Cerita Silat | Ilmu Silat Pengejar Angin | oleh Siasa | Ilmu Silat Pengejar Angin | Cersil Sakti | Ilmu Silat Pengejar Angin pdf
Pendekar Bodoh - 9. Sengketa Ahli Sihir Pendekar Bodoh - 10. Raja Alam Sihir Pendekar Bodoh - 11. Rahasia Sumur Tua Pendekar Bodoh - 12. Munculnya Sang Pewaris Gento Guyon - 28. Semerah Darah Pendekar Bodoh - 3. Setan Selaksa Wajah Pendekar Bodoh - 4. Ratu Perut Bumi Pendekar Bodoh - 5. Ksatria Seribu Syair Pendekar Bodoh - 6. Muslihat Sang Durjana Pendekar Bodoh - 8. Pusaka Pedang Naga
Berdjalan kira2 delapan hari, mereka pun tiba disuatu tempat jang datar, tidak terdapat batu2 djadas, sedang djalan2 tiada sempit, melainkan disitu banjak bertumbuhan pohon2 besar, ketika kedua anak muda ini menjelidiki, mereka mendjadi kegirangan, karena ternjata mereka sudah sampai didaerah perbatasan Thibet. Pada suatu hari tibalah mereka disebelah barat kota Ie-Pien. Ketika itu sudah mendekati hari raja Toan- yang, hawa udara mulai panas. Berkeringatan sudah dahi Sioe Lian. Selagi mereka hendak mentjari tempat meneduh, tiba2 mereka mendengar suara berkeritjiknja air. Kedua muda mudi kita pun lantas larikan kuda mereka kearah suara itu. Girang keduanja ketika mereka mendapatkan sebuah kali ketjil, sampai2 mereka berseru. Kali itu bening airnja, dasarnja sampai membajang njata. Hingga djelas kelihatan ber-puluh2 ekor ikan jang berenang kian kemari. Sedang dikedua tepi banjak bertumbuhan pohon2 akar jang tjabang2 serta daun2nja merosot turun keair. Mereka berdua gembira sekali, tanpa membuka pakaian lagi mereka pun terdjun untuk mendinginkan badan. Setelah puas, mereka naik ketepi, untuk mendjemur. Belum lama, tiba2 tjuatja berubah gelap. Dan tak lama kemudian terdengarlah suara guntur jang sambung menjambung serta tertampak kilat ber- sambar2an. "Takutkah kau, Lian-djie?" tanja Siang Tjoe. "Aku toh bersama kau? Apa jang harus kutakutkan?" djawab si nona. Pemuda kita bersenjum. Hudjan sangat besar, mereka pun bernaung dibawah sebuah pohon janglioe jang rindang. Pada tempat dimana mereka berdua bernaung ini tidak terdapat lain orang, dengan demikian mereka tidak menarik perhatian siapa pun djuga. Mereka menantikan sampai air hudjan jang bagai ditjurahkan itu berhenti turun, ketika itu hari pun masih siang. Tjuatja telah terang kembali. Kemudian mereka pun melandjutkan perdjalanan mereka. Pada suatu hari, setelah menempuh perdjalanan sebulan, sampailah mereka disuatu daerah pegunungan jang daerahnja berlapisan saldju. Dari rumah seorang penduduk jang terletak dilereng gunung, mereka tukar kedua kuda mereka dengan dua perangkat pakaian tebal. Untuk kegirangan kedua taruna itu, ketika mereka tanjakan pada penduduk itu, ternjata mereka sudah tiba di Thibet timur, dan kini mereka berada didaerah lereng pegunungan Thang-ala-san. Suatu daerah pegunungan jang tinggi dan berlapiskan saldju abadi. Menurut tjerita penduduk tersebut, di-tempat2 jang tertinggi dan sukar ditjapai manusia banjak bersemajam orang2 pertapa serta berilmu tinggi. Penduduk itu menasehatkan supaja kedua muda-mudi itu mengurungkan sadja niatannja untuk menaiki gunung jang tinggi dan berbahaja itu. Penduduk itu menambahkan pula, bahwa di-lereng2 pegunungan jang penuh ber-batu2 banjak terdapat guha2 tempat bersemajamnja siluman2 jang suka makan daging manusia. Namun mana mungkin kedua muda-mudi itu menelan begitu sadja tjerita jang me-nakut2i itu, lebih2 si pemudi jang sudah bertekad bulat hendak mentjari guru pandai. Ia hanja tertawa sadja, akan kemudian dengan menarik tangan si pemuda, mereka pun pergi meninggalkan rumah si penduduk, dengan dia ini berdiri mendjublak sambil mulut ternganga. Demikianlah dengan tidak mempedulikan segala tjegahan2 serta nasehat2 si penduduk mereka pun dengan berdjalan kaki melandjutkan perdjalanan menaiki pegunungan jang luas itu. Disekitar gunung Than-ala-san terdapat banjak sekali puntjak2 jang mendjulang keatas bagaikan gigi buaja. Selama berada dibagian tertinggi dari gunung, dunia dirasakan sempit dan berdjalan diantara pohon2 besar, orang akan mendapat perasaan menjeramkan. Sesudah melewati puntjak tertinggi, baru orang akan tiba ditempat terbuka, dari mana orang itu akan dapat memandang puntjak2 jang lebih rendah serta tertampak se-olah2 biruang2 berbulu putih. Melihat pemandangan jang demikian indah, semangat Sioe Lian djadi terbangun. "Untung kita tidak meladeni segala2 omongan2 si penduduk tadi," katanja sambil tertawa dan bertepuk tangan. "djika kita turuti omongan dia itu, tentulah kita tidak dapat menikmati pemandangan seindah ini," menambahkan ia. "Tapi Lian-djie, daerah pegunungan ini luas. Tidak mungkinkah