Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Cheng Hoa Kiam - 89

$
0
0
Cerita Silat | Cheng Hoa Kiam | By Kho Ping Hoo | Cheng Hoa Kiam | Cersil Sakti | Cheng Hoa Kiam pdf

Pendekar Slebor - Pembunuh Dari Jepang
Dewi Sri Tanjung ~ Si Tangan Iblis Pendekar Rajawali Sakti - 182. Dendam Sepasang Gembel Joko Sableng ~ Rahasia Kampung Setan Joko Sableng ~ Misteri Tengkorak Berdarah


  sambil memandang ke sekelilingnya. Sinar matanya yang bersembunyi dari balik alis tebal itu menyambar-
  nyambar penuh bahaya. Akan tetapi, para tamu di dalam warung itu hanya orang-orang biasa, tidak ada yang
  mencurigakan. Diam-diam ia bergidik sendiri. Sudah terang baginya bahwa ada orang pandai yang baru saja
  menyerangnya dengan pukulan dari jauh, tepat mengenai siku tangan kirinya, membuat tangan kirinya terasa
  lumpuh. Orang yang mampu melakukan hal ini sudah tentu seorang pandai sekali. Akan tetapi ternyata orang
  itupun tidak bermaksud jahat, kalau tidak demikian kiranya pergelangan sikunya dapat terluka lebih hebat lagi.
  Setelah mendapat kenyataan bahwa di tempat itu tidak terdapat orang yang patut memiliki kepandaian tinggi
  dalam pandangannya, Bu-ceng Tok-ong dengan langkah lebar keluar dari warung itu, sedikitpun tidak
  menengok lagi kepada A Sam.
  Para tamupun bubaran cepat-cepat dan sehari itu warung yang biasanya ramai ini menjadi sepi. Berita tentang
  peristiwa itu cepat sekali tersiar dan orang-orang tidak berani berbelanja di situ, takut kalau terbawa-bawa.
  Juga Wi Liong diam-diam pergi dari tempat itu. Tadi dia yang menolong A Sam dan diam-diam dia mengirim
  pukulan jarak jauh, tidak terlalu kuat akan tetapi cukup memberi peringatan kepada Bu-ceng Tok-ong bahwa
  kalau Raja Racun ini melanjutkan perbuatannya, menggodok kepala A Sam hidup-hidup, tentu akan ada orang
  yang menolong pelayan itu. Wi Liong bukan seorang bodoh. Dia tidak mau berlaku ceroboh di dalam kota yang
  selalu terjaga kuat dan penuh dengan mata-mata pemerintah Mongol. Ia hendak menyelidiki urusan pribadinya
  dengan diam-diam tanpa banyak menimbulkan keributan. Ia sudah mengambil keputusan untuk menemui A
  Sam malam nanti dan minta penjelasan lebih jauh tentang Beng Kun Cinjin.
  Malam hari itu kota raja ke dua itu nampak indah di bawah sinar bulan yang sore-sore telah muncul di langit
  biru. Suasana remang-remang romantis menimbulkan kegembiraan dalam hati. Sayang sekali hawa amat
  dinginnya, orang-orang tidak sda yang berani keluar kalau tidak mempunyai keperluan penting. Lebin enak
  berdiam di rumah menghadapi hangatnya api di perapian. Apa lagi menjelang tengah malam setelah bulan
  jauh terbang ke arah barat, dinginnya bukan kepalang.
  Akan tetapi bagi Wi Liong yang sudah memiliki kepandaian tinggi, dengan hawa sinkangnya ia dapat
  mempertahankan kedinginan itu. Malah ia melompat ke sana ke mari dari genteng rumah ini ke genteng
  rumah itu bagaikan seekor burung beterbangan. Gerakannya gesit bukan main dan bagi mata biasa sukarlah
  mengikuti gerakan-gerakan Wi Liong. Sebentar saja ia sudah tiba di atas genteng rumah makan yang pagi hari
  tadi menjadi tempat keributan. Wi Liong mengintai dari atas genteng. Di bawah gelap saja. tanda penghuninya
  sudah tidur. Ia melompat turun dan sekali raba terbukalah jendela rumah itu.
  Wi Liong terheran karena mendapat kenyataan bahwa jendela itu memang tidak terkunci dari dalam. Ia
