Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Ilmu Silat Pengejar Angin - 16

$
0
0
Cerita Silat | Ilmu Silat Pengejar Angin | oleh Siasa | Ilmu Silat Pengejar Angin | Cersil Sakti | Ilmu Silat Pengejar Angin pdf

Pendeta ini kosen sedang dua jang bermuka hampir sama dan seperti ia mengenalnja djuga tidak lemah. Tidak salah lagi mereka hendak mentjari kitab. Sambil berpikir, Siang Tjoe tjoba kerahkan tenaganja untuk putuskan tali pengikat tubuhnja. Hatinja mendjadi mendongkol sekali serta ketjewa. Ternjata ketiga orang asing itu bukanlah orang2 kangouw biasa, agaknja ketika Siang Tjoe masih dalam keadaan pingsan, mereka telah totok salah satu djalan darah Siang Tjoe, hingga ketika ia hendak gerakkan tubuhnja, ia merasakan malah urat2nja semakin sakit. Maka achirnja ia diam sadja, untuk tjari daja lain. Se-kongjong2 si pendeta berteriak kegirangan. "Disini!" dia berseru. Siang Tjoe mendjadi terkedjut sekali ketika melihat dari bawah pembaringannja, pendeta itu menarik keluar peti besi jang ketjil. Peti besi dimana kitab 'PEMETJAHAN LUKISAN' pada beberapa hari jang lalu ia taruh. Kedua orang jang mukanja putjat kering menoleh, mereka inipun tampaknja djadi kegirangan sekali. Bertiga mereka lantas menghampiri medja, untuk kemudian ber-sama2 mereka buka tutup besi, untuk keluarkan isinja. Kitab 'PEMETJAHAN LUKISAN' tersebut. Membatja kalimat tersebut, si kepala keledai tertawa berkakakan. "Benar2 disini!" kata dia njaring. "Dji dan sha-ko, tidak ketjewalah kita berpajah-pajah selama dua puluh tahun mentjari ini kita akan mendjadi orang jang terlihay. Ha ha ha!" Segera dia balik halaman2 kitab, didapatinja banjak sekali huruf2 halus jang merupakan keterangan peladjaran ilmu silat. Karena gembiranja, kepalanja di- gojang2kan serta meng-garuk2 kepala gundulnja jang entah benar2 gal entah tidak. "Sampai mati djuga kau tidak akan dapat memetjahkannja tanpa mengetahui tempat lukisan2nja," berkata Siang Tjoe dalam hati. Mendadak salah seorang jang mukanja putjat kering berseru : "Eh! Hendak lari?" seraja dia menundjuk Siang Tjoe. Anak muda kita mendjadi terkedjut sekali, ia menduga orang telah pergoki ia. Sipendeta jang pundaknja sudah terluka agaknja kaget. Ia menoleh dengan segera. Se-konjong2 simuka putjat kuning, geraki tangannja, dan dalam sedetik itu djuga sebatang pisau ketjil jang ber-kilau2an telah bersarang dibebokong sikawan kepala keledai. Hebat sekali menantjapnja sampai tembus sebatas gagang, sesudah mana, dia lontjat minggir untuk kemudian bersama kawannja dia hunus sendjatanja. Mereka bersikap hendak membela diri. Terutama mukanja. Sipendeta kaget, dia menoleh, namun dia kemudian tertawa meringis jang dingin sekali. "Kita bertiga, adalah saudara seperguruan jang telah dua puluh tahun mentjarinja. Sekarang setelah kita berhasil, lantas kalian berdua saudara hendak kangkangi sendiri. Kalian malah turunkan tangan djahat... Ha ha ha! Ha ha ha!" Itulah suara tertawa jang dalam serta hebat sekali, sampai2 Siang Tjoe pun bergidik. Pendeta itu gerakkan tangannja kebelakang, agaknja dia berniat mentjabut pisau belati jang tertantjap dipunggungnja itu, namun sebelum tangan ini berhasil mentjapainja, mendadak dia mendjerit serta bersamaan itu dia pun lantas rubuh terguling. Sebentar dia meregang djiwa, lalu seluruh tubuhnja diam tak bergerak pula. Siang Tjoe kaget, mentjelos hatinja melihat ketelengasan orang terhadap saudara seperguruan sendiri. "Djika sekarang tidak aku habiskan djiwamu, apakah nanti kau tidak maui diri kami? Hm!" demikian kedua orang jang mukanja putjat kering perdengarkan suaranja. Agaknja mereka tjurigai saudara seperguruan itu, maka mereka lantas turun tangan lebih dahulu. Selesai itu, mereka dupak tubuh saudara seperguruan itu bergantian... Kedua orang ini tidak memperhatikan Siang Tjoe jang sudah tersadar lama, dua kali mereka perdengarkan tertawanja