kalau dihadapan kita terbentang suatu daerah seperti jang dikatakan penduduk tadi?" kata Siang Tjoe ber-sungguh2. "Selandjutnja kita harus ber- hati," menasehati Siang Tjoe. Sedang Sioe Lian menundukkan kepalanja sambil mengangguk membenarkan... Ketika itu kedua muda-mudi kita ini sedang menuruni sebuah lembah dengan dikiri-kanannja dan disekelilingnja banjak bertumbuhan pohon2 liar tiba2 dari belakang sebuah pohon besar melesat sebuah bajangan besar menjambar kearah mereka berdua. Mereka mendjadi terperandjat sekali ketika mendapat kenjataan, bajangan itu adalah seekor beruang. Beruang itu besar sekali, berbulu putih seluruhnja, hanja montjongnja sadja jang berwarna hitam. Tjepat bagaikan kilat, sebelum tubuh beruang itu jang mulutnja terbuka lebar menubruk mereka berdua, putera marhum Song-to Lie Kie Pok dengan mempergunakan tenaga lweekang jang diperhitungkan, melontarkan tubuh Sioe Lian tepat kesebuah guha ketjil jang terletak beberapa tumbak dari tempat ia berdiri. Sedang ia sendiri dengan mempergunakan It hoo Tjong thian, badannja melesat keatas setinggi beberapa tumbak. Ketika badannja masih mengapung diatas ia melongok kebawah. Lie Siang Tjoe terperandjat tiada terkira ketika ia mendapat kenjataan, kalau beruang itu tidak hanja seekor, melainkan dia berkawan jang djumlahnja tidak kurang dari tiga puluh... Ia pun lalu menengok kearah Sioe Lian. Terkedjutnja semakin ber-tambah2, ternjata Sioe Lian sudah tidak terdapat ditempat tadi ia lemparkan... Namun ia tidak dapat berpikir lama, karena badannjapun sudah melajang turun. ia pun mentjabut goloknja. Beruang pertama tadi, karena tubrukannja meleset dengan berdiri diatas kaki belakangnja ia memandangi pemuda kita jang sudah berdiri dengan sikap Kim-kee Tok-lip. Tiba2 beruang itu dengan mengeluarkan gerengan keras menubruk setjepatnja. kedua kaki depannja jang kuku2nja menondjol keluar bergerak mengantjam dada Siang Tjoe. Pemuda kita tjepat melebihi gerakannja si beruang, lontjat kekanan dan membarengi itu goloknja dikerdjakan membatjok punggung lawannja, hingga tidak ampun pula dengan mengeluarkan gerengan keras, binatang itu rubuh binasa. Bersamaan dengan binasanja beruang pertama tadi, sembilan ekor kawannja jang besar2 serta galak luar biasa, menerdjang Siang Tjoe. Kesembilan ekor beruang ini luar biasa sekali. Bagaikan manusia jang berakal pikiran, mereka mengepung dari segala pendjuru, jang membuat pemuda kita agak kerepotan djuga. Benar sekali Siang Tjoe putarkan goloknja, sekali itu tiga-empat ekor menggeletak tiada bernapas, tapi oleh karena djumlah beruang2 itu terlalu banjak, Siang Tjoe pun tidak berlaku ajal pula. Dengan segera tubuhnja diputarkan, dan disaat 6 ekor beruang hampir menubruk tubuhnja, ia pun sudah bersiap sedia, serta dilain saat djurus pertama dari Tjap Peh Lo Hoan To telah ia gunakan, menjabet dengan ketjepatan bagaikan kilat pada setiap beruang jang sampai paling dahulu. Hebat sekali gerakan ini, hingga dalam sekedjab sadja keenam ekor beruang jang mengurung badannja tadi sudah menggeletak tak bernapas. Demikianlah selandjutnja dengan mempergunakan Tjap Peh Lo Hoan To djurus demi djurus, ia pun berhasil membinasakan setiap beruang jang berani mendekati dia, sampai achirnja hampir seluruh binatang2 pegunungan ini ia berhasil binasakan, ketjuali beberapa ekor jang kemudian melarikan diri kedalam hutan. Sedang Siang Tjoe sendiri ketika teringat pada Sioe Lian jang mendadak lenjap tadi, tjepat2 ia ber-lari2 ketempat dimana tadi kawan itu ia lemparkan. Lekas2 ia masuk kedalam guha, ia kira tentulah Sioe Lian karena ketakutan, telah memasukinja untuk bersembunji. "Lian-djie," ia memanggil perlahan. Diluar segala perhitungan Siang Tjoe, begitu ia memasuki guha, ia dibuat mendjadi berdiri terpukau dengan badan dirasai mendjadi dingin, se-olah2 memasuki sebuah sungai es! Mengapa? Ternjata guha itu tidak ketjil, tetapi amat luas serta ber-batu2 jang banjak berhamburan. Sedang didalam situ ia tidak melihat Sioe Lian walau bajang2annja. Djantung Siang Tjoe se-akan2 me-londjak2 serta disaat itu djuga ia merasa kepalanja mendjadi pusing, hingga untuk beberapa saat ia tidak dapat menguasai dirinja pula. Ia me-manggil2 : "Lian-djie! Lian-djiiee...!" Namun tetap ia tidak peroleh djawaban, hanja suara gemanja sadja jang terdengar. "Lian-djie! Lian-djie...!" Kemudian setelah dapat menetapkan hati, ia pun keluar. Diluar dipandjatnja sebuah pohon besar sampai dibagian jang tertinggi. Dari atas ia menngawasi ke-empat pendjuru disekitar pegunungan dimana selain dari pohon2 besar jang dimainkan embusan angin ia tidak melihat tanda2 lai jang mentjurigakan, maka ia