Cerita Silat | Jahanam Bermuka Dua | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Jahanam Bermuka Dua | Cersil Sakti | Jahanam Bermuka Dua pdf
Pendekar Slebor - Pembunuh Dari Jepang
Dewi Sri Tanjung ~ Si Tangan Iblis Pendekar Rajawali Sakti - 182. Dendam Sepasang Gembel Joko Sableng ~ Rahasia Kampung Setan Joko Sableng ~ Misteri Tengkorak Berdarah
.
"Yeaaa..."
Pada saat yang sama Nyai Warengket melihat kesempatan baik. Segera digunakannya sebaik-baiknya. Dalam keadaan mengapung begitu, akan sulit bagi lawan untuk menghindar dari hajarannya. Maka dengan mengerahkan segenap tenaga yang dimiliki dihantamnya Pendekar Rajawali Sakti dengan pukulan maut untuk yang ketiga kalinya.
Wusss...
Tapi pada saat itu pula justru Rangga tengah mempersiapkan diri untuk membalas serangan. Maka begitu melihat Nyai Warengket telah melepas serangan, Pendekar Rajawali Sakti segera memasukkan pedangnya ke warangka. Sementara, kedua tangannya telah terselubung sinar biru berkilau sebesar kepala bayi. Lalu.....
"Aji 'Cakra Buana Sukma' Yeaaa..."
Sambil membentak keras, Pendekar Rajawali Sakti menghentakkan kedua tangannya ke depan' dengan tenaga dalam amat tinggi.
Siuttt
Jderrr...
Kedua pukulan bertenaga dalam tinggi itu saling beradu, menimbulkan ledakan keras menggelegar. Bunga api dan asap hitam tampak menyembul di tengah, tepat terjadinya benturan.
Wusss...
Namun, cahaya biru dari aji 039;Cakra Buana Sukma' yang dikeluarkan Pendekar Rajawali Sakti terus menerobos. Bahkan....
Blarrr...
"Aaa..."
Tubuh Nyai Warengket kontan terpental, tatkala cahaya biru itu menggulung dirinya. Terdengar pekikan panjang yang keluar dari mulutnya. Beberapa buah pohon yang dilanda tubuhnya hancur berantakan, dan hangus terbakar terkena pukulan Pendekar Rajawali Sakti.
Sementara Nyai Warengket diam tak berkutik ketika tubuhnya membentur pohon yang terakhir. Tamat sudah riwayatnya.
Pendekar Rajawali Sakti menghela napas panjang sambil tetap memandang tubuh perempuan tua itu yang telah gosong. Lalu perlahan-lahan perhatiannya dialihkan pada Gardika yang tengah dipangku Katmani.
***
Untuk sesaat Pendekar Rajawali Sakti tak tahu harus berkata apa. Laki-laki di depannya itu adalah ayah Gardika, orang yang tewas karena perbuatannya. Apa yang bisa dilakukannya selain berdiri mematung memandangi ayah dan anak itu?
"Maaf.... Kau mungkin tidak suka melihat-ku...."
Akhirnya keluar juga kalimat itu dari mulut Pendekar Rajawali Sakti.
"Hatiku tidak seperti yang kau duga, AnakMuda. Aku telah menerima semua ini dengan lapang dada...," desah Katmani lirih.
Rangga terdiam sejenak.
"Ini telah menjadi takdirku yang tidak bisa dielakkan. Meski aku sedih, karena kematian anak-ku yang sejak bayi, …… sekali ini lagi kutemui. Tapi, aku tidak menyalahkanmu...," lanjut Katmani lesu.
"Telah banyak korban yang ditimbulkannya. Dia haus darah...," ucap Rangga hati- hati.
Katmani mengangguk.
"Sebelum ajalnya dia akui hal itu...."
"Mudah-mudahan Yang Maha Kuasa mengam-puni segala kesalahannya...."
"Terima kasih, Anak Muda."
Keduanya kembali terdiam untuk beberapa saat.
"Dia telah tiada. Maukah kau kalau aku mem-bantumu menguburkannya?" kata Rangga mena-warkan diri.
"Terimakasih.... Biar kulakukan sendiri," sahut Katmani.
