Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Kisah Si Naga Langit - 65

$
0
0
kisah-si-naga-langit-65.jpgCerita Silat | Kisah Si Naga Langit | Oleh Kho Ping Hoo | Kisah Si Naga Langit | Sakti Cersil | Kisah Si Naga Langit pdf

Setelah berunding dengan matang, para pemberontak ini bubaran untuk mempersiapkan diri dengan tugas masing masing. Cia Song juga membuat persiapan. Karena dia ketahuan sebagai penghubung Chin Kui dengan pemberontak di Kerajaan Kin dan perdana menteri itu menyangkal, maka dia tidak boleh memperlihatkan diri kepada umum dan diharuskan bersembunyi di dalam ruangan rahasia dalam istana Perdana Menteri Chin Kui. Cia Song mengajak empat orang kaki tangan Chin Kui yang telah diselundupkan dan menjadi perajurit dalam pasukan pengawal istana untuk menemaninya melaksanakan tugas pembunuhan terhadap empat orang tahanan itu. Dia tidak mau mengajak jagoan- jagoan yang berada di rumah Chin Kui karena kemungkinan ketahuan lebih besar. Kalau mengajak empat orang itu, tentu akan mudah menyusup ke dalam penjara istana dan dia dapat menyamar sebagai seorang dari mereka. Sementara itu, Hwa Hwa Cin-jin dan Siang Mo-ko yang ditugaskan untuk melakukan pembunuhan terhadap kaisar! Tiga orang ini memang merupakan jagoan jagoan kepercayaan Chin Kui dan ilmu kepandaian mereka cukup tinggi sehingga perdana menteri itu menganggap bahwa mereka cukup kuat untuk melakukan tugas itu dengan berhasil baik. Perdana Menteri Chin Kui adalah seorang yang licik dan cerdik sekali. Dia selalu mendahulukan kepentingan dan keselamatan dirinya sendiri. Oleh karena itu, dalam setiap tugas yang diberikan kepada kaki tangannya, dia selalu menjaga agar kalau tugas itu gagal, jangan sampai namanya tersangkut. Oleh karena itu, ketika memberi tugas kepada Cia Song untuk membunuh empat orang tawanan di dalam penjara istana, juga memberi tugas kepada Hwa Hwa Cin-jin dan kedua Siang Mo-ko untuk membunuh kaisar dalam istana, diam-diam dia menugaskan orang-orangnya yang telah ditanam di istana sebagai pengawal-pengawal, untuk membayangi mereka yang bertugas itu. Dua orang diharuskan membayangi Cia Song dan dua orang pula membayangi Hwa Hwa Cin-jin dan Siang Mo-ko dengan pesan bahwa kalau sampai para petugas itu gagal dan tidak mampu lolos dari dalam istana, maka para petugas itu harus dibunuhnya. Tidak boleh sekali-sekali ada yang tertangkap sehingga akan mengaku bahwa mereka disuruh oleh Chin Kui! Malam kedua setelah persidangan dalam istana yang kacau dan penuh perdebatan dan percekcokan sehingga membuat kaisar menjadi pusing dan marah itu adalah malam yang sepi, gelap dan dingin. Hujan baru saja berhenti setelah turun lebat sejak sore. Di luar rumah basah semua dan udara menjadi bersih namun dingin bukan main sehingga orang orang segan keluar rumah dan membuat malam itu terasa sepi. Dalam cuaca seperti itu, yang paling nyaman adalah tidur. Di kompleks bangunan istana juga tampak sepi. Para penjaga yang merupakan pengawal istana bagian luar berjaga di gardu masing-masing dan agak malas melakukan perondaan di malam yang dingin itu. Pula, selama ini tidak pernah terjadi sesuatu di istana. Tidak mungkin ada pencuri berani memasuki kompleks istana yang terjaga oleh tiga lapis pasukan. Pertama, pasukan pengawal