pun turun dan lalu kembali memasuki guha tadi. Ia mendjadi amat terperandjat, ketika diperiksanja keadaan tanah disekitar muka guha. Ternjata diantara berhamburannja batu2 jang banjak berserakan terdapat djuga tanda2 bekas kaki dari dua makhluk. Ia mendjadi terkedjut sekali ketika mendapat kenjataan, kalau bekas2 itu adalah djedjak kaki manusia dan binatang. Diikutinja tapak2 itu, hingga achirnja lenjap pada bagian tengah dari guha tersebut. Ketika itu ia jang biasanja dapat berlaku tjerdik serta pikirannja terbuka, kali ini benar2 telah mendjadi buntu, malah melihat bekas2 kaki jang menundjukkan tanda2 bekas orang bergumul ia mendjadi putus asa, hingga beberapa saat kemudian, setelah dapat menguasai dirinja barulah ia ber-lari2 mengelilingi seluruh guha serta memanggil-manggil. Akan tetapi,walau ia ber-teriak2 sampai mulut parau serta hari telah berubah mendjadi malam tetap ia tidak memperoleh hasil. Hingga achirnja karena letih ditjarinja sebuah batu jang tjukup besar, serta lalu diatas mana ia duduk. Dikeluarkannja sepotong daging bakar jang lantas dikunjahnja untuk menangsal perut. Setelah itu, diatas batu tadi direbahkannja badannja. Dihadapannja terbajang wadjah Sioe Lian jang selain tjantik djuga gagah serta bersemangat. Dipedjamkannja matanja agar dapat tidur pulas, namun sampai beberapa lama, karena bajangan Sioe Lian jang selalu menggodanja, ia hanja bergelimpangan sadja tanpa sekedjap pun dapat tidur. Satu kali dibalikkannja tubuhnja dengan mata dipentang keatas mengawasi langit2 guha. Tiba2 ia tertarik akan sesuatu jang seperti melekat pada salah satu dinding batu jang kemudian dihampirinja. Serta dengan tangan dibersihkannja dari lapisan debu jang menebal. Ia mendjadi terkedjut sekali ketika tampak sesuatu tersebut berbentuk sebuah lukisan jang indah serta gandjil sekali dari seekor monjet jang sedang berdongko, dengan kaki kanannja dilondjorkan kemuka. Karena tertarik, sikap gambar itu ditirunja. Kesudahannja ia mendjadi amat terperandjat sekali, ketika ia mendapat kenjataan gerakanitu mentjontohkan seorang jang sedang bersilat dengan gerakan tipu ilmu silat Siauw-lim! Bahkan ketika ia memperdalam, gerakan jang diperlihatkan gambar tersebut ber-lipat2 kali hebatnja dari gerakan jang pernah ia peladjari dari ajahnja. Bahna girangnja, ia buka badju luarnja, untuk kemudian dengan itu ia bersihkan benar2 lukisan tadi jang ternjata adalah sebuah ukiran. Siang Tjoe mempunjai ketjerdasan pikiran jang agak lumajan, dan oleh karena lukisan itu hanja sebuah, sebentar sadja ia dapat menghafalnja diluar kepala, hingga achirnja karena gambarnja itu2 djuga iapun mendjadi bosan. Kemudian iseng, bagian dinding jang terletak disebelah dari gambar pertama dihapusnja pula. Kegembiraannja semakin ber-tambah2 ketika ternjata pada bagian dinding itu djuga terdapat sebuah lukisan seekor monjet jang gerakannja merupakan sambungan dari gambar jang pertama tadi. Karena dua penemuan ini, segera ia pun dengan menggunakan badjunja membersihkan bagian2 lain dari dinding guha tersebut jang ternjata djuga melukiskan gambar2 monjet sedang bersilat serta satu sama jang lain ber-hubung2an. Siang Tjoe jang memang kepergiannja ketanah barat ini adalah untuk mentjari guru pandai segera merasa jakin kalau gerakan ilmu silat jang dilukiskan dalam gambar itu adalah luar biasa sekali. Karena ternjata dari gerakan2nja jang aneh. Demikianlah tanpa pikir2 lagi, segera ia pun mulai me-niru2 tjara serta gerakan2 jang diperlihatkan lukisan itu. Tak dapat dilukiskan bagaimana kegirangan hati pemuda kita, ketika ia mendapat kenjataan bahwa tipu pukulan jang diperlihatkan ukiran2 itu sungguh luar biasa sekali. Gerakannja jang ber-ubah2 menjesatkan ternjata banjak sekali tjabang2nja, hingga achirnja setelah merasa lukisan2 itu sudah melekat benar diotaknja dan mengerti akan kefaedahannja, ia merasa jakin benar kalau gerakan2 ini pastilah djauh berada disebelah atasnja Tjap Peh Lo Hoan Kun. Satu hal pula sebagai reaksi dari dipeladjarinja gerakan2 lukisan2 itu ialah, ia merasa tubuhnja mendjadi semakin enteng. Dengan hal ini, tak dapat dilukiskan pula bagaimana gembiranja hati Siang Tjoe, hingga tanpa terasa ia sudah melatih diri sampai hari berganti siang. Baharulah setelah ia merasa letih benar, ia pun beristirahat. Djustru karena itu, tiba2 wadjah Sioe Lian jang ia telah lupakan selama melatih diri terlintas pula dihadapannja. Segera tjepat luar biasa ia melompat keluar. Ia mendjadi terkedjut sekali, ketika ternjata matahari sudah naik tinggi. "Sioe Lian! Sioe Lian!!" kembali ia ber-teriak2. Namun seperti kemarin, ia tetap tidak memperoleh djawaban dari orang