Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Kembang Lembah Darah - 19

$
0
0
Cerita Silat | Kembang Lembah Darah | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Kembang Lembah Darah | Cersil Sakti | Kembang Lembah Darah pdf

Mahesa Kelud ~ Mencari Mati Di Banten Cersil Mustika Lidah Naga 1 Pendekar Rajawali Sakti - 183. Jahanam Bermuka Dua Candika - Dewi Penyebar Maut 12 Candika - Dewi Penyebar Maut 2

pilihan lain. Kita mesti mencoba-nya" sahut Rangga bersiap-siap hendak menga-dakan perlawanan.
  Sring
  Wulandari pun telah siap mencabut pedangnya.
  "Ringkus mereka" teriak Sekar.
  "Hiaaat"
  Lebih dari sepuluh orang gadis berpakaian merah menyerang bersamaan. Beberapa batang pedang menyambar ke arah Rangga dengan cepat. Namun lincah sekali Pendekar Rajawali Sakti berkelit. Sayang, tidak demikian halnya bagi Wulandari.
  Perlawanan yang diberikan gadis itu tak banyak artinya. Rata-rata gadis berpakaian merahmemiliki kepandaian setingkat. Sehingga tak heran gadis itu cepat terdesak.
  "Lepas"
  "Ohh..."
  Wulandari tercekat ketika pedangnya terlepas dari genggaman, ketika dua gadis lawannya memapaki. Dia berusaha menjauhi lawan, namun tiga orang gadis telah menodongkan pedang terhunus.
  "Hentikan perlawanan kalau tak ingin gadis ini celaka" teriak Sekar.
  Rangga tersentak, namun tak bisa berbuat apa-apa. Wulandari telah jadi sandera. Mau tak mau, dia mengalah dengan menghentikan serangan. Maka saat itu juga dua orang gadis meringkusnya dengan mengikat kedua tangan yang dirapatkan ke tubuh.
  "Bawa mereka ke hadapan ketua" perintah Sekar lagi.
  "Baik"
  Seperti membawa tawanan perang, Rangga dan Wulandari yang telah diikat digiring ke dalam ruangan besar yang biasa digunakan pemilik tempat ini. Begitu tiba, mereka langsung diperintah bersimpuh.
  "Tuanku Kami membawa dua orang tawanan. Yang seorang, Tuanku telah mengenalnya. Se-dangkan seorang lagi adalah anggota kita yang coba berkhianat" lapor Sekar setelah menjura hormat.
  "Hm..."
  Anjarasih yang duduk di atas singgasana besar memandang keduanya satu persatu sambil tersenyum.
  "Siapa namamu?" tanya Anjarasih pada gadis yang bersimpuh di samping Rangga.
  "Wulandari, Tuanku...," sahut Wulandari.
  "Kau tahu, apa akibatnya jika berkhianat padaku?" tanya Anjarasih.
  "Ampunkan hamba, Tuanku..."
  "Ampunan tidak cukup bagi seorang pengkhianat Tugas menangkap pemuda ini kuberikan sendiri. Dan setelah susah payah menangkapnya, lalu kau coba melepaskannya. Lancang betul kau"
  Wulandari tertunduk lesu dengan tubuh gemetar. Dia tak tahu, bagaimana caranya bisa selamat dari hukuman. Tapi rasanya hal itu mustahil.
  "Untuk itu kau akan mendapat hukuman yang paling berat" lanjut penguasa tempat ini.
  "Ampun, Tuanku. Hamba memang bersalah dan patut mendapat hukuman...."
  "Hukuman mati terlalu mudah bagimu. Kau harus mati dengan cara perlahan-lahan" desis Anjarasih.
  Wulandari semakin bergidik ngeri, memba-yangkan hukuman apa yang akan dilimpahkan padanya.
  "Kau akan dijebloskan ke dalam kobakan lin-tah" lanjut Anjarasih.
  "Ohh..."
 
  ***
 
  7
 
  Semua yang berada di tempat ini, kecuali Pendekar Rajawali Sakti, terkejut. Mereka tahu tempat apa yang disebut oleh Anjarasih. Kobakan lintah adalah sebuah tempat berbentuk kolam berisi lumpur yang di sekelilingnya dikurung kerangkeng besi kuat dan tak mudah dipatahkan. Di dalam lumpur, terpelihara ribuan lintah sebesar jari-jari orang dewasa. Selama ini, tempat itu merupakan ruang penyiksaan bagi mereka yang melakukan kesalahan berat. Dan, belum pernah ada seorang pun yang bisa selamat.
  Saat itu juga tubuh Wulandari menggigil keta-kutan. Wajahnya pucat. Bibirnya kelu untuk berkata-kata.
  "Bawa dia sekarang juga" perintah Anjarasih.
  "Oh, tidak Tidaaak..."
  Wulandari berusaha berontak, ketika dua pengawal meringkusnya. Tapi, sia-sia saja. Sebab dengan kedua tangan dan kaki yang terbelenggu, maka tak mampu berbuat banyak untuk mengadakan perlawanan.
  "Tunggu..." teriak Rangga, lantang.
  "Hm"
  Anjarasih mengangkat tangannya sebagai isyarat. Sehingga untuk sesaat kedua pengawal yang tengah meringkus Wulandari menghentikan kerjanya.
  "Ada apa?" tanya penguasa tempat ini, dingin.
  "Kau tidak pantas menghukumnya secara keji. Dia tak bersalah. Kalau mencari siapa yang ber-salah, maka akulah yang patut mendapat hukuman" sahut Rangga, mantap.
  "Begitukah menurutmu?" tukas Anjarasih.
  "Lepaskan dia. Dan hukumlah aku"
  "Sayang sekali. Yang menjadi persoalan adalah, bukan siapa yang salah. Tapi, hukuman itu kujatuhkan. Karena, aku tak suka dikhianati anak buahku. Sudah menjadi keputusanku untuk menghukum mati mereka yang mengkhianatiku," lanjut Anjarasih tenang.
  "Aku yang membujuknya. Dan dia terpaksa melakukan itu" dalih Rangga.
  Rangga memang berkata dusta. Tapi kalaupun berkata seperti itu, niatnya adalah agar Wulandari tidak terlalu disalahkan. Namun tanggapan Anjarasih justru memojokkan gadis itu.
  "Hm.... Jadi kalian telah kenal lama sebelumnya? Hal itu justru merupakan pelanggaran bagi mereka" se

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>