luar istana, lalu ada pasukan pengawal dalam istana dan pasukan pengawal keluarga kaisar. Masih ada lagi pasukan pengawal bagian keluarga wanita istana dan para perajurit di sini adalah para thai-kam (sida-sida, kebiri). Cia Song yang menyamar, berpakaian sebagai perajurit pengawal bagian dalam, bersama empat orang perajurit pengawal yang menjadi kaki tangan Chin Kui, berhasil masuk dengan mudah. Dia lalu bersama empat perajurit itu melakukan perondaan. Sementara itu, Hwa Hwa Cin-jin dan Siang Mo-ko, yaitu Bu-tek Mo-ko dan Bu-eng Mo-ko, masuk secara menggelap. Mereka sudah mendapat keterangan lengkap tentang jalan masuk ke taman istana melalui pintu kecil di bagian belakang, setelah mereka dapat melewati pintu gerbang benteng istana yang dijaga oleh para perajurit kaki tangan Chin Kui yang memang dipersiapkan malam itu bertugas jaga di situ. Malam yang gelap dan sunyi amat membantu calon- calon pembunuh itu. Dengan mudah mereka dapat mendekati sasaran masing-masing. Dengan jalan meronda, Cia Song dan empat orang perajurit pengawal itu akhirnya mengambil jalan menuju ke belakang di mana terdapat sebuah bangunan yang menjadi tempat tahanan istana yang penting. Tepat seperti yang dikatakan Panglima Kwee, empat orang yang ditahan di penjara istana itu mendapat perlakuan baik sekali dari kepala penjara itu yang mendukung perjuangan Panglima Kwee dan rekan- rekannya dalam menentang Perdana Menteri Chin Kui. Kepada anak buahnya kepala penjara itu memperingatkan. “Para tahanan ini adalah orang-orang gagah, pendekar-pendekar dan mereka hanya ditahan selama urusan mereka masih dipertimbangkan oleh Sri Baginda Kaisar. Mereka belum dinyatakan bersalah, belum dihukum. Maka kalau kalian memperlakukan mereka berempat secara kasar, aku tidak akan mengampuni kalian karena tentu Sri Baginda akan menyalahkan aku. Aku yang bertanggung jawab di sini. Mengerti?” Tentu saja para anak buahnya takut untuk membantah. Bagaimanapun juga, ucapan kepala penjara itu benar. Oleh karena itu, Han Si Tiong, Liang Hong Yi, Souw Thian Liong, dan Sie Pek Hong diperlakukan dengan baik. Memang, kamar tahanan mereka itu kokoh sekali, terbuat dari baja tebal dengan jeruji yang kokoh dan tidak mungkin dipatahkan begitu saja. Akan tetapi mereka diperlakukan dengan baik, tidak ada yang berani mengejek atau menghina dan mereka tidak kekurangan makanan dan minuman. Thian Liong dan Pek Hong berada dalam satu kamar tahanan dan Han Si Tiong berdua dengan isterinya. Thian Liong merasa rikuh juga berada dalam satu kamar dengan Pek Hong. Akan tetapi gadis itu bersikap biasa. Juga dalam setiap kamar terdapat dua bangku batu sebagai tempat tidur dan setiap kamar dilengkapi dengan kamar mandi dan kakus lengkap. Biarpun para penjaga bersikap baik, namun para tahanan itu tetap waspada dan di waktu malam, tidur merekapun tidak pulas benar. Sedikit suara saja cukup membangunkan mereka. Pada malam kedua yang sepi dan dingin itu, Thian Liong duduk di atas pembaringan batu, bersila dan menenangkan hati dan pikiran, mengumpulkan hawa murni agar dia dapat selalu siap menghadapi segala kemungkinan, baik ataupun buruk. Tiba-tiba dia mendengar Pek Hong bersenandung. Lirih saja, akan tetapi suaranya merdu dan lagunya terdengar asing, akan tetapi