jang dipanggil itu. Malah suaranja hilang ditelan oleh luasnja daerah pegunungan. Achirnja karena bosan, pikirannja beralih kepada peristiwa luar biasa jang baru sadja dialaminja. Ia tidak dapat menduga tepat, peninggalan siapakah lukisan2 jang kemarin ia temukan itu. Demikianlah sambil berdjalan pikirannja melajang akan kedjadian2 jang kemarin, dimana sebagai ganti hilangnja seorang kawan, ia mendapatkan sebuah tempat luar biasa jang ia kira tentu masih mengandung lain2 luksian jang ia belum bersihkan, hingga achirnja ia mendusin ketika tiba2 dari antara semak2 sebelah kiri melesat serupa sendjata berwarna kuning ber-kilau2an, dan hampir bersamaan itu dari sebelah kanannja terdengar siuran angin menjambar dirinja. Siang Tjoe tidak menduga, datangnja serangan itu jang tiba2 serta setjara kedji sekali. Benar2 ketika itu ia berada dalam keadaan terdjepit. Sebab kalau ia berkelit kekanan tentu ia tidak akan luput dari serangan jang datang dari sisi kiri serta demikian pula sebaliknja. Pada saat jang sangat berbahaja itu, ia mendjedjal kakinja dan dilain saat badannja pun sudah melesat keatas, lalu untuk mendjaga diri dari serangan berikutnja, ia pun hunus goloknja jang lalu diputarnja sebelum kedua kakinja mengindjak bumi. Mendadak, lima bajangan manusia dengan sikap tiga mengurung dan dua orang menjambar bagaikan kilat menjerang Siang Tjoe. Ia dapat melihat dengan tjepat serta dapat mengetahui pula bahwa kedua bajangan jang menjambar dirinja adalah bajangan kedua suami isteri setengah tua jang pernah bertempur dengannja di Soa-tang pada beberapa bulan jang lalu, hanja ia tidak dapat menduga pasti untuk apa kedua suami isteri itu datang kepuntjak pegunungan Than-ala-san. Isteri jang berusia setengah tua itu membentak serta berkata : "Pentjulik tjilik! Lekas keluarkan sumoay ku!" Terperandjat Siang Tjoe mendengar perkataan ini, lalu sambil tangkis serangan kedua orang itu ia pun berseru : "Djie-wie toako, aku belum pernah berkenalan dengan kalian, mengapa tanpa sebab aku dituduh telah mentjulik sumoaymu?" "Bangsat tjilik, dimana ada maling mengakui kesalahannja? Awas pedang...!" Dan membarengi bentakan ini, wanita tersebut kembali telah menjerang dengan udjung pedangnja jang tadjam mengkilap mengantjam dada Siang Tjoe. "Sungguh diluar perikemanusiaan!" berteriak Siang Tjoe seraja putar goloknja, dan dilain saat bagai berkelebatnja kilat golok Siang Tjoe sudah menuruti djurus2 jang baru dijakininja kemarin malam. Dengan serentak kedua suami-isteri itu lompat mundur kebelakang sambil putarkan sendjata untuk melindungi diri. Kedua orang ini terperandjat sekali akan kemadjuan jang ditjapai Siang Tjoe. Demikian djuga ketiga orang jang tadi mengambil sikap mengurung, mereka tampaknja terkedjut sekali, lebih2 dua jang masih berusia muda. Dalam hanja beberapa gebrakan sadja Siang Tjoe telah berhasil membuat pertahanan kedua suami-isteri jang memang ternjata adalah orang2 Tjeng hong pay seperti dikatakan Sioe Lian, serta mendjadi murid akuan Mie Ing Tiangloo mendjadi kotjar-katjir. Sang suami jang bernama Tung han Thay hiap Tan Tjian Po keadaannja sangat terdesak sekali, hingga ia hanja dapat bertahan sadja sedang peredaran napasnja sudah tidak beraturan lagi, demikian djuga dengan isterinja, Hoo Siok Eng. Keringat dinginnja jang se-besar2 katjang kedelai telah memenuhi hampir seluruh tubuhnja. "Tjelaka," tiba2 terdengar perempuan ini berteriak, dan membarengi itu pedangnja terpental serta melajang keatas sedjauh beberapa tombak. Bersamaan itu, dengan ketjepatan jang luar biasa seberkas sinar golok melajang serta dengan tepat mengenai pergelangan si njonja, hingga dia ini mendjerit karena kesakitan. Segera untuk menghindarkan serangan lebih landjut ia pun berniat mendjedjalkan kaki, namun kembali segulung sinar golok mendahului niatnja meluntjur kearah dirinja mengantjam tenggorokan. Hingga tiada terkatakan terkedjutnja perempuan ini. Akan tetapi, pada saat itu, pada saat njonja ini menghadapi kehantjurannja, tiba2 sebuah bajangan jang tinggi besar serta bersendjatakan sebatang tongkat berkelebat menjambar diri orang jang bersendjatakan golok jang ternjata adalah Lie Siang Tjoe. Jang hebat ialah, dengan tongkatnja bajangan tersebut, mengantjam djalan darah Kie bun hiat dari Siang Tjoe. Melihat datangnja serangan luar biasa ini, tjepat2 Siang Tjoe menarik kembali serangannja jang hampir mengenai sasarannja itu untuk kemudian langsung golok tersebut ia tangkiskan pada tongkat jang menjerang dirinja, hingga dilain saat terdengarlah berkelentengannja dua buah sendjata jang berlainan bentuk, serta mengiringi itu sebuah bajangan putih tertampak mentjelat keatas. Itulah sinar putih dari golok Siang Tjoe!!
