Cerita Silat | Pendekar Seribu Diri | oleh Aone | Pendekar Seribu Diri | Sakti Cersil | Pendekar Seribu Diri pdf
Pukulan Hitam - Pedang Sambar Nyawa Pukulan Hitam - Nenek kembang Pengemis Binal - 26. Sepasang Racun Api Goosebumps 29 - Darah Monster III Permainan Maut - The Cat And The Canary Pukulan Hitam - Pedang Sambar Nyawa Pukulan Hitam - Pedang Sambar Nyawa Pukulan Hitam - Mulut Besi Pukulan Hitam - Thian-he te-it-ciang Pukulan Hitam - Tersangka
Thian Liong dan Thian Hong li cepat mudur kebelakang, begitu pula dengan Virahin dan cintamani, kini mereka menonton kedua naga yang sedang bertarung. Diarena pertarungan Aram memutar kedua tangan diatas kepalanya. dan keajaiban pun terjadi, awan tiba tiba mendung, angin bertiup dingin merasuk tulang, jika hanya itu, maka bukan ajaib namanya, petir menyalak nyalak meraung raung memekikan telinga cahayanya menyambar nyambar. Itulah yang dinamakan dengan jurus Raungan Petir murka langit , salah satu jurus pamungkas dari ilmu Halilintar perobek bumi. Gandapura mengerti, lawan mengerahkan ilmu simpanannya, iapun mengerahkan segenap kemampuannya. “Hiaaaaaaaaaaaa” Teriakan melengking dari keduanya menggelegar, dua sosok bayangan mencelat dan bersatu dipertengahan jarak, “Breetttt werrr jlegarrrrr Duaaarrrrrrrrr” beriringan dengan menyambarnya petir dua buah tenaga sakti bertemu diudara,. Empat buah bayangan sosok manusia mencelat terhempas tenaga sakti, pohon pohon mencelat tercabut dari akarnya, bagaikan topan prahara melanda tempat itu, semua yang berada dalam jarak duapuluh tombak semuanya berantakan, debu mengepul tinggi,.... Penduduk sekeliling tempat itu siang siang sudah mengunci rumah mereka, mereka benar benar ketakutan. sementara kaum rimba hijau berdatangan ketempat itu, mengintip dari jauh. Dibalik kepulan debu dua sosok bayangan biru saling menerjang juga saling melibas. tampaknya keduanya tak ada yang mau mengalah, entah berapa jurus mereka saling bentrokan tenaga, dari saling adu bentrokan tenaga, kini mereka merubah siasat bertarung dengan kecepatan,..... yang tampak kini hanya dua bayangan biru saling bertemu dan saling terpisah, keduanya tak bisa dibedakan mana Aram dan mana Gandapura., memasuki ratusan jurus tiba tiba keduanya meloncat mundur. Tak jelas siapakah yang akan memenangkan pertarungan hidup mati ini, Baju bagian dada Gandapura sobek, mulutnya berdarah, nampaknya ia sudah terluka dalam yang cukup parah. dilain pihak Aram juga tak beda jauh dengan Gandapura, meski mulutnya tak mengeluarkan darah, namun sepertinya ia juga terluka tidak ringan, hidungnya mengucurkan cairan merah. Dengan memasang kuda-kuda kembali Aram segera menaikan kaki kanan sambil melakukan gerak putaran dengan tangan kanan yang berjurusan dari bawah keatas dari arah luar dengan tangan kirinya ditarik didepan dada sambil menghimpun tenaga dalamnya. Dilain pihak Gandapurapun tak kalah sigapnya meski sambil menahan sakit dadanya yang sesak, ia segera memasang kuda kuda tenaga dalam selaksa racun langitnya dikerahkan sampai sepuluh bagian, dengan menurunkan kaki kiri kearah samping kiri, tangan kanan segera digerakan menyilang didada sementara tangan kirinya diturunkan sejajar dengan ikat pinggang, Dari cepat, kini mereka berubah dengan tenang, saking tenangnya, gerakan demi gerakan bahkan anak kecilpun sanggup melihat gerakan seperti itu, tapi, jangan salah...semakin tenang, tenaga dalam yang dikeluarkan justru semakin dahsyat, kerikil kerikil berterbangan diudara seakan tak ada gravitasi bumi. Dari penjuru barat Aram mendorongkan tangan kanannya dengan gerakan secepat siput berjalan, begitu tenang jangankan suara, anginpun seakan tak sudi menyingkir dari dorongan itu. setelah tangan kanan sampai didepan tangan kiri melakukan tangkisan serangan dari Gandapura yang memukul dengan tangan kiri yang menyilang kebawah dengan punggung tangannya. Setelah dua tangan