indah. Thian Liong membuka mata dan memandang. Gadis itu duduk di atas pembaringan batunya yang berada di dekat dinding seberang, kedua kakinya digantung dan wajahnya tampak tenang saja. Diam- diam dia merasa kagum. Gadis ini memang luar biasa. Menjadi tahanan, dikeram dalam kamar penjara, sama sekali tidak tampak sedih atau khawatir, malah bersenandung, seperti orang yang sedang santai dan gembira. Padahal, ia itu seorang puteri yang biasa hidup di dalam istana yang indah dan mewah! Akan tetapi, Thian Liong segera teringat bahwa Puteri Moguhai ini juga Pek Hong Nio-cu, seorang pendekar wanita yang tentu saja biasa merantau dan hidup dalam keadaan seadanya, bahkan tentu pernah kekurangan makan dan tidur di mana saja, mungkin di dalam hutan. Maka hilanglah rasa herannya walaupun dia tetap saja masih merasa kagum. “Hong-moi kenapa engkau begini gembira?” tanya Thian Liong. Gadis itu memandang kepadanya dengan senyum manis sekali. “Habis, apakah engkau lebih suka melihat aku menangis, Liong-ko?” Mau tak mau Thian Liong tersenyum juga. 'Tentu saja tidak, Hong-moi. Akan tetapi aku merasa kagum akan ketenanganmu, dalam keadaan terancam begini engkau masih dapat bersenandung dan tersenyum!” “Karena aku yakin bahwa keadaan ini pasti tidak akan selamanya dan hanya sementara saja.” “Engkau yakin bahwa perjuangan Paman Kwee dan rekan-rekannya akan berhasil? Kulihat Chin Kui itu benar-benar telah mempengaruhi Kaisar.” “Aku percaya kepada Paman Kwee, akan tetapi bukan kepadanya dan para rekannya saja. Akupun yakin bahwa ayahku tidak akan diam saja membiarkan aku terancam bahaya, Liong-ko.” “Eh? maksudmu?” “Ayah percaya akan kemampuanku, akan tetapi dia juga amat sayang kepadaku. Mengingat bahwa aku pergi ke selatan, ke wilayah Kerajaan Sung, aku yakin bahwa ayah tentu tidak akan melepaskan aku begitu saja dan diam-diam tentu mengirim orang-orang untuk mengawasi dan menjagaku sehingga kalau aku mendapatkan kesulitan mereka akan dapat menolongku.” “Hemm, kau pikir begitukah, Hong moi?” “Bukan itu saja Liong-ko. Kau ingat ketika kita terancam bahaya sewaktu kita tertawan kaki tangan pemberontak di utara itu? Paman Sie menolong kita......” “Maksudmu, suhu Tiong Lee Cin-jin?” “Bukan, maksudku Paman Sie, sahabat ibuku dan juga guruku! Aku yakin dia tidak akan membiarkan aku celaka.” Ucapan itu dikeluarkan dengan suara demikian penuh keyakinan sehingga Thian Liong terpengaruh dan percaya juga. Diapun percaya bahwa gurunya adalah seorang sakti yang dapat melakukan hal hal yang luar biasa. Dia tidak mau berdebat dengan Pek Hong tentang siapa penolong mereka dahulu itu, apakah gurunya Tiong Lee Cin-jin ataukah paman gadis itu yang disebut Paman Sie, ataukah keduanya itu memang sama orangnya. Maka, diapun diam saja tidak mau membantah dan keduanya kini duduk diam, seolah tenggelam ke dalam lamunan masing- masing. Karena keduanya diam, maka terasa sunyi sekali. Hawa dingin menembus dinding tebal dan menyusup ke dalam kamar tahanan itu. Thian Liong memandang gadis itu. Gadis yang begitu cantik jelita, begitu lihai dan juga gagah perkasa dan pemberani, seorang puteri kaisar lagi! Dan sekarang, gadis itu meringkuk dalam kamar tahanan duduk di tempat tidur batu yang dingin! Semua ini karena gadis itu hendak