Pendekar Bodoh - 9. Sengketa Ahli Sihir Pendekar Bodoh - 10. Raja Alam Sihir Pendekar Bodoh - 11. Rahasia Sumur Tua Pendekar Bodoh - 12. Munculnya Sang Pewaris Gento Guyon - 28. Semerah Darah Pendekar Bodoh - 3. Setan Selaksa Wajah Pendekar Bodoh - 4. Ratu Perut Bumi Pendekar Bodoh - 5. Ksatria Seribu Syair Pendekar Bodoh - 6. Muslihat Sang Durjana Pendekar Bodoh - 8. Pusaka Pedang Naga
Berdjalan kira2 delapan hari, mereka pun tiba disuatu tempat jang datar, tidak terdapat batu2 djadas, sedang djalan2 tiada sempit, melainkan disitu banjak bertumbuhan pohon2 besar, ketika kedua anak muda ini menjelidiki, mereka mendjadi kegirangan, karena ternjata mereka sudah sampai didaerah perbatasan Thibet. Pada suatu hari tibalah mereka disebelah barat kota Ie-Pien. Ketika itu sudah mendekati hari raja Toan- yang, hawa udara mulai panas. Berkeringatan sudah dahi Sioe Lian. Selagi mereka hendak mentjari tempat meneduh, tiba2 mereka mendengar suara berkeritjiknja air. Kedua muda mudi kita pun lantas larikan kuda mereka kearah suara itu. Girang keduanja ketika mereka mendapatkan sebuah kali ketjil, sampai2 mereka berseru. Kali itu bening airnja, dasarnja sampai membajang njata. Hingga djelas kelihatan ber-puluh2 ekor ikan jang berenang kian kemari. Sedang dikedua tepi banjak bertumbuhan pohon2 akar jang tjabang2 serta daun2nja merosot turun keair. Mereka berdua gembira sekali, tanpa membuka pakaian lagi mereka pun terdjun untuk mendinginkan badan. Setelah puas, mereka naik ketepi, untuk mendjemur. Belum lama, tiba2 tjuatja berubah gelap. Dan tak lama kemudian terdengarlah suara guntur jang sambung menjambung serta tertampak kilat ber- sambar2an. "Takutkah kau, Lian-djie?" tanja Siang Tjoe. "Aku toh bersama kau? Apa jang harus kutakutkan?" djawab si nona. Pemuda kita bersenjum. Hudjan sangat besar, mereka pun bernaung dibawah sebuah pohon janglioe jang rindang. Pada tempat dimana mereka berdua bernaung ini tidak terdapat lain orang, dengan demikian mereka tidak menarik perhatian siapa pun djuga. Mereka menantikan sampai air hudjan jang bagai ditjurahkan itu berhenti turun, ketika itu hari pun masih siang. Tjuatja telah terang kembali. Kemudian mereka pun melandjutkan perdjalanan mereka. Pada suatu hari, setelah menempuh perdjalanan sebulan, sampailah mereka disuatu daerah pegunungan jang daerahnja berlapisan saldju. Dari rumah seorang penduduk jang terletak dilereng gunung, mereka tukar kedua kuda mereka dengan dua perangkat pakaian tebal. Untuk kegirangan kedua taruna itu, ketika mereka tanjakan pada penduduk itu, ternjata mereka sudah tiba di Thibet timur, dan kini mereka berada didaerah lereng pegunungan Thang-ala-san. Suatu daerah pegunungan jang tinggi dan berlapiskan saldju abadi. Menurut tjerita penduduk tersebut, di-tempat2 jang tertinggi dan sukar ditjapai manusia banjak bersemajam orang2 pertapa serta berilmu tinggi. Penduduk itu menasehatkan supaja kedua muda-mudi itu mengurungkan sadja niatannja untuk menaiki gunung jang tinggi dan berbahaja itu. Penduduk itu menambahkan pula, bahwa di-lereng2 pegunungan jang penuh ber-batu2 banjak terdapat guha2 tempat bersemajamnja siluman2 jang suka makan daging manusia. Namun mana mungkin kedua muda-mudi itu menelan begitu sadja tjerita jang me-nakut2i itu, lebih2 si pemudi jang sudah bertekad bulat hendak mentjari guru pandai. Ia hanja tertawa sadja, akan kemudian dengan menarik tangan si pemuda, mereka pun pergi meninggalkan rumah si penduduk, dengan dia ini berdiri mendjublak sambil mulut ternganga. Demikianlah dengan tidak mempedulikan segala tjegahan2 serta nasehat2 si penduduk mereka pun dengan berdjalan kaki melandjutkan perdjalanan menaiki pegunungan jang luas itu. Disekitar gunung Than-ala-san terdapat banjak sekali puntjak2 jang mendjulang keatas bagaikan gigi buaja. Selama berada dibagian tertinggi dari gunung, dunia dirasakan sempit dan berdjalan diantara pohon2 besar, orang akan mendapat perasaan menjeramkan. Sesudah melewati puntjak tertinggi, baru orang akan tiba ditempat terbuka, dari mana orang itu akan dapat memandang puntjak2 jang lebih rendah serta tertampak se-olah2 biruang2 berbulu putih. Melihat pemandangan jang demikian indah, semangat Sioe Lian djadi terbangun. "Untung kita tidak meladeni segala2 omongan2 si penduduk tadi," katanja sambil tertawa dan bertepuk tangan. "djika kita turuti omongan dia itu, tentulah kita tidak dapat menikmati pemandangan seindah ini," menambahkan ia. "Tapi Lian-djie, daerah pegunungan ini luas. Tidak mungkinkah kalau dihadapan kita terbentang suatu daerah seperti jang dikatakan