Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Imam Tanpa Bayangan II - 50

$
0
0
Cerita Silat | Imam Tanpa Bayangan II | oleh Xiao Say | Imam Tanpa Bayangan II | Cersil Sakti | Imam Tanpa Bayangan II pdf

Bendera Maut - Kwee Oen Keng Tongkat Setan - Seng Kie-Su Dewa Linglung - 29. Begal dari Gunung Kidul Fear Street - Terror di Akhir Pekan Pendekar Mabuk - 90. Kematian Sang Durjana

Si Jago Pedang Bertangan Sakti tidak berani berayal lagi, ia segera meloncat keluar dari ruangan. Tersebarlah angin dingin berhembus kencang, bintang telah bertabur di angkasa, entah sedari kapan udara telah jadi gelap. Ilmu meringankan tubuhnya dengan cepat dikerahkan pada puncaknya, dari tempat kejauhan ia saksikan ada bayangan manusia sedang bergerak di hadapannya, dugaan si Tangan Sakti Berbaju Biru ternyata tidak salah, waktu itu Siang Bong Jie Kiauw telah menghadang jalan pergi Wie Chin Siang dan memaksa lawannya untuk menyerahkan obat mujarab itu. Dengan tangan kanan mencekal botol porselen itu kencang-kencang, Wie Chin Siang mengancam : "Kalau kalian berani maju lagi ke depan, aku segera akan beradu jiwa dengan kalian, obat mujarab berusia seribu tahun yang langka ini pun akan ikut kumusnahkan. Hmmm! Baik kalian maupun aku jangan harap bisa mendapatkannya..." Mendengar ancaman tersebut, sepasang dara ayu pembuat impian itu benar-benar tak berani maju mendekat. Haruslah diketahui pil Som Wan berusia seribu tahun itu adalah obat mujarab yang diidam-idamkan oleh setiap orang Bu lim, bagi orang biasa jangan dikata untuk mendapatkan sebutir di antaranya, untuk melihat pun mungkin susah, karena itu setelah timbul perasaan was-was dengan sendirinya Siang Bong Jie Kiauw tidak berani sembarangan turun tangan mendesak lawannya. So Leng Yan segera tertawa hambar, katanya : "Asal kau suka menyerahkan obat itu kepada kami tanpa melawan, maka selembar jiwamu akan kuampuni!" "Ciiissss!" teriak Wie Chin Siang dengan gusar. "Aku rela menghadiahkan obat itu kepada orang lain, dan tidak akan sudi menyerahkan kepadamu..." si Jago Pedang Bertangan Sakti yang menyaksikan kejadian itu kontan naik pitam, ia mendengus dingin dan munculkan diri di tengah kalangan. Siapa tahu Siang Bong Jie Kiauw sama sekali tidak menggubriskan kehadirannya, malah sambil menjengek sinis katanya : "Huuuuh.... manusia telur busuk pun mau ikut campur dalam urusan ini..." "Kalian mau apa?" teriak si anak muda itu semakin gusar. So Siauw Yan mendengus ketus, sahutnya : "Sejak tadi aku telah memperhitungkan kehadiranmu di tempat ini. Hmmm! Jago Pedang Bertangan Sakti, kepandaian kucing kaki tiga yang kau miliki meskipun bisa ditonjolkan kedahsyatannya di hadapan anggota perguruanmu, tapi dalam pandangan kami sama sekali tak ada harganya..." Si Jago Pedang Bertangan Sakti semakin senewen, matanya kontan mendelik besar, teriaknya : "Bangsat! Rupanya kalian benar-benar mau memberontak?" Dalam keadaan marah yang tak terkendalikan lagi, pedangnya segera digetarkan kencang-kencang dan mengirim satu babatan dahsyat ke depan. "Huuuh, kepandaianmu masih terpaut sangat jauh!" jengek So Siauw Yan sinis, tangannya dengan enteng segera dikebaskan ke depan. Segulung angin pukulan yang maha dahsyat dengan diiringi desiran tajam segera menyapu ke depan. Braaaak..." Satu kejadian yang tak terduga sama sekali dengan cepat berlangsung di depan mata, ternyata sepasang dara ayu pembuat impian she So adalah jago-jago lihay yang sengaja menyembunyikan kepandaian aslinya. Si Jago Pedang Bertangan Sakti segera menjerit kesakitan, pedangnya terpental dan mencelat ke tengah udara, sementara tubuhnya sendiri mundur beberapa langkah ke belakang dengan sempoyongan. "Bagus!" suatu bentakan keras berkumandang datang dari tempat kejauhan. Bayangan manusia berkelebat lewat, tahu-tahu si Tangan Sakti Berbaju Biru sambil tertawa terbahak- bahak telah