membantunya untuk membela Kerajaan Sung menentang Chin Kui! “Hong-moi, maafkan aku. Aku menyesal sekali, Hong- moi.” Setelah menghela napas berulang-ulang, Thian Liong berkata lirih. Gadis yang tadinya menundukkan mukanya itu, kini mengangkat muka memandang. “Apa maksudmu, Liong-ko? Maaf? Menyesal?” “Ya, aku merasa menyesal sekali dan minta maaf padamu karena sekarang engkau menderita dan terancam bahaya hanya karena aku! Kalau engkau tidak ikut dan membantuku, tentu engkau sekarang berada di kamarmu sendiri, di istana ayahmu yang indah.” Sepasang alis hitam melengkung itu berkerut. Sepasang mata bintang itu bersinar marah. “Liong-ko, apakah dahulu ketika engkau membantu aku menghadapi pemberontak di utara lalu kita tertawan dan terancam maut, aku juga minta maaf dan menyatakan menyesal karena engkau membantuku? Kalau begitu engkau merasa menyesal bahwa aku membantumu, berarti engkau menyesal pula dahulu pernah membantu aku!” “Wah, sama sekali tidak, Hong-moi! Bukan begitu maksudku......” “Kalau tidak begitu, syukurlah dan jangan kita bicarakan lagi hal itu!” Pek Hong lalu memutar duduknya, menghadap ke arah pintu baja di mana terdapat jeruji baja yang kokoh dan mereka dapat memandang keluar pintu melalui celah celah jeruji. Thian Liong tahu bahwa gadis itu marah. Diapun tidak berani lagi bicara dan merasa bahwa memang dia tadi telah salah omong. Semestinya, penyesalan itu untuk diri sendiri saja, disimpan di hati tidak dikeluarkan melalui omongan. Diapun memandang ke luar pintu. Malam makin larut. Penjara istana itu dijaga ketat oleh lima orang secara bergiliran. Lima orang penjaga yang baru saja mendapat giliran menggantikan lima orang perajurit yang berjaga sejak sore tadi, masih tampak segar dan belum mengantuk. Melakukan tugas jaga di penjara itu, di waktu penjara ada penghuninya, bukan merupakan pekerjaan berat. Penjara itu kokoh kuat. Orang yang ditahan dalam ruangan penjara itu tidak mungkin dapat membobol pintu untuk melarikan diri. Juga teramat sukar bagi orang luar untuk dapat memasuki penjara ini guna membebaskan mereka yang ditahan. Penjagaan dari pintu gerbang benteng istana sampai ke penjara itu melalui penjagaan yang berlapis-lapis. Maka, lima orang perajurit pengawal yang melakukan penjagaan inipun santai saja. Selama ini belum pernah terjadi ada tahanan dapat kabur meloloskan diri. Apalagi sekarang penjara itu hampir kosong, hanya terdapat dua pasang tahanan. Itupun, menurut kepala penjara, bukan merupakan orang tahanan berbahaya dan harus diperlakukan dengan sikap baik. Jadi, lima orang itupun tidak mengkhawatirkan sesuatu. Empat orang dari mereka segera asyik bermain kartu, sedangkan yang seorang duduk melakukan penjagaan kalau-kalau ada atasan mereka melakukan pemeriksaan, agar dia dapat memperingatkan kawan-kawan yang sedang bermain kartu. Cia Song dan empat orang perajurit pengawal itu berjalan dengan tenang menghampiri tempat penjagaan di depan bangunan penjara. Perajurit yang melakukan penjagaan segera berbisik ke arah teman- teman yang sedang berjudi. “Ssstt...... ada yang datang!” Empat orang itu segera menyembunyikan kartu dan mereka duduk seolah sedang melakukan penjagaan ketat. Ketika perajurit yang menjadi kepala regu melihat bahwa yang datang adalah lima