penduduk tadi?" kata Siang Tjoe ber-sungguh2. "Selandjutnja kita harus ber- hati," menasehati Siang Tjoe. Sedang Sioe Lian menundukkan kepalanja sambil mengangguk membenarkan... Ketika itu kedua muda-mudi kita ini sedang menuruni sebuah lembah dengan dikiri-kanannja dan disekelilingnja banjak bertumbuhan pohon2 liar tiba2 dari belakang sebuah pohon besar melesat sebuah bajangan besar menjambar kearah mereka berdua. Mereka mendjadi terperandjat sekali ketika mendapat kenjataan, bajangan itu adalah seekor beruang. Beruang itu besar sekali, berbulu putih seluruhnja, hanja montjongnja sadja jang berwarna hitam. Tjepat bagaikan kilat, sebelum tubuh beruang itu jang mulutnja terbuka lebar menubruk mereka berdua, putera marhum Song-to Lie Kie Pok dengan mempergunakan tenaga lweekang jang diperhitungkan, melontarkan tubuh Sioe Lian tepat kesebuah guha ketjil jang terletak beberapa tumbak dari tempat ia berdiri. Sedang ia sendiri dengan mempergunakan It hoo Tjong thian, badannja melesat keatas setinggi beberapa tumbak. Ketika badannja masih mengapung diatas ia melongok kebawah. Lie Siang Tjoe terperandjat tiada terkira ketika ia mendapat kenjataan, kalau beruang itu tidak hanja seekor, melainkan dia berkawan jang djumlahnja tidak kurang dari tiga puluh... Ia pun lalu menengok kearah Sioe Lian. Terkedjutnja semakin ber-tambah2, ternjata Sioe Lian sudah tidak terdapat ditempat tadi ia lemparkan... Namun ia tidak dapat berpikir lama, karena badannjapun sudah melajang turun. ia pun mentjabut goloknja. Beruang pertama tadi, karena tubrukannja meleset dengan berdiri diatas kaki belakangnja ia memandangi pemuda kita jang sudah berdiri dengan sikap Kim-kee Tok-lip. Tiba2 beruang itu dengan mengeluarkan gerengan keras menubruk setjepatnja. kedua kaki depannja jang kuku2nja menondjol keluar bergerak mengantjam dada Siang Tjoe. Pemuda kita tjepat melebihi gerakannja si beruang, lontjat kekanan dan membarengi itu goloknja dikerdjakan membatjok punggung lawannja, hingga tidak ampun pula dengan mengeluarkan gerengan keras, binatang itu rubuh binasa. Bersamaan dengan binasanja beruang pertama tadi, sembilan ekor kawannja jang besar2 serta galak luar biasa, menerdjang Siang Tjoe. Kesembilan ekor beruang ini luar biasa sekali. Bagaikan manusia jang berakal pikiran, mereka mengepung dari segala pendjuru, jang membuat pemuda kita agak kerepotan djuga. Benar sekali Siang Tjoe putarkan goloknja, sekali itu tiga-empat ekor menggeletak tiada bernapas, tapi oleh karena djumlah beruang2 itu terlalu banjak, Siang Tjoe pun tidak berlaku ajal pula. Dengan segera tubuhnja diputarkan, dan disaat 6 ekor beruang hampir menubruk tubuhnja, ia pun sudah bersiap sedia, serta dilain saat djurus pertama dari Tjap Peh Lo Hoan To telah ia gunakan, menjabet dengan ketjepatan bagaikan kilat pada setiap beruang jang sampai paling dahulu. Hebat sekali gerakan ini, hingga dalam sekedjab sadja keenam ekor beruang jang mengurung badannja tadi sudah menggeletak tak bernapas. Demikianlah selandjutnja dengan mempergunakan Tjap Peh Lo Hoan To djurus demi djurus, ia pun berhasil membinasakan setiap beruang jang berani mendekati dia, sampai achirnja hampir seluruh binatang2 pegunungan ini ia berhasil binasakan, ketjuali beberapa ekor jang kemudian melarikan diri kedalam hutan. Sedang Siang Tjoe sendiri ketika teringat pada Sioe Lian jang mendadak lenjap tadi, tjepat2 ia ber-lari2 ketempat dimana tadi kawan itu ia lemparkan. Lekas2 ia masuk kedalam guha, ia kira tentulah Sioe Lian karena ketakutan, telah memasukinja untuk bersembunji. "Lian-djie," ia memanggil perlahan. Diluar segala perhitungan Siang Tjoe, begitu ia memasuki guha, ia dibuat mendjadi berdiri terpukau dengan badan dirasai mendjadi dingin, se-olah2 memasuki sebuah sungai es! Mengapa? Ternjata guha itu tidak ketjil, tetapi amat luas serta ber-batu2 jang banjak berhamburan. Sedang didalam situ ia tidak melihat Sioe Lian walau bajang2annja. Djantung Siang Tjoe se-akan2 me-londjak2 serta disaat itu djuga ia merasa kepalanja mendjadi pusing, hingga untuk beberapa saat ia tidak dapat menguasai dirinja pula. Ia me-manggil2 : "Lian-djie! Lian-djiiee...!" Namun tetap ia tidak peroleh djawaban, hanja suara gemanja sadja jang terdengar. "Lian-djie! Lian-djie...!" Kemudian setelah dapat menetapkan hati, ia pun keluar. Diluar dipandjatnja sebuah pohon besar sampai dibagian jang tertinggi. Dari atas ia menngawasi ke-empat pendjuru disekitar pegunungan dimana selain dari pohon2 besar jang dimainkan embusan angin ia tidak melihat tanda2 lai jang mentjurigakan, maka ia pun turun dan lalu kembali memasuki guha tadi. Ia mendjadi amat