  melompat masuk bagaikan seekor kucing tanpa menerbitkan suara sedikitpun dan di lain saat ia hampir
  mengeluarkan seruan kaget ketika di bawah sinar bulan yang menerobos masuk ia melihat tubuh A Sam
  terbujur kaku dan tak bernyawa di atas bangku panjang! Ia cepat melompat lagi dan kini ia menuju ke rumah
  gedung di depan warung itu. A Sam sudah tidak bisa dimintai keterangan dan orang satu-satunya yang dapat
  memberi keterangan kiranya hanya orang she Liu yang oleh A Sam disebut bandot tua.
  Dari jauh ia sudah melihat pertempuran hebat terjadi di atas genteng tebal rumah gedung keluarga Liu. Ia
  mengenal kakek aneh bermuka merah yang pagi tadi makan di warung. Kakek itu dibantu oleh seorang gadis
  muda mengeroyok Bu-ceng Tok-ong yang lihai, menggunakan golok besarnya sedangkan gadis muda itu
  menggunakan sebatang pedang, ilmu silatnya cepat dan cukup lihai. Namun Bu-ceng Tok-ong yang bertangan
  kosong itu dapat melayani dua orang lawannya yang bersenjata dengan baik, malah dengan pukulan-pukulan
  yang mengandung hawa beracun ia dapat mendesak dua orang lawannya yang bersikap hati-hati dan main
  mundur!
  Wi Liong tahu akan kejahatan Bu-ceng Tok-ong dan ia memang tidak suka kepada tokoh Mo-kauw yang sudah
  pernah menculiknya dari puncak Kun-lun-san itu. Akan tetapi ia tidak mengenal kakek bermuka merah dan
  gadis berpedang itu. maka merasa tidak pada tempatnya kalau ia membantu mereka tanpa mengetahui
  sebab-sebab pertempuran. Tanpa diketahui oleh mereka yang sedang bertempur seru, Wi Liong menyelinap
  dan terus melompat ke bagian lain dari rumah gedung keluarga Liu. Dia hendak menyelidiki dan mencari
  musuh besarnya, tak perlu melibatkan diri dengan urusan orang lain, pikirnya.
  Akan tetapi baru saja kedua kakinya menginjak genteng di bagian belakang, tiba-tiba ia berjongkok dan
  bersembunyi di balik wuwungan ketika dari bawah melayang naik dua bayangan orang, juga seorang gadis
  dan seorang kakek pengemis. Gadis manis itu belum pernah Wi Liong mengenalnya, akan tetapi melihat kakek
  pengemis yang tangan kiri memegang tongkat bambu dan tangan kanan memegang mangkok, pengemis
  bertubuh kecil pendek dan bermata besar ini. ia teringat akan penuturan pamannya bahwa di dunia kang-ouw
  terdapat seorang tokoh besar bernama Pak-thian Koai-jin. Inikah orangnya?
  "Suhu. puas hati teecu (aku) dapat membasmi seorang okpa (hartawan jahat) seperti bandot tua she Liu itu!"
  terdengar gadis manis itu berkata, suaranya nyaring dan bersemangat.
  "Hemm. kalian orang-orang muda memang berdarah panas. Lihat agaknya See-thian Hoat-ong dan
  keponakannya yang jelita itu tidak akan kuat menghadapi Bu-ceng Tok-ong. Mari kita bantu!" kata kakek tadi
  yang sebetulnya memang Pak-thian Koai-jin adanya.
  Dua pendatang baru ini cepat menyerbu dan betapapun lihai kepandaian Bu-ceng Tok-ong. menghadapi empat
  orang lawan yang berilmu tinggi, apa lagi dua orang kakek itu, ia segera terdesak dan menjadi kerepotan.
  "Ramai-ramai mengeroyok seorang lawan! Curang sekali......!" ia memaki-maki sambil melompat ke sana ke
  mari mengibaskan tangan baju dan mengirim pukulan-pukulan dahsyat.
  Melihat sekarang Bu-ceng Tok-ong mundur-mundur. Pak-thian Koai-jin berkata kepada kawan-kawannya, "Beri
  ampun dia kali ini!" Inilah tanda ajakan bagi ka

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Latest Images

Trending Articles

<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>