"Akan kau bawa ke mana?" tanya Rangga.
"Akan kumakamkan di samping makam ibunya...," sahut Katmani getir.
"Di mana makam ibunya? Di desa ini juga?" Katmani mengangguk.
Rangga menghela napas sesak, dan belum be-ranjak dari tempatnya.
"Aku tahu perasaanmu, Anak Muda. Tapi tidak usah merasa bersalah. Bukankah sudah kukatakan bahwa aku ikhlas menerima semua ini?"
"Ya, aku mengerti. Tapi, izinkan aku melihat upacara pemakamannya...."
"Aku tidak menguburkan anakku dengan upacara segala...."
Rangga terdiam.
"Dan kalau kau tidak keberatan, bisakah kau meninggalkan kami berdua di sini?" usir Katmani, halus.
Rangga kembali tak menjawab. Kepalanya me-noleh ke samping, melihat kuda hitam yang berjalan pelan mendekati. Kemudian dengan langkah berat dihampirinya Dewa Bayu.
"Kisanak...," panggil Pendekar Rajawali Sakti setelah melompat ke punggung kuda.
Dan Katmani menoleh.
"Bagaimanapun bencinya kau padaku, aku ingin agar kau sudi memaafkanku. Kubunuh dia bukan karena imbalan atau dendam pribadi. Karena jika tidak begitu, ketenangan orang banyak akan terancam olehnya," jelas Rangga, seperti kurang yakin dengan keikhlasan Katmani.
"Aku mengerti..."
"Terima kasih. Aku pergi dulu"
Setelah berkata begitu, Rangga memutar kudanya, berjalan pelan meninggalkan tempat itu. Ketika jaraknya cukup jauh, kudanya digebah dengan kencang.
"Heaaa..."
Dalam waktu singkat Pendekar Rajawali Sakti telah hilang dari pandangan. Padahal saat itu Katmani masih memandang bayangannya yang telah menghilang dengan tatapan kosong dan wajah hampa.
SELESAI
Segera menyusul serial Pendekar Rajawali Sakti selanjutnya :
KEMBANG LEMBAH DARAH
Scan by Clickers
Pendekar Slebor - Pembunuh Dari Jepang
Dewi Sri Tanjung ~ Si Tangan Iblis Pendekar Rajawali Sakti - 182. Dendam Sepasang Gembel Joko Sableng ~ Rahasia Kampung Setan Joko Sableng ~ Misteri Tengkorak Berdarah
.
"Yeaaa..."
Pada saat yang sama Nyai Warengket melihat kesempatan baik. Segera digunakannya sebaik-baiknya. Dalam keadaan mengapung begitu, akan sulit bagi lawan untuk menghindar dari hajarannya. Maka dengan mengerahkan segenap tenaga yang dimiliki dihantamnya Pendekar Rajawali Sakti dengan pukulan maut untuk yang ketiga kalinya.
Wusss...
Tapi pada saat itu pula justru Rangga tengah mempersiapkan diri untuk membalas serangan. Maka begitu melihat Nyai Warengket telah melepas serangan, Pendekar Rajawali Sakti segera memasukkan pedangnya ke warangka. Sementara, kedua tangannya telah terselubung sinar biru berkilau sebesar kepala bayi. Lalu.....
"Aji 'Cakra Buana Sukma' Yeaaa..."
Sambil membentak keras, Pendekar Rajawali Sakti menghentakkan kedua tangannya ke depan' dengan tenaga dalam amat tinggi.
Siuttt
Jderrr...
Kedua pukulan bertenaga dalam tinggi itu saling beradu, menimbulkan ledakan keras menggelegar. Bunga api dan asap hitam tampak menyembul di tengah, tepat terjadinya benturan.
Wusss...
Namun, cahaya biru dari aji 039;Cakra Buana Sukma' yang dikeluarkan Pendekar Rajawali Sakti terus menerobos. Bahkan....
Blarrr...
"Aaa..."
Tubuh Nyai Warengket kontan terpental, tatkala cahaya biru itu menggulung dirinya. Terdengar pekikan panjang yang keluar dari mulutnya. Beberapa buah pohon yang dilanda tubuhnya hancur berantakan, dan hangus terbakar terkena pukulan Pendekar Rajawali Sakti.