munculkan diri di hadapan mereka. "Haaaah... haaaah... haaaah... kiranya kalian adalah mata-mata yang sengaja dikirim partai See Liang untuk menyusup ke dalam perguruan kami, oooh, hampir saja sepasang loohu jadi melamur dibuatnya." Serentetan cahaya merah yang menyilaukan mata segera menyapu datang dari tengah udara dan langsung membabat ke arah tubuh ke-dua orang gadis pembuat impian tersebut. Dengan hati terkesiap So Leng Yang mencelat ke udara untuk meloloskan diri dari serangan maut, teriaknya : "Awan ilmu pukulan Hwee Gan Ciang, ayoh lari!..." Seakan-akan jeri terhadap sesuatu, tanpa mengucapkan sepatah kata pun ke-dua orang gadis jalang tadi segera melarikan diri dari tempat itu, dalam sekejap mata bayangan tubuh mereka telah lenyap di balik kegelapan. Sepeninggalnya ke-dua orang dara tadi si Tangan Sakti Berbaju Biru segera menoleh ke arah Wie Chin Siang sambil pesannya : "Cepatlah berlalu dari sini, partai See Liang tidak akan lepas tangan begitu saja!" Di tengah kegelapan ke-tiga orang itu berdiri kaku di tempat masing-masing dengan mulut membungkam,beberapa saat kemudian mereka merundingkan sesuatu dengan suara lirih diikuti mereka berpisah dan berangkat ke arah Timur dan Barat. Siapa pun tidak tahu apa yang barusan mereka rundingkan tetapi mereka tahu bahwa perjalanan Wie Chin Siang dilakukan jauh lebih cepat lagi langsung menuju ke arah gunung Thiam cong. Angin malam yang dingin berhembus lembut menggoyangkan ranting dan daun hingga menimbulkan suara yang gemerisik, cahaya bintang di angkasa yang remang menembusi dahan dan pepohonan menyinari permukaan jagad... Gonggongan anjing yang ramai sayup-sayup berkumandang dari kejauhan, membuat suasana di dalam hutan yang lebat itu terasa makin tercekam dalam keseraman. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki manusia bergema memecahkan kesunyian, suara langkah kaki itu amat lembut dan lamban di mana akhirnya berhenti. Sesosok bayangan manusia muncul di balik pepohonan yang lebat dan berdiri termangu di situ. Di bawah sorot cahaya bintang Kiem In Eng nampak masih begitu cantik dan muda belia, walaupun di atas wajahnya sudah tertera bekas-bekas keriput yang dimakan usia tapi ia masih begitu mempesonakan... begitu menggiurkan bagi setiap pria. Biji matanya yang bening dan jeli menyapu sekejap sekeliling tempat itu dengan pandangan dingin, tiba- tiba ujung bibirnya tersungging suatu senyuman hambar. Angin malam berhembus lewat mengibarkan ujung bajunya... perempuan itu nampak begitu mengenaskan... begitu menyedihkan. Criiing... criiing... criiing...! Tiga kali irama sentilan khiem meluncur keluar membelah kesunyian, bagikan awan yang bergerak di angkasa, air terjun yang membasahi permukaan membuat seluruh hutan belantara itu tertutup oleh irama musiknya... "Aaaaah!" suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati tiba-tiba berkumandang dari atas pohon diikut... Bluuuk! sesosok bayangan hitam yang tinggi besar terjatuh dari atas dahan pohon. Lelaki itu dengan penuh penderitaan memegang dadanya kencang-kencang, suara rintihan menggema tiada hentinya dari bibir yang terkatup kencang, dengan wajah penuh ketakutan ia mendongak memperhatikan wajah Kiem In Eng, napasnya tersengkal-sengkal dengan cepatnya... Beberapa saat kemudian orang itu maju beberapa langkah ke depan dengan sempoyongan, serunya gemetar : "Apa... apa nama khiem dalam boponganmu itu?" "Kalau kau ingin mengetahui nama khiem ini, silahkan menikmati lagi sebuah irama laguku!" Air muka lelaki itu berubah hebat, kulit serta dagingnya berkerut kencang lalu serunya : "Urat nadiku telah tergetar putus oleh irama khiemmu yang membawa maut itu, kini aku sudah tak berkekuatan lagi untuk mendengarkan irama merdu tersebut, sebelum aku menghembuskan napas yang penghabisan, aku ingin tahu apakah suara dari Khiem pusaka yang dapat