Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Kisah Si Naga Langit - 13

$
0
0
Cerita Silat | Kisah Si Naga Langit | Oleh Kho Ping Hoo | Kisah Si Naga Langit | Sakti Cersil | Kisah Si Naga Langit pdf

Fear Street - Pesta Tahun Baru Fear Street - Panggilan Masa Lalu David Seltzer - Ramalan Malapetaka Pendekar Seribu Diri 1 Pendekar Seribu Diri 2 Pedang Kunang Kunang 45 Pedang Kunang Kunang 46 Pedang Kunang Kunang 47 Pedang Kunang Kunang 48 Rajawali Emas - 25. Rahasia Bwana

Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali suami isteri itu sudah selesai berkemas. Ketika saatnya keberangkatan tiba, mereka memasuki kamar Bi Lan dan ternyata Lu-ma juga sudah bangun sejak tadi. Mereka menggugah anak itu. Anak itu malam tadi sudah memesan dengan sangat kepada ayah ibunya agar dia digugah kalau mereka hendak berangkat. Bi Lan terbangun. Hong Yi merangkul anaknya. "Anakku Bi Lan, engkau baik-baik menjaga dirimu di rumah. Taati semua petunjuk nenekmu dan jangan lupa untuk belajar dengan tekun, baik sastra maupun silat." "Jangan khawatir, Ibu." Dan ketika ia melihat Lu-ma mengusap air matanya, Bi Lan menegur. "Eh, nenek kenapa menangis? Jangan cengeng, nek dan Jangan khawatir. Selama ayah dan ibu pergi, akulah yang akan menjagamu!" Si Tiong juga merangkul anaknya. "Bi Lan, ingat, selama ayah dan ibu tidak berada di rumah, engkau jangan nakal. Jangan suka berkelahi dengan anak- anak lain." "Ayah, ibu, kalau pulang jangan lupa membawa oleh- oleh!" Hong Yi tersenyum. "Baik, akan tetapi oleh-oleh apa yang kau inginkan, Bi Lan?" "Aku ingin ayah dan ibu pulang membawa oleh-oleh sebatang pedang bengkok milik seorang panglima Bangsa Kin!" Han Si Tiong saling bertukar pandang dengan Liang Hong Yi. Keduanya mengangguk. "Baiklah, Bi Lan, aku akan mengusahakan agar dapat merobohkan seorang panglima Kin dan merampas pedangnya untukmu." Suaml isterl Itu lalu meninggalkan rumah, diantar sampai keluar pekarangan oleh Bi Lan dan Lu-ma. Bi Lan mengantar ayah ibunya dengan wajah cerah dan pandang mata bangga, tidak sepertl Lu-ma yang niengusap air matanya yang selalu mengalir keluar dari sepasang matanya. Setelah suami isteri yang sering nengok dan melambaikan tangan menghilang di tikungan jalan, Bi Lan menggandeng tangan neneknya dan mengomel. "Aih, nenek ini cengeng benar sih! Sudah tua menangis! Ayah dan ibu kan pergi berjuang, sepatutnya bergembira dan berbangga, bukan menangis." Lu-ma menyusut air matanya dan tersenyum, mengelus rambut kepala cucunya yang amat disayangnya. "Aku juga gembira dan bangga, Bi Lan." "Lalu kenapa nenek menangis?" "Hemm, karena cengeng itulah!" "Ehh....,?". Bi Lan.tldak mengerti bingung. "Sudahlah, mari kita masuk ke rumah, mandi yang segar, berganti pakaian lalu sarapan." Lu-ma lalu menggandeng tangan cucunya dan mereka memasuki rumah yang bagi Lu-ma tiba-tiba terasa sepi itu. * * * Sepasang suami isteri itu memang tampak gagah sekali ketika mereka menunggang kuda memimpin Pasukan Halilintar yang mereka bentuk. Terutama sekali Liang Hong Yi tampak cantik dan juga gagah perkasa. Dengan pakaian perang wanita yang baru berusia dua puluh enam tahun ini tampak gagah dan melihat isteri komandan mereka ini ikut memimpin pasukan di samping suaminya, para perajurit anggauta Pasukan Halilintar menjadi gembira dan bersemangat sekali! Balatentara Kerajaan Sung itu dipimpin sendiri oleh Jenderal Gak Hui. Setelah barisan keluar dari kota raja, Jenderal Gak Hui lalu membagi barisan besar itu menjadi lima pasukan, di antaranya Pasukan Halilintar yang