beradu, mendadak langit yang mendung dengan sekali kali salakan petir menurunkan hujan rintik-rintik “Blaaaarrrrrr” Jlegar....jlegarrr.... petir juga tiba tiba menyalak menyemarakan suasana, dari kubangan arena munculah sebuah angin Prahara. Sesosok bayangan biru mencelat kepenjuru selatan. semakin bertarung semakin heran dan geramlah Gandapura segera ia menekuk pinggang memasang kuda-kuda terus melontarkan pukulan Racun langitbertebaran , kali ini bukan saja dia mengerahkan seluruh kekuatannya, sebaliknya Aram hanya menggunakan sepuluh bagian tenaganya, adalah jamak kalau Aram yang dirugikan. mungkin gara-gara ia kalap dibutakan dendam, ia harus membayar dengan mahal meski selembar jiwanya tak melayang. segera Aram menenangkan hatinya, sambil menggerung dia gerakkan kedua tangan seraya menarik napas, "Lihat serangan-" Ditengah bentakan, tubuhnya terapung keatas, ditengah udara dia kebas sepasang lengan baju kebelakang hingga tubuhnya meluncur seperti anak panah yang dilepaskan dari busurnya, tubuhnya melengkung kedua tangan bergerak. Suara ”plak-plok" dan ledakan tenaga sakti juga ajian ajian terdengan nyaring berkumandang di angkasa, damparan angin pukulan sedahsyat gunung gede menindih menerpa kearah Gandapura Gandapura sudah lama berkelana di Rimba Hijau pengalamannya luas, kalau tidak ribuan, juga ratusan kali bertempur menghadapi lawan tangguh, namun belum pernah dia menghadapi lawan muda setangguh ini, serangan lawan menuntut dirinya untuk memboyong seluruh kemampuannya dan telah memeras seluruh tenaganya, kini lawan menyerang sedahsyat gunung, bila dia angkat kepala, bayangan telapak tangan sebanyak itu mengaburkan pandangannya. itulah yang dinamakan dengan jurus telapak kilat membelah gunung. Pengalaman berkata dan sudah menjadi kenyataan bahwa olah kanuragan lawannya meski masih muda namun memang lihay maka dia tidak berani melawan secara kekerasan lagi, dia undur dua langkah sembari memutar badan. Sebelah tangan menepuk balik sementara tangan yang lain didorong miring keatas balas menggempur kearah Aram. namun dengan mengandalkan kegesitannya dengan mudah Aram menghindar dan balas menyerang Gandapura kembali diserbu oleh bayangan telapak tangan- "Blang" dengan telak batok kepalanya kena tamparan keras, seketika kepala pusing mata berkunang- kunang. Memanfaatkan itu Aram segera susuli serangan dengan sebuah jurus yang luar biasa dahsyat, jurus itu adalah sebuah jurus yang kali pertamanya ia bertarung dengan gandapura yakni Raungan Petir murka langit. Pendekar Golongan putih yang bersembunyi mencaci, mereka beranggapan menyerang orang yang sudah tak berdaya bukanlah perbuatan ksatria, lalu mengintip orang yang bertarung apakah juga merupakan sikap ksatria? Seandainya yang bertarung dengan Gandapura adalah pendekar golongan putih, mungkin ia ada harapan hidup, tapi sayang, sungguh disayangkan ....Aram Widiawan bukanlah seorang dari golongan putih, saat tersadar dari pusingnya Gandapura terkejut ketika sebuah pukulan berada sejari didadanya, menjeritpun tak lagi sempat, apalagi harus menghindar. “DUAAARRRRRR.........” “JELEGAARRRRRR..........” WUUUSSSSTTT...BLAAARRRR...............!!! Bumi dan langit kini disibukan lagi dengan sebuah ledakan ajian dan tenaga sakti yang bergabung..... Debu bagaikan selimut bumi... Pohon-Pohon bagaikan anai-anai yang bertebaran.. Burung kini enggan berkicau.. Langit masih juga kelabu... berlomba dengan jeritan jeritan petir... Ketika semua kembali normal, debu-debu telah jatuh kebumi, petir berhenti meraung raung dan kegelapan mulai menghilang, diatas kubangan selebar lima tombak berdiri seorang pemuda tampan berbaju biru dengan rambut kuncir kuda mematung memandang angkasa. didepannya seonggok tulang tengkorak berserakan. Dua tiga cairan bening jatuh kepipinya, “ Ayah, Ibu ananda telah menghabisi satu pembunuh kalian” dengan tersendat ia menggumam.