melukai orang tanpa wujud itu?" Kiranya Kiem In Eng yang sedang menanti kedatangan Wie Chin Siang dengan hati gelisah di pinggir hutan tadi makin cemas setelah ditunggu yang lima jam tapi gadis itu belum kembali juga. Pada saat itulah mendadak ia temukan bahwa ada seseorang sedang mengawasi gerak-geriknya di tempat kegelapan, dalam hati perempuan itu segera tertawa dingin, dengan lagu 'Sam Kiem In Eng' bait pertamanya yang bisa melukai orang tanpa berwujud ia serang orang itu dengan gencar. Jago lihay dari perguruan Boo Liang Tiong yang sama sekali tidak sadar bahwa dirinya sedang diserang orang dengan suara penyerangan tak berwujud ini seketika dibikin terlena dan terpesona oleh irama khiem yang begitu merdu merayu, menantikan dia menyadari apa yang telah terjadi lenyaplah segenap kekuatan tubuhnya untuk melawan daya tekanan yang maha dahsyat tersebut. Sekilas senyuman hambar menghiasi wajah Kiem In Eng, sahutnya dengan suara dingin : "Kau bisa mati di tengah alunan irama maut tujuh perasaan yang aku mainkan barusan, hitung-hitung kematianmu tidaklah terlalu penasaran, sebab setiap orang yang mati karena termakan oleh serangan khiem maut ini walaupun urat nadinya patah dan hancur semua di luar badan sedikit pun tidak memperlihatkan tanda luka apa pun..." Belum habis Kiem In Eng menyelesaikan kata- katanya, pria itu sudah muntah darah segar, badannya gemetar keras dan gumamnya dengan suara lirih : "Khiem maut tujuh perasaan... Khiem maut tujuh perasaan..." Sepasang matanya mendadak melotot besar hingga biji matanya seakan-akan hendak meloncat keluar dari kelopaknya, dengan perasaan amat ketakutan ia mundur satu langkah ke belakang. "Aaaah, salah satu dari tiga benda mestika peninggalan Thian Hiang Niocu..." "Sedikit pun tidak salah, kau dapat mengetahui asal usulnya sungguh jauh berada di luar dugaanku, Thiang Hiang Sam Poo merupakan benda-benda mestika yang diimpikan serta diidamkan oleh setiap orang di dalam Bu lim, walaupun banyak jago-jago Bu lim yang setiap hari mengejar jejak ke-tiga macam benda mestika itu, tetapi tak seorang pun yang tahu bahwa Khiem maut Tujuh perasan bisa berada di tanganku, karena asal usulnya tak pernah kukatakan kepada siapa pun..." Tiba-tiba pria itu tertawa terbahak-bahak dengan seramnya, seakan-akan secara mendadak ia telah menemukan suatu rahasia besar, setelah tertawa bangga beberapa saat katanya : "Kau berhasil mendapatkan khiem maut tujuh perasaan dari antara ke-tiga macam benda mestika itu, tetapi tahukah kau siapakah Thian Hiang Niocu itu?" Pertanyaan itu muncul secara tiba-tiba membuat Kiem In Eng tertegun dan tak sanggup menjawab barang sepatah kata pun. Tatkala ayah angkatnya Hoa Pek Tuo menyerahkan Khiem maut tujuh perasaan tersebut kepadanya, si orang tua itu sama sekali tidak pernah menyebutkan asal-usulnya, ia hanya berpesan agar baik-baik menyimpannya dan jangan secara gegabah memberitahukan nama dari khiem itu. Dan kini si jago lihay dari perguruan Boo Liang Tiong ternyata mengajukan pertanyaan semacam itu. Kiem In Eng yang biasanya cerdik dan banyak akal ini tak urung dibuat melengak juga sehingga tak tahu jawaban apa yang mesti dikatakan. Maka dia pun gelengkan kepalanya dan berkata dengan nada tercengang : "Thian Hiang Niocu cuma ada namanya dan tak pernah kutemui orangnya, manusia yang suka berpelancongan semacam dia siapa yang mengetahui asal-usulnya apalagi bertemu dengan dia..." Pria itu mendengus dingin. "Hmmm! Thian Hiang Niocu adalah cikal bakal pendiri perguruan Boo Liang Tiong kami, ia tinggalkan tiga macam benda mestikanya adalah berharap agar anggota partai kami bisa mengembangkan kepandaian silatnya ke seluruh dunia persilatan. Sejak partai kami dibasmi lenyap oleh orang-orang partai Thiam cong, ke-tiga jenis benda mestika itu lenyap tak berbekas, dan kini salah satu benda mestika di antaranya ternyata