bertugas sebagal pendobrak di garis terdepan. Pasukan-pasukan itu berpencar dan dimaksudkan untuk menyerang benteng pertahanan tentara Kin di utara dari beberapa jurusan. Siasat inl dilakukan untuk memecah perhatian musuh, membuyarkan pemusatan kekuatan musuh dan menimbulkan kesan seolah-olah yang melakukan penyerbuan ke utara itu jauh lebih besar jumlahnya dari pada yang sebenarnya. Penyerbuan besar-besaran yang dilakukan barisan yang dipimpin Jenderal Gak Hui Ini mengejutkan barisan Kin. Apa lagi karena serbuan itu dilakukan dari berbagai jurusan. Mereka melakukan perlawanan mati-matian dan terjadilah pertempuran di mana- mana, pertempuran yang dahsyat Han Si Tiong memperlihatkan kegagahannya. Pasukan Halilintar yang dipimpinnya merupakan pasukan yang membuat pihak musuh berantakan dan terpaksa mendatangkan bala bantuan lebih besar untuk menghadapi pasukan istimewa yang dipimpin Han Si Tiong dan isterinya. Liang Hong Yi bertempur di samping suaminya, di setiap pertempuran wanita muda ini mengamuk dengan pedangnya. Gelung rambutnya terlepas dan rambutnya riap-riapan ketika ia mengamuk dan merobohkan banyak lawan. Ketika pertempuran sedang memuncak, tiba-tiba Hong Yi melihat suaminya bertanding melawan seorang lawan yang bertubuh tinggi besar dan melihat pakaiannya dapat diketahui bahwa dia seorang panglima. Panglima Kin ini memainkan sebatang pedang bengkok dan dia lihai bukan main. Han Si Tiong sendiri sampai kewalahan menghadapi lawan yang amat tangguh ini. Dan sepak terjang panglima Kin ini agaknya mendatangkan semangat yang berkobar di pihak pasukan Kin. Apa lagi datang pasukan lain yang membantu sehingga selain jumlah pasukan Kin lebih besar, juga kedudukan mereka jauh lebih kuat. Pada saat itu, Pasukan Halilintar berada di lereng sebuah bukit dan mereka terkepung ketat oleh pasukan musuh. Mereka terdesak hebat dan melihat ini, Han Si Tiong bermaksud untuk mencari jalan terobosan agar pasukannya dapat diselamatkan dan untuk sementara mundur dulu dari kepungan dari pada pasukannya hancur dibinasakan pihak lawan yang amat kuat. Juga dia melihat betapa pasukannya sudah tampak kelelahan dan semangat mereka sudah mulai lemah. Karena perhatiannya terpecah, hampir saja lehernya terkena sabetan pedang panglima musuh yang dilawannya. Dia cepat melompat ke belakang dan memutar pedangnya sehingga tubuhnya terlindung dan terpaksa dia mencurahkan seluruh perhatiannya lagi menghadapi lawan yang tangguh itu. Karena desakan ini, maka Han Si Tiong belum mendapat kesempatan untuk memerintahkan pasukannya mundur. Liang Hong Yi juga melihat keadaan Pasukan Halilintar yang sudah terjepit dan terdesak itu. la merasa khawatir sekali melihat pasukan yang tampak kelelahan dan kehilangan semangat. la tahu bahwa hanya ada satu cara untuk menyelamatkan diri dan memenangkan pertempuran berat sebelah itu, ialah dengan meningkatkan semangat pasukannya sehingga berapi-api. Maka, ia lalu cepat berlari ke arah para perajurit yang bertugas membawa bendera Pasukan Halilintar. Setelah tiba dekat, ia berseru, "Berikan bendera dan genderang itu!" la merampas begitu saja bendera pasukan dan sebuah genderang perang, lalu berlari ke arah puncak bukit kecil tak jauh dari situ. Setelah tiba di puncak, la menancapkan tihang bendera di puncak, kemudian ia memukul gendereng dengan sekuat tenaga, mengisyaratkan penyerbuan. Bunyi genderang bertalu-talu, nyaring sekali, mengejutkan Pasukan Halilintar sendiri dan juga pihak lawan. Ketika pasukan Kin melihat bahwa yang memukul genderang itu seorang