“Kakaaaaaang” Seorang wanita berteriak melengking. Dengan terseok-seok wanita itu melangkah mendekat kedalam kubangan dan segera meratapi kakak seperguruannya yang telah menjadi seonggok tulang karena hempasan jurus Raungan Petir murka langit. “Kau harus membayarnya dengan nyawamu” Hiaaaaatttt dengan kalap wanita itu menerjang meski tubuhnya masih sempoyongan sebab masih terluka parah karena hempasan angin akibat hempasan dua tenaga sakti. Dingin-dingin saja Aram menyambuti terjangan Cintamani, ia hanya menepiskan ujung lengan bajunya “Wusss” Seberkas sinar keperakan melesat kearah dada Cintamani. Cintamani terkejut, ia ingin menghindar tapi apa dayanya, serangan itu datang begitu cepat, tak sempat ia memejamkan matanya serangan itu sudah menimpa dadanya “Dukkk...Aaaaakkkhhh” jerit lengking terdengar dari Cintamani, ia terpental menumbuk dinding tanah yang telah berkubang. “Saat ini, Aku tak akan membunuhmu tapi, aku akan menyampaikan tantangan kepada gurumu. ingatlah jurus yang aku gunakan bernama Ajian Birahi kematian.” Pucat wajah Cintamani, sebagai golongan hitam ia tahu apa itu Ajian Birahi kematian, ilmu itu adalah sebuah ilmu dari golongan hitam yang beberapa tahun telah menghilang dari peredaran dunia persilatan. Barang siapa yang terkena ilmu itu, maka birahinya akan memuncak sepuluh kali lipat tapi, jika ia melampiaskan birahinya itu maka ia akan mati dengan keluar darah dari tiga belas lubang. (mata, hidung, telinga, puting susu, mulut, pusar, kemaluan, anus dan pori-pori). Cintamani heran bagaimana orang dari golongan putih, menguasai ilmu itu, tak tahan ia bertanya. “Bukankah engkau adalah dari Golongan Putih, bagaimana engkau menguasai ilmu itu?” “Salah, Aku bukanlah dari golongan putih” “Hah...! Jadi engkau dari Golongan Hitam?” “Juga bukan..!” “Ap....Apa kau ketua dari salah satu perguruan golongan merdeka.” “Bukan, mereka hanya temanku.. pergilah sebelum aku berubah pikiran dan menguliti tubuhmu.” “Tap...Tapi...” “Aku Paham, saat pertemuan di Lembah kematian aku akan menyembuhkanmu. Gembira Cintamani mendengar itu, dengan menahan sakit ia berdiri dan dengan terbirit birit Cintamani melarikan diri kearah selatan. Aram menghela nafas panjang, “Jika kau masih hidup” ujarnya pelan setelah Cintamani tak lagi terlihat. lalu dengan sekali enjot ia sudah berada disamping Thian Liong dan Thian Hong li, “Mari kita pergi, nampaknya disini sudah kedatangan tamu tamu.” Dengan menggunakan ilmu peringan tubuh mereka menyambar buntalan yang mereka siapkan, dan menghilang diantara rumah rumah penduduk. Didepan sebuah penginapan dua pemuda dan satu pemudi melangkah masuk dengan santai. “Ada yang bisa saya bantu tuan tuan” Sapa seorang pelayan. “Adakah kamar yang mirip sebuah pondok mungil?” “Ada...Ada, Apakah yang ada tamannya atau tidak?” “Saya memesan keduanya paman” “Mari,, mari saya antarkan” Ketiganya memasuki penginapan itu, dan melangkah ketaman, lalu melewati sebuah rumpun bunga, bambu, gundukan batu dan beberapa kolam, tanpa sadar Thian Liong dan Thian Hong li mengikuti langkah langkah Aram, hingga mereka sampai disebuah pondok mungil. Dengan tenang Aram masuk kedalam dan mengajak kedua temannya kedalam. mereka bercakap cakap asyik hingga mereka mendengar langkah kaki. “Satu....Dua..tiga...Empat...” Thian Hong li menghitung. “Dua Gadis muda, dan Dua pemuda” Ralat Aram. ^^^^^(one)^^^^^ "Cucuku..., Melati" sebuah suara serak terdengar bergetar. Seolah merasa berat dengan apa yang diutarakannya itu. "Hari ini, genap sudah empat tahun kau tinggal bersama kami. Dan semua kepandaian