selalu memusuhi kita. Kau tahu, orang-orang seperti Thai Khek Sian itupun
kabarnya membantu pemerintah Mongol.......”
Wi Liong menjawab tenang. "Tidak apa, lo-enghiong......"
"Wi Liong, terhadap kau aku merasa seperti berhadapan dengan keluarga sendiri, jangan kau menyebut lo-
enghiong (orang tua gagah) segala. Sebut saja paman, lebih sedap didengar."
Wi Liong tersenyum. Benar-benar kakek ini menarik hati dan menyenangkan.
"Baiklah. Kam-siok-siok (paman Kam). Sebetulnya aku memenuhi perintah paman Kwee Sun Tek untuk mencari
keterangan perihal orang bernama Beng Kun Cinjin Gan Tui yang kabarnya menjadi panglima di istana Kaisar
Mongol."
"Aahhh......., dia.......?" Kam Ceng Swi mengerutkan kenangnya. "Untuk apakah kau mencari dia?'
"Paman Kwee belum memberi tahu kepentingannya, hanya minta supaya aku menyelidiki di mana dia
sekarang berada."
"Kalau begitu tak usah kau ke utara. Wi Liong."
"Eh, kenapakah? Apa dia sudah mati?"
"Tidak. Dia itu dahulunya seorang tokoh kang-ouw yang cukup terkenal seorang yang memiliki ilmu kepandaian
tinggi. Akan tetapi sayang sekali, ia dapat dibujuk oleh Kaisar Mongol menjadi kaki tangannya, malah menikah
segala di istana! Sungguh memalukan dan mengecewakan sekali, apa lagi kalau diingat bahwa hal itu terjadi
setelah dia menjadi seorang hwesio!"
"Apa dia sekarang masih di istana. Kam-siok-siok?" tanya Wi Liong, dalam hati terheran-her an mengapa
pamannya menyuruh dia mencari orang macam itu.
"Kurasa tidak. Pernah aku mendengar bahwa dia telah meninggalkan Jengis Khan beberapa tahun yang lalu
dan semenjak itu tak seorangpun mendengar di mana adanya Beng Kun Cinjin." Memang Kam Ceng Swi
dahulu tidak mendapat kesempatan mendengar tentang perbuatan Beng Kun Cinjin terhadap murid-muridnya,
juga tidak tahu bahwa Kwee Sun Tek itu murid Beng Kun Cinjin. Kalau ia mendengar akan hal itu tentu ia
sudah menceritakannya kepada Wi Liong.
"Kalau begitu memang percuma saja aku pergi ke utara, " kata Wi Liong.
"Memang tidak ada gunanya. Semenjak melarikan diri dari istana. Beng Kun Cinjin tentu saja dianggap musuh
dan dicari oleh.orang-orang Mongol. Maka dapat dipastikan bahwa dia tentu melarikan diri ke selatan. Kalau
hendak mencari dia, sebaiknya di selatan menanyakan kepada orang-orang kang-ouw di daerah selatan tentu
ada yang tahu."
Wi Liong menurut akan petunjuk ini. Mereka lalu berpisah setelah Wi Liong menghaturkan terima kasihnya dan
berjanji kelak akan mengunjungi Kun-lun-san. Akan tetapi dia tetap menyembunyikan nama gurunya karena
tahu bahwa gurunya tidak menghendaki namanya disebut-sebut di luaran. Dia sendiri lalu kembali ke Wuyi-
san, menceritakan pengalamannya kepada Kwee Suu Tek kemudian setelah suhunya keluar, ia bercerita pula
sambil menangis tentang kekalahannya yang amat memalukan terhadap Thai Khek Sian.
"Tentu saja kau kalah. Mana bisa menang melawan susiokmu?” komentar Thian Te Cu singkat, membuat Wi
Liong terkejut bukan main.
Setelah menuturkan tentang kekalahannya terhadap Thai Khek Sian kepada gurunya sambil menangis. Wi
Liong lalu menerima latihan-latihan lagi selama satu tahun. Ilmu-ilmu tinggi yang tadinya disimpan saja oleh
Thian Te Cu. sekarang diwariskan kepada pemuda itu, di samping nasihat-nasihat dan gemblengan ilmu batin
yang sekaligus merobah watak Wi Liong menjadi lebih pendiam dan masak.
Demikianlah, seperti telah dituturkan dalam bagian yang lalu. Thio Wi Liong; duduk berlutut di hadapan suhunya
yang bersila di tempat samadhinya. Hati Wi Liong amat terharu namun ia dapat menekannya karena pemuda
ini sekarang telah memiliki kekuatan batin untuk menekan dan mengalahkan segala perasaan yang datang
dalam kalbunya. Baru sekarang selama belasan tahun hidup di dekat Thian Te Cu. ia mendengar orang aneh ini
bicara agak banyak. Biasanya Thian Te Cu hanya bicara sedikit sekali singkat dan yang perlu saja. Bahkan ada
kalanya kakek luar biasa ini hanya mempergunakan gerak tangan dan kepala untuk menyatakan
kehendaknya, seperti orang gagu. Baru hari itu. setelah gurunya menyatakan bahwa kepandaiannya sudah
cukup untuk menandingi Thai Khek Sian gurunya bicara panjang lebar memberi nasihat-nasihat. Perasaannya
membisiki bahwa ini merupakan tanda bahwa gurunya hendak memisahkan diri, mungkin untuk selamanya.
"Mulai sekarang kau boleh turuni gunung dan mulai hidup baru. Ingat, pekerjaan apapun juga yang kaulakukan
kerjakanlah dengan hati bersih, dengan semangat besar dan dengan kesadaran sepenuhnya bahwa yang kau
kerjakan tidak berlawanan dengan kebajikan dan keadilan. Jangan kau mudah dimabok k esenangan dan
kemuliaan dunia yang palsu dan yang mudah menyelewengkan batin manusia. Ingat bahwa segala kejahatan
manusia yang terjadi di dunia ini selalu ditimbulkan oleh ketidak-sadaran karena mabok dan silau oleh
kesenangan, kemuliaan dunia, karena lemah dan tak berdaya terhadap nafsu sendiri." Kakek aneh itu berhenti,
agaknya lelah sekali karena terlalu banyak bicara. Memang sudah lama dia menghemat suaranya dan bicara
agak banyak ini amat melelahkannya.
"Suhu teccu mendengar dari paman Kwee, juga dari luaran ketika teecu turun gunung bahwa sekarang ini
negara sedang dalam keadaan terancam dan tidak aman. Orang-orang kang-ouw saling bermusuhan, ada yang
memihak pemerintah baru di utara dan ada yang memihak Kerajaan Sung. Kalau teecu turun gunung dan