wanita yang rambutnya riap-riapan dan berpakaian sebagai perwira, mereka menghujankan anak panah ke arah Liang Hong Yi. Namun, Hong Yi mempergunakan pedang di tangan kanan untuk menangkisi semua anak panah yang menyambar ke arah tubuhnya sedangkan tangan kirinya tetap memukuli genderang. Melihat kegagahan Hong Yi, para perajurit Pasukan Halilintar menjadi kagum dan bangga. Semangat mereka terbakar berkobar-kobar dan mulut mereka mengeluarkan teriakan-teriakan nyaring, kemudian bagaikan kesetanan mereka mengamuk! Hebat bukan main sepak terjang para perajurit Pasukan Halilintar ini, bagaikan halilintar menyambar-nyambar dan para perajurit Kin roboh bergelimpangan! Biarpun Hong Yi sudah menghentikan pemukulan genderang, namun bunyi genderang masih bertalu-talu karena ada perajurit penabuh genderang yang menggantikannya. Hong Yi sendiri lalu berlari menuruni bukit kecil itu. la melihat betapa suaminya masih bertanding seru melawan panglima Kin dan kini suaminya mulai terdesak dan keadaannya berbahaya sekali. Maka, dengan pedang di tangan Hong Yi melompat dan menerjang, membantu suaminya menyerang panglima itu. Panglima itu terkejut karena gerakan pedang Hong Yi cukup dahsyat. Dia mengerahkan tenaga dan mengeluarkan semua ilmu pedangnya, namun menghadapi pengeroyokan suami isteri itu, akhirnya dia roboh terkena tusukan pedang di tangan Han Si Tiong. Tusukan itu mengenai dadanya dan diapun roboh dan tewas. "Pangeran Cusi gugur....lt" terdengar seruan beberapa orang perajurit Kin yang bertempur tdak jauh dari situ. Berita ini terus menjalar dan robohnya panglima Kin yang ternyata seorang pangeran ini membuat pasukan Kin menjadi kacau dan panik. Han Si Tiong teringat akan pesan puterinya. Dia lalu mengambil pedang bengkok milik panglima atau pangeran yang tewas. itu. Sebatang pedang yang indah sekali, bergagang emas! Setelah membuka sarung pedang yang tergantung di pinggang pangeran itu dan menggantung pedang itu di pinggangnya sendiri, bersama Hong Yi dia lalu terus memimpin pasukannya untuk mendesak pihak lawan yang sudah menjadi panik Itu. Akhirnya pasukan Kin mundur melarikan diri, meninggalkan banyak kawan yang tewas. Pasukan Halilintar yang mula-mula mengejar, berhenti atas perintah Han Si Tiong. Mengejar terus di daerah lawan, selain membuat pasukannya yang sudah lelah sekali itu kehabisan tenaga, juga ada bahayanya mereka akan terjebak, Pasukan Halilintar bersorak menggegap-gempita sebagai pernyataan kegembiraan mereka. Hong Yi yang telah berhasil meningkatkan semangat pasukannya dengan cara yang gagah berani itu menjadl bahan percakapan pasukan yang merasa kagum dan bangga sekali. Kemenangan demi kemenangan diperoleh barisan yang dipimpin Jenderal Gak Hui dan Pasukan Halilintar memegang peran penting dalam pertempuran yang berhasil ini. Tentu saja Jenderal Gak Hui mencatat semua jasa Han Si Tiong dan juga Liang Hong Yi. Akan tetapi, selagi Jenderal Gak Hui mulai berhasil dengan gerakan serangannya ke arah utara yang dikuasai kerajaan Kin, tiba-tlba saja datang utusan Kaisar Sung Kao Tsu yang membawa surat perintah kaisar untuk Jenderal Gak HUl. Alangkah terkejut rasa hatl Jenderal Gak Hul ketika membaca surat perintah Itu. Kalsar memerintahkan agar dia menghentikan serangannya dan segera menarlk barisannya kembali ke selatan. Rasa kaget, heran, penasaran dan marah memenuhi hati jenderal inl. Dia sudah mulai menyerang dan mendapatkan banyak kemenangan dan kemajuan. Kalau dia diberi kesempatan, bukan mustahil dia akan mampu mengusir penjajah Kin keluar