kami telah diturunkan kepadamu, hingga tidak ada lagi yang dapat kami turunkan padamu! Rasanya sudah waktunya eng-kau turun ke dunia ramai untuk membasmi kejahatan yang akhir-akhir ini merajalela! dan mencari musuh-musuh Orang Tuamu" 'Tapi, Kakek.... Ini..., ini," gadis yang dipanggil melati tak mampu menerus-kan ucapannya. la terharu sekali dengan kebaikan dan kasih sayang yang dilimpahkan Kakek dan nenek angkatnya sekaligus gurunya selama ini. "Sudahlah, Cucuku! Esok sebelum matahari terbit, kau sudah harus berangkat!" Ujar Ki Dewa pedang tegas. Melati membisu Rasanya memang berat untuk mening-galkan orang tua itu sendirian di sini. Tapi mengingat bahwa kejahatan telah merajalela, bahkan mungkin juga ada anak yang senasib dengan dirinya akibat pembantaian dengan intrik yang sama halnya dengan yang terjadi pada dirinya. maka gadis itu harus melaksanakan tugas yang diberikan gurunya itu. "Nah! Sekarang, Kakek dan Nenek akan bersemadi dan tidak ingin diganggu lagi!" Ujar Nyi Sateja sambil melangkah meninggalkan Melati yang duduk termangu itu. Beberapa saat kemudian, Melati tersadar dan segera berlari. Dikejar guru-gurunya itu, dan langsung bersimpuh di hadapan kakek dan Nenek itu. "Kek...,Nek..." ucapnya serak, sambil memeluk kedua kaki Nyi Sateja. Setelah mengusap-usap kepala Melati, Nyi Sateja dan Ki Dewa pedang ber-gegas meninggalkan tempat mondok yang biasa mereka gunakan saat menggodok melati. Mereka tidak ingin menunjukkan kesedihannya yang malah akan memberat-kan langkah muridnya nanti.
Pukulan Hitam - Pedang Sambar Nyawa Pukulan Hitam - Nenek kembang Pengemis Binal - 26. Sepasang Racun Api Goosebumps 29 - Darah Monster III Permainan Maut - The Cat And The Canary Pukulan Hitam - Pedang Sambar Nyawa Pukulan Hitam - Pedang Sambar Nyawa Pukulan Hitam - Mulut Besi Pukulan Hitam - Thian-he te-it-ciang Pukulan Hitam - Tersangka
Thian Liong dan Thian Hong li cepat mudur kebelakang, begitu pula dengan Virahin dan cintamani, kini mereka menonton kedua naga yang sedang bertarung. Diarena pertarungan Aram memutar kedua tangan diatas kepalanya. dan keajaiban pun terjadi, awan tiba tiba mendung, angin bertiup dingin merasuk tulang, jika hanya itu, maka bukan ajaib namanya, petir menyalak nyalak meraung raung memekikan telinga cahayanya menyambar nyambar. Itulah yang dinamakan dengan jurus Raungan Petir murka langit , salah satu jurus pamungkas dari ilmu Halilintar perobek bumi. Gandapura mengerti, lawan mengerahkan ilmu simpanannya, iapun mengerahkan segenap kemampuannya. “Hiaaaaaaaaaaaa” Teriakan melengking dari keduanya menggelegar, dua sosok bayangan mencelat dan bersatu dipertengahan jarak, “Breetttt werrr jlegarrrrr Duaaarrrrrrrrr” beriringan dengan menyambarnya petir dua buah tenaga sakti bertemu diudara,. Empat buah bayangan sosok manusia mencelat terhempas tenaga sakti, pohon pohon mencelat tercabut dari akarnya, bagaikan topan prahara melanda tempat itu, semua yang berada dalam jarak duapuluh tombak semuanya berantakan, debu mengepul tinggi,.... Penduduk sekeliling tempat itu siang siang sudah mengunci rumah mereka, mereka benar benar ketakutan. sementara kaum rimba hijau berdatangan ketempat itu, mengintip dari jauh. Dibalik kepulan debu dua sosok bayangan biru saling menerjang juga saling melibas. tampaknya keduanya tak ada yang mau mengalah, entah berapa jurus mereka saling bentrokan tenaga, dari saling adu bentrokan tenaga, kini mereka merubah siasat bertarung dengan kecepatan,..... yang tampak kini hanya dua bayangan biru saling bertemu dan saling terpisah, keduanya tak bisa