terperandjat, ketika diperiksanja keadaan tanah disekitar muka guha. Ternjata diantara berhamburannja batu2 jang banjak berserakan terdapat djuga tanda2 bekas kaki dari dua makhluk. Ia mendjadi terkedjut sekali ketika mendapat kenjataan, kalau bekas2 itu adalah djedjak kaki manusia dan binatang. Diikutinja tapak2 itu, hingga achirnja lenjap pada bagian tengah dari guha tersebut. Ketika itu ia jang biasanja dapat berlaku tjerdik serta pikirannja terbuka, kali ini benar2 telah mendjadi buntu, malah melihat bekas2 kaki jang menundjukkan tanda2 bekas orang bergumul ia mendjadi putus asa, hingga beberapa saat kemudian, setelah dapat menguasai dirinja barulah ia ber-lari2 mengelilingi seluruh guha serta memanggil-manggil. Akan tetapi,walau ia ber-teriak2 sampai mulut parau serta hari telah berubah mendjadi malam tetap ia tidak memperoleh hasil. Hingga achirnja karena letih ditjarinja sebuah batu jang tjukup besar, serta lalu diatas mana ia duduk. Dikeluarkannja sepotong daging bakar jang lantas dikunjahnja untuk menangsal perut. Setelah itu, diatas batu tadi direbahkannja badannja. Dihadapannja terbajang wadjah Sioe Lian jang selain tjantik djuga gagah serta bersemangat. Dipedjamkannja matanja agar dapat tidur pulas, namun sampai beberapa lama, karena bajangan Sioe Lian jang selalu menggodanja, ia hanja bergelimpangan sadja tanpa sekedjap pun dapat tidur. Satu kali dibalikkannja tubuhnja dengan mata dipentang keatas mengawasi langit2 guha. Tiba2 ia tertarik akan sesuatu jang seperti melekat pada salah satu dinding batu jang kemudian dihampirinja. Serta dengan tangan dibersihkannja dari lapisan debu jang menebal. Ia mendjadi terkedjut sekali ketika tampak sesuatu tersebut berbentuk sebuah lukisan jang indah serta gandjil sekali dari seekor monjet jang sedang berdongko, dengan kaki kanannja dilondjorkan kemuka. Karena tertarik, sikap gambar itu ditirunja. Kesudahannja ia mendjadi amat terperandjat sekali, ketika ia mendapat kenjataan gerakanitu mentjontohkan seorang jang sedang bersilat dengan gerakan tipu ilmu silat Siauw-lim! Bahkan ketika ia memperdalam, gerakan jang diperlihatkan gambar tersebut ber-lipat2 kali hebatnja dari gerakan jang pernah ia peladjari dari ajahnja. Bahna girangnja, ia buka badju luarnja, untuk kemudian dengan itu ia bersihkan benar2 lukisan tadi jang ternjata adalah sebuah ukiran. Siang Tjoe mempunjai ketjerdasan pikiran jang agak lumajan, dan oleh karena lukisan itu hanja sebuah, sebentar sadja ia dapat menghafalnja diluar kepala, hingga achirnja karena gambarnja itu2 djuga iapun mendjadi bosan. Kemudian iseng, bagian dinding jang terletak disebelah dari gambar pertama dihapusnja pula. Kegembiraannja semakin ber-tambah2 ketika ternjata pada bagian dinding itu djuga terdapat sebuah lukisan seekor monjet jang gerakannja merupakan sambungan dari gambar jang pertama tadi. Karena dua penemuan ini, segera ia pun dengan menggunakan badjunja membersihkan bagian2 lain dari dinding guha tersebut jang ternjata djuga melukiskan gambar2 monjet sedang bersilat serta satu sama jang lain ber-hubung2an. Siang Tjoe jang memang kepergiannja ketanah barat ini adalah untuk mentjari guru pandai segera merasa jakin kalau gerakan ilmu silat jang dilukiskan dalam gambar itu adalah luar biasa sekali. Karena ternjata dari gerakan2nja jang aneh. Demikianlah tanpa pikir2 lagi, segera ia pun mulai me-niru2 tjara serta gerakan2 jang diperlihatkan lukisan itu. Tak dapat dilukiskan bagaimana kegirangan hati pemuda kita, ketika ia mendapat kenjataan bahwa tipu pukulan jang diperlihatkan ukiran2 itu sungguh luar biasa sekali. Gerakannja jang ber-ubah2 menjesatkan ternjata banjak sekali tjabang2nja, hingga achirnja setelah merasa lukisan2 itu sudah melekat benar diotaknja dan mengerti akan kefaedahannja, ia merasa jakin benar kalau gerakan2 ini pastilah djauh berada disebelah atasnja Tjap Peh Lo Hoan Kun. Satu hal pula sebagai reaksi dari dipeladjarinja gerakan2 lukisan2 itu ialah, ia merasa tubuhnja mendjadi semakin enteng. Dengan hal ini, tak dapat dilukiskan pula bagaimana gembiranja hati Siang Tjoe, hingga tanpa terasa ia sudah melatih diri sampai hari berganti siang. Baharulah setelah ia merasa letih benar, ia pun beristirahat. Djustru karena itu, tiba2 wadjah Sioe Lian jang ia telah lupakan selama melatih diri terlintas pula dihadapannja. Segera tjepat luar biasa ia melompat keluar. Ia mendjadi terkedjut sekali, ketika ternjata matahari sudah naik tinggi. "Sioe Lian! Sioe Lian!!" kembali ia ber-teriak2. Namun seperti kemarin, ia tetap tidak memperoleh djawaban dari orang jang dipanggil itu. Malah suaranja hilang ditelan oleh luasnja