terjatuh di tanganmu. Hmmm! Rupanya untuk mencari tahu jejak benda-benda mestika itu terpaksa kami harus mengorek keterangan dari mulutmu..." Seolah-olah ia merasa jeri terhadap sesuatu mendadak dari sakunya dia ambil keluar sebuah tabung bambu yang tipis dan membuka penutupnya, segumpal asap hitam segera membumbung tinggi ke angkasa. "Apa yang hendak kau lakukan?" hardik Kiem In Eng dengan suara dingin. "Aku hendak memberitahukan kepada Tiong cu kami bahwa Khiem maut tujuh perasaan telah munculkan diri. Masalah ini menyangkut kemusnahan serta perkembangan partai kami, tak bisa tidak harus kukabarkan..." "Hmmm!" Kiem In Eng mendengus dingin. "Sebetulnya aku ada maksud untuk melepaskan dirimu, tapi setelah adanya kejadian ini maka timbul pikiran di dalam hatiku, andaikata sekarang aku tidak membinasakan dirimu, kemungkinan besar banyak kesulitan yang bakal menimpa diriku di kemudian hari..." Tangan kanannya perlahan-lahan diangkat ke atas. Khiem maut tujuh perasaan itu secara tiba-tiba dihantamkan ke bawah. "Kau..." jerit pria tadi dengan perasaan ketakutan. Belum sempat kata-kata selanjutnya diteruskan, khiem antik yang amat besar itu disertai hawa tekanan yang amat dahsyat bagaikan tindihan gunung Thay-san telah meluncur datang, pria itu mendengus berat, tidak ampun lagi batok kepalanya hancur berantakan, darah segar muncrat ke empat penjuru dan otaknya berhamburan di atas tanah. Di saat Kiem In Eng selesai membinasakan pria itu, dari dalam hutan kembali terlihat sesosok bayangan hitam tanpa menimbulkan sedikit suara pun meluncur datang. Kiem In Eng tertawa dingin, badannya berputar satu lingkaran ke belakang dengan jurus Burung merak mementangkan sayap ia kirim sebuah babatan maut ke arah depan. "Suhu, aku!" terdengar bayangan hitam itu menjerit tertahan. Mendengar jeritan tersebut Kiem In Eng tertegun, gerakan tangannya segera merandek di tengah udara, buru-buru badannya bergeser lima langkah ke samping, ia tarik kembali serangan babatannya yang telah dilancarkan sampai di tengah jalan itu mentah- mentah. Untung tenaga lweekang yang dimilikinya telah mencapai pada taraf yang amat sempurna, baik menyerang atau pun menarik kembali serangannya semua muncul mengikuti perasaan hatinya, sehingga walaupun serangan tadi ditarik kembali di tengah jalan namun keadaannya masih tetap tenang seakan- akan tak pernah terjadi sesuatu apa pun. Ia segera menghela napas panjang, tegurnya : "Chin Siang, mengapa kau tidak menyapa terlebih dahulu? Barusan aku masih mengira kau adalah musuh tangguh yang bersembunyi di tempat kegelapan dan akan melancarkan serangan terhadap diriku." Wie Chin Siang tidak menjawab pertanyaan itu, sinar matanya dengan tajam mengawasi lelaki yang menggeletak di atas genangan darah serta asap tebal yang mengepul keluar dari dalam tabung, ia berdiri tertegun seolah-olah sedang memikirkan apa yang sebenarnya telah terjadi. Kiem In Eng sendiri pun tidak mengerti asap hitam yang dilepaskan dari tabung bambu kuning itu melambangkan apa, dengan wajah tegang ia pun termenung beberapa saat lamanya. Tampaklah asap hitam itu kian lama kian menebal dan perlahan-lahan membumbung tinggi ke angkasa. "Aku rasa kabut hitam ini pastilah tanda kode untuk mengadakan hubungan dari partai Boo Liang Tiong," katanya kemudian. "Aku tidak menyangka kalau pria ini bisa melakukan perbuatan tersebut sesaat sebelum menemui ajalnya..." Perlahan-lahan ia mendekati tabung itu kemudian ditendangnya sehingga mencelat sejauh tujuh delapan tombak dari tempat semula. Pada saat itulah dari tempat kejauhan terdengar suara manusia berkumandang tiba, cuma suara itu kecil dan lembut bagaikan bisikan nyamuk, seandainya waktu itu bukan di tengah hutan yang sunyi lagi pula terhembus angin boleh dibilang suara tadi sukar untuk ditangkap.

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>