dibedakan mana Aram dan mana Gandapura., memasuki ratusan jurus tiba tiba keduanya meloncat mundur. Tak jelas siapakah yang akan memenangkan pertarungan hidup mati ini, Baju bagian dada Gandapura sobek, mulutnya berdarah, nampaknya ia sudah terluka dalam yang cukup parah. dilain pihak Aram juga tak beda jauh dengan Gandapura, meski mulutnya tak mengeluarkan darah, namun sepertinya ia juga terluka tidak ringan, hidungnya mengucurkan cairan merah. Dengan memasang kuda-kuda kembali Aram segera menaikan kaki kanan sambil melakukan gerak putaran dengan tangan kanan yang berjurusan dari bawah keatas dari arah luar dengan tangan kirinya ditarik didepan dada sambil menghimpun tenaga dalamnya. Dilain pihak Gandapurapun tak kalah sigapnya meski sambil menahan sakit dadanya yang sesak, ia segera memasang kuda kuda tenaga dalam selaksa racun langitnya dikerahkan sampai sepuluh bagian, dengan menurunkan kaki kiri kearah samping kiri, tangan kanan segera digerakan menyilang didada sementara tangan kirinya diturunkan sejajar dengan ikat pinggang, Dari cepat, kini mereka berubah dengan tenang, saking tenangnya, gerakan demi gerakan bahkan anak kecilpun sanggup melihat gerakan seperti itu, tapi, jangan salah...semakin tenang, tenaga dalam yang dikeluarkan justru semakin dahsyat, kerikil kerikil berterbangan diudara seakan tak ada gravitasi bumi. Dari penjuru barat Aram mendorongkan tangan kanannya dengan gerakan secepat siput berjalan, begitu tenang jangankan suara, anginpun seakan tak sudi menyingkir dari dorongan itu. setelah tangan kanan sampai didepan tangan kiri melakukan tangkisan serangan dari Gandapura yang memukul dengan tangan kiri yang menyilang kebawah dengan punggung tangannya. Setelah dua tangan beradu, mendadak langit yang mendung dengan sekali kali salakan petir menurunkan hujan rintik-rintik “Blaaaarrrrrr” Jlegar....jlegarrr.... petir juga tiba tiba menyalak menyemarakan suasana, dari kubangan arena munculah sebuah angin Prahara. Sesosok bayangan biru mencelat kepenjuru selatan. semakin bertarung semakin heran dan geramlah Gandapura segera ia menekuk pinggang memasang kuda-kuda terus melontarkan pukulan Racun langitbertebaran , kali ini bukan saja dia mengerahkan seluruh kekuatannya, sebaliknya Aram hanya menggunakan sepuluh bagian tenaganya, adalah jamak kalau Aram yang dirugikan. mungkin gara-gara ia kalap dibutakan dendam, ia harus membayar dengan mahal meski selembar jiwanya tak melayang. segera Aram menenangkan hatinya, sambil menggerung dia gerakkan kedua tangan seraya menarik napas, "Lihat serangan-" Ditengah bentakan, tubuhnya terapung keatas, ditengah udara dia kebas sepasang lengan baju kebelakang hingga tubuhnya meluncur seperti anak panah yang dilepaskan dari busurnya, tubuhnya melengkung kedua tangan bergerak. Suara ”plak-plok" dan ledakan tenaga sakti juga ajian ajian terdengan nyaring berkumandang di angkasa, damparan angin pukulan sedahsyat gunung gede menindih menerpa kearah Gandapura Gandapura sudah lama berkelana di Rimba Hijau pengalamannya luas, kalau tidak ribuan, juga ratusan kali bertempur menghadapi lawan tangguh, namun belum pernah dia menghadapi lawan muda setangguh ini, serangan lawan menuntut dirinya untuk memboyong seluruh kemampuannya dan telah memeras seluruh tenaganya, kini lawan menyerang sedahsyat gunung, bila dia angkat kepala, bayangan telapak tangan sebanyak itu mengaburkan pandangannya. itulah yang dinamakan dengan jurus telapak kilat membelah gunung. Pengalaman berkata dan sudah menjadi kenyataan bahwa olah kanuragan lawannya meski masih muda