orang perajurit pengawal, dia bertanya heran. “He, kawan-kawan! Kami baru saja datang dan belum waktunya diganti!” Cia Song yang berpakaian sebagai seorang perajurit pengawal mendekati kepala regu dan berkata dengan ramah, “Kami hanya ditugaskan untuk melihat apakah keadaan di sini baik-baik dan aman saja.” Empat orang perajurit pengawal yang menemani Cia Song, seperti telah diatur sebelumnya, juga mendekati para penjaga itu dengan ramah bersahabat. Lima orang penjaga itupun tidak merasa curiga dan mereka menjadi lengah. Tiba-tiba Cia Song menggerakkan kedua tangannya dengan cepat sekali. Berturut turut dia menotok roboh tiga orang penjaga tanpa mereka sempat berteriak karena mereka bertiga telah terkena totokan ampuh sehingga mereka roboh dalam keadaan pingsan. Dua orang penjaga lainnya terkejut bukan main. Saking kagetnya, mereka tidak mampu mengeluarkan suara dan pada saat itu, empat batang golok menyambar dan merekapun roboh mandi darah, tewas tanpa sempat berteriak. Empat orang perajurit itu lalu mengayun golok mereka, membunuh tiga orang perajurit penjaga yang tadi roboh tertotok oleh Cia Song. Setelah yakin bahwa lima orang penjaga itu tewas, Cia Song lalu memasuki lorong di luar kamar-kamar tahanan, diikuti oleh empat orang perajurit pengawal yang telah mengeluarkan gendewa dan kantung penuh anak panah berukuran kecil. Semua ini memang telah dipersiapkan dengan baik oleh Cia Song. Dia tahu betapa lihai Souw Thian Liong dan Pek Hong Nio-cu. Dari keterangan Perdana Menteri Chin Kui bahwa Souw Thian Liong ditemani seorang gadis cantik yang bicaranya seperti orang utara, dia seorang yang dapat menduga bahwa gadis itu tentulah Puteri Kerajaan Kin yang juga mempunyai kepandaian tinggi dalam ilmu silat itu. Dia sekali ini tidak mau gagal lagi, maka dia telah mempersiapkan diri dengan baik. Dia maklum biarpun dua orang itu telah berada dalam sebuah kamar tahanan yang kokoh dan tidak akan mampu keluar, namun membunuh mereka bukan merupakan hal yang mudah. Karena itu, tahu bahwa empat orang perajurit yang menemaninya itu pandai mempergunakan senjata panah, dia lalu membekali mereka dengan gendewa kecil dan anak panah yang mengandung racun yang amat kuat. Kalau dua orang yang berada dalam ruangan itu di¬ berondong anak panah oleh empat orang perajurit dan diapun membantu menyerang dari luar, mustahil bagi Souw Thian Liong dan Pek Hong Nio-cu untuk dapat menyelamatkan diri! Dia sudah memperhitungkannya dengan matang. Dia menduga bahwa dua orang itu pasti tidak membawa senjata untuk melindungi diri mereka dari hujan anak panah dan di dalam kamar penjara itupun tidak terdapat sesuatu yang dapat dijadikan perisai. Sebagai seorang ahli ilmu silat tinggi dia sudah memperhitungkan bahwa Souw Thian Liong sendiri tidak akan dapat mengelak terus. Tidak mungkin menghindarkan diri dari serbuan anak-anak panah dan sebatang saja mengenai tubuhnya, cukup untuk membunuhnya. Souw Thian Liong dan Sie Pek Hong yang kebetulan sedang menghadap dan memandang ke arah pintu yang berjeruji, melihat munculnya lima orang yang berpakaian perajurit itu di depan pintu. Tadinya mereka mengira bahwa mereka adalah para penjaga yang melakukan perondaan, akan tetapi ketika mereka melihat Cia Song, keduanya terkejut