dari seluruh daerah Sung yang dirampasnya karena di sepanjang daerah yang dapat direbutnya, seluruh rakyat menyambutnya dengan hangat dan siap membantunya! Dia dapat memperbesar dan memperkuat barisannya sambil berperang. Akan tetapi, tlba-tiba tanpa alasan apapun, Kaisar merintahkan agar dia menghentikan gerakannya dan menarik kembali pasukan-pasukannya ke selatan! Biarpun hatinya penuh penyesalan, namun Gak Hui adalah seorang panglima yang amat setia kepada Kerajaan Sung. Berarti dia harus setia kepada Kaisar! Apapun perintah kaisar harus dia taati, bahkan dia siap memberikan nyawanya kalau hal itu dikehendaki oleh kaisar! Demikianlah kesetiaan Jenderal Gak Hui yang disanjung dan dipuji rakyat jelata. Jenderal Gak Hui sempat menitikkan air mata ketika dia berada seorang diri dalam kamarnya pada saat dia memerintahkan para perwiranya untuk menarik kembali pasukan-pasukan di bawah komandonya. Apakah yang terjadi di kota raja, terutama di istana Kaisar? Mengapa Kaisar Sung Kao Tsu memerlntahkan Jenderal Gak Hul untuk menghentikan gerakan penyerbuannya mengusir penjajah Kin yang sudah mulai tampak hasilnya? Semua ini adalah hasll persekutuan antara Raja Kin dan Perdana Menteri Chin Kui yang sudah dijalin selama bertahun-tahun. Perdana Menteri Chin Kui yang sudah bersahabat dengan Raja Kin Ini selalu berusaha untuk mencegah Kaisar Kao Tsu memerangi kerajaan Kin di Sung Utara. Akan tetapi sekali ini dia tldak berhasil sehingga Kaisar Kao Tsu mengijinkan Jenderal Gak Hui untuk mengadakan gerakan penyerbuan ke utara seperti yang diusulkan Jenderal Gak itu. Serangan mendadak itu mengejutkan Raja Kin. Apa lagi ketika seorang pangeran tewas dalam pertempuran itu. Dia menjadi marah sekali dan segera dia memerintahkan seorang menterinya untuk memanggil seorang datuk yang tinggal dl Sln-kiang, Datuk ini bukan lain adalah Ouw Kan, peranakan Uigur-Cina yang berilmu tinggi dan datuk ini memang sudah seringkali dimintai bantuan untuk melaksanakan tugas yang berat dengan imbalan besar. Pada bagian awal kisah ini kita sudah mengenal Ouw Kan datuk darl Sin-kiang ini yang mencoba untuk merampas kitab-kitab yang dibawa Tiong Lee Cin-jin dari hegara India. Tak lama kemudian Ouw Kan sudah datang menghadap Raja Kin. Usianya sekitar enam puluh dua tahun. Rambut kumis dan jenggotnya sudah berwarna putih. Tubuhnya sedang saja namun masih tegak dan tegap seperti tubuh seorang muda. Tangannya selalu membawa sebatang tongkat dari ular cobra kering. Wajahnya tidak buruk, akan tetapi menyeramkan dan sepasang matanya yang lebar itu bergerak liar. Raja Kin menyambutnya dengan girang dan datuk ini dihormati, diperbolehkan menghadap raja sambil duduk di atas kursi, menghadap Raja Kin. "Apakah yang dapat saya lakukan untuk paduka?" tanya Ouw Kan tanpa banyak upacara lagi. Memang sikap datuk ini terhadap Raja Kin berbeda derigan sikap para pembesar pada umumnya. Dia tidak pernah memberl hormat secara berlebihan kepada siapapun juga dan hal inipun dlmaklumi oleh Raja Kin. Kami membutuhkan bantuanmu, Ouw-sicu (orang gagah Ouw), untuk urusan yang teramat penting. Engkau akan kami beri surat kuasa dan pergilah ke Selatan ke kota raja Hang-couw dan jumpal Perdana Menteri Chin Kui. Atas nama kami tegurlah dia mengapa balatentara Sung Selatan yang dlpimpin Jenderal Gak Hui sampal menyerang ke utara. Katakan bahwa dla harus dapat membujuk kaisar menghentlkan serangan itu, kalau tldak kami akan memutuskan hubungan dan akan menyerang ke selatan."

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>