namun memang lihay maka dia tidak berani melawan secara kekerasan lagi, dia undur dua langkah sembari memutar badan. Sebelah tangan menepuk balik sementara tangan yang lain didorong miring keatas balas menggempur kearah Aram. namun dengan mengandalkan kegesitannya dengan mudah Aram menghindar dan balas menyerang Gandapura kembali diserbu oleh bayangan telapak tangan- "Blang" dengan telak batok kepalanya kena tamparan keras, seketika kepala pusing mata berkunang- kunang. Memanfaatkan itu Aram segera susuli serangan dengan sebuah jurus yang luar biasa dahsyat, jurus itu adalah sebuah jurus yang kali pertamanya ia bertarung dengan gandapura yakni Raungan Petir murka langit. Pendekar Golongan putih yang bersembunyi mencaci, mereka beranggapan menyerang orang yang sudah tak berdaya bukanlah perbuatan ksatria, lalu mengintip orang yang bertarung apakah juga merupakan sikap ksatria? Seandainya yang bertarung dengan Gandapura adalah pendekar golongan putih, mungkin ia ada harapan hidup, tapi sayang, sungguh disayangkan ....Aram Widiawan bukanlah seorang dari golongan putih, saat tersadar dari pusingnya Gandapura terkejut ketika sebuah pukulan berada sejari didadanya, menjeritpun tak lagi sempat, apalagi harus menghindar. “DUAAARRRRRR.........” “JELEGAARRRRRR..........” WUUUSSSSTTT...BLAAARRRR...............!!! Bumi dan langit kini disibukan lagi dengan sebuah ledakan ajian dan tenaga sakti yang bergabung..... Debu bagaikan selimut bumi... Pohon-Pohon bagaikan anai-anai yang bertebaran.. Burung kini enggan berkicau.. Langit masih juga kelabu... berlomba dengan jeritan jeritan petir... Ketika semua kembali normal, debu-debu telah jatuh kebumi, petir berhenti meraung raung dan kegelapan mulai menghilang, diatas kubangan selebar lima tombak berdiri seorang pemuda tampan berbaju biru dengan rambut kuncir kuda mematung memandang angkasa. didepannya seonggok tulang tengkorak berserakan. Dua tiga cairan bening jatuh kepipinya, “ Ayah, Ibu ananda telah menghabisi satu pembunuh kalian” dengan tersendat ia menggumam.
“Kakaaaaaang” Seorang wanita berteriak melengking. Dengan terseok-seok wanita itu melangkah mendekat kedalam kubangan dan segera meratapi kakak seperguruannya yang telah menjadi seonggok tulang karena hempasan jurus Raungan Petir murka langit. “Kau harus membayarnya dengan nyawamu” Hiaaaaatttt dengan kalap wanita itu menerjang meski tubuhnya masih sempoyongan sebab masih terluka parah karena hempasan angin akibat hempasan dua tenaga sakti. Dingin-dingin saja Aram menyambuti terjangan Cintamani, ia hanya menepiskan ujung lengan bajunya “Wusss” Seberkas sinar keperakan melesat kearah dada Cintamani. Cintamani terkejut, ia ingin menghindar tapi apa dayanya, serangan itu datang begitu cepat, tak sempat ia memejamkan matanya serangan itu sudah menimpa dadanya “Dukkk...Aaaaakkkhhh” jerit lengking terdengar dari Cintamani, ia terpental menumbuk dinding tanah yang telah berkubang. “Saat ini, Aku tak akan membunuhmu tapi, aku akan menyampaikan tantangan kepada gurumu. ingatlah jurus yang aku gunakan bernama Ajian Birahi kematian.” Pucat wajah Cintamani, sebagai golongan hitam ia tahu apa itu Ajian Birahi kematian, ilmu itu adalah sebuah ilmu dari golongan hitam yang beberapa tahun telah menghilang dari peredaran dunia persilatan. Barang siapa yang terkena ilmu itu, maka birahinya akan memuncak sepuluh kali lipat tapi, jika ia melampiaskan birahinya itu maka ia akan mati dengan keluar darah dari tiga belas lubang. (mata, hidung, telinga, puting susu, mulut, pusar, kemaluan, anus dan pori-pori). Cintamani