jang seram. Lantas dia sentil sumbu lilin, untuk buang udjungnja. Hingga sesaat itu djuga ruangan pun mendjadi terang benderang. Mereka hampirkan medja, salah satu antaranja segera balik2 halaman kitab, lantas dia membatja. Suara batjaannja menjatakan ia bergembira sekali serta puas. Tubuhnja sampai ber-gerak2. Beberapa lembaran pula dibalik antaranja ada jang seperti berlekatan. Segera orang asing jang seperti Siang Tjoe kenali ulurkan lidahnja serta tempel djari tangannja diatas itu, untuk kemudian dengan djeridji jang basah ia membalik-balik pula halaman. Ia mentjolet pula ludah lidahnja sampai beberapa kali. Kemudian kitab dia berikan kepada saudaranja jang kemudian djuga seperti saudaranja membalik-bali halaman kitab dengan sebentar2 memasukkan djeridji telundjuknja kedalam mulut. Siang Tjoe tetap mengintai, hingga tiba2 ia ingat, kalau kitab itu mengandung ratjun. Dia duga, pastilah kedua bersaudara ini akan keratjunan. Karena kagetnja, tanpa terasa ia perdengarkan suara tertahan. Si muka putjat kuning dengar suara orang, ia menoleh dengan segera, djustru Siang Tjoe sedang buka kedua matanja, maka dapatlah ia lihat sinar mata jang seperti ketakutan dari si anak muda. Segera ia berbangkit, dengan tindak dibuat-buat, dia hampirkan tubuh sikepala gundul untuk tjabut pisau belati dari punggung korban itu. Setelah mana ia dekati tiga tindak pada Siang Tjoe. Terkedjut dia agaknja setelah mengenali pemuda kita. "Ah! Kiranja kau, pentjuri tjilik jang dahulu berlagak dungu," berseru dia dengan nada bengis. "Kita berdua sebenarnja tidak bermusuhan, akan tetapi hari ini tak dapat aku mengampuni djiwamu!" menambahkan dia. Kedua matanja bersinar berbau nafsu membunuh. Akan tetapi sambil angkat pisaunja tinggi2 dia perdengarkan tertawa iblis. Sampai tiga kali. "Djika aku segera bunuh kau, sampai menghadap Giam lo ong, kau nanti belum tahu sebab musababnja." Dia berhenti sebentar. Kemudian dengan sikap mengantjam dia melandjutinja. "Baiklah, agar kau tidak mati penasaran, aku perkenalkan dahulu diriku, Sin Eng. Kin Bian Lioe dari Tinpa..." "Oh kiranja kau...!" berseru Siang Tjoe jang baru ingat kalau kedua bersaudara itu adalah jang pada lima tahun berselang telah dikuntjupkan njalinja oleh kelihayan Satmijagatze dan Auwjang Siang Yong berdua. "Hemmm, benarlah. Kau masih ingat. Itu Bagus! Dan agar kau benar2 dapat mati meram, akan kuterangkan padamu dari partai mana adanja aku. Aku adalah murid turunan keenam puluh satu dari tingkatan ketiga partai Thian lam pay. Pihak kami dengan Tek Kwee kiesoe adalah musuh turunan. Binatang itu telah membunuh lima puluh satu suheng2ku serta keempat sutjouw..." "Hebat sekali!" memotong Siang Tjoe. "Ja, hebat sekali. Dia djuga telah memperkosa seorang sutjieku, dan kemudian dia kabur kemari. Untuk belasan tahun lamanja kami tjari dia, siapa tahu, warisannja telah terdjatuh ketanganmu. Dimana tempo hari kau berlagak dungu. Botjah entah apa hubungannja engkau dengan binatang Kiesoe keparat itu, tapi jang pasti kau bukanlah manusia baik2 djuga. Maka djika aku bunuh kau, tak nanti kau akan mendjadi penasaran, dan djika umpamanja kau hendak menuntut balas, tuntutlah aku di Bietjiu setelah nanti kau mendjadi hantu. Ha ha ha!" Si putjat kuning jang memang ternjata adalah Kin Bian Lioe belum selesai tutup mulutnja atau mendadak dia limbung, tubuhnja ter-hujung2 kearah tubuh Siang Tjoe. Anak muda ini kaget. Ia menjadari, inilah saat mati-hidupnja. Maka dalam keadaan berbahaja ini, ia kerahkan tenaganja sambil dia atur perdjalanan napasnja dengan menuruti petundjuk2 seperti jang barusan ia dapat batja dari kitab TOEI HONG LWEE KANG. Untuk kegirangannja, ternjata dia berhasil. Segera disaat itu djuga dia merasakan tubuhnja segera sekali. Bahkan lebih dari itu. Tiba2 sadja ia merasakan tenaganja kumpul dikedua belah tangannja. Dan... tes... tes... serta bersamaan