daerah pegunungan. Achirnja karena bosan, pikirannja beralih kepada peristiwa luar biasa jang baru sadja dialaminja. Ia tidak dapat menduga tepat, peninggalan siapakah lukisan2 jang kemarin ia temukan itu. Demikianlah sambil berdjalan pikirannja melajang akan kedjadian2 jang kemarin, dimana sebagai ganti hilangnja seorang kawan, ia mendapatkan sebuah tempat luar biasa jang ia kira tentu masih mengandung lain2 luksian jang ia belum bersihkan, hingga achirnja ia mendusin ketika tiba2 dari antara semak2 sebelah kiri melesat serupa sendjata berwarna kuning ber-kilau2an, dan hampir bersamaan itu dari sebelah kanannja terdengar siuran angin menjambar dirinja. Siang Tjoe tidak menduga, datangnja serangan itu jang tiba2 serta setjara kedji sekali. Benar2 ketika itu ia berada dalam keadaan terdjepit. Sebab kalau ia berkelit kekanan tentu ia tidak akan luput dari serangan jang datang dari sisi kiri serta demikian pula sebaliknja. Pada saat jang sangat berbahaja itu, ia mendjedjal kakinja dan dilain saat badannja pun sudah melesat keatas, lalu untuk mendjaga diri dari serangan berikutnja, ia pun hunus goloknja jang lalu diputarnja sebelum kedua kakinja mengindjak bumi. Mendadak, lima bajangan manusia dengan sikap tiga mengurung dan dua orang menjambar bagaikan kilat menjerang Siang Tjoe. Ia dapat melihat dengan tjepat serta dapat mengetahui pula bahwa kedua bajangan jang menjambar dirinja adalah bajangan kedua suami isteri setengah tua jang pernah bertempur dengannja di Soa-tang pada beberapa bulan jang lalu, hanja ia tidak dapat menduga pasti untuk apa kedua suami isteri itu datang kepuntjak pegunungan Than-ala-san. Isteri jang berusia setengah tua itu membentak serta berkata : "Pentjulik tjilik! Lekas keluarkan sumoay ku!" Terperandjat Siang Tjoe mendengar perkataan ini, lalu sambil tangkis serangan kedua orang itu ia pun berseru : "Djie-wie toako, aku belum pernah berkenalan dengan kalian, mengapa tanpa sebab aku dituduh telah mentjulik sumoaymu?" "Bangsat tjilik, dimana ada maling mengakui kesalahannja? Awas pedang...!" Dan membarengi bentakan ini, wanita tersebut kembali telah menjerang dengan udjung pedangnja jang tadjam mengkilap mengantjam dada Siang Tjoe. "Sungguh diluar perikemanusiaan!" berteriak Siang Tjoe seraja putar goloknja, dan dilain saat bagai berkelebatnja kilat golok Siang Tjoe sudah menuruti djurus2 jang baru dijakininja kemarin malam. Dengan serentak kedua suami-isteri itu lompat mundur kebelakang sambil putarkan sendjata untuk melindungi diri. Kedua orang ini terperandjat sekali akan kemadjuan jang ditjapai Siang Tjoe. Demikian djuga ketiga orang jang tadi mengambil sikap mengurung, mereka tampaknja terkedjut sekali, lebih2 dua jang masih berusia muda. Dalam hanja beberapa gebrakan sadja Siang Tjoe telah berhasil membuat pertahanan kedua suami-isteri jang memang ternjata adalah orang2 Tjeng hong pay seperti dikatakan Sioe Lian, serta mendjadi murid akuan Mie Ing Tiangloo mendjadi kotjar-katjir. Sang suami jang bernama Tung han Thay hiap Tan Tjian Po keadaannja sangat terdesak sekali, hingga ia hanja dapat bertahan sadja sedang peredaran napasnja sudah tidak beraturan lagi, demikian djuga dengan isterinja, Hoo Siok Eng. Keringat dinginnja jang se-besar2 katjang kedelai telah memenuhi hampir seluruh tubuhnja. "Tjelaka," tiba2 terdengar perempuan ini berteriak, dan membarengi itu pedangnja terpental serta melajang keatas sedjauh beberapa tombak. Bersamaan itu, dengan ketjepatan jang luar biasa seberkas sinar golok melajang serta dengan tepat mengenai pergelangan si njonja, hingga dia ini mendjerit karena kesakitan. Segera untuk menghindarkan serangan lebih landjut ia pun berniat mendjedjalkan kaki, namun kembali segulung sinar golok mendahului niatnja meluntjur kearah dirinja mengantjam tenggorokan. Hingga tiada terkatakan terkedjutnja perempuan ini. Akan tetapi, pada saat itu, pada saat njonja ini menghadapi kehantjurannja, tiba2 sebuah bajangan jang tinggi besar serta bersendjatakan sebatang tongkat berkelebat menjambar diri orang jang bersendjatakan golok jang ternjata adalah Lie Siang Tjoe. Jang hebat ialah, dengan tongkatnja bajangan tersebut, mengantjam djalan darah Kie bun hiat dari Siang Tjoe. Melihat datangnja serangan luar biasa ini, tjepat2 Siang Tjoe menarik kembali serangannja jang hampir mengenai sasarannja itu untuk kemudian langsung golok tersebut ia tangkiskan pada tongkat jang menjerang dirinja, hingga dilain saat terdengarlah berkelentengannja dua buah sendjata jang berlainan bentuk, serta mengiringi itu sebuah bajangan putih tertampak mentjelat keatas. Itulah sinar putih dari golok Siang Tjoe!!