heran bagaimana orang dari golongan putih, menguasai ilmu itu, tak tahan ia bertanya. “Bukankah engkau adalah dari Golongan Putih, bagaimana engkau menguasai ilmu itu?” “Salah, Aku bukanlah dari golongan putih” “Hah...! Jadi engkau dari Golongan Hitam?” “Juga bukan..!” “Ap....Apa kau ketua dari salah satu perguruan golongan merdeka.” “Bukan, mereka hanya temanku.. pergilah sebelum aku berubah pikiran dan menguliti tubuhmu.” “Tap...Tapi...” “Aku Paham, saat pertemuan di Lembah kematian aku akan menyembuhkanmu. Gembira Cintamani mendengar itu, dengan menahan sakit ia berdiri dan dengan terbirit birit Cintamani melarikan diri kearah selatan. Aram menghela nafas panjang, “Jika kau masih hidup” ujarnya pelan setelah Cintamani tak lagi terlihat. lalu dengan sekali enjot ia sudah berada disamping Thian Liong dan Thian Hong li, “Mari kita pergi, nampaknya disini sudah kedatangan tamu tamu.” Dengan menggunakan ilmu peringan tubuh mereka menyambar buntalan yang mereka siapkan, dan menghilang diantara rumah rumah penduduk. Didepan sebuah penginapan dua pemuda dan satu pemudi melangkah masuk dengan santai. “Ada yang bisa saya bantu tuan tuan” Sapa seorang pelayan. “Adakah kamar yang mirip sebuah pondok mungil?” “Ada...Ada, Apakah yang ada tamannya atau tidak?” “Saya memesan keduanya paman” “Mari,, mari saya antarkan” Ketiganya memasuki penginapan itu, dan melangkah ketaman, lalu melewati sebuah rumpun bunga, bambu, gundukan batu dan beberapa kolam, tanpa sadar Thian Liong dan Thian Hong li mengikuti langkah langkah Aram, hingga mereka sampai disebuah pondok mungil. Dengan tenang Aram masuk kedalam dan mengajak kedua temannya kedalam. mereka bercakap cakap asyik hingga mereka mendengar langkah kaki. “Satu....Dua..tiga...Empat...” Thian Hong li menghitung. “Dua Gadis muda, dan Dua pemuda” Ralat Aram. ^^^^^(one)^^^^^ "Cucuku..., Melati" sebuah suara serak terdengar bergetar. Seolah merasa berat dengan apa yang diutarakannya itu. "Hari ini, genap sudah empat tahun kau tinggal bersama kami. Dan semua kepandaian kami telah diturunkan kepadamu, hingga tidak ada lagi yang dapat kami turunkan padamu! Rasanya sudah waktunya eng-kau turun ke dunia ramai untuk membasmi kejahatan yang akhir-akhir ini merajalela! dan mencari musuh-musuh Orang Tuamu" 'Tapi, Kakek.... Ini..., ini," gadis yang dipanggil melati tak mampu menerus-kan ucapannya. la terharu sekali dengan kebaikan dan kasih sayang yang dilimpahkan Kakek dan nenek angkatnya sekaligus gurunya selama ini. "Sudahlah, Cucuku! Esok sebelum matahari terbit, kau sudah harus berangkat!" Ujar Ki Dewa pedang tegas. Melati membisu Rasanya memang berat untuk mening-galkan orang tua itu sendirian di sini. Tapi mengingat bahwa kejahatan telah merajalela, bahkan mungkin juga ada anak yang senasib dengan dirinya akibat pembantaian dengan intrik yang sama halnya dengan yang terjadi pada dirinya. maka gadis itu harus melaksanakan tugas yang diberikan gurunya itu. "Nah! Sekarang, Kakek dan Nenek akan bersemadi dan tidak ingin diganggu lagi!" Ujar Nyi Sateja sambil melangkah meninggalkan Melati yang duduk termangu itu. Beberapa saat kemudian, Melati tersadar dan segera berlari. Dikejar guru-gurunya itu, dan langsung bersimpuh di hadapan kakek dan Nenek itu. "Kek...,Nek..." ucapnya serak, sambil memeluk kedua kaki Nyi Sateja. Setelah mengusap-usap kepala Melati, Nyi Sateja dan Ki Dewa pedang ber-gegas meninggalkan tempat mondok yang biasa mereka gunakan saat menggodok melati. Mereka tidak ingin menunjukkan kesedihannya yang malah akan memberat-kan langkah muridnya nanti.