dengan datangnja tubuh lawan, ia sudah bebas dari segala totokan dan ikatan2. Setelah mana dia berlompat madju, untuk mendahului menjerang. Tiba2 orang jang mukanja putjat kuning, terdjengkang serta terus rubuh sendirinja. Siang Tjoe terkesiap. Walau ia batal menjerang. Toh lantas ia bersiap. Ia tjekal sisa tambangnja untuk digunakan sebagai sendjata. Ia bertindak mendekati untuk menegasi. Kin Bian Lioe kedjutkan kedua kakinja beberapa kali, serta kemudian seluruh tubuhnja diam, tiada bergerak. Menjusul mana dari kedua mata, hidung dan kuping serta terutama dari mulutnja, segera keluar mengalir darah hidup jang sudah berwarna semu biru. Maka teranglah sekarang, dia telah mati keratjunan. Ratjun jang berbisa dari halaman-halaman kitab Tek Kwee kiesoe, jang tadi ia gunakan djeridji tangannja sendiri mentjolet lidah dan buku. Menjusul itu, lantas terdengar pula suara djeritan seseorang serta menjusul itu terdengar suara bergedebukan. Ternjata saudaranja jang bernama Kin Bian Eng djuga mengalami nasib serupa. Segera Siang Tjoe loloskan semua libatan tambangnja, untuk kemudian ia lari keluar, kekamar sebelah dimana lukisan2 ditempatkan. Lega hatinja ketika ia mendapat kenjataan, lukisan2 itu tidak kurang suatu apa. Agaknja ketiga orang2 Thian lam pay ini memasuki guha dengan melalui djalan belakang. Esoknja, ketiga majat ia bawa keluar untuk dikubur. Malamnja, sedang beristirahat Siang Tjoe bergidik sendirinja, apabila teringat olehnja akan pengalamannja semalam jang sangat berbahaja itu. Ia ingat2 segala perkataan2 Kin Bian Lioe sebelum adjal. Hingga achirnja ia sangsikan, apakah Tek Kwee kiesoe ini seorang dari djalan jang terang atau sesat... Hingga achirnja, karena pikirannja mendjadi kusut, sampai hari djauh malam belum djuga ia dapat tidur. Ia bergelisahan terus dengan pendiriannja mendjadi bimbang. Ia ingat, betapa, hampir pada setiap surat peninggalan Tek Kwee kiesoe, orang tua itu selalu menjinggung kata2 djahat jang dari kata2nja terang ia sangat membentjinja hingga sedjak permulaan tahun ia menemukan warisan2 orang luar biasa itu ia sudah beranggapan, kalau orang tua itu tentulah ada seorang pendekar berhati budiman. Namun kini tiba2 berkundjung keguhanja orang2 jang mengaku orang2 Thian lam pay jang mengatakan kalau Tek Kwee kiesoe adalah seorang bekas pendjahat, bahkan dari perbuatannja memperkosa seorang perempuan sudah menundjukkan bahwa orang tua berkepandaian luar biasa itu adalah seorang jang bermartabat rendah. Ia bingung untuk mengambil keputusan, apakah sesudahnja mengetahui akan sifat2 sebenarnja dari guru tidak langsung ini, meneruskan peladjarannja atau djangan. Namun ketika ia ingat betapa ketiga orang tadi demikian inginkan peti besi, hatinja mendjadi bimbang. Sebab terganggu oleh semua ini achirnja tanpa disadari ia turun dari pembaringannja, serta seret keluar peti besi jang ia taruh dikolong pembaringan. Ia ambil kitabnja jang pada beberapa hari jang lalu ia simpan. Ia timang-timang. Satu waktu tangannja sudah diulur ke berkobarnja api lilin. Agaknja ia hendak membakarnja, namun entah mengapa tiba2 pikirannja berubah. Disimpannja kembali kitab tersebut, lalu sebagai gantinja, didjemputnja kitab 'Toei Hong Lwee Kang' jang ia sembunjikan dibawah bantal kajunja. Ia balik2 itu. Diperhatikannja benar2 isinja, hingga achirnja ia merasa amat sajang untuk merusakkannja dan ia pun sudah membalik sampai dihalaman terachir. Tiba2 matanja terbentur dengan sekumpulan kata2. Dan dengan mudah iapun dapat menjelami isinja, jakni kata2 jang bukan mengandung isi peladjaran, melainkan kumpulan kata2 tjatatan jang menerangkan riwajat hidupnja Tek Kwee kiesoe. Karena tertarik, lalu iapun membatjanja, terus diikutinja dari permulaannja sampai tulisan terachir dimana tjoretannja semakin mendekati achir semakin buruk. Inilah antara lain kata2nja: Hari itu adalah hari bergembira