Sementara Nyai Warengket diam tak berkutik ketika tubuhnya membentur pohon yang terakhir. Tamat sudah riwayatnya.
Pendekar Rajawali Sakti menghela napas panjang sambil tetap memandang tubuh perempuan tua itu yang telah gosong. Lalu perlahan-lahan perhatiannya dialihkan pada Gardika yang tengah dipangku Katmani.
***
Untuk sesaat Pendekar Rajawali Sakti tak tahu harus berkata apa. Laki-laki di depannya itu adalah ayah Gardika, orang yang tewas karena perbuatannya. Apa yang bisa dilakukannya selain berdiri mematung memandangi ayah dan anak itu?
"Maaf.... Kau mungkin tidak suka melihat-ku...."
Akhirnya keluar juga kalimat itu dari mulut Pendekar Rajawali Sakti.
"Hatiku tidak seperti yang kau duga, AnakMuda. Aku telah menerima semua ini dengan lapang dada...," desah Katmani lirih.
Rangga terdiam sejenak.
"Ini telah menjadi takdirku yang tidak bisa dielakkan. Meski aku sedih, karena kematian anak-ku yang sejak bayi, …… sekali ini lagi kutemui. Tapi, aku tidak menyalahkanmu...," lanjut Katmani lesu.
"Telah banyak korban yang ditimbulkannya. Dia haus darah...," ucap Rangga hati- hati.
Katmani mengangguk.
"Sebelum ajalnya dia akui hal itu...."
"Mudah-mudahan Yang Maha Kuasa mengam-puni segala kesalahannya...."
"Terima kasih, Anak Muda."
Keduanya kembali terdiam untuk beberapa saat.
"Dia telah tiada. Maukah kau kalau aku mem-bantumu menguburkannya?" kata Rangga mena-warkan diri.
"Terimakasih.... Biar kulakukan sendiri," sahut Katmani.
"Akan kau bawa ke mana?" tanya Rangga.
"Akan kumakamkan di samping makam ibunya...," sahut Katmani getir.
"Di mana makam ibunya? Di desa ini juga?" Katmani mengangguk.
Rangga menghela napas sesak, dan belum be-ranjak dari tempatnya.
"Aku tahu perasaanmu, Anak Muda. Tapi tidak usah merasa bersalah. Bukankah sudah kukatakan bahwa aku ikhlas menerima semua ini?"
"Ya, aku mengerti. Tapi, izinkan aku melihat upacara pemakamannya...."
"Aku tidak menguburkan anakku dengan upacara segala...."
Rangga terdiam.
"Dan kalau kau tidak keberatan, bisakah kau meninggalkan kami berdua di sini?" usir Katmani, halus.
Rangga kembali tak menjawab. Kepalanya me-noleh ke samping, melihat kuda hitam yang berjalan pelan mendekati. Kemudian dengan langkah berat dihampirinya Dewa Bayu.
"Kisanak...," panggil Pendekar Rajawali Sakti setelah melompat ke punggung kuda.
Dan Katmani menoleh.
"Bagaimanapun bencinya kau padaku, aku ingin agar kau sudi memaafkanku. Kubunuh dia bukan karena imbalan atau dendam pribadi. Karena jika tidak begitu, ketenangan orang banyak akan terancam olehnya," jelas Rangga, seperti kurang yakin dengan keikhlasan Katmani.
"Aku mengerti..."
"Terima kasih. Aku pergi dulu"
Setelah berkata begitu, Rangga memutar kudanya, berjalan pelan meninggalkan tempat itu. Ketika jaraknya cukup jauh, kudanya digebah dengan kencang.
"Heaaa..."
Dalam waktu singkat Pendekar Rajawali Sakti telah hilang dari pandangan. Padahal saat itu Katmani masih memandang bayangannya yang telah menghilang dengan tatapan kosong dan wajah hampa.
SELESAI
Segera menyusul serial Pendekar Rajawali Sakti selanjutnya :
KEMBANG LEMBAH DARAH
Scan by Clickers