bukan main. “Ha-ha-ha!” Cia Song tertawa. “Bersiaplah kalian untuk mampus!” “Jahanam busuk kau!” Pek Hong memaki. Akan tetapi Cia Song sudah memberi isyarat kepada empat orang yang memang sudah mempersiapkan anak panah mereka. Begitu mereka berempat bergerak, sinar-sinar hitam meluncur masuk ke dalam ruangan tahanan itu dan menyambar ke arah tubuh Thian Liong dan Pek Hong yang masih duduk di atas pembaringan batu masing-masing. Dua orang muda ini cepat melompat dan mengelak. Akan tetapi empat orang perajurit yang memang sudah tahu akan kelebihan dua orang yang harus mereka bunuh, melepas lagi anak panah secara bertubi-tubi. Thian Liong dan Pek Hong tidak dapat berbuat lain untuk menghindarkan diri kecuali dengan mengelak. Mereka berloncatan ke sana-sini dengan cekatan sekali. Dari bau anak panah hitam itu keduanya maklum bahwa anak panah itu beracun, maka tentu saja mereka tidak ingin terluka oleh senjata kecil beracun itu. Melihat betapa dua orang itu dapat mengelak, Cia Song berseru. “Arahkan kepada seorang saja!” Empat orang perajurit itu mengerti. Kalau mereka berempat hanya menyerang seorang saja, maka akan sukar sekali, bahkan tidak mungkin orang itu akan mampu menghindarkan diri dari hujan anak panah mereka berempat. Akan tetapi sebelum penyerangan kepada seorang saja ini dilakukan, tiba tiba ada angin menyambar dari kanan. Angin itu demikian dahsyatnya sehingga empat orang perajurit itu tidak dapat bertahan dan mereka roboh bergulingan. Cia Song sendiri juga terkejut, cepat menengok ke kanan dan melihat betapa ada seorang laki-laki mendorongkan tangan kirinya ke arah para perajurit itu. Dia cepat mengerahkan tenaga sin-kang dan menggunakan kedua tangan untuk mendorong ke arah orang itu untuk menyambut pukulannya dan membuat orang itu roboh. “Wuuuttt...... blarrr......!” Dua tenaga sinkang bertemu dan akibatnya, tubuh Cia Song terpental seperti daun kering tertiup angin dan dia harus berjungkir balik sampai lima kali agar tidak sampai terbanting jatuh. Cia Song terkejut bukan main. Celaka, pikirnya, orang ini memiliki tenaga sin-kang yang luar biasa, jauh lebih kuat daripada tenaganya sendiri. Dia melihat orang itu berkelebat seperti bayang- bayang saja cepatya, menghampiri empat orang perajurit yang roboh dan yang kini sedang merangkak bangun. Cepat sekali bayangan itu bergerak di antara mereka dan empat orang perajurit itu tertotok dan roboh terkulai, tak mampu bergerak lagi. “Suhu......!” Thian Liong berseru. “Paman Sie......!” Pek Hong Nio-cu juga berseru. Cia Song terkejut setengah mati mendengar Thian Liong menyebut suhu kepada orang itu. Jadi inikah tokoh besar bernama Tiong Lee Cin-jin yang terkenal sebagai seorang manusia setengah dewa yang dijuluki Yok-sian (Dewa Obat) itu? Pantas dia memiliki tenaga sakti sehebat itu. Cia Song menjadi ketakutan dan dia segera melompat dan melarikan diri. Bayangan yang ternyata seorang laki laki berpakaian kuning berusia sekitar enampuluh dua tahun itu segera membuka pintu tahanan dengan sebuah kunci yang agaknya tadi dia ambil dari gardu penjaga penjara. Daun pintu kamar tahanan itu terbuka dan Pek Hong Nio-cu melompat keluar dan berseru penasaran. “Mari kita kejar jahanam itu!”

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>