bagi kami sekeluarga. pagi2, masih buta lagi. Aku sudah berada ditengah- tengah keluargaku. Sembilan kakak2 perempuanku ada djuga bersama disekelilingku. Semuanja bergembira. Lebih2 ibu jang ketika sudah mengindjak usia 62 tahun, dengan duduk disisi ajah sebentar2 beliau bersenjum kepadaku. Putera tunggalnja jang ketika itu tengah merajakan hari ulang tahunnja kesembilan. Kami adalah dari keluarga berada. Maka perajaanpun diadakan setjara besar2an. Hampir seluruh tetangga2 kami undang, sedang untuk mendjaga keamanan serta melajani kami, lima puluh satu pembantu2 rumah tangga dikerahkan. Lebih2 lagi untuk menambah keriaan hari ulang tahun itu, istimewa ajah telah mengundang serombongan tukang wajang dari ibukota jang ketika itu sangat termashur sekali buat daerah Tiongkok Selatan. Hingga benar2 hari itu kami bergembira benar. Sedang tak lama kemudian serombongan pengemis datang minta sedekah, dimana atas perintah ajah, aku diwadjibkan memberikannja masing2 dua puluh tjie. Mereka mengutjap sjukur serta setelah mengutjapkan terima kasih mereka pun berlalu. Benar2 hari itu adalah hari jang menjenangkan sekali bagiku dan mereka - kaum pengemis - karena hari itu mereka boleh mengisi perutnja sedapt mereka memasukinja. Demikianlah saking gembiranja, tanpa kami rasai, hari pun telah mendjelang malam. Dan tak lama kemudian, tamu2 bergiliran, satu2 atau berombongan permisi pulang, hingga sebentar kemudian ketika bintang2 menundjukkan pukul tiga ruangan pun sudah sepi, hanja tinggal kami, beserta lima puluh satu pembantu2 rumah tangga, sedang kedua 'kong dan 'mereka sudah masuk tidur. Saat itu, ketika ajah sedang ber-tjakap2 dengan ibu, dan kesembilan saudara2 perempuanku membantu djongos2 membereskan medja, tiba2 seluruh djendela2 menerbitkan suara bergedubrakan serta menjusul itu, serombongan manusia2 bertopeng menerdjang masuk. Serentak memasuki ruangan mereka mengubat-abit sendjata mereka masing2, hingga keadaan pun segera mendjadi panik. Lebih2 ibu jang sudah berusia tua dan tidak dapat menguasai dirinja, telah djatuh pingsan disaat itu djuga jang segera dirubungi oleh kesembilan saudara2 perempuan saja. Namun tiba2 manusia2 bertopeng itu jang berdjumlah tidak kurang dari dua puluh menghadang dan bahkan menangkapi kesembilan saudara2 ku itu jang tidak berdaja apa2. Mereka kurang adjar sekali. Serentak itu tangan2 mereka telah melakukan hal2 diluar batas kesopanan, hingga menerbitkan geram pada manusia mana sadja jang memiliki sifat laki2 sedjati. Lantas lima puluh satu para pembantu rumah tangga serta tjenteng2 jang berkepandaian biasa sadja, madju untuk menghalangi niat mereka, namun apa daja manusia2 bertopeng itu adalah orang2 jang sudah pasti berkepandaian ilmu silat jang tjukup tinggi. Dalam sekedjap sadja dengan diiringi djeritan2 menjajatkan, satu-satu pembantu rumah tangga kami berguguran, aku tjatat mereka adalah sebagai pahlawan2 setia akan kewadjiban, hingga aku jang menjaksikannja mendjadi giris sekali. Dan karena tidak tahan, tanpa terasa pula aku telah djatuh pingsan..." Membatja sampai disini, segera Siang Tjoe pun insjaf akan alasan2nja mengapa sampai Tek Kwee kiesoe membunuh sampai lima puluh lima orang2 Thian lam pay serta memperkosa sembilan orang keluarga perempuannja... "Tentulah ini adalah pembalasan...!" berkata Siang Tjoe seorang diri, akan kemudian setelah merenung sebentar, iapun melandjutinja. Entah berapa lama telah berlalu, ketika aku tersadar, aku melihat betapa diatas lantai bergelimpangan bangkai2 manusia termasuk kakak2ku dimana pakaian mereka kojak2 tidak karuan matjam, terutama di... di... ah... tak dapat aku menulisnja dengan kata2. Geram hatiku ketika itu benar2. Kuperiksa mereka, ternjata tiada satu pun jang masih bernapas. Saudara2 ku itu telah mendahului dengan tiada kehormatan pula...

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423